Di luar ruangan kini Lunar berdiri, menunggu dua orang pria yang masih berbicara di dalam ruangan. Dia memperhatikan sekeliling yang setiap sudutnya memiliki nilai estetika tersendiri, tidak lagi terkejut kalau pria yang akan menikah dengannya adalah orang kaya karena dia saat ini sedang berurusan dengan pebisnis besar di kota tempat dia tinggal. Apalagi sejak tadi pemandangan yang disuguhkan membuatnya tercengang berulang kali. Dia pernah mendatangi rumah Nico yang juga mewah, tetapi apa yang dilihat sekarang jauh lebih mewah.
Dari kaca luar ruangan itu, dia memperhatikan bagaimana Arkan seperti memprotesi keputusan yang dibuat. Memang mereka tidak mengenal sama sekali dan menikah dalam keadaan yang seperti itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima, kecuali dia yang membutuhkan tempat tinggal. Mau tidak mau dia harus membuang harga diri dengan memohon untuk tidak diusir.
Lama memandang baru dia sadar setelah perhatian teralih. Penampilannya! Dia merapikan penampilannya yang tampak di pantulan kaca. Rambut yang berantakan, riasan yang luntur, keringat di mana-mana, dan telapak kaki yang sejak pergi dari hotel tidak lagi memakai alas. Pantas saja dia dianggap orang gila karena apa yang dia lihat saat masih berada di ruang rias sungguh berbeda dari yang sekarang.
Suara tawa kecil terdengar dari pria yang sejak tadi berdiri di depan pintu. Pria itu adalah orang yang mengemudikan mobil tadi. Tawa langsung berhenti saat pintu terbuka dan membuat pria tersebut cepat beranjak, menepi sambil menunduk hormat pada mereka yang baru saja keluar, spontan Lunar juga ikut melakukan hal yang sama karena berpikir kalau dia yang meminta tempat tinggal harus menghormati orang yang akan memberikan tempat tinggal.
Hanya sepasang kaki saja yang pergi melesat dengan cepat, sedangkan sepasang kaki lagi tidak lagi melangkah. Lunar mengangkat sedikit kepalanya agar bisa melihat siapa yang pergi di antara dua pria itu. Tanpa direncanakan dia langsung bertemu tatap dengan Arkan, membuatnya langsung menundukkan kepala. Ekspresi wajah Arkan tetap saja tidak bersahabat.
"Ikuti aku."
Lunar mengangkat kepalanya dengan cepat. Apa Arkan tadi berbicara dengannya? Dia melirik pria yang tidak lagi menunduk di sampingnya. Sebuah anggukan seolah mengatakan kalau dia harus mengikuti Arkan. Ragu-ragu dia menoleh ke arah Arkan yang sudah jauh punggungnya, lantas dia berlari menyusul pria tersebut dan berjalan di belakang.
Mereka sampai di sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat tempat tidur. Arkan tidak melangkah lebih jauh dan sengaja membiarkan Lunar masuk lebih dulu. Setelah itu, pintu ditutup agar mereka bisa mendapatkan tempat untuk berbicara secara empat mata. Lunar yang masih memperhatikan sekeliling tidak sadar akan bahaya yang sedang mengancam.
Lunar sadar setelah Arkan berada di dekatnya dan membuat dia harus menatap ke arah lain ketika tatapan mereka bertemu. Entah kenapa, dia merasa tersudut oleh pria yang tidak menunjukkan keramahan sedikit pun. Dia seperti sedang berhadapan dengan penjahat yang menakutkan. Langkahnya sedikit mundur untuk membuat pertahanan diri.
"K-kita tidak perlu menikah. Aku bisa jadi pelayan saja di rumah ini. C-cukup memberikan aku tempat tinggal saja sampai waktuku untuk pergi tiba." Pada akhirnya, Lunar memberanikan diri untuk berbicara.
Arkan mengembuskan napasnya lambat-lambat, lalu memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Dia sama sekali tidak melepaskan tatapan dari Lunar yang tersudut seperti seekor kucing kecil. Siapa yang menyukai rencana yang kacau? Dia memang membenci hal itu, tetapi tidak pula harus berlama-lama menyulitkan diri dengan merasakan kebencian.
"Kita akan menikah secepatnya. Sampai satu tahun nanti, kita akan berpisah. Selama itu, lebih baik kau tidak mengubah rencanaku lagi."
Lunar menatap wajah yang tidak lagi menunjukkan ekspresi kemarahan. Namun, apa yang dikatakan Arkan barusan adalah menikah. Apa mereka benar-benar akan menikah? Itu jelas bukan berada pada jalur rencananya yang ingin kabur dari pernikahan karena Nico yang berkhianat. Di sini, dia terjebak dalam pernikahan lainnya yang mana membuatnya tidak bisa menghindar. Apakah ini merupakan karma karena dia menentang keputusan orangtuanya?
