Share

Bab 6

Sedangkan aku yang sudah lama menangis di taman tersebut sampai tak ingat waktu, hatiku bagai tertusuk belati nan tajam. Menyembuhkannya begitu perih, hanya ada sakit yang terus mendera. Tanpa Areta sadari sejak tadi ia diperhatikan oleh seorang pria. 

Aku yang awalnya ingin menjalankan program hamil pun tak jadi, hatiku sudah benar-benar sakit. Aku tidak ingin memiliki anak dari Mas Abian lagi, apalagi aku melihat dengan jelas dan pakai mata kepalaku sendiri.

Aku melihat suamiku begitu perhatian terhadap wanita yang sedang hamil besar itu. Yah, pria yang membantu wanita hamil itu adalah suamiku sendiri siapa lagi jika bukan Mas Abian Pratama. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat suamiku begitu perhatian terhadap istri keduanya. 

Bahkan Mas Abian selalu mengatakan  cinta pada maduku itu. 

Aku bangkit dari kursi taman rumah sakit itu, aku tak ingin lemah, aku harus menuntut keadilan untuk diriku sendiri. Sebelum itu aku harus mencari banyak bukti tentang pernikahan siri suamiku.

Aku bergegas menuju dokter kandungan yang akan kutemui tadi, aku yakin Mas Abuab pasti sudah pergi dari sana. 

Namun Areta tidak sadar bahwa pria yang memperhatikannya di taman rumah sakit itu mengikutinya dari jarak jauh. 

Sampai di sana aku sudah ditunggu oleh Dokter Desi yang merupakan Dokter Spesialis Kandung. 

“Selamat pagi, Dok,” ucapku setelah membuka pintu ruangan Dokter Desi.

“Pagi, dengan Ibu Areta?” tanya Dokter tersebut.

“Iya, Dok. Maaf membuat Dokter menunggu lama,” kataku tidak enak hati setelah duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh Dokter Desi sendiri.

“Tidak apa-apa, apakah ada yang Ibu keluhkan? Sehingga membuat Anda ingin melakukan program hamil?” tanya Dokter itu langsung pada inti permasalahan kami tadi malam. Yah, aku menghubungi Dokter Desi tadi malam untuk membuat perjanjian secara pribadi, tentu saja sebelum suamiku pulang dari kantor.

“Saya tidak jadi melakukan program hamil, Dok,” kataku dengan yakin.

Dahi Dokter itu mengerut, dia sedikit bingung, mungkin karena seingat dirinya saat obrolan mereka tadi malam aku  begitu antusias akan melaksanakan program hamil. Bahkan aku memohon agar Dokter Desi memberiku sedikit waktu untuk berbicara tentang program hamil hari ini. 

“Maaf, bukan saya ingin ikut campur, mengingat obrolan kita tadi malam Ibu Areta sangat antusias sekali ingin melakukan program hamil. Kalau saya boleh bertanya, apa yang membuat Ibu tidak jadi melakukan program hamil?”  ucap Dokter itu.

“Dokter benar, tadi malam saya sangat antusias ingin melakukan program hamil, tetapi saya berubah pikiran, Dok,” kataku sembari menatap Dokter Desi, “namun, saya belum ingin memiliki anak, bisakah Dokter membantu saya, agar saya tidak memiliki anak di saat saya selesai berhubungan dengan suami saya sendiri.”

Dokter Desi hanya mengangguk dan tidak ingin bertanya lebih dalam jika menyangkut rumah tangga pasiennya sendiri, ia pun berkata, “Ibu ingin menggunakan KB ternyata, boleh saja. Kapan Ibu Areta ingin menggunakannya?”

“Hari ini, Dok,” jawabku penuh keyakinan. 

“Baiklah, KB apa yang ingin Ibu Areta gunakan?” tanya dokter itu lagi.

