Angela’s POV
“Angela, mengapa kau terlihat sangat mengantuk?"
Aku mengalihkan pandanganku dari piringku ke Alex, yang sedang duduk di kursi makan di depanku. Suaranya membangunkanku dari lamunanku.
Aku tidak bisa tidur sama sekali tadi malam. Aku terus memikirkan bosku. Aku merasa sangat sedih dan menyesal telah mengatakan kata-kata itu kepadanya. Aku seperti orang gila sekarang dan aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
Aku tidak menjawab pertanyaan Alex dan hanya mencoba tersenyum padanya untuk menyembunyikan perasaanku. Aku melihat kembali ke piringku dan memakan sarapanku, menghindari tatapan penasarannya.
“Angela!”
Aku melihat ke arah dari mana suara itu berasal dan aku melihat Hannah dan bosku sedang berjalan ke meja kami. Aku terus menatap mereka sambil bertanya-tanya mengapa Hannah ada di sini bersama bosku.
Hannah melambaikan tangannya ke arahku dengan senyum ceria di wajahnya sementara bosku menatapku tanpa eks
Angela’s POVAku sedang berbaring di tempat tidur di pelukan bosku. Aku tersenyum; jantungku berdetak bahagia saat dia mencium keningku dengan lembut. Dia lalu memegang daguku, membuatku menatap ke matanya. Mulutnya tertutup, tapi tatapan matanya memberitahuku betapa bahagianya dia sekarang. Dia perlahan mengalihkan pandangannya ke bibirku dan menciumku dengan ciuman lembut. Aku membalas ciumannya, memejamkan mata. Aku sangat suka cara dia menciumku. Mata kami bertemu saat bibir kami berpisah. Aku merasakan kelembutan saat jemarinya membelai pipiku. “Jangan bekerja di kafe itu lagi. Mulai sekarang kamu akan tinggal di rumahku. Kita akan menikah bulan depan,” katanya menatap mataku.Aku segera duduk dengan jantungku berdebar kencang. “Kenapa kita harus menikah secepat ini?” tanyaku.Dia mengerutkan alisnya dan menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. “Kita saling mencintai, jadi tunggu apa lagi. Selain itu, aku membutuhkan seorang
Aku membuka mataku, terbangun dari tidurku, saat aku merasakan jemari lembut membelai pipiku. Aku melihat bosku, yang sedang berbaring di sampingku, menatap wajahku dengan matanya yang lembut. “Selamat pagi, bidadariku,” katanya dengan suara lembut. “Selamat pagi,” jawabku dengan senyum malu-malu. Dia memberiku senyuman lembutnya. Jantungku berdetak bahagia saat dia mencium keningku dengan lembut. Matanya lalu menatap ke mataku. “Kamu ingin pergi kemana hari ini? Aku akan mengajakmu berkencan,” kata bosku.Hari ini hari sabtu jadi bosku tidak pergi bekerja. “Bolehkan aku pergi ke mana pun aku mau?” tanyaku. Dia tersenyum melihat wajahku yang memohon, lalu dia berkata, “Hm. Aku akan membawamu kemanapun kamu mau.”Aku tersenyum padanya dengan senyum ceria di wajahku. Aku sudah memiliki rencana dalam pikiranku. Aku ingin membuat kenangan indah bersamanya yang tidak akan pernah kami lupakan.******Aku meminta b
Ketika pintu apartemen kami terbuka, bosku segera menyelipkan tangannya di belakang leherku dan mencium bibirku dengan bernafsu. Dia sudah tidak sabar lagi untuk menikmati tubuhku sejak aku menciumnya saat kami sedang berada di taman.Mata kami bertemu saat bibir kami berpisah. “Aku sangat menginginkanmu sekarang,” katanya dengan nafasnya yang berat. Aku menjawabnya dengan napasku yang tersengal-sengal.Dia lalu meraih tanganku dan membawaku ke kamar mandi. Dia suka menikmati tubuhku sambil mandi denganku. Aku tiba-tiba menghentikan langkahku karena aku merasakan sedikit sakit di perutku. Dia menghentikan langkahnya dan berbalik ke arahku. “Ada apa?” tanyanya.Aku menggigit bibir malu-malu. “Aku baru saja mendapat menstruasi,” jawabku.Dia terdiam seakan dia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dia harus menahan nafsunya karena aku sedang menstruasi. Dia lalu memaksa dirinya untuk tersenyum kepadaku.Aku menahan senyumku, melihat
“Ivy, apa yang terjadi?” seorang wanita mengenakan gaun hitam panjang bertanya dengan khawatir.Wanita itu memiliki rambut panjang bewarna pirang dan mata biru yang indah. Wajahnya sangat cantik dan tubuhnya sangat indah. Kecantikannya seperti seorang dewi. “Bianca…” kata Ivy dan memeluknya sambil menangis. Bianca nama wanita cantik itu, lalu memeluk Ivy sambil mencoba menenangkannya. Kemudian Bianca menatap mata Ivy. “Ayo ikut denganku,” kata Bianca dan meraih tangan Ivy, membawanya keluar dari ruang pesta. Pria yang tadi berbicara dengan Vincent dan Angela, segera mengikuti mereka di belakang dengan ekspresi sedih dan khawatir di wajahnya.******Bianca sekarang sedang sendirian di dalam mobilnya. Wajah dewinya berubah menjadi iblis jahat. Dia mengepalkan telapak tangannya dengan matanya yang dipenuhi dengan kemarahan dan kecemburuan. Ivy telah menceritakan semua yang terjadi antara kakaknya, Vincent dan Angela. Teman Vincent ju
