Hati Amira sempat mencelos saat melihat keakraban Bu Syahnaz dan Syahla. Ini kali pertama baginya memakan masakan yang diracik oleh Ibu kandungnya.Selama di Surabaya, Bu Syahnaz tak pernah memasakkan makanan untuknya. Setiap hari, asisten rumah tangga yang memasak. Melihat begitu antusiasnya Bu Syahnaz memasak makanan kesukaan Syahla, tak ayal membuat ia pun menginginkan hal yang sama. Namun, Amira mencoba tersenyum. Tak ia tunjukkan rasa sedihnya di hadapan Bu Syahnaz dan Syahla. Tiba-tiba ia ingat pada Bu Salma, ibu pantinya yang sudah merawat Amira seperti anak sendiri. Ia juga merindukan masakan Bu Salma."Mir, gimana masakan Mama? Enak kan? Kamu pasti sudah sering dimasakkin, ya?" Syahla bertanya pada Amira yang tengah menyesap kuah sup.Bu Syahnaz seketika merasa tak nyaman dengan pertanyaan Syahla pada Amira. Hal itu karena ia sadar, jika selama ini tak pernah memasakkan sesuatu untuk putri kandungnya tersebut. Bahkan, Bu Syahnaz tak tahu apa makanan kesukaan Amira. Perasaan
Suasana di dalam apartemen Amira menjadi hangat. Mereka pun kembali ke meja makan yang menyatu dengan dapur. Amira duduk di samping Tuan Abimanyu, sementara Syahla duduk di depannya yang terhalang meja, bersisian dengan Bu Syahnaz. Kemudian melanjutkan makan bersama keluarga. Ini adalah pertama kalinya, mereka makan bersama.Ponsel Syahla berdering, seketika ia menghentikan makannya. Syahla pun melihat ponselnya, ternyata nomor tidak dikenal tengah menelepon. Syahla pun segera beranjak dari duduknya dan menjauh sebentar untuk mengangkat telepon."Hallo," ucap Syahla saat sudah berada di balkon apartemen Amira."Hallo, Syahla, ini aku Bagus Raditya. Aku sudah membawa mobilku ke bengkel, bisa kah kita bertemu untuk membahasnya?" tanya pria yang menelepon Syahla yang ternyata Radit."Mas Bagus? Oh iya, bisa. Tapi aku mesti lihat jadwal kerjaku dulu, Mas," jawab Syahla."Baiklah, kapan sekiranya kamu senggang?""Nanti aku kabari," jawab Syahla. Ia belum menemukan waktu yang tepat untuk be
Amira terkejut dengan lamaran Yudha yang menurutnya sangat tiba-tiba. Yudha sepertinya salah paham, Amira hanya ingin mencoba dekat terlebih dahulu. Jika untuk lamaran, ia masih belum siap dan masih trauma dengan pernikahan."Kak Yudha, melamarku?" tanya Amira bingung.Yudha mengangguk, ia hendak menyematkan cincin di jari Amira. Namun, Amira segera menarik tangannya. Seketika, ekspresi wajah Yudha menjadi bingung."Kenapa, Mir? Kau menolakku?" Yudha terlihat kecewa."Kak, A-aku ... Aku belum siap," jawab Amira."Kenapa? Apa kau tak mencintaiku?" tanya Yudha."Kak, lebih baik kau duduk dulu. Jangan berlutut di depanku," ucap Amira, ia merasa tak pantas jika berbicara dan Yudha masih berlutut di depannya."Aku tak peduli, Mir. Aku rela melakukan apa saja, asal kau mau menerimaku," ucap Yudha.Amira menjadi serba salah. Di sisi lain, memang ada desir aneh di hatinya saat melihat Yudha. Meskipun, Amira belum sepenuhnya tahu tentang perasaannya. Sementara di lain sisi, ia masih trauma den
