"Kita akan membicarakan ini nanti. Bersiap-siaplah, sebentar lagi matahari mulai naik," ucap Omar dengan wajah yang berbeda dari sebelumnya.
Fatma berlalu dengan wajah yang masih menunjukkan kegelisahan. Dia ingin membahas ini dengan Omar. Mungkin saja pria yang bersamanya saat ini bisa membantunya untuk melakukan pelarian. Namun, benar apa yang dikatakan pria itu. Ini adalah saatnya untuk menjalankan kewajiban sebagai makhluk Tuhan. Meminta pertolongan kepada satu-satunya Sang Maha Bijaksana adalah sebuah keharusan.
Sementara Omar diliputi berbagai pertanyaan yang masih berputar di kepalanya. Fatma, wanita muda yang dia temui secara tidak sengaja telah membuatnya merasa nyaman. Dia bahkan tidak memungkiri jika si kucing liar ini sudah membuatnya tertarik. Namun, kehadiran Fatma secara tiba-tiba dengan cara yang tak biasa membuat Omar begitu penasaran tentang jati diri Fatma yang sebenarnya. Dia mencoba membunuh pikirannya yang sejak tadi mengatakan bahwa Fatma adala
Setelah melalui diskusi singkat, Fatma dan Omar memutuskan untuk segera meninggalkan kota itu. Mereka memilih untuk pergi dengan menggunakan mobil. Dengan pertimbangan jika menggunakan pesawat komersial, kemungkinan posisi Fatma dapat dengan mudah terlacak oleh Faissal. Di perjalanan, sesekali Fatma menjelaskan siapa pria yang mengejarnya, dan alasan mengapa dirinya memutuskan untuk pergi. Tanpa membahas masa lalu yang membawanya masuk ke dalam kemelut yang saat ini ia hadapi. Pandangan buruk Omar terhadap Fatma sebelumnya telah dipatahkan dengan penjelasan dari wanita itu. Omar merasa jauh lebih tenang setelah mendengar penuturan dari si kucing liar yang menggemaskan itu. Pagi ini langit Marbella cukup cerah. Wajar saja, saat ini sudah memasuki musim panas. Momen dimana banyak pelancong berdatangan dari berbagai negara. Bahkan bukan hal aneh lagi jika menyaksikan berbagai jenis plat kendaraan yang berbeda berseliweran di jalan-jalan. Seperti mobil yang mereka kendar
Sikap Omar membuatnya begitu kesal. Beberapa saat setelahnya, Omar masuk ke dalam mobil dan segera menutup kaca jendela mobil sepenuhnya. "Maaf membuatmu menunggu." Omar menyalakan menggeser tuas persneling yang memisahkan posisinya dengan Fatma dan meninggalkan tempat itu. Sedangkan Fatma hanya bergeming tanpa memberikan jawaban apapun. Jangan pikir jika Omar tidak mengetahui perasaan Fatma saat ini. Dia masih bisa mengingat dengan jelas siapa pria yang berdiri di sisi mobil tadi. Pria yang semalam tertangkap oleh pandangan Omar sendiri ketika berada di lobi. Pria yang menyebut nama Fatma dengan sangat lantang. Beruntung resepsionis dan petugas keamanan yang berjaga saat itu baru saja berganti shift, sehingga mereka mengatakan hal yang sebenarnya jika mereka tidak mengetahui ciri-ciri yang Faissal maksud. Khawatir jika pria itu mencari Fatma dengan memeriksa kamar satu per satu, maka Omar berinisiatif meninggalkan kamarnya sendiri dan beralih ke kamar Fatma. Pada sa
Karena terlalu fokus, Fatma tidak menyadari kalau seseorang membalas tatapannya, "Apa kamu baru saja mengagumiku?" Omar terkekeh melihat gestur yang ditunjukkan Fatma. Si kucing liar itu gelagapan membenarkan scarf yang ia kenakan untuk mengalihkan rasa gugup. Hal itu membuat Omar semakin gemas dengan melihat tingkah polah Fatma yang jengah dengan tuduhan yang ia berikan. Panas matahari berganti senja yang memerah di langit kota yang disebut-sebut tak pernah tidur ini. Menjadi salah satu kota tersibuk setelah kota Madrid, Barcelona memiliki keistimewaan tersendiri bagi sebagian orang. Iklim hangat yang disajikan salah satu kota terbesar di Spanyol ini memiliki perbedaan dari kota lainnya. Fatma masih dengan kekaguman yang terukir di wajahnya. Tak begitu jauh dari posisi mereka terlihat sebuah bangunan dengan bentuk yang sangat unik dan megah. "Bangunan yang kamu lihat itu adalah Gereja Katholik Roma." Menyadari Omar yang mengajaknya berbicara, Fatma menoleh