“Saya ingin pakai KB implan saja, Dok. Sepertinya itu lebih aman agar saya tidak hamil,” ucapku

“Baiklah, silahkan Ibu berbaring terlebih dahulu,” kata Dokter tersebut.

Aku membaringkan diri di tempat yang sudah disiapkan di ruangan tersebut.

Untuk menghilangkan rasa sakitnya, Dokter itu mengajakku berbicara tentang hal-hal kecil yang membuatku tidak sadar jika KB yang aku minta untuk dipasangkan sudah terpasang dengan rapi.

“Sudah,”ucap Dokter itu sembari tersenyum manis

“Ah, sudah, ya. Cepat sekali Bu Dokter, rasanya hanya digigit semut saja,” ucapku heran, aku bangun dan beranjak menuju kursi di mana meja Dokter Desi berada. 

“KB yang Ibu gunakan tidak boleh kena air selama beberapa hari, setelah satu minggu baru Ibu buka bungkus penutup KB tersebut, ya, Bu,” jelas Dokter Desi 

“Baik, Dok. Apakah ada pantangan seperti makanan atau sebagainya, Dok?” tanyaku yang memang baru pertama kali menggunakan KB tersebut

Dokter Desi tersenyum, “Tida ada, Bu. Hanya saja Ibu jangan terlalu mengangkat beban yang terlalu berat,”

“Baiklah, terima kasih untuk waktu yang Dokter luangkan untuk saya. Kalau begitu saya permisi, Dok,” kataku  begitu bahagia, entah mengapa aku  merasa keputusan yang aku ambil sudah benar. 

Yah, aku  merubah rencana awal, sejak aku  melihat kejadian yang aku anggap begitu menjijikkan di mataku. Aku tidak ingin memiliki anak dari suamiku lagi. Setelah banyaknya bukti yang nanti aku dapat, Aku berencana akan menuntut perceraian diriku dan Mas Abian di pengadilan agama nanti. 

Aku menghembuskan nafas lega saat sudah berada di luar ruangan Dokter Desi.

Tanpa Areta sadari, seorang wanita paruh baya mengintai dirinya dari sejak pertama masuk ruangan Dokter Desi hingga dia keluar ruangan tersebut. Dia bertanya pada dirinya sendiri, apakah Areta hamil? Berbagai macam pertanyaan itu muncul di kepalanya. Tanpa wanita paruh baya itu sadari juga, gerak-gerik yang dia lakukan diperhatikan oleh seorang pria. Tidak lama wanita paruh baya itu pun beranjak dari sana. 

“Huh, berikan kemudahan bagiku, ya Allah,” ucapku dengan lirih.

“Apa yang harus aku lakukan setelah ini,” kataku berbicara sendiri. 

Saat aku berjalan di lorong rumah sakit tersebut, tiba-tiba saja aku menabrak seorang pria. Namun, aku tidak melihat ke arah pria yang ditabraknya olehnya, aku hanya fokus pada ponsel pria tersebut dan tasku yang jatuh.

Aku segera mengambil tas dan ponsel pria tersebut yang jatuh di lantai, masih aku syukuri ponsel tersebut tidak rusak sedikitpun, 

“Maaf, saya tidak sengaja,” ucapku menunduk tanpa melihat siapa pemilik wajah yang kutabrak tadi. 

Bukan tanpa alasan aku tidak ingin melihat wajah pria tersebut, aku  tidak ingin orang lain melihat bahwa diriku baru saja selesai menangis. 

Aku  mengambil kartu nama di tas, lalu menyodorkan kartu nama tersebut beserta ponsel pria itu, “Ini kartu nama Saya, hubungi jika ada yang perlu Saya ganti rugi. Maaf, Saya harus segera pergi,”

Aku berlalu begitu saja dari hadapan pria tersebut. Sedangkan pria itu tersenyum simpul sembari membaca kartu nama yang diberikan oleh Areta sendiri, ternyata rencananya berhasil.

Bagaimana menurut kalian? Komentar di bawah, ya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status