Fatma mengambil penerbangan tercepat untuk tiba ke Paris. Setibanya di mansion, kondisi sudah dini hari. Jika biasanya tempat itu terlihat sepi di waktu malam, beda halnya dengan apa yang Fatma saksikan saat ini.
Bersama Faissal dia memasuki ruang utama. Samar-samar terdengar suara perbincangan dari beberapa orang yang berasal dari ruang keluarga. Fatma menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Alisnya berkerut, merasakan sesuatu hal yang tidak masuk akal. Bukankah terlalu malam untuk berkumpul di ruang keluarga.
Fatma menghentikan langkah Faissal dengan salah satu tangannya yang berada di awang-awang. Dia menajamkan pendengarannya. Terdengar isakan tangis dari Nyonya Adeline di antara suara pria yang terdengar sedang menjelaskan sesuatu. Ya, suara itu tak asing bagi Fatma. Suara dari pria yang masih berstatus sebagai suaminya sendiri.
"Aku tidak bisa menikahi Cassandra secara hukum agama sekarang. Setidaknya tunggu hin
Nyonya Adeline kembali menangis. Dia sudah terlanjur mencintai Fatma meskipun beberapa pekan yang lalu dia sempat bersikap ketus terhadap istri mendiang putranya--Omran. Begitu berat berpisah dengan orang yang sudah menjadi bagian dari keluarga Ahbity."Jika memang itu keputusanmu, Mama tidak bisa menghentikannya, Fatma. Tapi jika kamu ingin kembali, kami akan sangat bahagia," ucap Nyonya Adeline di sela-sela tangisnya. Demikian halnya yang dilakukan oleh Tuan Khaleed. Kenyataan yang disampaikan oleh Sabrina dan Omran sangat membuatnya terpukul, ditambah lagi kenyataan yang diucapkan Fatma di saat-saat mereka butuh penguatan.***Di dalam kamar, Omran mencengkram rambutnya dengan kasar. Dia yakin bahwa Fatma sudah mendengarkan semuanya. Tanpa harus menjelaskan apapun, Fatma pasti akan meminta sebuah ucapan talaq cepat atau lambat. Sepanjang malam hanya wajah Fatma yang dia pandangi lewat layar ponsel miliknya. Omran menutup matanya dengan paksa, berharap malam i
Omran terpaku dengan apa yang baru saja dia dengar. Bukankah Fatma baru saja mengatakan akan kembali ke Tangier? Apa itu artinya dia sudah memutuskan untuk meninggalkan mansion ini selamanya? Omran tahu dia tidak bisa menjalin hubungan pernikahan normal bersama Fatma, dan dia tahu bahwa sebentar lagi statusnya akan menjadi ayah dari anak yang dikandung oleh Sabrina. Akan tetapi, tiba-tiba saja keinginan untuk memiliki Fatma menjadi begitu besar. Dia tidak rela jika Fatma menghilang dari kehidupannya.Omran memutuskan untuk pergi ke kamar istrinya setelah wanita itu meninggalkan ruang makan dengan wajah santai, meskipun sikap Omran tak lepas dari pengamatan Sabrina. Langkah Sabrina yang ingin mengekori Omran harus terhenti saat Nyonya Adeline mengajaknya berbincang.Fatma berhenti tepat di depan pintu kamarnya yang telah terbuka. Bukan tanpa sebab, wanita itu tak kunjung memasuki ruangan pribadi miliknya akibat sebuah lengan kekar yang menghalangi celah pint
"Aku akan kembali ke Tangier dua hari lagi, dan sebelum kembali aku ..." Fatma menghentikan ucapannya sambil melipat kedua bibirnya ke dalam. Berat untuk mengatakan kalimat yang tidak dia sukai. Namun, inilah kenyataan yang semestinya dia hadapi."... Aku akan meminta dia menceraikanku," ucap Fatma dengan suara melemah. Rasanya seperti ada yang tercabut dari hatinya setelah mengucapkan kata-kata itu. Sesungguhnya sejak awal dia melihat kemunculan Omran saat Fatma bersama mendiang Omar, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, dan ketika malam di mana dirinya bersama Omran saling menyentuh, Fatma pada akhirnya menemukan jawaban dari rasa penasarannya selama ini.Dokter Farouk menatap Fatma dengan serius. Dia tidak perlu terkejut dengan pernyataan wanita cantik itu, karena sejak awal Dokter Farouk tahu pernikahan yang dijalani Fatma tidak didasari oleh pondasi perasaan yang kuat. Sayangnya Dokter Farouk tidak bisa membaca gestur wajah Fatma yang terlihat murung. Yang pali
Saat keluar ruang pemeriksaan, Fatma sangat terkejut ketika mendapati dua orang yang sangat dia kenal. Bukan hanya dirinya, kedua orang itu juga menunjukkan ekspresi yang sama."Fatma?" tegur Sabrina yang sedang bergelayut manja di lengan milik Omran. Wanita itu menyipitkan mata menatap Dokter Farouk dan Fatma secara bergantian. Sementara Omran nampaknya sedang mencoba untuk mengendalikan diri. Terlihat rahangnya yang menyembul menandakan bahwa dirinya sedang marah.Fatma mencoba untuk tetap bersikap santai. Meskipun kehadiran Omran di sana membuat hatinya memanas, terutama saat pria itu seolah membiarkan Sabrina begitu manja terhadapnya.Sejenak Fatma dan Omran saling bertatapan. Bagi keduanya, tatapan Omran layaknya belati yang menghujam dada sang istri, begitu semenyakitkan inikah mencintai seseorang? Baik Fatma maupun Omran sama-sama berpikir jika pengkhianatan sudah menjadi noda dalam hubungan pernikahan ini. Keduanya sama-sama kecewa, terluka, dan tidak me