"Kecelakaan?" tanya Amira."Iya, sekarang sedang dirawat di rumah sakit Medika Rosa. Dia mengalami tabrak lari," jelas Nisa di telepon."Oke-oke, aku ke sana sekarang!" Amira menutup teleponnya, ia bergegas keluar untuk memberitahukan keduanya orangtuanya."Pa, Ma. Syahla kecelakaan!" ucap Amira.Kedua orangtuanya yang tengah mengobrol pun menghentikan obrolannya. Mereka kemudian menatap Amira secara bersamaan."Sekarang, dia dirawat di rumah sakit Medika Rosa. Kita ke sana sekarang, Pa, Ma." Amira mengajak mereka untuk menjenguk Syahla.Bu Syahnaz seketika langsung berdiri, raut wajahnya terlihat khawatir."Ya Allah, Syahla kecelakaan? Ayo Pa, kita ke rumah sakit sekarang," ajak Bu Syahnaz tak sabar."Ma, tenang. Biar Papa dan Amira saja yang ke rumah sakit. Mama di rumah saja, ingat kondisi kesehatan Mama. Di rumah juga ada Gemilang, kalau kita pergi semua, tak ada yang jaga dia," ujar Tuan Abimanyu melarang istrinya pergi ke rumah sakit."Tapi, Pa. Syahla kecelakaan, perasaan Mama
"Bang Radit?""Amira?"Ucap Radit dan Amira bersamaan. Tuan Abimanyu dan Nisa pun memperhatikan keduanya, yang terlihat saling mengenal satu sama lain."Amira, kamu kenal dengan dia?" tanya Tuan Abimanyu kemudian.Amira menoleh menatap ayahnya. Ia bingung harus mengenalkan Radit apa pada Tuan Abimanyu. Hal itu lantaran, Tuan Abimanyu pernah bercerita sangat ingin menghajar mantan suami Amira tersebut, setelah mendengar cerita Amira dahulu."Kenal, Pa. Ini Bang Radit, mantan suami Amira. Bang Radit, ini Papa," jawab Amira, memperkenalkan Radit pada Tuan Abimanyu.Tuan Abimanyu terdiam, ia hanya menatap Radit, melihatnya dari ujung kaki ke ujung kepala. Sementara Radit melengkungkan senyum pada Tuan Abimanyu. "Senang berkenalan dengan Anda, Pak."Radit kemudian mengulurkan tangannya, untuk bersalaman dengan Tuan Abimanyu. Namun, lelaki paruh baya itu tak membalas uluran tangan Radit."Radit? Bukankah namanya Bagus?" tanya Nisa heran, karena ia tak mengenal Radit."Bagus Raditya, itu na
Syahla menarik napas dalam, kemudian mengembuskannya perlahan. Ia sudah tidak bisa membohongi hatinya lagi jika ia merasa cemburu pada Amira. Tak hanya karena Yudha, namun sikap Tuan Abimanyu yang condong pada Amira, membuatnya merasa tak adil baginya. Sedikit rasa penyesalan tumbuh di hatinya, karena mengungkap dan mencari tahu identitas Amira. Meskipun ia sadar, bahwa hal itu adalah kesalahan dari Nek Warsih yang merupakan Nenek kandungnya."Apa karena Kak Yudha?" Amira bertanya kembali."Awalnya aku pikir, aku bisa menerima semua ini. Aku bisa ikhlas menerima takdirku, menukar posisi yang dari awalnya menjadi milikku. Aku merantau ke Jakarta, ingin melupakan masa laluku dan memulai hidup baru. Hingga, takdir menemukanku kembali dengan Mas Yudha di sini. Aku dan dia sudah semakin dekat, saat kau belum ke sini. Tetapi sekarang, kau merusak semuanya. Kau tanpa sadar menyakiti perasaanku, Amira." Syahla mengungkapkan isi hatinya. Ia mengusap bulir bening yang mengalir di kedua matanya.
