Syahla dan Yudha datang menjenguk Gemilang. Seulas senyum terukir dari bibir mereka."Syahla, Kak Yudha," sapa Amira."Maaf ya, Mir. Kita baru sempat jenguk Gemilang," ucap Syahla, ia lalu mengambil buah-buahan di tangan Yudha dan memberikannya pada Amira."Ya, La. Tak apa, terima kasih ya." Amira mengambil buah tangan yang diberikan Syahla.Syahla melihat Pak Gun berdiri tak jauh dari Amira. Ia kenal dengan lelaki paruh baya itu, Syahla pun menyapa Pak Gun dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan."Pak Gun, apa kabar?" tanya Syahla."Alhamdulillah baik, Nona. Lama tak bertemu," jawab Pak Gun, ia pun menerima uluran tangan Syahla. Setelah berbasa-basi sebentar, Pak Gun dan Dokter Gani pun memilih keluar dari bangsal Gemilang. Mereka berdua merasa sudah cukup menjenguk Gemilang dan bertemu Amira."Kalau begitu, kami pamit dulu ya, Nona Amira," pamit Pak Gun."Gemilang cepet sembuh, ya." Dokter Gani mengelus kepala Gemilang pelan sebelum pergi meninggalkan bangsal."Bagaimana ko
Pesawat Tuan Abimanyu baru saja mendarat di Bandara Soekarno Hatta siang ini setelah menempuh perjalanan hampir dua jam di udara. Tuan Abimanyu baru menginjakkan kembali kakinya di ibu kota, terakhir enam bulan yang lalu karena urusan pekerjaan.Pak Gun sudah dihubungi oleh Tuan Abimanyu sebelumnya. Lelaki paruh baya kepercayaan Tuan Abimanyu itu pun sudah menunggu di lobby Bandara.Tak berapa lama, Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz mendekat saat melihat Pak Gun tengah duduk di kursi tunggu bersama sang sopir.Pak Gun melihat Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz tengah berjalan menghampirinya. Gegas ia bangun dari duduknya kemudian menyalami Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz dengan hormat."Apa kabar Pak Abimanyu, Bu Syahnaz?"ucap Pak Gun, menyapa bosnya tersebut. "Yah, seperti yang Anda lihat, Pak Gun. Bagaimana, Amira aman?" tanya Tuan Abimanyu kemudian."Aman Pak. Mari ikut saya, saya akan langsung antar ke tempat tinggal Amira." Pak Gun kemudian menyuruh sang sopir membawakan barang bawaan Tuan Ab
Rania menoleh sekilas, melihat kakaknya masuk, tangisannya semakin deras. "A-abang," lirih Rania.Radit duduk di bibir kasur, dielusnya pucuk kepala adik semata wayangnya. Meskipun Rania telah menghancurkan rumah tangganya dulu, tetapi melihat kondisinya seperti ini, tetap saja membuat hatinya sakit.Selepas kepergian Ayahnya dulu dengan wanita lain, Radit menjadi pengganti Ayahnya. Menjadi sosok yang selalu jadi tumpuan Ibu dan adiknya. Mungkin semua yang terjadi, juga karena kesalahannya dulu yang terlalu berlebihan mencintai Amira, sehingga membuat kecemburuan pada Ibu dan adiknya."Bang, maafin Rania. Aku sudah ngecewain Abang sama Ibu. Rania mau mati saja, Bang," ujar Rania putus asa."Ssst ... Jangan bicara seperti itu. Semua sudah terjadi, Abang ada untuk kamu, Rania." Radit mencoba memberikan kekuatan pada adiknya, meskipun ia sendiri juga merasa kecewa."Masa depanku hancur, Bang. Semua teman di kampus membicarakanku di media sosial. Belum tetangga yang selalu menggunjing pa