Reaksi apa yang diinginkan Fatma dari seorang pria yang baru saja mendengar pernyataannya? Dia ingin Omar terkejut? Marah? Kecewa? Atau mungkin meninggalkannya begitu saja? Apa Fatma berpikir jika Omar akan merasa jijik kepadanya, karena dengan suka rela menolong hingga sejauh ini hanya untuk seorang wanita muda yang sedang mengandung, entah dari bibit pria mana? Jika Fatma berharap akan kemungkinan itu, maka dugaannya salah. Satu menit. Dua Menit. Tiga menit. Pria itu menoleh dengan wajah yang tenang, "Jika apa yang kamu ucapkan itu benar, maka akulah ayah dari bayi yang kamu kandung." "Eh, apa aku tidak salah dengar?" batin Fatma. Kini Fatma-lah yang menunjukkan ekspresi terkejut maksimal. Saat Omar selesai dengan ucapannya, Fatma meremas pakaiannya dalam diam. Dia kesal karena pria itu sempat-sempatnya mengucapkan lelucon saat Fatma berusaha untuk membahas hal yang serius. Suara empuk seorang remaja laki-laki hadir di antar
Tidak ada masalah dengan kondisi Fatma yang sedang mengandung, juga sama halnya dengan statusnya sebagai wanita bersuami. Bahkan andaipun Fatma adalah seorang wanita malam, Omar tidak memedulikan hal itu. Pertemuan singkat mereka membuat Omar enggan untuk membiarkan Fatma pergi dari pandangannya. Sejak awal, dia kerap kali merasakan ada yang tidak beres dengan dirinya sendiri. Setiap menatap mata Fatma, jantungnya berdebar lebih cepat. Rasa yang tidak pernah dia alami sebelum bertemu dengan si kucing liar. Kini ia mengerti, cinta pada pandangan pertama bukanlah sebuah mitos. Dengan menekan kedua tangan di pinggiran kursi, Omar merasakan sakit di hatinya. Bukan terhadap Fatma, melainkan orang-orang yang terlibat atas penderitaan yang dialami wanita itu. "Sudahlah, ayo kembali ke dalam mobil." ucap Omar dengan suara parau. Malam itu mereka memutuskan untuk tidur di dalam mobil. Membiarkan kaca jendela sedikit terbuka. Keduanya memang sama-sama butuh istirahat.
"Anda sudah dapat memeriksa email yang saya kirimkan, Tuan. Semua informasi yang Anda butuhkan ada di sana." seseorang menghubungi Omar dari sambungan telpon genggam. Ketika mereka berada di Barcelona, saat itu Fatma sedang tertidur, Omar menghubungi seseorang untuk mencari tahu informasi tentang Tuan Ridwan. Dan dalam waktu singkat, semua informasi yang dia butuhkan sudah berada di dalam genggaman. Dia memutuskan sambungan telpon dan memasukkan benda itu ke dalam saku bersamaan dengan senyum yang terukir di wajah. "Bagaimana Fatma? Apa kamu menikmati perjalanan ini? Inilah kota Paris. Apa kamu pernah bermimpi berada di sini sebelumnya?" ujar Omar. Dia menangkap bayangan Fatma yang sedang mengagumi tiap sudut kota yang terlihat memukau. Tanpa menoleh, Fatma memberikan gelengan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Omar. Mobil yang sudah puluhan jam membelah jalanan kota Marbella hingga ke Paris itu berhenti tepat di depan sebuah bangunan mewah
Semenjak Omar meninggalkan dirinya di dalam kamar, Fatma mencoba mencerna setiap kejadian demi kejadian yang dia alami bersama pria itu. Pria yang entah memiliki motif apa sehingga bersikeras untuk menjadi ayah dari bayi yang ia kandung. Namun, yang terjadi padanya saat ini adalah layaknya seperti kisah-kisah fantasi. Di mana seorang gadis malang yang bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Fatma selalu berpikir dengan rasional, bahwa tidak ada pria sempurna yang begitu saja mencintai wanita dengan serba kekurangan sepertinya. Akan tetapi tiap kali Fatma mencoba mencari setitik kebohongan di mata Omar, dia tidak menemukan apapun di sana. Dan, kisah fantasi itu benar-benar terjadi di dalam kehidupannya saat ini. Tidak, Fatma tidak bisa mengingkari bahwa dia tidak memiliki sedikitpun perasaan kepada pria itu meski dia sempat mengagumi. Di dalam kamar, Fatma kembali mengedarkan pandangan. Rasa takjub lagi-lagi membuatnya ternganga untuk ke sekian kali. Semua fasi
Omar menatap tajam saudara kembarnya yang terlihat berantakan. Dia sempat melihat Omran bertandang ke mansionnya beberapa waktu yang lalu. Akan tetapi, dia justru pergi begitu saja sebelum mengucapkan apapun kepada Omar. Sebelumnya, mereka sempat berkomunikasi melalui sambungan telpon. Karena itulah Omar segera menyusul Omran tanpa memberi tahu Fatma terlebih dahulu. Omar merampas gelas wine yang berada di atas meja lalu melepaskannya hingga serpihan kaca gelas yang pecah menyebar ke permukaan lantai. "Apa hanya dengan cara ini kamu menghabiskan waktu?" ucap Omar dengan wajah lelahnya. "Apa pedulimu? Pantas saja kamu tidak mendapatkan jantung itu untukku. Rupanya kamu sedang bersenang-senang dengan wanita murahan." Omran menatap sinis saudara kembarnya, " Cih! Aku pikir kamu peduli." Suasana club malam tiba-tiba menjadi sepi. Padahal sebelumnya terdengar riuh dengan dentuman-dentuman musik pengiring. Petugas keamanan bahkan menyuruh semua pe