Aku sekarang sedang duduk di kursi mengenakan baju tidur milik bosku, menatap wajahku di cermin meja rias di depanku. Bosku sedang berdiri di belakangku sambil mengeringkan rambutku dengan handuk.
Gairah membara dalam diriku saat aku menatap bosku di cermin. Dia sangat seksi dengan baju tidur satin hitamnya. Hatiku meleleh melihat wajahnya yang sangat tampan dan tubuhnya yang berotot sempurna.
Aku sangat suka bau harum tubuhnya membuatku ingin menciumnya untuk selamanya.
Aku langsung mengalihkan pandanganku saat mata kami bertemu. Aku menggigit bibirku dengan rasa gugup dan pipiku yang terbakar.Aku mendengar tawa lembutnya sebelum dia meletakkan handuk di sofa di sebelahnya. Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku merasa geli saat napas hangatnya membelai telinga kananku dari belakang.
“Jangan tunjukkan wajah itu padaku. Kamu membuatku ingin memakanmu sekarang,” katanya dengan bisikan rendah.“Ahh…” erangan keluar dari mulutku
Angela’s POV Aku sekarang sedang duduk di kursi di sebuah kafe menunggu Alex untuk makan malam bersama. Aku sengaja datang ke tempat ini lebih awal karena aku ingin menghindari Hannah. Dia terus bertanya tentang aku dan Alex. Dia selalu ingin tahu apa yang kami lakukan saat kami sedang berkencan dan dia juga bertanya kapan kami akan bertemu lagi. Aku merasa aku tidak lagi mengenalnya dengan baik. Dia berbeda dari sebelumnya. Aku melihat kebencian di matanya saat dia tersenyum manis padaku. Ponselku tiba-tiba berdering. Carson meneleponku. “Ya, Carson. Ada apa?” aku menjawab panggilannya.“Angela, Vincent sedang sakit. Tubuhnya begitu dingin. Dia sedang menderita hipotermia, ” katanya dengan nada khawatir. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang karena khawatir. “Ya Tuhan! Dimana dia sekarang?” tanyaku dengan panik. “Dia ada di tempatku. Bisakah kamu datang ke sini sekarang?” katanya. “O-okay. Aku akan segera ke sana,” jawabku, dan
Aku tidak bisa berkedip dengan senyum di wajahku, menatap ke luar jendela di sebelah kiriku. Pemandangan malam yang indah membuat aku terkesima. Lampu-lampu bersinar dengan cahaya keemasannya seperti kunang-kunang yang indah di tengah salju dan menghiasi pepohonan putih yang indah. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang saat aku mengalihkan pandanganku ke depanku. Aku melihat bosku dan Alex, yang sedang duduk di kursi makan, menatap wajahku dengan kagum tanpa berkedip.Aku segera menunduk menatap ke piringku, menghindari tatapan mereka. Aku mendengar tawa menggoda bosku. Dia pasti sangat menikmati melihatku malu dengan pipiku yang memerah. “Angela...” Aku memandang ke Alex ketika aku mendengar dia memanggil namaku dengan suaranya yang lembut. “Apakah kamu suka makanannya?” tanyanya.Aku mengangguk kepadanya dengan senyum di wajahku. Dia membalas senyumanku, kemudian dia mengambil mangkuk dari meja makan dan menuangkan sup ke dalamn
Angela’s POV “Angela, mengapa kau terlihat sangat mengantuk?" Aku mengalihkan pandanganku dari piringku ke Alex, yang sedang duduk di kursi makan di depanku. Suaranya membangunkanku dari lamunanku. Aku tidak bisa tidur sama sekali tadi malam. Aku terus memikirkan bosku. Aku merasa sangat sedih dan menyesal telah mengatakan kata-kata itu kepadanya. Aku seperti orang gila sekarang dan aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak menjawab pertanyaan Alex dan hanya mencoba tersenyum padanya untuk menyembunyikan perasaanku. Aku melihat kembali ke piringku dan memakan sarapanku, menghindari tatapan penasarannya. “Angela!” Aku melihat ke arah dari mana suara itu berasal dan aku melihat Hannah dan bosku sedang berjalan ke meja kami. Aku terus menatap mereka sambil bertanya-tanya mengapa Hannah ada di sini bersama bosku. Hannah melambaikan tangannya ke arahku dengan senyum ceria di wajahnya sementara bosku menatapku tanpa eks
