“Kenapa kamu menginap di hotel?” Vincent bertanya, menatap mata Bianca setelah dia memarkir mobilnya di tempat parkir sebuah hotel mewah bintang lima.
Bianca, yang duduk di sebelahnya, menghela nafas. “Aku tidak ingin tinggal di rumahku. Kamu tau mamaku kan, dia tidak pernah bosan memarahiku saat aku di rumah. Dia ingin aku segera menikah," jawabnya dengan wajah sedih dan cemberut.
Vincent tertawa pelan. “Kalau begitu kenapa tidak menikah saja. Kamu sangat cantik. Kamu tinggal memilih pria yang kamu suka dan dia akan dengan senang hati menikahimu,” godanya.
Bianca terdiam sambil terus menatap mata Vincent. “Jika aku memilihmu, maukah kamu menikah denganku?” dia bertanya, suaranya rendah.Vincent terdiam dengan rasa penasaran melihat tatapan Bianca. Matanya seakan sedang mengatakan kalau dia bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan.
Vincent kemudian tertawa canggung. “Aku tidak punya nyali untuk menikahimu. Aku takut para sainganku akan meBosku dan aku sedang duduk di sofa sambil mendengarkan musik romantis yang lembut setelah kami selesai makan malam. Lengannya melingkari bahuku sementara kepalaku bersandar di dadanya dengan lenganku melingkari pinggangnya. Aku tersenyum; aku merasa sangat bahagia. Jantungku berdegup bahagia berada didalam pelukannya. Dia kemudian mencium keningku dengan lembut dan memegang daguku membuatku melihat ke matanya. Tatapan matanya mengatakan kepadaku betapa dia sangat mencintaiku. Dia lalu mencium bibirku dengan lembut. Aku sangat menikmati dan menyukai cara dia menciumku.Ponselnya tiba-tiba berdering, memaksa bibir kami untuk berpisah. “Tsk!” katanya dengan kesal sementara aku menahan senyumku. Dia kemudian mengambil ponselnya di meja di samping sofa. Dia tersenyum senang ketika dia tahu siapa yang meneleponnya. “Ya, ada apa?” tanyanya dan terdiam mendengar perkataan orang yang meneleponnya. “Iya, aku tahu. Aku tidak akan lupa. Bye,” katanya. Dia lalu men
Vincent sedang duduk di sofa di dalam kamar tidurnya di mansionnya. Dia mengepalkan tangannya dengan air mata di matanya. Kesedihan, kemarahan, dan dendam mencengkeramnya dengan kuat, membuatnya kehilangan akal sehatnya. Vincent telah menelepon detektif yang disewanya untuk menemukan pembunuh ibunya, dan detektif itu telah menceritakan semua yang telah terjadi kepadanya. Seseorang kemudian mengetuk pintu. “Masuk,” kata Vincent dengan nada dingin. Pintu kamar terbuka, dan Carson berjalan masuk ke dalam kamar dan berdiri menghadap Vincent. Wajah Carson berubah khawatir ketika dia melihat wajah Vincent. “Apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Carson. “Beraninya kau berbohong padaku! Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya padaku!” Vincent berkata dengan marah. “A-apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti maksudmu,” kata Carson dengan penasaran. Mata marah Vincent mencengkeram mata Carson. “Thomas telah menceri
Keesokan harinya di kantor Vincent. Vincent sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya. Tangannya berada di keningnya dengan matanya terpejam. Kemarahan dan kesedihan memenuhi pikirannya. Dia sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pagi tadi, saat rapat dengan stafnya, dia terus memarahi mereka tanpa alasan. Dia melampiaskan amarahnya pada mereka. Carson, yang berdiri di depan meja Vincent, menatapnya dengan mata sedih. Hatinya sangat sedih dan khawatir melihat Vincent seperti ini. Vincent membuka matanya dan menatap mata Carson. “Kenapa kamu masih berdiri di sini? Tinggalkan aku sekarang,” katanya dengan nada dingin.Carson ragu-ragu untuk berbicara. Dia memberanikan dirinya sebelum dia membuka mulutnya untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. “Vincent, kamu tidak seharusnya seperti ini. Ayahnya yang melakukan itu, bukan dia. Kalian berdua saling mencintai. Tolong, lupakan balas dendammu dan hidup bahagia bersamanya,” katanya dengan h
