Mereka berdua terdiam lama setelah berciuman. Keduanya sama-sama malu satu sama lain. Untuk memecahkan keheningan, Satria akhirnya menyapa lebih dahulu, “Aku minta maaf. Apak amu marah?”
Amara menggeleng. Dia tidak marah, hanya saja rasanya berbeda. Sebelumnya dia pernah melakukan ciuman tersebut dengan mantannya. Tetapi saat ini dia merasakan hal yang berbeda. Satria tidak menciumnya dengan kasar. Justru lembut seperti kucing yang malu-malu untuk meminta sesuatu.
“Sini kita duduk!” ajak Satria. Mereka berpegangan tangan satu sama lain. Menuju tengah-tengah taman bunga. Kemudian duduk berdua di sana.
Satria memetik sebuah bunga berwarna merah cerah. Kemudian dia meletakan bunga tersebut di atas daun telinga Amara. Gadis itu sedikit terkejut, mukanya kini Kembali berwarna merah sama dengan kelopak bunga yang ada di telinganya.
“Kamu cantik Ra!” ucap Satria.
Amara hanya bisa membuang muka. Dia malu, berkali-kali Sa
Pupil Amara bergetar mendengar suara Satria. Hatinya sakit, meskipun tidak terjadi dengan dirinya namun anehnya dia tidak terima. Baginya Satria pantas lulus. Negara ini dia anggap sudah gila. Mahasiswa yang akan melaksanakan demonstrasi akan diancam drop out? Apakah segitu takutnya pemerintah kepada kami para mahasiswa? Namun yang paling dia tidak terima adalah keputusan Satria.“Aku ga setuju!” ucapnya lantang. “Kamu harus lulus! Lebih baik ga demonstrasi dibandingkan kamu harus drop out!”“Ra-!” Satria mencoba menjelaskan. Dipegangnya kedua Pundak wanita di depannya. “Aku harus ikut aksi Ra! Aku salah satu pemimpinnya. Kalau ga ada aku mereka akan semakin banyak yang mundur!”“Aku gapeduli! Emang kamu yakin mau drop out begitu saja? Masa depanmu gimana?” Mata Amara berkaca-kaca. Dia menahan tangisnya. Dia benar-benar tidak terima. Masa orang yang dia cintai mau mengorbankan masa depannya begitu saja.
“Dari mana? Sampe sahabat dari seorang Satria yang paling baik ini harus nungguin pintu biar temennya bisa pulang?” celoteh Faisal. Beberapa saat yang lalu Satria menelponnya, meminta agar jangan tidur dulu karena Satria lupa membawa kunci kontrakan. Padahal hari ini Faisal berniat tidur lebih cepat, karena esok dia harus membayar pajak motor miliknya.“Anter Diana pulang. Nemenin di kosannya juga sebentar,” jawab Satria. “Makasih ya, jadinya ga tidur di luar.”Faisal terdiam. Dia kemudian memegang bahu Satria sebelum membiarkannya lewat. “Coba ulangi lagi!”“Makasih,” ulang Satria. Dia heran mengapa sahabatnya tersebut meminta dia mengulang ucapan terimakasih. Benar-benar haus pujian.“Bukan-bukan!” bantahnya. “Yang sebelumnya lagi?”“Anter Diana pulang. Nemenin di kosannya juga sebentar,” ucapnya.Faisal memegang kedua bahu milik Satria. Membuat
Gita terlihat gelisah. Arya masih menemaninya. Akhirnya Arya pergi sebentar dan memberikannya minuman dingin. "Minum dulu!""Makasih!" ucapnya. Dia menerima minuman dingin tersebut dan meneguknya sedikit demi-sedikit. Pikirannya sedikit lebih jernih. Setelah itu dia menatap Arya. "Kamu bakal tetap nemenin aku kan sampai dia datang?""Iya, aku bakal temenin kamu Git!" jawabnya.Gadis itu bernafas lega. Setidaknya jika ada seseorang yang menemaninya, dia tidak akan merasa khawatir berlebihan. "Aku khawatir dengan sikapnya nanti. Apakah mungkin dia akan melakukan sesuatu hal?""Kalau dia bertanggung jawab, dia akan melakukan yang terbaik untuk kalian," ucapnya. Arya sendiri sebetulnya kecewa dan marah terhadap Bima. Terlebih dia memiliki adik perempuan. Dia tidak bisa menjabarkan bagaimana perasaannya jika adiknya mendapat hal serupa. "Tenang saja. Hal baik akan datang.""Aku harap begitu," ucap Gita. Dia menarik nafas panjang. "Kamu tahu tidak mulai
“Hari ini aku tidak bisa Diana!” tolaknya. Itu bukanlah alasan saja, hari ini Satria memang harus mempersiapkan aksi yang diadakan satu minggu lagi. Dia harus melihat daftar mahasiswa yang akan ikut dan tidak. Dia juga harus memberikan pengarahan kepada mereka agar mereka semua tidak hanya datang dengan kepala kosong, tetapi sudah memiliki ilmunya.“Aku akan menemani kakak,” ucapnya.“Kamu yakin Di? Banyak yang mundur loh setelah dapat surat pemberitahuan dari kampus. Terutama masalah ancaman drop out!” ucapnya. Sebetulnya Satria merasa berterimakasih kepada semua mahasiswa yang akan mengikuti aksi. Itu berarti hati nurani mereka tidak mati. Hanya saja jika itu membuat mereka drop out diapun punya rasa bersalah.“Gapapa kok ka!” ucapnya. Diana yakin ini adalah kesempatan emas untuk Kembali kepada mantannya tersebut. Maka dari itu dia tidak mungkin menyianyiakan hal tersebut.Satria menimbang sebentar. &ldquo