Angela’s POVAku sedang berbaring di tempat tidur di pelukan bosku. Aku tersenyum; jantungku berdetak bahagia saat dia mencium keningku dengan lembut. Dia lalu memegang daguku, membuatku menatap ke matanya. Mulutnya tertutup, tapi tatapan matanya memberitahuku betapa bahagianya dia sekarang. Dia perlahan mengalihkan pandangannya ke bibirku dan menciumku dengan ciuman lembut. Aku membalas ciumannya, memejamkan mata. Aku sangat suka cara dia menciumku. Mata kami bertemu saat bibir kami berpisah. Aku merasakan kelembutan saat jemarinya membelai pipiku. “Jangan bekerja di kafe itu lagi. Mulai sekarang kamu akan tinggal di rumahku. Kita akan menikah bulan depan,” katanya menatap mataku.Aku segera duduk dengan jantungku berdebar kencang. “Kenapa kita harus menikah secepat ini?” tanyaku.Dia mengerutkan alisnya dan menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. “Kita saling mencintai, jadi tunggu apa lagi. Selain itu, aku membutuhkan seorang
Aku membuka mataku, terbangun dari tidurku, saat aku merasakan jemari lembut membelai pipiku. Aku melihat bosku, yang sedang berbaring di sampingku, menatap wajahku dengan matanya yang lembut. “Selamat pagi, bidadariku,” katanya dengan suara lembut. “Selamat pagi,” jawabku dengan senyum malu-malu. Dia memberiku senyuman lembutnya. Jantungku berdetak bahagia saat dia mencium keningku dengan lembut. Matanya lalu menatap ke mataku. “Kamu ingin pergi kemana hari ini? Aku akan mengajakmu berkencan,” kata bosku.Hari ini hari sabtu jadi bosku tidak pergi bekerja. “Bolehkan aku pergi ke mana pun aku mau?” tanyaku. Dia tersenyum melihat wajahku yang memohon, lalu dia berkata, “Hm. Aku akan membawamu kemanapun kamu mau.”Aku tersenyum padanya dengan senyum ceria di wajahku. Aku sudah memiliki rencana dalam pikiranku. Aku ingin membuat kenangan indah bersamanya yang tidak akan pernah kami lupakan.******Aku meminta b
Ketika pintu apartemen kami terbuka, bosku segera menyelipkan tangannya di belakang leherku dan mencium bibirku dengan bernafsu. Dia sudah tidak sabar lagi untuk menikmati tubuhku sejak aku menciumnya saat kami sedang berada di taman.Mata kami bertemu saat bibir kami berpisah. “Aku sangat menginginkanmu sekarang,” katanya dengan nafasnya yang berat. Aku menjawabnya dengan napasku yang tersengal-sengal.Dia lalu meraih tanganku dan membawaku ke kamar mandi. Dia suka menikmati tubuhku sambil mandi denganku. Aku tiba-tiba menghentikan langkahku karena aku merasakan sedikit sakit di perutku. Dia menghentikan langkahnya dan berbalik ke arahku. “Ada apa?” tanyanya.Aku menggigit bibir malu-malu. “Aku baru saja mendapat menstruasi,” jawabku.Dia terdiam seakan dia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dia harus menahan nafsunya karena aku sedang menstruasi. Dia lalu memaksa dirinya untuk tersenyum kepadaku.Aku menahan senyumku, melihat