Radit baru saja tiba di rumah sakit, ia sedang berjalan menuju lobi sembari membawa buah untuk menjenguk Syahla. Saat sudah sampai di loby, ia melihat dari jauh Amira sedang berjalan, bersisian dengan seorang Dokter sembari menggendong seorang anak kecil."Bukankah itu, Amira? Apa dia sedang menggendong Gemilang, putraku," gumam Radit. Perasaannya menjadi tak menentu, ketika melihat putranya yang terlihat semakin besar. Rasa rindu tiba-tiba membuncah di hatinya. Haruskah ia menemui Gemilang dan mengatakan padanya jika dia adalah ayahnya? "Amira." Radit memanggil Amira saat mereka sudah sampai di depan pintu lobi rumah sakit.Amira dan Dokter Gani pun menghentikan langkahnya, kemudian menoleh secara bersamaan.Radit pun mendekat, melihat Dokter Gani yang berada di samping Amira membuatnya mau tak mau menyapa dokter itu karena sudah pernah bertemu saat Rania dirawat di rumah sakit ini. "Dokter." Radit melengkungkan senyum pada Dokter Gani dan dibalas anggukan oleh Dokter itu."Saya ke
Amira dan Radit merasa canggung, mereka seperti datang diwaktu yang tidak tepat.Radit sendiri sebenarnya terkejut dengan kedatangan Yudha di rumah sakit ini. Apalagi, melihat dirinya tengah menggenggam tangan Syahla. Amira dan Radit melangkah mendekati mereka. Seulas senyum terukir di bibir keduanya meskipun perasaan canggung begitu mendera."Maaf ya, ganggu. Sudah lama di sini, Kak?" tanya Amira pada Yudha."Aku baru datang. Mir, ini tak seperti yang kamu kira," ucap Yudha. Ia takut Amira akan salah paham padanya.Yudha melirik Radit, ia masih bertanya-tanya dalam hatinya tentang Amira dan mantan suaminya itu yang terlihat bersama."Apa kabar, Yud? Lama tak bertemu." Radit mencoba bersikap biasa, ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Yudha."Baik," jawab Yudha dingin, tetapi ia tetap menerima uluran tangan Radit."Kalian saling kenal?" tanya Syahla saat melihat Radit dan Yudha berjabat tangan."Ya, kami teman satu kampus, dulu," jawab Yudha."Oh, pantas. Senang dong
"Ayo, cerita, ada apa?" tanya Nisa kemudian setelah mereka duduk."Nis, apa keputusanku ini salah ya? Apa aku telah egois?" Syahla mulai bercerita."Keputusan buat nikah dengan Pak Yudha? Bukankah itu mimpi kamu?" Nisa merasa tak mengerti dengan ucapan Syahla."Maksud aku gini, aku pikir, aku akan bahagia mendapatkan Mas Yudha. Namun, hati kecilku merasa hampa karena aku tahu, Mas Yudha tak mencintaiku. Aku merasa Mas Yudha tak bahagia jika menikah denganku. Ia selalu bersikap dingin meskipun kami akan menikah. Aku pikir, Mas Yudha masih mencintai Amira," ujar Syahla."Terus, mau kamu apa, La? Apa kamu berpikir untuk melepaskan Yudha dan Amira untuk bersama? Bukankah, kau membenci Amira?" seloroh Nisa."Iya, sih. Namun, aku kembali merenung akhir-akhir ini. Semua yang terjadi bukan sepenuhnya salah Amira. Ini hanya keegoisanku semata karena cemburu padanya. Aku bingung, Nis. Namun, untuk mundur dan melepas Mas Yudha, aku sudah terlanjur malu dengan foto-foto itu.""Hati kecilku juga me
Syahla baru saja sadar dari pingsannya. Setelah semalaman tak sadarkan diri. Terlihat Nisa yang sedang menjaganya. "Nisa," ucap Syahla lirih."Syahla, kamu udah sadar? Alhamdulillah ..." Nisa menangis haru, ia sangat takut kehilangan sahabatnya tersebut."Nis, aku masih hidup kan?" tanya Syahla."Iya, bod*h. Kau masih hidup, janji jangan kau ulangi perbuatan bod*hmu itu, La," ujar Nisa."Buat apa aku hidup, Nis. Semua kebahagiaanku sudah direnggut oleh Amira. Aku bahkan sudah tidak punya muka lagi sekarang. Hanya karena cinta, aku bertindak bod*h." Syahla menyesali perbuatannya."Aku benci Amira, Nis! Aku benci dia, karena dia hidup aku hancur seperti ini," sambungnya."Syahla, kamu yang tenang ya. Pak Yudha pasti akan menikahimu," ucap Nisa."Nggak mungkin, Nis. Mas Yudha tak akan menikahiku, ia pasti sangat membenciku saat ini.""A-aku akan menikahimu, Syahla." Suara seorang lelaki yang tak begitu asing di telinga Syahla.Syahla pun menoleh, mencari lelaki itu. Terlihat Yudha sudah