"Hai, Mira. Apa aku mengganggumu?" Yudha mematri senyum di bibirnya."Eh, emm ... Kak Yudha ada perlu apa?" "Aku hanya ingin menjenguk Gemilang dan bertemu denganmu. Oh iya, ini bunga untukmu." Yudha memberikan seikat bunga mawar pada Amira.Wanita berlesung pipit itu menerima bunga pemberian Yudha, ia lalu menciumnya sejenak. Harum, Amira memang suka bunga mawar, ini adalah kali pertama ada seorang lelaki yang memberikannya bunga. Dulu, Radit tak pernah memberikannya bunga karena mantan suaminya itu alergi terhadap bunga."Makasih, Kak.""Emm ... Apa aku boleh masuk?" tanya Yudha kemudian."Oh, mari silahkan masuk." Amira pun mempersilahkan Yudha masuk, ia lalu menutup pintu Apartemennya.Yudha melangkah ke dalam, ia sedikit terkejut saat melihat Tuan Abimanyu dan istrinya sedang duduk di sofa ruang tamu. Yudha sedikit gugup, ia tak tahu jika orangtua Amira tengah mengunjunginya.Yudha mencoba bersikap tenang, ia pun menyapa Tuan Abimanyu dan Bu Syahnaz. Sementara Tuan Abimanyu dan
Syahla dan Nisa baru saja selesai rapat dengan beberapa kliennya di Bogor. Ia melihat jam di pergelangan tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Syahla pun mengajak Nisa untuk keluar dari ruang rapat dan beristirahat di restoran yang berada di lantai bawah, sekalian mengisi perutnya yang lumayan lapar."Alhamdulillah sudah kelar, yuk kita makan dulu, di bawah," ajak Syahla pada Nisa yang masih merapikan berkas-berkas kerjanya."Bentar La, tinggal dikit lagi," ucap Nisa, tangannya dengan cekatan memasukkan berkas-berkas ke dalam tas.Sembari menunggu Nisa selesai, Syahla membuka ponselnya. Ternyata, ponselnya mati karena kehabisan baterai. Pantas saja, tak ada suara notifikasi apa pun dari ponselnya. Syahla memutuskan akan mengisi baterai ponselnya lagi sekalian makan, begitu pikirnya."Ayo La, kita keluar. Aku juga udah laper." Nisa menepuk pundak Syahla yang masih asik menekuri ponselnya yang mati."Oh, iya." Syahla dan Nisa pun bergegas keluar dari ruang rapat di s
Syahla mengerutkan keningnya, ia mengingat, karena ia pun merasakan hal yang sama."Apa kita pernah bertemu di kereta?" tanya Syahla kemudian, untuk memastikan."Iya, kau gadis yang waktu itu ku antar! Namamu, Syah ... Eum Syahla!" tebak pria itu benar."Ya Tuhan, jadi benar dugaanku, kau pria itu. Mas Bagus Raditya, apa kabar?" Syahla mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan."Alhamdulillah, Baik." Radit menerima uluran tangan Syahla."Oh iya, mengenai mobilmu, nanti aku bakalan tanggung jawab. Aku minta maaf ya, aku gak lihat kamu mau berhenti," ucap Syahla.Radit mengangguk, ia tadinya hendak marah saat melihat bodi mobilnya penyok. Namun, hal itu urung karena melihat wanita yang menabraknya berinisiatif menggantinya. Terlebih, Radit pernah bertemu Syahla sebelumnya."Ini kartu namaku, Mas. Nanti, Mas Bagus bawa mobilnya ke bengkel. Untuk urusan bayarnya, biar hubungi saya saja." Syahla kemudian memberikan kartu nama pada Radit.Radit menerima kartu nama yang diberikan Syahla. I
Hati Amira sempat mencelos saat melihat keakraban Bu Syahnaz dan Syahla. Ini kali pertama baginya memakan masakan yang diracik oleh Ibu kandungnya.Selama di Surabaya, Bu Syahnaz tak pernah memasakkan makanan untuknya. Setiap hari, asisten rumah tangga yang memasak. Melihat begitu antusiasnya Bu Syahnaz memasak makanan kesukaan Syahla, tak ayal membuat ia pun menginginkan hal yang sama. Namun, Amira mencoba tersenyum. Tak ia tunjukkan rasa sedihnya di hadapan Bu Syahnaz dan Syahla. Tiba-tiba ia ingat pada Bu Salma, ibu pantinya yang sudah merawat Amira seperti anak sendiri. Ia juga merindukan masakan Bu Salma."Mir, gimana masakan Mama? Enak kan? Kamu pasti sudah sering dimasakkin, ya?" Syahla bertanya pada Amira yang tengah menyesap kuah sup.Bu Syahnaz seketika merasa tak nyaman dengan pertanyaan Syahla pada Amira. Hal itu karena ia sadar, jika selama ini tak pernah memasakkan sesuatu untuk putri kandungnya tersebut. Bahkan, Bu Syahnaz tak tahu apa makanan kesukaan Amira. Perasaan