“Ivy, apa yang terjadi?” seorang wanita mengenakan gaun hitam panjang bertanya dengan khawatir.Wanita itu memiliki rambut panjang bewarna pirang dan mata biru yang indah. Wajahnya sangat cantik dan tubuhnya sangat indah. Kecantikannya seperti seorang dewi. “Bianca…” kata Ivy dan memeluknya sambil menangis. Bianca nama wanita cantik itu, lalu memeluk Ivy sambil mencoba menenangkannya. Kemudian Bianca menatap mata Ivy. “Ayo ikut denganku,” kata Bianca dan meraih tangan Ivy, membawanya keluar dari ruang pesta. Pria yang tadi berbicara dengan Vincent dan Angela, segera mengikuti mereka di belakang dengan ekspresi sedih dan khawatir di wajahnya.******Bianca sekarang sedang sendirian di dalam mobilnya. Wajah dewinya berubah menjadi iblis jahat. Dia mengepalkan telapak tangannya dengan matanya yang dipenuhi dengan kemarahan dan kecemburuan. Ivy telah menceritakan semua yang terjadi antara kakaknya, Vincent dan Angela. Teman Vincent ju
“Kenapa kamu menginap di hotel?” Vincent bertanya, menatap mata Bianca setelah dia memarkir mobilnya di tempat parkir sebuah hotel mewah bintang lima. Bianca, yang duduk di sebelahnya, menghela nafas. “Aku tidak ingin tinggal di rumahku. Kamu tau mamaku kan, dia tidak pernah bosan memarahiku saat aku di rumah. Dia ingin aku segera menikah," jawabnya dengan wajah sedih dan cemberut. Vincent tertawa pelan. “Kalau begitu kenapa tidak menikah saja. Kamu sangat cantik. Kamu tinggal memilih pria yang kamu suka dan dia akan dengan senang hati menikahimu,” godanya.Bianca terdiam sambil terus menatap mata Vincent. “Jika aku memilihmu, maukah kamu menikah denganku?” dia bertanya, suaranya rendah. Vincent terdiam dengan rasa penasaran melihat tatapan Bianca. Matanya seakan sedang mengatakan kalau dia bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan. Vincent kemudian tertawa canggung. “Aku tidak punya nyali untuk menikahimu. Aku takut para sainganku akan me
Selasa sore di kantor Vincent. Seperti biasa, aku duduk di sofa seperti boneka sementara bosku duduk di kursi di belakang meja kerjanya di depanku sibuk dengan pekerjaannya, tetapi kali ini aku tidak berani menatap wajahnya. Aku terus menunduk, menyembunyikan pipiku yang semerah kepiting rebus. Aku menggigit bibirku, memejamkan rapat mataku, menahan rasa maluku sambil aku bertanya pada diriku mengapa aku bisa berubah menjadi iblis nafsu dan memperkosa bosku sepanjang malam.Aku membuka mataku menatap wajah bosku saat aku mendengar tawa lembutnya. Jantungku berdetak lebih cepat dan lebih cepat saat dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat dan berdiri di depanku. Dia membungkukkan tubuhnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Kenapa kau terlihat sangat malu padaku? Kamu terlihat sangat berbeda malam itu,” katanya dan tersenyum menggoda menatap mataku. Aku menghindari tatapannya dengan pipiku yang terbakar. Aku merasa sangat malu dan gugup seka
Aku sekarang duduk di kursi malas mengenakan bikini merah, menatap bosku, yang sedang berenang di kolam renang di depanku. Aku tidak bisa berkedip dengan jantungku yang berpacu saat melihat tubuh berototnya yang sempurna. Aku menggigit bibirku dalam nafsu saat aku merasakan pahaku mengencang dan v*ginaku basah. Dia kemudian keluar dari kolam. Aku menelan nafsuku saat aku melihat tonjolan kemaluannya di bawah celana renang ketat hitamnya. Pria ini sangat tampan dan seksi sehingga para wanita yang melihatnya ingin bersamanya dan ingin bercinta dengannya. Aku segera mengalihkan pandanganku dan mengambil krim tabir surya di atas meja di samping kursi tempat aku duduk saat aku melihatnya tersenyum padaku. Aku berusaha menenangkan kegugupanku sambil mengoleskan krim itu ke lenganku saat dia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku.“Biarkan aku membantumu,” katanya menatap ke mataku dan mengambil krim dari tanganku. Aku tidak bisa menolaknya karena tubuhku sangat in
