Aku melangkah mendekati dirinya, mencoba bersikap seperti biasa saja, walaupun terkadang mulut ini ingin langsung bertanya padanya, apakah ada kaitan dirinya dengan foto pernikahan suamiku itu?
“Pagi, Bu,” sapaku sembari tersenyum Mertuaku bergegas mematikan sambungan teleponnya, dia kelihatan seperti maling ketangkap basah. Wajah pucatnya pun terlihat jelas kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu. “Ah, menantu Ibu sudah bangun ternyata. Bagaimana tidurmu, Sayang?” pertanyaan seperti biasa yang setiap pagi selalu dia lontarkan padaku, suara lembut dan menghangatkan itu selalu kudengar. “Tidurku nyenyak, Ibu lagi masak?” tanyaku basa-basi dan dijawab anggukan saja, aku bertanya lagi karena penasaran, “lagi telponan sama siapa, Bu?” “Ah, itu …,” ucapnya terjeda, kelihatan sekali kalau dia sedang memikirkan jawaban apa yang akan dia beri untukku. Aku terus memperhatikan perubahan wajahnya, kegelisahan yang dia rasakan begitu nampak di depanku. Namun, tidak lama dari itu ekspresi wajahnya kembali seperti semula, senyum manis dan kasih sayang yang selalu dia berikan untukku membuat diriku begitu merindukan Almarhumah ibuku. “Teman Ibu, Sayang,” jawabnya, aku hanya mengangguk saja, tidak ingin bertanya lebih dalam lagi. Aku akan mencari tahu semuanya sendiri, tetapi dari mana aku memulai cari tahu tentang foto itu? Ah, sudahlah, nanti saja aku pikirkan, lebih baik aku membantu ibu mertuaku masak saja. “Biar aku gantikan ibu masaknya,” kataku yang ingin ambil alih pekerjaannya, “lebih baik Ibu duduk saja sambil minum teh seperti biasanya, biar aku buatkan Ibu teh dulu.” “Gak usah, Areta,” tolak ibu mertuaku dengan halus, “lebih baik kamu siapkan keperluan Keyra dan Abian saja, biar Ibu saja yang masak, ini juga bentar lagi sudah matang.” “Beneran, gak apa-apa, Bu?” tanyaku tidak enak hati. Ibu mertuaku selalu seperti ini, sering membantuku untuk beres-beres rumah, walaupun hanya sekedar saja yang dibantu, tetapi itu cukup untuk meringankan pekerjaanku. Aku juga tidak mempermasalahkan hal itu. Toh aku menikah dengan Mas Abian juga buat mengurus mertuaku sendiri. Jadi, seharusnya mertuaku itu tidak perlu bekerja. Terkadang tetangga yang lain sering bertanya padaku ‘Betah, ya, kamu tinggal satu rumah bersama mertua dan ipar-ipar kamu itu?’ Itu adalah pertanyaan yang setiap hari aku dengar. Yah, aku tinggal satu rumah bersama mertua dan saudara-saudara suamiku yang lain, di sini Mas Abian yang memimpin perusahaan keluarga mereka, karena hanya Mas Abian anak laki satu-satunya, semua kebutuhan keluarga ini juga Mas Abian yang urus. “Iya, Nak. Ibu gak apa-apa, ini juga pekerjaan yang sudah biasa Ibu lakukan,” ucap Ibu mertuaku dengan senyum hangatnya. Ah, kenapa aku sampai punya pikiran kalau foto pernikahan Mas Abian ada kaitan dengannya. Astagfirullah, gak seharusnya aku berprasangka buruk pada mertua sebaik dirinya. “Terima kasih, Bu. Kalau begitu aku ke atas dulu, mau menyiapkan kebutuhan Keyra dan Mas Abian,” ucapku dan dijawab anggukan serta senyuman manisnya yang tidak pernah ketinggalan. Aku pergi ke kamar Keyra terlebih dahulu untuk menata rambutnya, anakku itu memang sangat suka jika rambutnya ditata berbagai macam model. “Hay, anak Mama yang cantik. sudah siap belum?” tanyaku setelah tiba di kamarnya. “Rambut Keyra belum dikepang, Ma.” ucapnya sembari memanyunkan bibirnya. Menggemaskan sekali putriku itu. Walaupun Mas Abian memiliki banyak harta, aku selalu mengajarkan anakku untuk mandiri, seperti mandi dan pakai bajunya sendiri. Sehingga kalau pagi-pagi aku tidak terlalu repot untuk hal itu. Tanganku terulur untuk menyisir rambutnya lalu mengepang rambut indah itu, “Cantik sekali anak Mama ini. Sudah siap! Yuk, kita sarapan sama Nenek, Tante dan yang lainnya di bawah.” “Keyra turun dulu, ya. Langsung sarapan saja sama nenek dan Tante. Mama mau panggil Papa dulu,” ucapku setelah kami berada di luar kamar putriku. “Iya, Ma,” jawabnya, seperti biasa dia tidak pernah membantah. Aku melangkah menuju kamar pribadiku dan Mas Abian. Aku membuka ganggang pintu kamar kami. Aku masuk tanpa menimbulkan suara. Tanpa Mas Abian ketahui, bahwa aku ada