Malam hari.Syahla tengah melihat foto-foto di galeri ponselnya di dalam kamar. Foto-foto mesra yang ia ambil dengan dibantu Nisa, ketika Yudha tengah tak sadarkan diri di kamarnya. Ia sedang berpikir untuk mengirim foto-foto itu di media sosial miliknya. Juga, ia akan mengirim di grup pekerjaannya di kantor. Meskipun, hal itu akan sangat memalukan, tetapi Syahla sudah tak punya cara lain lagi.Ia kemudian mengirim foto-foto itu di grup kerjaanya. Tak lama, grup kerjaanya itu heboh dengan banyaknya komentar dari rekan-rekan karyawan di kantornya. Semua komentar hampir menanyakan apa maksud dari Syahla mengirimkan foto-foto ini. Serta, menanyakan apakah benar foto-foto itu adalah foto Yudha dan Syahla?Syahla hanya membaca kehebohan di grup kantor, ia tak berniat membalasnya. Deretan pesan pribadi pun memenuhi ponselnya. Rata-rata dari teman kantornya."La, kamu benar-benar gila ya? Kamu serius kirim foto itu di grup kantor?" Nisa menghampiri Syahla, ia tak percaya dengan tindakan nek
Amira begitu kecewa mendengar penuturan dari Yudha yang mengatakan, jika lelaki itu mengakui tidur di kamar yang sama dengan Syahla saat terbangun. Namun, Yudha sendiri merasa tak yakin jika melakukan hal itu, ia tak ingat apa pun."Aku tak begitu ingat, kenapa aku berada di kamar yang sama dengan Syahla. Aku juga merasa tak yakin jika aku melakukan hal itu. Hanya saja, aku merasa kecewa dengan diriku sendiri, Mir. Aku sudah menyakitimu, maafkan aku," sesal Yudha."Terus, apa yang akan kau lakukan, Kak? Apa kau akan menikahi Syahla?" tanya Amira datar.Yudha terdiam, entahlah dia tak tahu apa yang akan dia lakukan. Sebagai seorang lelaki yang dididik baik oleh keluarganya, ia tak ingin menjadi lelaki pengecut yang lepas dari tanggung jawab. Namun, ia tak yakin dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Syahla di kamar itu.Yudha kembali mengingat saat baru saja bangun dari pingsannya malam tadi. Ia memijit pelipisnya, merasa kepalanya begitu sakit. Pelan-pelan ia membuka matanya, terl
Syahla sedang pisisi tidur di samping Yudha. Meskipun tidak berpakaian seksi, Syahla melepas hijab yang menutup kepalanya."Nisa!" Syahla menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan Nisa masuk ke kamarnya."Syahla, aku berubah pikiran!" "Maksud kamu?"Nisa ke sisi Syahla kemudian menarik lengan wanita itu untuk segera bangun dari kasur."La, sadar, bukan seperti ini cara untuk mendapatkan Yudha! Kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!" ujar Nisa memperingatkan."Aku tak peduli, Nis! Bagiku mendapatkan Mas Yudha adalah hal yang lebih penting. Aku bahkan rela jika harus tidur dengannya!" seloroh Syahla."Tapi aku tak bisa membantumu dalam hal ini. Aku seperti ini karena peduli padamu, La. Aku tak ingin kamu mempermalukan dirimu sendiri." Nisa berusaha menyadarkan Syahla dari ide konyolnya."Oke, tak masalah. Aku sudah punya rencana lain kalau kau tak mau membantuku. Tapi, untuk kali ini kau jangan ikut campur Nisa. Berhenti menasehatiku, kau cukup melihat saja dan jangan berit
