Pesawat Tuan Abimanyu baru saja mendarat di Bandara Soekarno Hatta siang ini setelah menempuh perjalanan hampir dua jam di udara. Tuan Abimanyu baru menginjakkan kembali kakinya di ibu kota, terakhir enam bulan yang lalu karena urusan pekerjaan.Pak Gun sudah dihubungi oleh Tuan Abimanyu sebelumnya. Lelaki paruh baya kepercayaan Tuan Abimanyu itu pun sudah menunggu di lobby Bandara.Tak berapa lama, Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz mendekat saat melihat Pak Gun tengah duduk di kursi tunggu bersama sang sopir.Pak Gun melihat Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz tengah berjalan menghampirinya. Gegas ia bangun dari duduknya kemudian menyalami Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz dengan hormat."Apa kabar Pak Abimanyu, Bu Syahnaz?"ucap Pak Gun, menyapa bosnya tersebut. "Yah, seperti yang Anda lihat, Pak Gun. Bagaimana, Amira aman?" tanya Tuan Abimanyu kemudian."Aman Pak. Mari ikut saya, saya akan langsung antar ke tempat tinggal Amira." Pak Gun kemudian menyuruh sang sopir membawakan barang bawaan Tuan Ab
Rania menoleh sekilas, melihat kakaknya masuk, tangisannya semakin deras. "A-abang," lirih Rania.Radit duduk di bibir kasur, dielusnya pucuk kepala adik semata wayangnya. Meskipun Rania telah menghancurkan rumah tangganya dulu, tetapi melihat kondisinya seperti ini, tetap saja membuat hatinya sakit.Selepas kepergian Ayahnya dulu dengan wanita lain, Radit menjadi pengganti Ayahnya. Menjadi sosok yang selalu jadi tumpuan Ibu dan adiknya. Mungkin semua yang terjadi, juga karena kesalahannya dulu yang terlalu berlebihan mencintai Amira, sehingga membuat kecemburuan pada Ibu dan adiknya."Bang, maafin Rania. Aku sudah ngecewain Abang sama Ibu. Rania mau mati saja, Bang," ujar Rania putus asa."Ssst ... Jangan bicara seperti itu. Semua sudah terjadi, Abang ada untuk kamu, Rania." Radit mencoba memberikan kekuatan pada adiknya, meskipun ia sendiri juga merasa kecewa."Masa depanku hancur, Bang. Semua teman di kampus membicarakanku di media sosial. Belum tetangga yang selalu menggunjing pa
"Hai, Mira. Apa aku mengganggumu?" Yudha mematri senyum di bibirnya."Eh, emm ... Kak Yudha ada perlu apa?" "Aku hanya ingin menjenguk Gemilang dan bertemu denganmu. Oh iya, ini bunga untukmu." Yudha memberikan seikat bunga mawar pada Amira.Wanita berlesung pipit itu menerima bunga pemberian Yudha, ia lalu menciumnya sejenak. Harum, Amira memang suka bunga mawar, ini adalah kali pertama ada seorang lelaki yang memberikannya bunga. Dulu, Radit tak pernah memberikannya bunga karena mantan suaminya itu alergi terhadap bunga."Makasih, Kak.""Emm ... Apa aku boleh masuk?" tanya Yudha kemudian."Oh, mari silahkan masuk." Amira pun mempersilahkan Yudha masuk, ia lalu menutup pintu Apartemennya.Yudha melangkah ke dalam, ia sedikit terkejut saat melihat Tuan Abimanyu dan istrinya sedang duduk di sofa ruang tamu. Yudha sedikit gugup, ia tak tahu jika orangtua Amira tengah mengunjunginya.Yudha mencoba bersikap tenang, ia pun menyapa Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz. Sementara Tuan Abimanyu dan
Syahla dan Nisa baru saja selesai rapat dengan beberapa kliennya di Bogor. Ia melihat jam di pergelangan tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Syahla pun mengajak Nisa untuk keluar dari ruang rapat dan beristirahat di restoran yang berada di lantai bawah, sekalian mengisi perutnya yang lumayan lapar."Alhamdulillah sudah kelar, yuk kita makan dulu, di bawah," ajak Syahla pada Nisa yang masih merapikan berkas-berkas kerjanya."Bentar La, tinggal dikit lagi," ucap Nisa, tangannya dengan cekatan memasukkan berkas-berkas ke dalam tas.Sembari menunggu Nisa selesai, Syahla membuka ponselnya. Ternyata, ponselnya mati karena kehabisan baterai. Pantas saja, tak ada suara notifikasi apa pun dari ponselnya. Syahla memutuskan akan mengisi baterai ponselnya lagi sekalian makan, begitu pikirnya."Ayo La, kita keluar. Aku juga udah laper." Nisa menepuk pundak Syahla yang masih asik menekuri ponselnya yang mati."Oh, iya." Syahla dan Nisa pun bergegas keluar dari ruang rapat di s
