Nami mejabat uluran tangan dari Deborah dengan senyuman hangat. Ia merasa bersyukur ketika dirinya mendapatkan masalah, masih ada banyak orang yang peduli. Makanya Tuhan Maha Adil mempertemukan Deborah untuk menjadi teman baiknya. "Kau bisa menceritakan masalahmu padaku." Deborah datang mengeluarkan segelas cokelat panas lalu memberikannya pada Nami. "Ehm," Nami berdeham, mungkin ia perlu mengeluarkan unek-uneknya kepada Deborah agar pikirannya tidak seberat seperti saat ini. "Percayalah padaku. Aku tidak punya teman. Aku tidak mungkin bergosip. Atau kamu takut aku akan menyebarkannya di media sosial? Kamu bisa memecatku, aku adalah gadis miskin yang sangat memerlukan sebuah pekerjaan. Dan gaji yang diberikan oleh Hamasaki Grup sangat aku butuhkan untuk menopang hidupku. Jadi jangan ragu kalau kamu ingin bercerita." Deborah menggenggam tangan Nami."Terima kasih, Deb." Nami mulai menceritan permasalahannya. Dimulai dari pengakuan Malika yang hamil anak James. Hubungannya dengan Jame
"Kenapa tiba-tiba kamu ingin bertemu dengannya?" Kamaya menatap Nami dengan cemas. "Ma, ini hanya pertemuan biasa. Kami perlu duduk bersama untuk membicarakan hubungan kami. Jika hubungan kami harus selesai pun harus selesai dengan baik-baik. Selama ini aku tidak mau bertemu dengannya dan kekanak-kanakan tidak menyelesaikan masalah kami. Aku tidak ingin berlarut-larut tidak berujung." "Oke, Mama paham. Kalau begitu keinginanmu. Pergilah, hati-hati. Tapi nanti malam kamu harus kembali. Jangan seperti tadi malam, kamu keluar dan kami tidak tahu di mana keberadaanmu." "Iya, Ma. Aku tidak akan mengulangi hal itu lagi." "Mama tahu kamu sudah dewasa. Tidak seharusnya mengekangmu. Tapi karena kamu masih hilang ingatan. Mama dan Papa sangat khawatir. Jika kamu di luar sendirian tidak ada yang menjagamu. Seandainya kamu keluar dengan Naka, kami tidak akan khawatir dan kami akan membiarkanmu bermalam di mana saja." "Aku tahu Mama menyayangiku. Papa juga. Terima kasih, Ma." "Itulah gunanya
"Ma, Pa." Nathalie memanggil kedua orang tuanya yang kini sedang duduk di sofa menunggu kepulangannya. "Kamu pulang Sayang, ayo, makan malam sudah siap. Naka keluar menjemput Clara, Clara akan menginap di sini nanti malam." "Siapkan satu kursi lagi, aku mengundang Kak Oliv untuk makan malam bersama." "Oliver," Kamaya dan Yamada saling berpandangan. "Selamat malam, Tante, Om," James keluar dari belakang tubuhnya Nami. "James," gumam Yamada dan Kamaya. "K-kami berbaikan, aku memutuskan untuk memberi kesempatan kedua padanya. Aku … masih mencintainya." ucap Nami lirih. "Sayang …." Kamaya terdiam saat Yamada menepuk pundaknya sebagai kode. "Sayang, panggil Martha untuk menyiapkan satu tempat duduk lagi untuk James." titah Yamada. "Oke," Kamaya terpaksa setuju dengan permintaan Yamada. "Kak Oliv," Nami menarik tangan James untuk mengikutinya. Yamada dan Kamaya mengembuskan napasnya saat melihat wajah Nami yang berseri-seri. Semenjak kepulangannya dua bulan yang lalu. Baru saat in
"Pa, jangan." teriak Nami ketika Yamada sudah mencengkeram krah bajunya James. Wajah Yamada begitu marah melebihi wajah Naka yang mengamuk tadi. Namun karena Nami memegang tangannya. Yamada lalu melepaskan cengkraman tangannya. "Jangan terpancing emosi, Pa. Kita bicara baik-baik. Aku sudah memikirkannya baik-baik sebelum menerima ajakan Kak Oliv untuk kembali. Aku memberikannya kesempatan kedua karena menurutku Kak Oliv pantas mendapatkan itu." Kamaya datang lalu menarik tangan Yamada untuk duduk di sofa. "Papa tadi yang menyuruh Mama untuk tenang. Kenapa Papa sekarang begitu sangat marah?" tanya Kamaya. "Tentu Papa marah, bagaimana Papa tidak marah kalau kenyataannya calon menantu kita …." Yamada mengembuskan nafasnya. "Menghamili wanita lain." "Apa?" ucap Kamaya terkejut. "Ma, please." Nami menyentuh tangan Kamaya. "Jangan memperkeruh masalah ini, kita bicarakan baik-baik. Aku tidak ingin segalanya berubah menjadi kacau. Bagaimanapun aku sudah memutuskan untuk kembali kepada Ka