berada beberapa langkah darinya. Mas Abian berdiri menghadap ke balkon, dia tidak sadar aku berada di belakangnya. Saat aku ingin menyapanya, tiba-tiba saja dia berkata, “Aku juga merindukanmu,” Aku diam mematung mendengar ucapan suamiku itu. Ternyata dia sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon, Siapa yang dirindukan olehnya? Jika aku sudah mempunyai bukti bahwa benar kamu mengkhianati pernikahan ini, lihat saja, Mas, aku tidak akan tinggal diam. Yuk, komentar dibawah ini 👇🏻Aku mendengkus samar, kenapa pagi ini aku mendengar kalimat yang membuat dadaku terasa sesak dari kedua orang yang aku cinta. Apakah ini petunjuk awal? Baiklah, sepertinya aku tahu harus memulai dari mana. “Mas …,” panggilku lirih, tetapi masih bisa didengar olehnya.Suamiku memutar badannya menghadapku, tiba-tiba ponsel yang dipegang suamiku yang menyatu dengan telinganya jatuh begitu saja, kulirik ponsel Mas Abian jatuh ke lantai. Dahiku mengernyit. Apakah aku salah lihat atau sebaliknya? Itu bukan ponsel yang biasa Mas Abian pakai, bahkan tadi malam pun saat Mas Abian membalas pesan anak buahnya, dia menggunakan ponsel yang biasa dipakai sejak kami belum menikah. Namun kenapa ponsel yang jatuh ini berbeda? Apakah dia membeli ponsel baru? Ah, aku ingin mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.Baiklah kalau begitu, aku ingin melihat bagaimana ia akan menjawab jika aku bertanya tentang ponsel barunya. Aku berusa
Seperti biasa, aku mengantar Mas Abian sampai teras rumah saat dirinya berangkat bekerja. Sedangkan Keyra sudah berangkat bersama Siska.Walaupun selama satu tahun ini Siska sikapnya berubah jadi tidak suka padaku, tetapi entah kenapa yang paling dekat sama putriku diantara semua iparku adalah Siska. Aku juga tidak tahu kenapa, hatiku lebih nyaman melihat Keyra bersama Siska walaupun dia sangat membenciku. Begitupun juga dengan Keyra, dia lebih nyaman bersama tante Siskanya ketimbang tantenya yang lain. Entahlah, mungkin karena Siska benar-benar tulus menyayangi putriku itu. Bukan tanpa sebab aku berkata seperti ini, saat itu aku pernah bertanya pada putriku, apakah dia benar-benar nyaman sama Tante Siskanya atau tidak. Aku bertanya seperti itu karena melihat Siska benar-benar tidak menyukaiku, dan jawaban yang Keyra berikan adalah dia lebih menyukai saat bersama tante siskanya dari pada tantenya yang lain. “Areta …,” panggil ibu mertuaku
Sedangkan aku yang sudah lama menangis di taman tersebut sampai tak ingat waktu, hatiku bagai tertusuk belati nan tajam. Menyembuhkannya begitu perih, hanya ada sakit yang terus mendera. Tanpa Areta sadari sejak tadi ia diperhatikan oleh seorang pria. Aku yang awalnya ingin menjalankan program hamil pun tak jadi, hatiku sudah benar-benar sakit. Aku tidak ingin memiliki anak dari Mas Abian lagi, apalagi aku melihat dengan jelas dan pakai mata kepalaku sendiri.Aku melihat suamiku begitu perhatian terhadap wanita yang sedang hamil besar itu. Yah, pria yang membantu wanita hamil itu adalah suamiku sendiri siapa lagi jika bukan Mas Abian Pratama. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat suamiku begitu perhatian terhadap istri keduanya. Bahkan Mas Abian selalu mengatakan cinta pada maduku itu. Aku bangkit dari kursi taman rumah sakit itu, aku tak ingin lemah, aku harus menuntut keadilan untuk diriku sendiri. Sebelum itu aku harus men
“Areta Permata Sari,” ucap pria tersebut membaca kartu nama wanita yang dilihat di taman rumah sakit tersebut, “nama yang cantik seperti orangnya.”Bram yang mendengar ucapan sahabatnya merasa heran, ini pertama kali dirinya mendengar Cakra memuji seorang wanita. Ah, apakah sahabatnya itu akan jatuh cinta lagi? Pikir Bram. “Bram, kamu cari tau tentang wanita tadi. Sekaligus dengan wanita paruh baya yang juga mengintai dirinya,” ucap Cakra pada asisten pribadinya, bukan hanya asisten saja, tetapi Bram merupakan sahabat Cakra dari kecil.Cakra Adimarta merupakan pewaris satu-satunya perusahan Adimarta Company. Perusahan mereka sudah berjalan Go Internasional. Bisa dikatakan keluarga Cakra merupakan orang terkaya di Jakarta. Banyak sekali wanita yang mengejar dirinya, tetapi tidak pernah ditanggapi olehnya. Bukan hanya wanita yang mengejar pewaris tunggal itu, bahkan CEO dari masing-masing perusahan di Jakarta banyak yang mencar