Syahla mengerutkan keningnya, ia mengingat, karena ia pun merasakan hal yang sama."Apa kita pernah bertemu di kereta?" tanya Syahla kemudian, untuk memastikan."Iya, kau gadis yang waktu itu ku antar! Namamu, Syah ... Eum Syahla!" tebak pria itu benar."Ya Tuhan, jadi benar dugaanku, kau pria itu. Mas Bagus Raditya, apa kabar?" Syahla mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan."Alhamdulillah, Baik." Radit menerima uluran tangan Syahla."Oh iya, mengenai mobilmu, nanti aku bakalan tanggung jawab. Aku minta maaf ya, aku gak lihat kamu mau berhenti," ucap Syahla.Radit mengangguk, ia tadinya hendak marah saat melihat bodi mobilnya penyok. Namun, hal itu urung karena melihat wanita yang menabraknya berinisiatif menggantinya. Terlebih, Radit pernah bertemu Syahla sebelumnya."Ini kartu namaku, Mas. Nanti, Mas Bagus bawa mobilnya ke bengkel. Untuk urusan bayarnya, biar hubungi saya saja." Syahla kemudian memberikan kartu nama pada Radit.Radit menerima kartu nama yang diberikan Syahla. I
Hati Amira sempat mencelos saat melihat keakraban Bu Syahnaz dan Syahla. Ini kali pertama baginya memakan masakan yang diracik oleh Ibu kandungnya.Selama di Surabaya, Bu Syahnaz tak pernah memasakkan makanan untuknya. Setiap hari, asisten rumah tangga yang memasak. Melihat begitu antusiasnya Bu Syahnaz memasak makanan kesukaan Syahla, tak ayal membuat ia pun menginginkan hal yang sama. Namun, Amira mencoba tersenyum. Tak ia tunjukkan rasa sedihnya di hadapan Bu Syahnaz dan Syahla. Tiba-tiba ia ingat pada Bu Salma, ibu pantinya yang sudah merawat Amira seperti anak sendiri. Ia juga merindukan masakan Bu Salma."Mir, gimana masakan Mama? Enak kan? Kamu pasti sudah sering dimasakkin, ya?" Syahla bertanya pada Amira yang tengah menyesap kuah sup.Bu Syahnaz seketika merasa tak nyaman dengan pertanyaan Syahla pada Amira. Hal itu karena ia sadar, jika selama ini tak pernah memasakkan sesuatu untuk putri kandungnya tersebut. Bahkan, Bu Syahnaz tak tahu apa makanan kesukaan Amira. Perasaan
Suasana di dalam apartemen Amira menjadi hangat. Mereka pun kembali ke meja makan yang menyatu dengan dapur. Amira duduk di samping Tuan Abimanyu, sementara Syahla duduk di depannya yang terhalang meja, bersisian dengan Bu Syahnaz. Kemudian melanjutkan makan bersama keluarga. Ini adalah pertama kalinya, mereka makan bersama.Ponsel Syahla berdering, seketika ia menghentikan makannya. Syahla pun melihat ponselnya, ternyata nomor tidak dikenal tengah menelepon. Syahla pun segera beranjak dari duduknya dan menjauh sebentar untuk mengangkat telepon."Hallo," ucap Syahla saat sudah berada di balkon apartemen Amira."Hallo, Syahla, ini aku Bagus Raditya. Aku sudah membawa mobilku ke bengkel, bisa kah kita bertemu untuk membahasnya?" tanya pria yang menelepon Syahla yang ternyata Radit."Mas Bagus? Oh iya, bisa. Tapi aku mesti lihat jadwal kerjaku dulu, Mas," jawab Syahla."Baiklah, kapan sekiranya kamu senggang?""Nanti aku kabari," jawab Syahla. Ia belum menemukan waktu yang tepat untuk be
Amira terkejut dengan lamaran Yudha yang menurutnya sangat tiba-tiba. Yudha sepertinya salah paham, Amira hanya ingin mencoba dekat terlebih dahulu. Jika untuk lamaran, ia masih belum siap dan masih trauma dengan pernikahan."Kak Yudha, melamarku?" tanya Amira bingung.Yudha mengangguk, ia hendak menyematkan cincin di jari Amira. Namun, Amira segera menarik tangannya. Seketika, ekspresi wajah Yudha menjadi bingung."Kenapa, Mir? Kau menolakku?" Yudha terlihat kecewa."Kak, A-aku ... Aku belum siap," jawab Amira."Kenapa? Apa kau tak mencintaiku?" tanya Yudha."Kak, lebih baik kau duduk dulu. Jangan berlutut di depanku," ucap Amira, ia merasa tak pantas jika berbicara dan Yudha masih berlutut di depannya."Aku tak peduli, Mir. Aku rela melakukan apa saja, asal kau mau menerimaku," ucap Yudha.Amira menjadi serba salah. Di sisi lain, memang ada desir aneh di hatinya saat melihat Yudha. Meskipun, Amira belum sepenuhnya tahu tentang perasaannya. Sementara di lain sisi, ia masih trauma den