"Ayo masuk," Nami mempersilakan James masuk ke dalam rumahnya setelah James menelponnya berulang-ulang karena ingin bertemu. Keadaan rumah Nami sangat sepi karena kedua orang tuanya dan Naka pergi makan malam menemui orang tuanya Clara untuk membicarakan pernikahan antara Naka dan Clara. Awalnya mereka tidak ingin cepat-cepat menikah. Namun tidak diduga Clara hamil dan Naka tidak ingin Clara melahirkan tanpa menyandang status sebagai istri Naka. Setelah Yamada dan Kamaya mengetahui kehamilan Clara. Keduanya mendesak Naka untuk meluluhkan hati Clara agar keduanya segera menikah. Kamaya dan Yamada merasa aneh karena hubungan Naka dan Clara sudah lama dan sangat baik. Keduanya saling mencintai sejak remaja. Namun menyuruh mereka menikah sangatlah sulit. Bahkan setelah Clara hamil pun, Clara bersikeras menunda pernikahan mereka. Padahal Kamaya, Yamada dan Naka tidak akan membatasi gerak Clara dan menghambat karirnya. Maka dari itu, Naka dan kedua orang tuanya ingin meminta bantuan orang t
"Ini kamarmu?" James ditarik masuk ke kamar yang dinding kamarnya berwarna peach. Seperti kebanyakan seorang gadis. Kamar Nami sangat bernuansa girlie dan penuh dengan pernak-pernik. James duduk di ranjang Nami lalu meraba permukaan ranjang sambil membayangkan Nami yang setiap malam tidur lelap di atas ranjang ini. Pasti wajah imutnya, akan semakin menggemaskan ketika Nami memakai piyama bercorak bunga-bunga seperti seorang gadis SMA "Apa yang sedang Kakak pikirkan? Kenapa senyum-senyum sendiri?" Nami duduk di sebelah James. "Tidak ada." "Kakak bukan sedang berpikiran mesum, kan?" James terkejut dengan tebakan Nami. "Kamu yang berpikiran mesum," James mencubit hindung Nami. Ia lalu bangkit, memeriksa walk in closetnya Nami. Memeriksa baju-baju koleksi Nami. James melihat pakaian yang tergantung di walk in closetnya Nami, jumlahnya tidak terlalu banyak dan koleksi tas serta sepatu juga tergolong sedikit. Dulu saat menginap di apartemennya Dela atau Amanda. James bisa nelihat berbag
James menarik pengait bra nya Nami lalu membukanya tidak sabar. Jantung Nami berdebar-debar, satu minggu yang lalu mereka bercinta karena dirinya mabuk. Namun kali ini dirinya dalam keadaan sadar. Untuk pertama kalinya, Nami akan bercinta dengan James menggunakan perasaan dan cinta kasihnya"Sayang, lihat Kakak," Napas James menderu. "Kak Oliv," Nami membuka matanya yang terpejam, pipinya bersemburat merah. Wajah James semakin tampan di matanya. Mata biru yang terlihat membara itu semakin menarik di mata Nami "I love you." "Love you …." Nami terkesiap saat James langsung mengulum puncak dadanya setelah menarik pengait branya. Lidah basah yang terasa hangat itu seperti memberikan getaran yang hebat di tubuh Nami. Suara desahan langsung keluar begitu saja dari mulut Nami. James semakin bersemangat ketika Nami mendesahkan namanya. Ia dengan lembut bergantian mempermainkan kedua puncak dadanya Nami yang mungil. Nami yang lugu, pasrah di bawah tubuh James. Menerima sentuhan laki-laki
Saking kuatnya tenaga Nami saat mendorong tubuh James, membuat James jatuh terjerembab ke belakang dari ranjang. "Aduh," teriak James yang kepalanya terantuk meja nakas. "Kak Oliv," Nami terbelalak saat melihat darah di dahi James. "Kakak, baik-baik saja?" "Kakak tidak yakin, Kakak baik-baik saja." keluh James sambil memegangi dahinya. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud melukai Kakak." Nami menarik tangan James lalu menatap dahi berdarah itu dengan tatapan khawatir. "Tunggu sebentar, aku akan mengambil P3K. Dahi Kakak harus diobati, jika tidak akan infeksi." "Aku baik-baik saja, Sayang. Hanya lecet sedikit." James tidak ingin Nami khawatir. "Tidak! Dahimu harus diobati. Aku takut merusak wajah tampanmu." James tersenyum simpul. Ia berencana untuk mengambil keuntungan dari lukanya ini. "Singkirkan tangan Kakak, biar aku obati." Nami sudah memegang sebuah cotton bud dan antiseptik. "Tahan sebentar, mungkin akan terasa perih." Nami menempelkan cotton bud di dahi berdarah James de