Fatma tersentak, kesadarannya berangsur-angsur pulih. Suara berat seorang pria yang tidak melepaskan tatapan dari wajah cantiknya, membuat Fatma tersadar.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Pria itu memberikan pertanyaan untuk kedua kalinya. Wajahnya tidak terlihat begitu jelas karena pencahayaan yang kurang. Namun, sekilas terlihat tampan. Dari penampilannya, usianya berkisar di bawah 25 tahun. Setampan apapun itu, bagi Fatma semua pria sama saja. Wajah tampan tak lebih hanya sebuah topeng. Ketampanan sebenar-benarnya dapat dinilai dengan sebaik apa hati yang dimiliki. Tapi, sejauh ini belum ada pria yang seperti itu bagi Fatma.
Fatma memegangi kepalanya yang masih terasa berdenyut, "A-aku ..."
Tak mampu memberikan alasan yang masuk akal, Fatma justru terlihat linglung. "Aku pikir, aku hanya salah masuk. Maaf ... " Wanita cantik itu meraba-raba pintu mobil untuk segera meninggalkan tempat persembunyiannya.
"Ingin kabur?" Seringai licik tercetak di wajah
Setelah diyakini bahwa saat ini mereka sudah berada jauh dari jangkauan Faissal. Pria itu menghentikan mobil dengan tiba-tiba. "Pindah ke depan!" tegasnya sambil kemudian membuka pintu dengan otomatis, "Jangan bersikap seolah-olah aku ini sopir pribadimu." Wajah wanita cantik itu sangat muram. Di balik tatapannya yang gelap, dia sesekali melirik wajah pria itu dengan geram. Namun, dengan wajah seperti itu, Fatma justru terlihat menggemaskan. "Mengapa tak kau turunkan saja aku di sini?" ujar Fatma sambil membenarkan posisi duduknya. "Sudah aku katakan bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini. Aku sudah menyelamatkanmu dari kejaran pria itu tadi, jika kamu lupa." "Tapi..." Pria itu memikirkan sesuatu, "Jika kamu yakin dengan keputusanmu, tidak apa-apa." Pria itu menyipitkan mata ke arah Fatma. Jendela mobil dibuka sebagian. Dia memberikan isyarat agar Fatma memandang ke arah luar jendela. Dan benar saja, pada saat yang bersamaan wa
Fatma tersadar dari lamunannya setelah mobil itu berhenti di tempat yang tidak semestinya. "Jadi kamu benar-benar membawaku kesini? Dengar pria mesum, aku bukan wanita gampangan seperti yang ada di otak kotormu itu." "Jikapun aku harus mengganti kerugian atas jok mobilmu yang tergores, tentu bukan seperti ini caranya!" "Ya, aku akui aku memang tidak mempunyai uang, tapi aku bisa bekerja sepanjang waktu untuk menghasilkan uang dan memberikannya padamu!" "Atau aku akan mengabdi kepadamu menjadi seorang asisten rumah tangga kurasa bukan ide yang buruk. Dari pada harus berakhir di tempat ini." "Dengar, meskipun aku hidup di jalan, aku bukan wanita murahan yang bersedia tidur dengan pria tak dikenal." Fatma kelelahan, lalu menghentikan ucapannya dengan napas terengah-engah setelah mengucapkan kata-kata itu tanpa jeda. Dia terlalu emosional dengan prasangkanya sendiri. "Kamu sudah selesai dengan kata-katamu?" Omar bersikap santai namun di da
Setelah kepergian Omar, Fatma mencoba mengatur napasnya yang sempat tersengal. Degupan jantung masih saja terasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa dia tetaplah seorang wanita normal yang memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Namun, hatinya tidak semudah itu untuk mengkhianati janjinya pada diri sendiri. Setampan dan semendebarkan apapun Omar ketika berada di hadapannya, pria itu tetaplah pria. Makhluk Tuhan yang selalu menjadi alasan bagi setiap wanita untuk menangis. Fatma mulai menghembuskan napas pendek. Dia pun melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri untuk kemudian dapat mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang lelah. Di bawah guyuran air yang berada di dalam shower room, Fatma terpejam menikmati tiap sentuhan air yang membasahi tubuh dan mencoba untuk merilekskan seluruh beban yang sejak tadi dia tanggung. Melupakan kegundahan hati untuk sejenak. Meskipun dia tahu, saat ini mungkin Faissal masih berada di jalan untuk mencarinya. A