Suasana di dalam apartemen Amira menjadi hangat. Mereka pun kembali ke meja makan yang menyatu dengan dapur. Amira duduk di samping Tuan Abimanyu, sementara Syahla duduk di depannya yang terhalang meja, bersisian dengan Bu Syahnaz. Kemudian melanjutkan makan bersama keluarga. Ini adalah pertama kalinya, mereka makan bersama.Ponsel Syahla berdering, seketika ia menghentikan makannya. Syahla pun melihat ponselnya, ternyata nomor tidak dikenal tengah menelepon. Syahla pun segera beranjak dari duduknya dan menjauh sebentar untuk mengangkat telepon."Hallo," ucap Syahla saat sudah berada di balkon apartemen Amira."Hallo, Syahla, ini aku Bagus Raditya. Aku sudah membawa mobilku ke bengkel, bisa kah kita bertemu untuk membahasnya?" tanya pria yang menelepon Syahla yang ternyata Radit."Mas Bagus? Oh iya, bisa. Tapi aku mesti lihat jadwal kerjaku dulu, Mas," jawab Syahla."Baiklah, kapan sekiranya kamu senggang?""Nanti aku kabari," jawab Syahla. Ia belum menemukan waktu yang tepat untuk be
"Ayo, cerita, ada apa?" tanya Nisa kemudian setelah mereka duduk."Nis, apa keputusanku ini salah ya? Apa aku telah egois?" Syahla mulai bercerita."Keputusan buat nikah dengan Pak Yudha? Bukankah itu mimpi kamu?" Nisa merasa tak mengerti dengan ucapan Syahla."Maksud aku gini, aku pikir, aku akan bahagia mendapatkan Mas Yudha. Namun, hati kecilku merasa hampa karena aku tahu, Mas Yudha tak mencintaiku. Aku merasa Mas Yudha tak bahagia jika menikah denganku. Ia selalu bersikap dingin meskipun kami akan menikah. Aku pikir, Mas Yudha masih mencintai Amira," ujar Syahla."Terus, mau kamu apa, La? Apa kamu berpikir untuk melepaskan Yudha dan Amira untuk bersama? Bukankah, kau membenci Amira?" seloroh Nisa."Iya, sih. Namun, aku kembali merenung akhir-akhir ini. Semua yang terjadi bukan sepenuhnya salah Amira. Ini hanya keegoisanku semata karena cemburu padanya. Aku bingung, Nis. Namun, untuk mundur dan melepas Mas Yudha, aku sudah terlanjur malu dengan foto-foto itu.""Hati kecilku juga me
Syahla baru saja sadar dari pingsannya. Setelah semalaman tak sadarkan diri. Terlihat Nisa yang sedang menjaganya. "Nisa," ucap Syahla lirih."Syahla, kamu udah sadar? Alhamdulillah ..." Nisa menangis haru, ia sangat takut kehilangan sahabatnya tersebut."Nis, aku masih hidup kan?" tanya Syahla."Iya, bod*h. Kau masih hidup, janji jangan kau ulangi perbuatan bod*hmu itu, La," ujar Nisa."Buat apa aku hidup, Nis. Semua kebahagiaanku sudah direnggut oleh Amira. Aku bahkan sudah tidak punya muka lagi sekarang. Hanya karena cinta, aku bertindak bod*h." Syahla menyesali perbuatannya."Aku benci Amira, Nis! Aku benci dia, karena dia hidup aku hancur seperti ini," sambungnya."Syahla, kamu yang tenang ya. Pak Yudha pasti akan menikahimu," ucap Nisa."Nggak mungkin, Nis. Mas Yudha tak akan menikahiku, ia pasti sangat membenciku saat ini.""A-aku akan menikahimu, Syahla." Suara seorang lelaki yang tak begitu asing di telinga Syahla.Syahla pun menoleh, mencari lelaki itu. Terlihat Yudha sudah
