Syahla mengerutkan keningnya, ia mengingat, karena ia pun merasakan hal yang sama."Apa kita pernah bertemu di kereta?" tanya Syahla kemudian, untuk memastikan."Iya, kau gadis yang waktu itu ku antar! Namamu, Syah ... Eum Syahla!" tebak pria itu benar."Ya Tuhan, jadi benar dugaanku, kau pria itu. Mas Bagus Raditya, apa kabar?" Syahla mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan."Alhamdulillah, Baik." Radit menerima uluran tangan Syahla."Oh iya, mengenai mobilmu, nanti aku bakalan tanggung jawab. Aku minta maaf ya, aku gak lihat kamu mau berhenti," ucap Syahla.Radit mengangguk, ia tadinya hendak marah saat melihat bodi mobilnya penyok. Namun, hal itu urung karena melihat wanita yang menabraknya berinisiatif menggantinya. Terlebih, Radit pernah bertemu Syahla sebelumnya."Ini kartu namaku, Mas. Nanti, Mas Bagus bawa mobilnya ke bengkel. Untuk urusan bayarnya, biar hubungi saya saja." Syahla kemudian memberikan kartu nama pada Radit.Radit menerima kartu nama yang diberikan Syahla. I
Hati Amira sempat mencelos saat melihat keakraban Bu Syahnaz dan Syahla. Ini kali pertama baginya memakan masakan yang diracik oleh Ibu kandungnya.Selama di Surabaya, Bu Syahnaz tak pernah memasakkan makanan untuknya. Setiap hari, asisten rumah tangga yang memasak. Melihat begitu antusiasnya Bu Syahnaz memasak makanan kesukaan Syahla, tak ayal membuat ia pun menginginkan hal yang sama. Namun, Amira mencoba tersenyum. Tak ia tunjukkan rasa sedihnya di hadapan Bu Syahnaz dan Syahla. Tiba-tiba ia ingat pada Bu Salma, ibu pantinya yang sudah merawat Amira seperti anak sendiri. Ia juga merindukan masakan Bu Salma."Mir, gimana masakan Mama? Enak kan? Kamu pasti sudah sering dimasakkin, ya?" Syahla bertanya pada Amira yang tengah menyesap kuah sup.Bu Syahnaz seketika merasa tak nyaman dengan pertanyaan Syahla pada Amira. Hal itu karena ia sadar, jika selama ini tak pernah memasakkan sesuatu untuk putri kandungnya tersebut. Bahkan, Bu Syahnaz tak tahu apa makanan kesukaan Amira. Perasaan
Suasana di dalam apartemen Amira menjadi hangat. Mereka pun kembali ke meja makan yang menyatu dengan dapur. Amira duduk di samping Tuan Abimanyu, sementara Syahla duduk di depannya yang terhalang meja, bersisian dengan Bu Syahnaz. Kemudian melanjutkan makan bersama keluarga. Ini adalah pertama kalinya, mereka makan bersama.Ponsel Syahla berdering, seketika ia menghentikan makannya. Syahla pun melihat ponselnya, ternyata nomor tidak dikenal tengah menelepon. Syahla pun segera beranjak dari duduknya dan menjauh sebentar untuk mengangkat telepon."Hallo," ucap Syahla saat sudah berada di balkon apartemen Amira."Hallo, Syahla, ini aku Bagus Raditya. Aku sudah membawa mobilku ke bengkel, bisa kah kita bertemu untuk membahasnya?" tanya pria yang menelepon Syahla yang ternyata Radit."Mas Bagus? Oh iya, bisa. Tapi aku mesti lihat jadwal kerjaku dulu, Mas," jawab Syahla."Baiklah, kapan sekiranya kamu senggang?""Nanti aku kabari," jawab Syahla. Ia belum menemukan waktu yang tepat untuk be
Amira terkejut dengan lamaran Yudha yang menurutnya sangat tiba-tiba. Yudha sepertinya salah paham, Amira hanya ingin mencoba dekat terlebih dahulu. Jika untuk lamaran, ia masih belum siap dan masih trauma dengan pernikahan."Kak Yudha, melamarku?" tanya Amira bingung.Yudha mengangguk, ia hendak menyematkan cincin di jari Amira. Namun, Amira segera menarik tangannya. Seketika, ekspresi wajah Yudha menjadi bingung."Kenapa, Mir? Kau menolakku?" Yudha terlihat kecewa."Kak, A-aku ... Aku belum siap," jawab Amira."Kenapa? Apa kau tak mencintaiku?" tanya Yudha."Kak, lebih baik kau duduk dulu. Jangan berlutut di depanku," ucap Amira, ia merasa tak pantas jika berbicara dan Yudha masih berlutut di depannya."Aku tak peduli, Mir. Aku rela melakukan apa saja, asal kau mau menerimaku," ucap Yudha.Amira menjadi serba salah. Di sisi lain, memang ada desir aneh di hatinya saat melihat Yudha. Meskipun, Amira belum sepenuhnya tahu tentang perasaannya. Sementara di lain sisi, ia masih trauma den