Air mata mengalir di pipiku saat aku mencuci piring setelah makan malam. Bosku dan Bianca makan di ruang makan bersama sementara aku makan di dapur sendirian.Otakku mengatakan kepadaku kalau aku sangat bodoh, tapi hatiku tidak peduli sama sekali. Aku sangat mencintai bosku dan aku akan melakukan apapun untuk bisa bersama dengannya bahkan jika aku harus menderita karena mencintainya. Aku menyeka air mataku saat Bianca berjalan masuk ke dalam dapur. Dia mencibir padaku saat dia berdiri di dekatku. “Kamu benar-benar tidak tahu malu ya? Vincent tidak menginginkanmu lagi. Kenapa kau tidak pergi saja dari sini dan menjauh darinya!”Aku pura-pura tidak mendengar apa yang dia katakan dan terus mencuci piring. “Apakah kamu tuli! Aku sedang berbicara denganmu!” dia berteriak sambil meraih lenganku. “Jangan sentuh aku!” kataku sambil mencoba melepaskan tanganku darinya. Aku kaget saat tanganku tidak sengaja mengenai pipinya.“Dasar jalang! Beraninya kamu m
Bianca sedang duduk di sofa didalam apartemen Vincent. Dia memiliki senyum jahat di wajahnya. Dia mengira rencana jahatnya bersama Ivy untuk menjebak Angela telah berhasil dan dia tidak tahu kalau rencana mereka itu telah gagal. Sebelumnya, setelah Angela meninggalkan apartemen untuk pergi ke hotel, Bianca menelepon Vincent dan memberitahunya bahwa Ivy meneleponnya dan mengatakan bahwa dia mendengar percakapan antara kakaknya dan Angela di telepon. Mereka berjanji akan bertemu di hotel. Bianca juga memberi tahu Vincent bahwa Ivy telah memberitahunya apa yang telah terjadi antara kakaknya, Vincent dan Angela. Bianca sengaja menyuruh Angela untuk pergi ke hotel milik Vincent agar karyawannya bisa menjadi saksi mata atas perselingkuhan mereka tapi dia tidak menyadari bahwa itu justru malah mengungkap kebohongan yang dia buat sendiri. Bianca menoleh ke pintu saat itu terbuka dan dia melihat Vincent masuk ke dalam ruangan. Bianca berdiri dari sofa saat Vincent ber
Keesokan harinya di kantor Vincent. Bianca sedang berjalan menuju ke ruang kerja Vincent. Vincent meneleponnya dan menyuruhnya untuk menemuinya di tempat itu. Bianca memandang wajah Carson dengan kebencian saat dia lewat di depan meja kerjanya.Demikian juga, dengan Carson, dia memandang Bianca dengan tatapan yang sama dengannya. Mereka seperti anjing dan kucing yang siap untuk berkelahi. Bianca memalingkan mukanya dari Carson sambil mencibir. Dia lalu menghentikan langkahnya saat dia berdiri di depan pintu ruang kerja Vincent dan mengetuk pintu itu. “Masuk!” kata Vincent.Bianca membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam ruangan. Dia tersenyum ketika dia melihat Vincent sedang duduk di sofa sambil meyilangkan kakinya. Senyum di wajah Bianca menghilang saat dia berdiri menghadap Vincent. Rasa dingin mengalir di tulang punggungnya melihat Vincent yang menatapnya dengan dingin dan marah. “Kenapa kamu menamparnya! Aku bilang jangan p