“Kenapa kamu menginap di hotel?” Vincent bertanya, menatap mata Bianca setelah dia memarkir mobilnya di tempat parkir sebuah hotel mewah bintang lima. Bianca, yang duduk di sebelahnya, menghela nafas. “Aku tidak ingin tinggal di rumahku. Kamu tau mamaku kan, dia tidak pernah bosan memarahiku saat aku di rumah. Dia ingin aku segera menikah," jawabnya dengan wajah sedih dan cemberut. Vincent tertawa pelan. “Kalau begitu kenapa tidak menikah saja. Kamu sangat cantik. Kamu tinggal memilih pria yang kamu suka dan dia akan dengan senang hati menikahimu,” godanya.Bianca terdiam sambil terus menatap mata Vincent. “Jika aku memilihmu, maukah kamu menikah denganku?” dia bertanya, suaranya rendah. Vincent terdiam dengan rasa penasaran melihat tatapan Bianca. Matanya seakan sedang mengatakan kalau dia bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan. Vincent kemudian tertawa canggung. “Aku tidak punya nyali untuk menikahimu. Aku takut para sainganku akan me
Bosku dan aku sedang duduk di sofa sambil mendengarkan musik romantis yang lembut setelah kami selesai makan malam. Lengannya melingkari bahuku sementara kepalaku bersandar di dadanya dengan lenganku melingkari pinggangnya. Aku tersenyum; aku merasa sangat bahagia. Jantungku berdegup bahagia berada didalam pelukannya. Dia kemudian mencium keningku dengan lembut dan memegang daguku membuatku melihat ke matanya. Tatapan matanya mengatakan kepadaku betapa dia sangat mencintaiku. Dia lalu mencium bibirku dengan lembut. Aku sangat menikmati dan menyukai cara dia menciumku.Ponselnya tiba-tiba berdering, memaksa bibir kami untuk berpisah. “Tsk!” katanya dengan kesal sementara aku menahan senyumku. Dia kemudian mengambil ponselnya di meja di samping sofa. Dia tersenyum senang ketika dia tahu siapa yang meneleponnya. “Ya, ada apa?” tanyanya dan terdiam mendengar perkataan orang yang meneleponnya. “Iya, aku tahu. Aku tidak akan lupa. Bye,” katanya. Dia lalu men
Vincent sedang duduk di sofa di dalam kamar tidurnya di mansionnya. Dia mengepalkan tangannya dengan air mata di matanya. Kesedihan, kemarahan, dan dendam mencengkeramnya dengan kuat, membuatnya kehilangan akal sehatnya. Vincent telah menelepon detektif yang disewanya untuk menemukan pembunuh ibunya, dan detektif itu telah menceritakan semua yang telah terjadi kepadanya. Seseorang kemudian mengetuk pintu. “Masuk,” kata Vincent dengan nada dingin. Pintu kamar terbuka, dan Carson berjalan masuk ke dalam kamar dan berdiri menghadap Vincent. Wajah Carson berubah khawatir ketika dia melihat wajah Vincent. “Apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Carson. “Beraninya kau berbohong padaku! Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya padaku!” Vincent berkata dengan marah. “A-apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti maksudmu,” kata Carson dengan penasaran. Mata marah Vincent mencengkeram mata Carson. “Thomas telah menceri
Keesokan harinya di kantor Vincent. Vincent sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya. Tangannya berada di keningnya dengan matanya terpejam. Kemarahan dan kesedihan memenuhi pikirannya. Dia sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pagi tadi, saat rapat dengan stafnya, dia terus memarahi mereka tanpa alasan. Dia melampiaskan amarahnya pada mereka. Carson, yang berdiri di depan meja Vincent, menatapnya dengan mata sedih. Hatinya sangat sedih dan khawatir melihat Vincent seperti ini. Vincent membuka matanya dan menatap mata Carson. “Kenapa kamu masih berdiri di sini? Tinggalkan aku sekarang,” katanya dengan nada dingin.Carson ragu-ragu untuk berbicara. Dia memberanikan dirinya sebelum dia membuka mulutnya untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. “Vincent, kamu tidak seharusnya seperti ini. Ayahnya yang melakukan itu, bukan dia. Kalian berdua saling mencintai. Tolong, lupakan balas dendammu dan hidup bahagia bersamanya,” katanya dengan h