Siang hari di kantor Vincent. Aku sedang duduk di sofa di ruang kerja bosku menatap bosku, yang sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya di hadapanku. Dia sudah sibuk bekerja sejak pagi sementara aku tidak melakukan apa-apa, hanya duduk di sini seperti boneka. Carson telah memberi tahuku bahwa Olivia akan membantu pekerjaanku, tapi justru dialah yang melakukan semua pekerjaanku. Yang aku lakukan hanyalah membuat kopi untuk bosku. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari bosku. Wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang berotot sempurna membuat hatiku meleleh. Tapi aku masih marah padanya karena sikapnya padaku. Dia seperti pangeran tampan dengan hati iblis. Sampai sekarang, aku masih tidak percaya bahwa aku bisa jatuh cinta padanya.Aku segera menghindari tatapannya saat mata kami bertemu. Dia tertawa pelan, melihat aku gugup. “Kemarilah,” katanya dengan suara lembut, membuatku melihat kembali ke matanya. Aku kemudian berdiri dari sofa sa
Aku langsung memeluk nenekku saat pria itu melepaskanku dari cengkeramannya. “Vincent Gray, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini," kata pria itu menatap mata bosku."Mengapa kamu ada disini?” bosku bertanya, menatap mata pria itu dengan tatapan dingin. Pria itu tersenyum pada bosku, lalu dia mengalihkan pandangannya ke wajahku. “Gadis ini berutang uang pada bos kami. Kami di sini untuk menagih hutang tersebut,” katanya sambil menunjuk ke arahku. Aku menatap mata bosku dengan wajah memohon saat mata kami bertemu. Aku memohon padanya untuk membantu kami. "Apakah Anda mengenal mereka?” tanya pria itu kepada bosku.Bosku mengalihkan pandangannya dari mataku ke mata pria itu. "Gadis itu milikku." Kedua pria itu tertawa setelah mendengar apa yang dikatakan bosku. Pria dengan pisau di tangannya kemudian berkata kepada bosku, “Karena gadis ini milikmu, maka kamu pasti akan melunasi hutangnya. Benarkan Tuan Gray?” Pria
Aku sedang berada di dalam mobil sekarang dalam perjalanan menuju ke rumah nenekku. Air mata mengalir di pipiku, membaca buku harian ibuku di tanganku. Bosku, yang duduk di sebelahku di kursi belakang, menatapku dengan mata sedihnya begitu juga dengan Carson, yang duduk di sebelah pengemudi, dia juga bersedih untukku.Bosku telah memberi tahuku semua yang terjadi. Detektif yang dia sewa untuk menyelidiki pembunuh ibunya memberitahu bosku kalau pria yang membunuh ibunya bukanlah ayahku. Ibuku sedang hamil satu bulan ketika dia menikah dengan pria itu. Ibuku menyembunyikan kehamilannya dari pria itu sehingga pria itu tidak tahu kalau ibuku sedang mengandungku.Ayahku adalah teman sekolah ibuku, dan mereka telah saling mencintai sejak lama. Nama ayahku adalah Drew Scott dan nama ibuku adalah Eliza Violet.Pembunuh itu sangat mencintai ibuku sampai tergila-gila padanya. Dia membunuh ayahku, dan dia juga membunuh sahabat baik ibuku. Ibuku sangat takut dan sangat