"Gemilang? Itu ... Bukan apa-apa," jawab Syahla gugup. Ia khawatir Gemilang melihat aksinya memberikan beberapa tetes cairan ke dalam kopi milik Yudha."Tapi, aku pernah lihat itu di rumah Oma." Gemilang menunjuk sesuatu di tangan kiri Syahla.Syahla pun mengikuti pandangan Gemilang, ternyata yang dimaksud anak kecil itu adalah gelang yang dipake Syahla."Gelang ini?" tanya Syahla memastikan dengan menunjukkan gelang itu pada Gemilang.Gemilang mengangguk. "Gelangnya sama kaya punya Oma. Apa itu gelang punya Oma, Tan?"Syahla sedikit lega mendengar ucapan Gemilang. Ternyata benar, Gemilang menanyakan gelangnya."Ini gelang punya Tante. Oma membelikannya untuk Tante. Gelang Oma sama Tante samaan," jelas Syahla."Emang kenapa, kok Gemilang tanya gelang ini?" tanya Syahla kemudian karena penasaran."Dulu waktu di rumah Oma, aku ambil gelang Oma buat mainan. Habis itu, gelang Oma rusak. Oma marah sama aku, katanya itu gelang berharga punya Oma. Aku nggak boleh pegang gelang itu lagi." Gem
Yudha mendatangi apartemen Amira. Kali ini, ia datang bersama Syahla karena saat hendak pulang dari kantor, Syahla memaksa ikut bersama Yudha.Awalnya, Yudha enggan mengajak Syahla. Ia takut Amira akan salah paham padanya nanti."Aku hanya ingin meminta maaf pada Amira, Mas. Izinkan aku ikut denganmu. Bukankah, kau sudah tak marah denganku lagi? Aku janji tak akan mengganggu hubungan kalian," rengek Syahla saat Yudha hendak masuk ke dalam mobilnya.Yudha pun merasa tak enak. Ia akhirnya mengizinkan Syahla ikut dengannya datang ke apartemen Amira."Baiklah, ayo masuk!" perintah Yudha.Syahla pun tersenyum, gegas ia masuk ke dalam mobil Yudha dan duduk di samping lelaki itu.Sesampainya di apartemen, Yudha segera memarkirkan mobilnya. Berjalan beriringan dengan Syahla, menuju apartemen Amira. Yudha masih bersikap agak dingin pada Syahla, meskipun wanita itu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Yudha mengobrol.Sementara itu, di dalam apartemen, sudah ada Radit yang juga baru saja
****Yudha tengah dilanda rasa bahagia karena hubungannya dengan Amira sudah jelas. Ia dan Amira sudah berencana untuk melakukan lamaran secara resmi dua minggu lagi dan selanjutnya menikah satu bulan setelahnya.Yudha teramat bahagia, ia selalu semangat dalam bekerja. Hari-harinya terasa indah dan rasanya sudah tak sabar untuk menuju hari itu. Namun, hal itu juga membuatnya sedikit posesif pada Amira karena takut kehilangan wanita itu.Seperti pagi ini, saat Amira menceritakan jika ia tak ke kantor karena akan mengurusi bayi Rania yang dititipkan oleh Radit padanya, seketika membuat hati Yudha merasa cemburu. Ia tak suka jika Amira masih berhubungan dengan Radit, karena takut cinta diantara mereka berdua bersemi kembali. Namun, Yudha menyembunyikan rasa cemburunya, ia mencoba bersikap tenang. Yudha tak mau gegabah karena takut Amira menjauh darinya."Maaf, Kak. Aku hari ini nggak ke kantor. Bang Radit menitipkan bayi Rania padaku. Aku tak tega jika tak membantunya," ucap Amira di tel
"Mengalami apa, Sus? Apa yang terjadi?" tanya Radit semakin merasa cemas."Sebelumnya, saya mohon maaf jika harus menyampaikan ini. Bayi pasien tidak sempurna, dia cac*t, anggota tubuhnya tak lengkap. Kedua tangannya tak ada. Tapi, bayinya sangat cantik, sama seperti ibunya," jawab suster itu menjelaskan."Ya Allah .... " Radit merasa lemas mendengar penjelasan dari suster."Boleh saya lihat keponakan saya, Sus? Saya ingin mengadzaninya," pinta Radit."Mari silahkan." Suster itu mempersilahkan Radit masuk ke dalam kamar bersalin.Terlihat Rania yang masih ditangani oleh bidan dan beberapa suster yang membantu. Radit melirik sekilas, ia tak tega melihat Rania.Suster kemudian menggendong bayi yang sudah dibersihkan itu, dan diberikannya pada Radit.Benar kata suster, bayi itu cantik, mirip dengan Rania. Hanya saja, anggota tubuhnya tak lengkap. Radit menerima bayi itu, dipeluknya bayi Rania dan dikecup keningnya. Radit teringat kembali momen di mana ia pernah mengadzani Gemilang saat