Sekarang hampir jam makan siang ketika Vincent sedang duduk di sofa di kamar hotelnya. Dia baru saja menyelesaikan rapat dengan stafnya. Vincent, Angela, dan Carson tiba di Sapporo pagi ini dan mereka segera pergi ke hotel milik Vincent tempat mereka menginap sekarang. Vincent memejamkan matanya, mengerutkan alisnya. “Apa yang telah kau lakukan! Mengapa kamu bersikap lembut padanya? Kamu seharusnya membencinya, bukan mencintainya!” dia memarahi dirinya sendiri. Dia menghela nafas dengan putus asa karena hatinya tidak mau mendengar apa yang diperintahkan oleh otaknya. Dia membuka matanya dan melihat ke arah pintu ketika seseorang mengetuk pintu itu. “Masuk,” katanya. Carson berjalan masuk ke dalam kamar saat pintu terbuka dan berdiri di depan Vincent sambil tersenyum. “Apa kamu mencariku?” tanyanya. Senyum di wajah Carson tiba-tiba menghilang, melihat tatapan serius Vincent. “Kita akan makan siang di kamar ini. Bawa Angela ke sini untuk
“Ya Tuhan… Indah sekali…” kataku tanpa berkedip, melihat bunga-bunga sakura yang bermekaran dengan begitu indahnya di sekitarku. Air mancur dan berbagai macam bunga menghiasi seluruh taman, membuat aku merasa seperti berada di negeri dongeng. Aku mengarahkan pandanganku pada Carson saat dia tersenyum hangat padaku. Aku balas tersenyum padanya, lalu aku menatap bosku, yang berdiri di dekat kami. Dia terus melihat ke depan, tapi aku bisa merasakan kalau dia sedang menatapku melalui kacamata hitamnya. Sebelum kami datang ke tempat ini, bosku menyuruhku melepas seragam pelayanku dan sekarang aku mengenakan pakaian kasualku. Carson juga mengenakan pakaian kasualnya. Dia sekarang terlihat lebih muda dari usianya. Bosku mengenakan jaket mantel kasual abu-abu, kemeja abu-abu dan celana panjang putih. Dia terlihat sangat tampan, sangat seksi dan juga terlihat elegan. Bosku kemudian berjalan lurus ke depan, tanpa mengatakan apa-apa kepada kami. Kami segera meng
Selasa sore di kantor Vincent. Seperti biasa, aku duduk di sofa seperti boneka sementara bosku duduk di kursi di belakang meja kerjanya di depanku sibuk dengan pekerjaannya, tetapi kali ini aku tidak berani menatap wajahnya. Aku terus menunduk, menyembunyikan pipiku yang semerah kepiting rebus. Aku menggigit bibirku, memejamkan rapat mataku, menahan rasa maluku sambil aku bertanya pada diriku mengapa aku bisa berubah menjadi iblis nafsu dan memperkosa bosku sepanjang malam.Aku membuka mataku menatap wajah bosku saat aku mendengar tawa lembutnya. Jantungku berdetak lebih cepat dan lebih cepat saat dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat dan berdiri di depanku. Dia membungkukkan tubuhnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Kenapa kau terlihat sangat malu padaku? Kamu terlihat sangat berbeda malam itu,” katanya dan tersenyum menggoda menatap mataku. Aku menghindari tatapannya dengan pipiku yang terbakar. Aku merasa sangat malu dan gugup seka
Aku sekarang duduk di kursi malas mengenakan bikini merah, menatap bosku, yang sedang berenang di kolam renang di depanku. Aku tidak bisa berkedip dengan jantungku yang berpacu saat melihat tubuh berototnya yang sempurna. Aku menggigit bibirku dalam nafsu saat aku merasakan pahaku mengencang dan v*ginaku basah. Dia kemudian keluar dari kolam. Aku menelan nafsuku saat aku melihat tonjolan kemaluannya di bawah celana renang ketat hitamnya. Pria ini sangat tampan dan seksi sehingga para wanita yang melihatnya ingin bersamanya dan ingin bercinta dengannya. Aku segera mengalihkan pandanganku dan mengambil krim tabir surya di atas meja di samping kursi tempat aku duduk saat aku melihatnya tersenyum padaku. Aku berusaha menenangkan kegugupanku sambil mengoleskan krim itu ke lenganku saat dia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku.“Biarkan aku membantumu,” katanya menatap ke mataku dan mengambil krim dari tanganku. Aku tidak bisa menolaknya karena tubuhku sangat in