Sekarang sudah malam. Bosku terus menemaniku duduk di kursi di sebelah tempat tidur dimana aku sedang berbaring. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku maupun mulutnya. Kami berdua terdiam dengan air mata memenuhi mata kami. Aku terus mengatakan pada diriku untuk tabah dan menerima takdir ini. Aku telah kehilangan bayiku untuk selamanya dan tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku harus tetap tegar meski hatiku berduka dan menangis. Bosku mengangkat kepalanya melihat ke wajahku saat aku menyeka air mata yang menetes di pipiku. “Angela…” Suara sedihnya memecah kesunyian, membuatku menatap ke matanya. “Kumohon... maafkan aku,” katanya. Aku bisa melihat kesedihan dan penyesalan yang mendalam di matanya. Aku kemudian menghindari tatapan matanya, melihat ke depanku. “Aku tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Saat itu aku sangat marah sehingga aku tidak bisa berpikir dengan akal sehatku. Aku tidak akan mengatakan itu jika aku tahu kamu sedang menga
Vincent mengikat kembali ikat pinggang baju tidurnya lalu dia menghela nafas sambil memejamkan matanya. Dia sangat sedih. Dia tidak pernah ingin menyakiti Bianca dan membuatnya menangis. Dia tiba-tiba membuka matanya saat kecemasan menguasai dirinya. Dia takut dan khawatir kalau Bianca akan mencoba bunuh diri lagi. Dia segera berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya menuju ke kamar Bianca.****** Bianca menangis sambil duduk di atas tempat tidur berbicara di telepon dengan Ivy. “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku sudah mencoba merayunya. Aku sudah melakukan segalanya, tetapi dia masih tidak menginginkanku.” Dia terdiam sejenak, mendengarkan kata-kata Ivy. “Gak mau! Aku gak mau pura-pura bunuh diri lagi. Rasanya sakit banget tau!” katanya dengan ketakutan. Kemarahan tiba-tiba memenuhi matanya, lalu dia berkata, “Gadis jalang itu! Ini semua salah dia. Aku benci banget sama dia! Aku bakal bikin dia menderita.”Mata Bianca tib
Bianca dan aku saat ini sedang duduk di sofa di bar hotel milik bosku. Kami duduk saling berhadapan.Tempat ini begitu indah dan mewah. Bar ini bergaya modern, dengan lampu bersinar keemasan menerangi seluruh ruangan. Aku bisa melihat pemandangan malam yang indah dari jendela kaca di dalam ruangan ini.Bianca terus menatapku dengan kebencian di matanya. Aku berpura-pura tidak melihatnya sambil terus melihat ke luar jendela di sebelah kiriku. Dia mengenakan gaun pendek merah sementara aku mengenakan gaun pendek hitam. Dia sangat cantik sehingga membuat semua orang yang ada di sini terpesona melihatnya.Aku menoleh melihatnya saat dia tiba-tiba berdiri dari sofa dengan senyum manis di wajahnya, melihat ke arah depannya. Aku lalu melihat ke arah yang dia lihat dan aku melihat bosku sedang berjalan ke arah kami dan berdiri di depan kami. Bosku sangat tampan dan seksi memakai setelan jas hitamnya.“Vincent, kenapa kamu terus sibuk seharian? Kamu memb
Kami semua sekarang sedang berada di dalam pesawat milik bosku dan sedang makan siang. Sejak kami berada di sini satu jam yang lalu, Bianca terus bersikap manja pada bosku. Dia meminta untuk duduk di sebelahnya. Dia terus menyentuhnya, memeluknya. Bosku tidak bisa menolaknya dan hanya bisa membiarkan dia melakukan apa pun yang dia mau kepadanya. Carson dan aku, yang duduk bersebelahan, terus menatap ke arah Bianca dengan wajah marah kami. Kami benar-benar sudah tidak tahan lagi melihat perilakunya. “Aku sangat membencinya. Aku berharap aku bisa mengubahnya menjadi kutu dan mengirimnya ke bulan sekarang,” kata Carson.Aku mengangguk dengan setuju. Carson lalu mengalihkan pandangannya, menatap ke mataku. “Saatnya untuk memberikan ular itu pelajaran,” katanya, lalu dia berbisik di telingaku. Dia mengatakan kepadaku apa yang harus aku lakukan. Kami kemudian saling menatap dengan senyum jahat di wajah kami. Aku kemudian menoleh ke arah bosku. Aku te