"Kita akan membicarakan ini nanti. Bersiap-siaplah, sebentar lagi matahari mulai naik," ucap Omar dengan wajah yang berbeda dari sebelumnya. Fatma berlalu dengan wajah yang masih menunjukkan kegelisahan. Dia ingin membahas ini dengan Omar. Mungkin saja pria yang bersamanya saat ini bisa membantunya untuk melakukan pelarian. Namun, benar apa yang dikatakan pria itu. Ini adalah saatnya untuk menjalankan kewajiban sebagai makhluk Tuhan. Meminta pertolongan kepada satu-satunya Sang Maha Bijaksana adalah sebuah keharusan. Sementara Omar diliputi berbagai pertanyaan yang masih berputar di kepalanya. Fatma, wanita muda yang dia temui secara tidak sengaja telah membuatnya merasa nyaman. Dia bahkan tidak memungkiri jika si kucing liar ini sudah membuatnya tertarik. Namun, kehadiran Fatma secara tiba-tiba dengan cara yang tak biasa membuat Omar begitu penasaran tentang jati diri Fatma yang sebenarnya. Dia mencoba membunuh pikirannya yang sejak tadi mengatakan bahwa Fatma adala
Setelah melalui diskusi singkat, Fatma dan Omar memutuskan untuk segera meninggalkan kota itu. Mereka memilih untuk pergi dengan menggunakan mobil. Dengan pertimbangan jika menggunakan pesawat komersial, kemungkinan posisi Fatma dapat dengan mudah terlacak oleh Faissal. Di perjalanan, sesekali Fatma menjelaskan siapa pria yang mengejarnya, dan alasan mengapa dirinya memutuskan untuk pergi. Tanpa membahas masa lalu yang membawanya masuk ke dalam kemelut yang saat ini ia hadapi. Pandangan buruk Omar terhadap Fatma sebelumnya telah dipatahkan dengan penjelasan dari wanita itu. Omar merasa jauh lebih tenang setelah mendengar penuturan dari si kucing liar yang menggemaskan itu. Pagi ini langit Marbella cukup cerah. Wajar saja, saat ini sudah memasuki musim panas. Momen dimana banyak pelancong berdatangan dari berbagai negara. Bahkan bukan hal aneh lagi jika menyaksikan berbagai jenis plat kendaraan yang berbeda berseliweran di jalan-jalan. Seperti mobil yang mereka kendar
Sikap Omar membuatnya begitu kesal. Beberapa saat setelahnya, Omar masuk ke dalam mobil dan segera menutup kaca jendela mobil sepenuhnya. "Maaf membuatmu menunggu." Omar menyalakan menggeser tuas persneling yang memisahkan posisinya dengan Fatma dan meninggalkan tempat itu. Sedangkan Fatma hanya bergeming tanpa memberikan jawaban apapun. Jangan pikir jika Omar tidak mengetahui perasaan Fatma saat ini. Dia masih bisa mengingat dengan jelas siapa pria yang berdiri di sisi mobil tadi. Pria yang semalam tertangkap oleh pandangan Omar sendiri ketika berada di lobi. Pria yang menyebut nama Fatma dengan sangat lantang. Beruntung resepsionis dan petugas keamanan yang berjaga saat itu baru saja berganti shift, sehingga mereka mengatakan hal yang sebenarnya jika mereka tidak mengetahui ciri-ciri yang Faissal maksud. Khawatir jika pria itu mencari Fatma dengan memeriksa kamar satu per satu, maka Omar berinisiatif meninggalkan kamarnya sendiri dan beralih ke kamar Fatma. Pada sa
Karena terlalu fokus, Fatma tidak menyadari kalau seseorang membalas tatapannya, "Apa kamu baru saja mengagumiku?" Omar terkekeh melihat gestur yang ditunjukkan Fatma. Si kucing liar itu gelagapan membenarkan scarf yang ia kenakan untuk mengalihkan rasa gugup. Hal itu membuat Omar semakin gemas dengan melihat tingkah polah Fatma yang jengah dengan tuduhan yang ia berikan. Panas matahari berganti senja yang memerah di langit kota yang disebut-sebut tak pernah tidur ini. Menjadi salah satu kota tersibuk setelah kota Madrid, Barcelona memiliki keistimewaan tersendiri bagi sebagian orang. Iklim hangat yang disajikan salah satu kota terbesar di Spanyol ini memiliki perbedaan dari kota lainnya. Fatma masih dengan kekaguman yang terukir di wajahnya. Tak begitu jauh dari posisi mereka terlihat sebuah bangunan dengan bentuk yang sangat unik dan megah. "Bangunan yang kamu lihat itu adalah Gereja Katholik Roma." Menyadari Omar yang mengajaknya berbicara, Fatma menoleh
Reaksi apa yang diinginkan Fatma dari seorang pria yang baru saja mendengar pernyataannya? Dia ingin Omar terkejut? Marah? Kecewa? Atau mungkin meninggalkannya begitu saja? Apa Fatma berpikir jika Omar akan merasa jijik kepadanya, karena dengan suka rela menolong hingga sejauh ini hanya untuk seorang wanita muda yang sedang mengandung, entah dari bibit pria mana? Jika Fatma berharap akan kemungkinan itu, maka dugaannya salah. Satu menit. Dua Menit. Tiga menit. Pria itu menoleh dengan wajah yang tenang, "Jika apa yang kamu ucapkan itu benar, maka akulah ayah dari bayi yang kamu kandung." "Eh, apa aku tidak salah dengar?" batin Fatma. Kini Fatma-lah yang menunjukkan ekspresi terkejut maksimal. Saat Omar selesai dengan ucapannya, Fatma meremas pakaiannya dalam diam. Dia kesal karena pria itu sempat-sempatnya mengucapkan lelucon saat Fatma berusaha untuk membahas hal yang serius. Suara empuk seorang remaja laki-laki hadir di antar