Tiba-tiba saja wanita paruh baya itu melambaikan tangan pada pengunjung yang baru saja tiba, aku menatap ke arah mana dia menatap juga. Astaga itu kan? Aku diam mematung, tubuhku terasa kaku untuk digerakkan. Entahlah, bahkan bibirku terasa kelu untuk bicara. Ternyata wanita paruh baya itu adalah ibu mertuaku, wajahnya terlalu jelas saat dirinya membalik badan untuk memanggil pelayan cafe ini, sedangkan pelanggan yang baru masuk itu adalah suamiku. Kenapa? Kenapa ibu mertuaku bersama dengan Mas Abian dan Wanita hamil itu? Berbagai macam pertanyaan merajalela dalam pikiranku. Aku mencoba menahan air mata yang sudah mengembun. Pikiranku berkelana disaat Almarhum Ayah dan Bunda tidak merestui hubungan kami. Apakah ini teguran dari Sang Maha Kuasa, karena aku tidak mendengar ucapan orang tua. Aku bingung harus melakukan apa. Apakah ibu mertuaku yang selama ini aku anggap sebagai pengganti Almarhumah Bunda ternyata mengetahui tentang perselingkuhan suamiku? Jika memang benar dia m
Ibu Ida yang tetap memperhatikan cermin di depannya tiba-tiba saja tersenyum smirk saat melihat siapa yang ada di dalam cafe itu juga. “Ini baru permulaan, Areta,” gumam Ibu Ida.Abian yang tidak jelas mendengar gumaman ibunya langsung saja menatap dan bertanya padanya, “Ibu bicara apa?”Ibu Ida hanya menggeleng dan berkata, “Ibu tidak bicara apa-apa,”“Cobalah kamu hubungi Istrimu, apakah dia baik-baik saja di rumah sendiri,” pinta Ibu Ida pada Abian. “Dia sudah besar, Bu. Untuk apa Mas Abian menghubungi istrinya yang pertama,” keluh Diana dengan wajah kesalnya. Dia gak suka melihat Abian terlalu dekat dengan istri pertamanya itu. Dia akan melakukan apapun untuk membuat Abian melupakan Areta. Diana sudah lama mengejar Abian sejak masa kuliah dulu, tetapi Abian tidak sedikitpun melirik dirinya. Saat ada kesempatan untuk mendapatkan Abian, Diana tidak menyia-nyiakan semuanya. Bahkan saat ini semua milik Abian menjadi miliknya, bahkan tubuh laki-laki yang dari dulu dia idam-idamkan i
Seperti yang ibunya bilang, lambat laun Areta pasti akan mengetahuinya. Bagaimanapun dia menyembunyikan bangkai, baunya pasti akan tercium juga. Namun disisi lain, ia tidak ingin kehilangan Areta juga. Tanpa mereka berdua sadari, seseorang mengepalkan tangannya dibalik dinding ruang keluarga tersebut.Dia terus berdiri mendengarkan apa yang Ibu Ida bicarakan bersama Abian. Bahkan rencana yang mereka berdua rencanakan, didengar olehnya..“Sungguh setiap orang di keluarga ini memiliki topeng tersendiri,” gumam seseorang yang ada di balik tembok tersebut. “Kamu tidak ingin menceraikan Areta?” tanya Ibu Ida pada putranya. Abian yang mendengar itu tentu saja terkejut. Bukankah ibunya ini sangat menyayangi Areta istrinya? Lalu kenapa ibunya seperti ini? Abian tidak mungkin melepaskan wanita yang sangat sulit didapatkan dari dulu. Tidak ingin berburuk sangka, Abian langsung saja bertanya pada ibunya, “Kenapa Ibu bicara begitu? Tidak mungkin aku menceraikan Areta, dia adalah istri yang se
Tidak lama Ida mengambil kunci cadangan kamar diujung barat, setelah sampai di depan kamar tersebut, ia membuka gagang pintu kamar itu, dan tampaklah seorang gadis berusia sekitar 23 tahun menatap takut dirinya.“I-Ibu …,” ucap Gadis 23 tahun itu dengan gugup. Ida terus melangkah mendekati gadis itu, kemudian dia berkata dengan tatapan tajamnya, “Apa yang kamu lakukan di balik dinding itu?”Sedangkan gadis yang sedang duduk di kursi belajarnya tiba-tiba saja bangun dan melangkah mundur dengan kaki bergetar saat wanita yang dipanggil Ibu itu mendekatinya.“Jangan takut, Sayang,” ucap Ida pada gadis tersebut, “kemarilah, Aku ini ibumu, Nak.”Gadis itu hanya menggeleng dengan kaki yang tetap melangkah mundur.“Ini Ibu, Sayang. Bukan malaikat mautmu,” ucap Ida dengan senyum smirknya, bahkah dengan suara yang lemah lembut Ida ucapkan pada gadis itu, tetapi tidak bagi gadis tersebut. Bahkan suara lembut ibunya seperti maut yang akan mencabut nyawanya. Kakinya bergetar, dia ingin berlari, t