"Kecelakaan?" tanya Amira."Iya, sekarang sedang dirawat di rumah sakit Medika Rosa. Dia mengalami tabrak lari," jelas Nisa di telepon."Oke-oke, aku ke sana sekarang!" Amira menutup teleponnya, ia bergegas keluar untuk memberitahukan keduanya orangtuanya."Pa, Ma. Syahla kecelakaan!" ucap Amira.Kedua orangtuanya yang tengah mengobrol pun menghentikan obrolannya. Mereka kemudian menatap Amira secara bersamaan."Sekarang, dia dirawat di rumah sakit Medika Rosa. Kita ke sana sekarang, Pa, Ma." Amira mengajak mereka untuk menjenguk Syahla.Bu Syahnaz seketika langsung berdiri, raut wajahnya terlihat khawatir."Ya Allah, Syahla kecelakaan? Ayo Pa, kita ke rumah sakit sekarang," ajak Bu Syahnaz tak sabar."Ma, tenang. Biar Papa dan Amira saja yang ke rumah sakit. Mama di rumah saja, ingat kondisi kesehatan Mama. Di rumah juga ada Gemilang, kalau kita pergi semua, tak ada yang jaga dia," ujar Tuan Abimanyu melarang istrinya pergi ke rumah sakit."Tapi, Pa. Syahla kecelakaan, perasaan Mama
"Bang Radit?""Amira?"Ucap Radit dan Amira bersamaan. Tuan Abimanyu dan Nisa pun memperhatikan keduanya, yang terlihat saling mengenal satu sama lain."Amira, kamu kenal dengan dia?" tanya Tuan Abimanyu kemudian.Amira menoleh menatap ayahnya. Ia bingung harus mengenalkan Radit apa pada Tuan Abimanyu. Hal itu lantaran, Tuan Abimanyu pernah bercerita sangat ingin menghajar mantan suami Amira tersebut, setelah mendengar cerita Amira dahulu."Kenal, Pa. Ini Bang Radit, mantan suami Amira. Bang Radit, ini Papa," jawab Amira, memperkenalkan Radit pada Tuan Abimanyu.Tuan Abimanyu terdiam, ia hanya menatap Radit, melihatnya dari ujung kaki ke ujung kepala. Sementara Radit melengkungkan senyum pada Tuan Abimanyu. "Senang berkenalan dengan Anda, Pak."Radit kemudian mengulurkan tangannya, untuk bersalaman dengan Tuan Abimanyu. Namun, lelaki paruh baya itu tak membalas uluran tangan Radit."Radit? Bukankah namanya Bagus?" tanya Nisa heran, karena ia tak mengenal Radit."Bagus Raditya, itu na
Syahla menarik napas dalam, kemudian mengembuskannya perlahan. Ia sudah tidak bisa membohongi hatinya lagi jika ia merasa cemburu pada Amira. Tak hanya karena Yudha, namun sikap Tuan Abimanyu yang condong pada Amira, membuatnya merasa tak adil baginya. Sedikit rasa penyesalan tumbuh di hatinya, karena mengungkap dan mencari tahu identitas Amira. Meskipun ia sadar, bahwa hal itu adalah kesalahan dari Nek Warsih yang merupakan Nenek kandungnya."Apa karena Kak Yudha?" Amira bertanya kembali."Awalnya aku pikir, aku bisa menerima semua ini. Aku bisa ikhlas menerima takdirku, menukar posisi yang dari awalnya menjadi milikku. Aku merantau ke Jakarta, ingin melupakan masa laluku dan memulai hidup baru. Hingga, takdir menemukanku kembali dengan Mas Yudha di sini. Aku dan dia sudah semakin dekat, saat kau belum ke sini. Tetapi sekarang, kau merusak semuanya. Kau tanpa sadar menyakiti perasaanku, Amira." Syahla mengungkapkan isi hatinya. Ia mengusap bulir bening yang mengalir di kedua matanya.
Radit baru saja tiba di rumah sakit, ia sedang berjalan menuju lobi sembari membawa buah untuk menjenguk Syahla. Saat sudah sampai di loby, ia melihat dari jauh Amira sedang berjalan, bersisian dengan seorang Dokter sembari menggendong seorang anak kecil."Bukankah itu, Amira? Apa dia sedang menggendong Gemilang, putraku," gumam Radit. Perasaannya menjadi tak menentu, ketika melihat putranya yang terlihat semakin besar. Rasa rindu tiba-tiba membuncah di hatinya. Haruskah ia menemui Gemilang dan mengatakan padanya jika dia adalah ayahnya? "Amira." Radit memanggil Amira saat mereka sudah sampai di depan pintu lobi rumah sakit.Amira dan Dokter Gani pun menghentikan langkahnya, kemudian menoleh secara bersamaan.Radit pun mendekat, melihat Dokter Gani yang berada di samping Amira membuatnya mau tak mau menyapa dokter itu karena sudah pernah bertemu saat Rania dirawat di rumah sakit ini. "Dokter." Radit melengkungkan senyum pada Dokter Gani dan dibalas anggukan oleh Dokter itu."Saya ke