Malam hari.Syahla tengah melihat foto-foto di galeri ponselnya di dalam kamar. Foto-foto mesra yang ia ambil dengan dibantu Nisa, ketika Yudha tengah tak sadarkan diri di kamarnya. Ia sedang berpikir untuk mengirim foto-foto itu di media sosial miliknya. Juga, ia akan mengirim di grup pekerjaannya di kantor. Meskipun, hal itu akan sangat memalukan, tetapi Syahla sudah tak punya cara lain lagi.Ia kemudian mengirim foto-foto itu di grup kerjaanya. Tak lama, grup kerjaanya itu heboh dengan banyaknya komentar dari rekan-rekan karyawan di kantornya. Semua komentar hampir menanyakan apa maksud dari Syahla mengirimkan foto-foto ini. Serta, menanyakan apakah benar foto-foto itu adalah foto Yudha dan Syahla?Syahla hanya membaca kehebohan di grup kantor, ia tak berniat membalasnya. Deretan pesan pribadi pun memenuhi ponselnya. Rata-rata dari teman kantornya."La, kamu benar-benar gila ya? Kamu serius kirim foto itu di grup kantor?" Nisa menghampiri Syahla, ia tak percaya dengan tindakan nek
Amira begitu kecewa mendengar penuturan dari Yudha yang mengatakan, jika lelaki itu mengakui tidur di kamar yang sama dengan Syahla saat terbangun. Namun, Yudha sendiri merasa tak yakin jika melakukan hal itu, ia tak ingat apa pun."Aku tak begitu ingat, kenapa aku berada di kamar yang sama dengan Syahla. Aku juga merasa tak yakin jika aku melakukan hal itu. Hanya saja, aku merasa kecewa dengan diriku sendiri, Mir. Aku sudah menyakitimu, maafkan aku," sesal Yudha."Terus, apa yang akan kau lakukan, Kak? Apa kau akan menikahi Syahla?" tanya Amira datar.Yudha terdiam, entahlah dia tak tahu apa yang akan dia lakukan. Sebagai seorang lelaki yang dididik baik oleh keluarganya, ia tak ingin menjadi lelaki pengecut yang lepas dari tanggung jawab. Namun, ia tak yakin dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Syahla di kamar itu.Yudha kembali mengingat saat baru saja bangun dari pingsannya malam tadi. Ia memijit pelipisnya, merasa kepalanya begitu sakit. Pelan-pelan ia membuka matanya, terl
Syahla sedang pisisi tidur di samping Yudha. Meskipun tidak berpakaian seksi, Syahla melepas hijab yang menutup kepalanya."Nisa!" Syahla menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan Nisa masuk ke kamarnya."Syahla, aku berubah pikiran!" "Maksud kamu?"Nisa ke sisi Syahla kemudian menarik lengan wanita itu untuk segera bangun dari kasur."La, sadar, bukan seperti ini cara untuk mendapatkan Yudha! Kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!" ujar Nisa memperingatkan."Aku tak peduli, Nis! Bagiku mendapatkan Mas Yudha adalah hal yang lebih penting. Aku bahkan rela jika harus tidur dengannya!" seloroh Syahla."Tapi aku tak bisa membantumu dalam hal ini. Aku seperti ini karena peduli padamu, La. Aku tak ingin kamu mempermalukan dirimu sendiri." Nisa berusaha menyadarkan Syahla dari ide konyolnya."Oke, tak masalah. Aku sudah punya rencana lain kalau kau tak mau membantuku. Tapi, untuk kali ini kau jangan ikut campur Nisa. Berhenti menasehatiku, kau cukup melihat saja dan jangan berit
"Gemilang? Itu ... Bukan apa-apa," jawab Syahla gugup. Ia khawatir Gemilang melihat aksinya memberikan beberapa tetes cairan ke dalam kopi milik Yudha."Tapi, aku pernah lihat itu di rumah Oma." Gemilang menunjuk sesuatu di tangan kiri Syahla.Syahla pun mengikuti pandangan Gemilang, ternyata yang dimaksud anak kecil itu adalah gelang yang dipake Syahla."Gelang ini?" tanya Syahla memastikan dengan menunjukkan gelang itu pada Gemilang.Gemilang mengangguk. "Gelangnya sama kaya punya Oma. Apa itu gelang punya Oma, Tan?"Syahla sedikit lega mendengar ucapan Gemilang. Ternyata benar, Gemilang menanyakan gelangnya."Ini gelang punya Tante. Oma membelikannya untuk Tante. Gelang Oma sama Tante samaan," jelas Syahla."Emang kenapa, kok Gemilang tanya gelang ini?" tanya Syahla kemudian karena penasaran."Dulu waktu di rumah Oma, aku ambil gelang Oma buat mainan. Habis itu, gelang Oma rusak. Oma marah sama aku, katanya itu gelang berharga punya Oma. Aku nggak boleh pegang gelang itu lagi." Gem