Siang hari di kantor Vincent. Aku sedang duduk di sofa di ruang kerja bosku menatap bosku, yang sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya di hadapanku. Dia sudah sibuk bekerja sejak pagi sementara aku tidak melakukan apa-apa, hanya duduk di sini seperti boneka. Carson telah memberi tahuku bahwa Olivia akan membantu pekerjaanku, tapi justru dialah yang melakukan semua pekerjaanku. Yang aku lakukan hanyalah membuat kopi untuk bosku. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari bosku. Wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang berotot sempurna membuat hatiku meleleh. Tapi aku masih marah padanya karena sikapnya padaku. Dia seperti pangeran tampan dengan hati iblis. Sampai sekarang, aku masih tidak percaya bahwa aku bisa jatuh cinta padanya.Aku segera menghindari tatapannya saat mata kami bertemu. Dia tertawa pelan, melihat aku gugup. “Kemarilah,” katanya dengan suara lembut, membuatku melihat kembali ke matanya. Aku kemudian berdiri dari sofa sa
Aku langsung memeluk nenekku saat pria itu melepaskanku dari cengkeramannya. “Vincent Gray, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini," kata pria itu menatap mata bosku."Mengapa kamu ada disini?” bosku bertanya, menatap mata pria itu dengan tatapan dingin. Pria itu tersenyum pada bosku, lalu dia mengalihkan pandangannya ke wajahku. “Gadis ini berutang uang pada bos kami. Kami di sini untuk menagih hutang tersebut,” katanya sambil menunjuk ke arahku. Aku menatap mata bosku dengan wajah memohon saat mata kami bertemu. Aku memohon padanya untuk membantu kami. "Apakah Anda mengenal mereka?” tanya pria itu kepada bosku.Bosku mengalihkan pandangannya dari mataku ke mata pria itu. "Gadis itu milikku." Kedua pria itu tertawa setelah mendengar apa yang dikatakan bosku. Pria dengan pisau di tangannya kemudian berkata kepada bosku, “Karena gadis ini milikmu, maka kamu pasti akan melunasi hutangnya. Benarkan Tuan Gray?” Pria
Aku sedang berada di dalam mobil sekarang dalam perjalanan menuju ke rumah nenekku. Air mata mengalir di pipiku, membaca buku harian ibuku di tanganku. Bosku, yang duduk di sebelahku di kursi belakang, menatapku dengan mata sedihnya begitu juga dengan Carson, yang duduk di sebelah pengemudi, dia juga bersedih untukku.Bosku telah memberi tahuku semua yang terjadi. Detektif yang dia sewa untuk menyelidiki pembunuh ibunya memberitahu bosku kalau pria yang membunuh ibunya bukanlah ayahku. Ibuku sedang hamil satu bulan ketika dia menikah dengan pria itu. Ibuku menyembunyikan kehamilannya dari pria itu sehingga pria itu tidak tahu kalau ibuku sedang mengandungku.Ayahku adalah teman sekolah ibuku, dan mereka telah saling mencintai sejak lama. Nama ayahku adalah Drew Scott dan nama ibuku adalah Eliza Violet.Pembunuh itu sangat mencintai ibuku sampai tergila-gila padanya. Dia membunuh ayahku, dan dia juga membunuh sahabat baik ibuku. Ibuku sangat takut dan sangat