“Apa?” Amara tercegang mendengarnya. Dia tidak menyangka Faisal akan mengatakan hal seperti itu. “Apakah aku tidak salah mendengar?”Faisal menggeleng. Sambil tersenyum dia berkata, “Apa yang kamu dengar itu nyata Amara. Kenyataannya memang seperti itu.”Amara menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia tampak sangat terkejut. Dari dalam lubuk hatinya masih ada rasa tidak percaya. “Tidak mungkin!”“Jadi, apa kamu tertarik akan mendengarkan kisahku?” tanya Faisal. Dia melihat Amara yang mencondongkan tubuh ke arahnya. Membuatnya sedikit terkekeh. Faisal awalnya memang tidak menyukai Amara. Dia menganggap Amara adalah perempuan tidak bertanggung jawab. Lagipula dia sudah mengenal Diana lebih lama. Namun ternyata Amara memiliki sisi lain. Semakin lama dia mengenalnya semakin dia paham bahwa Amara benar-benar menyukai Satria.Amara mengangguk. Dia nampak amat sangat penasaran. “Aku ingin tahu ka!
“Ka?” Diana menepuk punggung Satria. Sejak tadi dia nampak tidak fokus dan sibuk dengan lamunannya. Diana menyangka bahwa semua itu karena Amara. Pertemuan tidak sengaja dengan gadis itu telah membuat Satria kepikiran. Tentu saja hal ini membuatnya cemburu. Bukankah dia yang saat ini menemani Satria? Meskipun status mereka dalam hubungan yang tidak jelas karena Satria tidak menjelaskan apapun, namun dia merasa menjadi wanita yang paling dekat dengan Satria saat ini.Satria Kembali tersadar dia melihat Diana. “Eh kenapa?” tanyanya. Setelah melihat Amara memang dia jadi merindukannya. Godaan gadis itu cukup besar. Meskipun Amara berkata bahwa mereka berjalan sendiri-sendiri saja jika memang Satria teguh kepada pendiriannya tetap membuatnya tidak bisa menyangkal bahwa dia masih mencintai Amara.Diana tersenyum kecut. Dia sadar bahwa apa yang dia pikirkan benar. “Aku pikir seharusnya kakak fokus kepada kewajiban kakak di sini. Rasanya ga bener
“Kamu pulang jangan ke mana-mana!”Itulah pesan terakhir dari Satria sebelum dia dibawa oleh petugas kepolisian. Bukan hanya satria tetapi Fajar senior Amara yang hendak meminjamkan buku juga Faisal dibawa oleh mereka. Amara masih berada di lingkungan kampus saat itu. Dia menjauh dari area UKM kampus menuju fakultasnya.Ketika hampir sampai sebuah suara memanggilnya. “Amara!”Gadis itu menengok. Di sana berdiri Diana. Amara sempat melihat Diana satu ruangan dengannya di aula tadi. Namun karena jarak mereka yang jauh akhirnya dia tidak bisa menyapanya. “Halo Diana, ada apa?”“Kamu benar-benar ga ngerasa salah ya?” ucapnya gamblang. Suara Diana yang keras hampir membuat mahasiswa lain yang sedang berjalan menengok.“Maksudnya?” Amara terlihat tidak paham. Dia tidak menyangka Diana akan meneriakinya secara tiba-tiba.“Kamu tahu bahwa aku masih menyukai Satria dari dulu. Kamu tahu
"Anak durhaka!"Plak...Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Satria. Lelaki itu hanya bisa meringis menahan sakit yang dialaminya. Ira sang ibu hanya bisa menunduk dan membuang muka saat anak sulungnya menjadi korban kekerasan suaminya sendiri. Dia pun terlihat malu dan marah terhadap apa yang telah dilakukan oleh anaknya."Sampai kapan kamu mau membuat saya malu?" Rudi berteriak dengan keras. Diikuti oleh pukulan yang kesekian kalinya. "Lihat ibumu anak tidak tahu malu. Dia adalah dosen di kampusmu sendiri. Kini kamu mempermalukannya. Ibumu mendapat surat peringatan tegas dari atasan!"Ira tetap menunduk. Di depannya terdapat surat peringatan dari atasan. Ternyata kampus tidak hanya memberikan peringatan kepadanya namun kepada ibunya juga. Satria melihat Ira dengan tatapan sedih. Kini ibunya pun tidak melindungi dirinya seperti dahulu."Saya tidak akan membiarkan kamu mempermalukan saya lebih dari ini!" ucap Rudi. "Saya akan memerintahkan orang