Yudha mendatangi apartemen Amira. Kali ini, ia datang bersama Syahla karena saat hendak pulang dari kantor, Syahla memaksa ikut bersama Yudha.Awalnya, Yudha enggan mengajak Syahla. Ia takut Amira akan salah paham padanya nanti."Aku hanya ingin meminta maaf pada Amira, Mas. Izinkan aku ikut denganmu. Bukankah, kau sudah tak marah denganku lagi? Aku janji tak akan mengganggu hubungan kalian," rengek Syahla saat Yudha hendak masuk ke dalam mobilnya.Yudha pun merasa tak enak. Ia akhirnya mengizinkan Syahla ikut dengannya datang ke apartemen Amira."Baiklah, ayo masuk!" perintah Yudha.Syahla pun tersenyum, gegas ia masuk ke dalam mobil Yudha dan duduk di samping lelaki itu.Sesampainya di apartemen, Yudha segera memarkirkan mobilnya. Berjalan beriringan dengan Syahla, menuju apartemen Amira. Yudha masih bersikap agak dingin pada Syahla, meskipun wanita itu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Yudha mengobrol.Sementara itu, di dalam apartemen, sudah ada Radit yang juga baru saja
****Yudha tengah dilanda rasa bahagia karena hubungannya dengan Amira sudah jelas. Ia dan Amira sudah berencana untuk melakukan lamaran secara resmi dua minggu lagi dan selanjutnya menikah satu bulan setelahnya.Yudha teramat bahagia, ia selalu semangat dalam bekerja. Hari-harinya terasa indah dan rasanya sudah tak sabar untuk menuju hari itu. Namun, hal itu juga membuatnya sedikit posesif pada Amira karena takut kehilangan wanita itu.Seperti pagi ini, saat Amira menceritakan jika ia tak ke kantor karena akan mengurusi bayi Rania yang dititipkan oleh Radit padanya, seketika membuat hati Yudha merasa cemburu. Ia tak suka jika Amira masih berhubungan dengan Radit, karena takut cinta diantara mereka berdua bersemi kembali. Namun, Yudha menyembunyikan rasa cemburunya, ia mencoba bersikap tenang. Yudha tak mau gegabah karena takut Amira menjauh darinya."Maaf, Kak. Aku hari ini nggak ke kantor. Bang Radit menitipkan bayi Rania padaku. Aku tak tega jika tak membantunya," ucap Amira di tel
"Mengalami apa, Sus? Apa yang terjadi?" tanya Radit semakin merasa cemas."Sebelumnya, saya mohon maaf jika harus menyampaikan ini. Bayi pasien tidak sempurna, dia cac*t, anggota tubuhnya tak lengkap. Kedua tangannya tak ada. Tapi, bayinya sangat cantik, sama seperti ibunya," jawab suster itu menjelaskan."Ya Allah .... " Radit merasa lemas mendengar penjelasan dari suster."Boleh saya lihat keponakan saya, Sus? Saya ingin mengadzaninya," pinta Radit."Mari silahkan." Suster itu mempersilahkan Radit masuk ke dalam kamar bersalin.Terlihat Rania yang masih ditangani oleh bidan dan beberapa suster yang membantu. Radit melirik sekilas, ia tak tega melihat Rania.Suster kemudian menggendong bayi yang sudah dibersihkan itu, dan diberikannya pada Radit.Benar kata suster, bayi itu cantik, mirip dengan Rania. Hanya saja, anggota tubuhnya tak lengkap. Radit menerima bayi itu, dipeluknya bayi Rania dan dikecup keningnya. Radit teringat kembali momen di mana ia pernah mengadzani Gemilang saat