Sekarang sudah malam. Bosku terus menemaniku duduk di kursi di sebelah tempat tidur dimana aku sedang berbaring. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku maupun mulutnya. Kami berdua terdiam dengan air mata memenuhi mata kami. Aku terus mengatakan pada diriku untuk tabah dan menerima takdir ini. Aku telah kehilangan bayiku untuk selamanya dan tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku harus tetap tegar meski hatiku berduka dan menangis. Bosku mengangkat kepalanya melihat ke wajahku saat aku menyeka air mata yang menetes di pipiku. “Angela…” Suara sedihnya memecah kesunyian, membuatku menatap ke matanya. “Kumohon... maafkan aku,” katanya. Aku bisa melihat kesedihan dan penyesalan yang mendalam di matanya. Aku kemudian menghindari tatapan matanya, melihat ke depanku. “Aku tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Saat itu aku sangat marah sehingga aku tidak bisa berpikir dengan akal sehatku. Aku tidak akan mengatakan itu jika aku tahu kamu sedang menga
Vincent mengikat kembali ikat pinggang baju tidurnya lalu dia menghela nafas sambil memejamkan matanya. Dia sangat sedih. Dia tidak pernah ingin menyakiti Bianca dan membuatnya menangis. Dia tiba-tiba membuka matanya saat kecemasan menguasai dirinya. Dia takut dan khawatir kalau Bianca akan mencoba bunuh diri lagi. Dia segera berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya menuju ke kamar Bianca.****** Bianca menangis sambil duduk di atas tempat tidur berbicara di telepon dengan Ivy. “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku sudah mencoba merayunya. Aku sudah melakukan segalanya, tetapi dia masih tidak menginginkanku.” Dia terdiam sejenak, mendengarkan kata-kata Ivy. “Gak mau! Aku gak mau pura-pura bunuh diri lagi. Rasanya sakit banget tau!” katanya dengan ketakutan. Kemarahan tiba-tiba memenuhi matanya, lalu dia berkata, “Gadis jalang itu! Ini semua salah dia. Aku benci banget sama dia! Aku bakal bikin dia menderita.”Mata Bianca tib
Bianca dan aku saat ini sedang duduk di sofa di bar hotel milik bosku. Kami duduk saling berhadapan.Tempat ini begitu indah dan mewah. Bar ini bergaya modern, dengan lampu bersinar keemasan menerangi seluruh ruangan. Aku bisa melihat pemandangan malam yang indah dari jendela kaca di dalam ruangan ini.Bianca terus menatapku dengan kebencian di matanya. Aku berpura-pura tidak melihatnya sambil terus melihat ke luar jendela di sebelah kiriku. Dia mengenakan gaun pendek merah sementara aku mengenakan gaun pendek hitam. Dia sangat cantik sehingga membuat semua orang yang ada di sini terpesona melihatnya.Aku menoleh melihatnya saat dia tiba-tiba berdiri dari sofa dengan senyum manis di wajahnya, melihat ke arah depannya. Aku lalu melihat ke arah yang dia lihat dan aku melihat bosku sedang berjalan ke arah kami dan berdiri di depan kami. Bosku sangat tampan dan seksi memakai setelan jas hitamnya.“Vincent, kenapa kamu terus sibuk seharian? Kamu memb
Kami semua sekarang sedang berada di dalam pesawat milik bosku dan sedang makan siang. Sejak kami berada di sini satu jam yang lalu, Bianca terus bersikap manja pada bosku. Dia meminta untuk duduk di sebelahnya. Dia terus menyentuhnya, memeluknya. Bosku tidak bisa menolaknya dan hanya bisa membiarkan dia melakukan apa pun yang dia mau kepadanya. Carson dan aku, yang duduk bersebelahan, terus menatap ke arah Bianca dengan wajah marah kami. Kami benar-benar sudah tidak tahan lagi melihat perilakunya. “Aku sangat membencinya. Aku berharap aku bisa mengubahnya menjadi kutu dan mengirimnya ke bulan sekarang,” kata Carson.Aku mengangguk dengan setuju. Carson lalu mengalihkan pandangannya, menatap ke mataku. “Saatnya untuk memberikan ular itu pelajaran,” katanya, lalu dia berbisik di telingaku. Dia mengatakan kepadaku apa yang harus aku lakukan. Kami kemudian saling menatap dengan senyum jahat di wajah kami. Aku kemudian menoleh ke arah bosku. Aku te