"Belok kiri," pinta Fatma kepada Faissal. Tidak perlu banyak bertanya, Faissal sudah mengerti ke mana arah tujuan yang diinginkan wanita hamil itu. Tepat di hadapan pemakaman, mobil yang ditumpangi Fatma berhenti. Fatma mengembuskan napas perlahan, mengatur kadar emosi agar tidak sedikitpun menangis ketika mengunjungi mendiang suaminya. Dia tidak boleh menangis seperti pesan terakhir Omar.Dengan langkah pasti, meninggalkan Faissal yang berdiri di depan gerbang pemakaman, Fatma menuju tempat di mana sang mendiang suami berada.Damai ... Mungkin kata-kata itulah yang pantas disematkan terhadap suasana yang dirasakan oleh Fatma. Ada ribuan jasad yang terbenam di dalam sana menanti doa-doa dari keluarganya yang masih tersisa di dunia. Ada banyak pengharapan dari tubuh-tubuh yang sudah menyatu dengan tanah itu, tak terkecuali Omar. Fatma sadar, tidak semua keinginan terakhir Omar dapat dia wujudkan. Namun, sejauh ini Fatma sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik.
Wajah Sabrina memerah dengan rasa panik yang menguasai dirinya. Wanita itu merasa kecolongan dengan kenyataan yang baru saja dia dengar. Pantas saja sikap Omran terlihat berbeda ketika bersinggungan dengan Fatma. Rupanya mereka sudah merahasiakan pernikahan itu. Namun, hal yang masih belum dimengerti oleh Sabrina adalah bagaimana bisa Omran membiarkan istrinya yang sedang hamil pergi meninggalkan Paris. Tidak diragukan lagi bahwa Omran mengetahui kondisi Fatma yang sedang hamil. Akan tetapi, tampaknya pria itu tidak terlihat bahagia. Ada begitu banyak spekulasi di dalam kepala Sabrina, salah satunya adalah dugaan bahwa Omran tidak tahu bahwa janin yang dikandung Fatma adalah darah dagingnya sendiri. Meskipun selalu memandang rendah Fatma, hati kecil Sabrina tidak bisa mengelak bahwa Fatma tidak mungkin hamil dari pria lain selain dari suami sah nya. Kesetiaan wanita itu dalam ikatan pernikahan tidak bisa diragukan. Dugaan itulah yang paling masuk akal di antara dugaan-
"Apa? Aku berkata yang sesungguhnya, 'kan? Dengar Fatma, aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih egois dari pada kamu selama aku hidup. Jadi kamu pikir, dengan meminta perpisahan maka kamu akan bahagia?" Omran tak kuasa untuk mengungkapkan segala beban di dalam hatinya. Keberanian itu muncul begitu saja sejak dia mendengar pengakuan Fatma di hadapan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak mampu mencerna ucapan wanita itu.Sementara Fatma menutup kedua telinganya, Omran masih terus mencercanya dengan kenyataan yang tidak bisa terelakkan."Kamu berkhianat! Itu alasannya. Mari kita permudah ini, Omran! Hiduplah dengan normal bersama wanita ular itu.""... Kamu tahu kesalahanmu, kamu tahu siapa dia, dan kamu tahu semua ini tidak benar, lalu kamu dengan mudah melakukannya. Kamu tidak pantas untuk menerima cintaku!" Fatma menatap Omran dengan tatapan nyalang, seolah membuat lidah pria itu terkunci. Dia tahu, kesalahannya terhadap sang istri sulit untuk dimaafk
***"Faissal, sepertinya rencana akan sedikit berubah. Aku pikir ada baiknya kita kembali ke Tangier bersama," ucap Fatma setelah membiarkan keheningan di antara mereka beberapa saat. Bukan tanpa sebab dia memutuskan ini. Dia sempat tersulut oleh sikap Sabrina sehingga harus memberikan beberapa petunjuk bagi wanita ular itu lebih cepat dari apa yang sudah dia rencanakan. Fatma yakin, Sabrina sudah bertindak dengan melibatkan Tuan Gamal dan Meryem dalam persoalan ini. Semestinya dia bisa menunda memberikan petunjuk, setidaknya sampai benar-benar siap. Namun, yang terpenting sekarang adalah berada satu langkah lebih cepat dari Sabrina dan kedua orang tuanya."Aku mengerti," jawab Faissal. Saat itu juga mereka menuju bandara. Ada beberapa itinerary yang dirubah melalui pemesanan tiket khusus yang dilakukan oleh Fatma. Sebenarnya ada cara yang lebih praktis, yakni dengan menggunakan jet pribadi milik Keluarga Besar Benmoussa, tapi sepertinya hal itu justru menjadi keputusa