"Kita tidak perlu menikah. Aku bisa menjadi pelayan di rumah ini untuk satu tahun ke depan." Lunar mengulang permintaan yang menjadi penolakan atas pernikahan untuk ke-dua kalinya, tidak lagi bercampur dengan kegugupan seperti tadi.
Arkan mengangkat dagu wanita itu dengan telunjuk sehingga membuat mereka bisa menatap jelas bersama jarak yang dekat dari sebelumnya. "Kau tidak mengerti ucapanku? Jangan mengubah rencanaku lagi dengan rencana yang kau punya. Cukup duduk diam dan ikuti rencanaku." Dia memperhatikan penampilan Lunar yang bisa dia pandang sekilas. "Bersihkan dirimu yang bau dan kotor."
Lunar hanya menatap bagaimana Arkan membalikkan badan, lalu pergi dari ruangan meninggalkan dia seorang diri. Dia tidak membantah kalau tubuhnya memang dipenuhi keringat untuk berkeliaran. Mungkin sebelum mengetahui bagaimana penampilannya, dia bisa berbangga diri dengan mengatakan kalau orang gila sebenarnya adalah Arkan. Sekarang setelah menyadari apa yang dilihatnya di kaca tadi, dia tidak bisa mendebat Arkan yang mengatakan kalau dia bau dan kotor.
Lunar menghampiri sebuah pintu yang terdapat di kamar itu. Seperti perkiraan pintu yang dibuka adalah pintu kamar mandi. Dia tidak langsung masuk ke dalamnya karena ingin mencari pakaian ganti terlebih dahulu. Tidak mungkin setelah mandi dia memakai pakaian yang sama. Lemari yang ada di dalam kamar dihampiri dan dibuka pintunya. Tidak disangka isi lemari penuh akan pakaian, terlebih lengkap dengan pakaian dalam.
Semua yang dilihat saat ini membuatnya teringat akan apa yang ditemukannya di dalam koper. Dia menelan ludahnya sendiri membayangkan segala kemungkinan yang terjadi. Keberadaannya di rumah besar ini bukanlah akibat perangkap Arkan, bukan? Dia bukan wanita yang dipersiapkan untuk dijual atau semacamnya, bukan?
Seperti informasi yang dia dapatkan, pebisnis seperti Arkan tidak memiliki saudara perempuan. Arkan adalah anak tunggal di dalam keluarga Grey. Apa Royal Grey memiliki bisnis terselubung di belakang bisnis yang mereka miliki? Mungkinkah dia berada dalam bahaya sekarang? Oh, tidak! Dia harus segera pergi dari rumah ini jika hal itu benar adanya.
Sebelum itu, dia harus membersihkan diri lebih dahulu karena tidak mungkin pergi dalam keadaan buruk seperti saat sekarang. Sehelai pakaian yang menggantung diambil, lalu diletakkan di atas ranjang. Dia membuka gaun pengantin yang sudah tidak lagi rapi. Menjatuhkannya begitu saja di lantai tanpa memungutnya kembali. Hanya menyisakan pakaian dalam, dia masuk ke dalam kamar mandi.
Di dalam sana, Lunar menenangkan diri dan menyegarkan pikiran, menyusun rencana bagaimana dia harus pergi dari bisnis terselubung. Pokoknya dia tidak boleh terjebak dalam perangkap jahat tersebut. Tidak masuk akal jika orang kaya seperti mereka menginginkan dia yang mana hanya seorang wanita biasa untuk dijadikan sebagai anggota keluarga Grey. Apalagi dia akan menikah dengan pewaris satu-satunya Royal Grey.
Dia keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk menutupi tubuh. Baru saja membalikkan badan setelah pintu ditutup, dia harus dibuat terkejut oleh kehadiran Arkan yang duduk di tepi ranjang. Bergegas dia menutupi bahu yang terbuka seluruhnya dengan menyilangkan tangan. Langkahnya mundur kembali sampai ke tepi pintu dalam keadaan mulut yang masih menganga. Pembicaraan mereka telah selesai, lalu untuk apa Arkan kembali? Apakah pria itu akan memulai rencana untuk menjualnya? Bukankah itu terlalu cepat? Bahkan dia masih belum mengenakan apa pun sebelum dibawa pergi.
"Siapa yang mengizinkanmu mengambil pakaian dari dalam lemari?"
Lunar melemaskan tangan yang menyilang karena perhatiannya teralih akan topik yang dibahas. "Bukankah itu untukku? M-maksudku, pakaian itu ada di dalam lemari dan bukankah kau membawaku ke kamar ini untuk aku tempati? Itu berarti semua yang ada di dalam kamar ini bisa aku gunakan, bukan?" Dia langsung menyanggah pikirannya sendiri yang menyetujui kalau dia ingin dijual.
Tangan yang lemas berubah erat cengkeramannya saat Arkan menghampiri. Tatapannya tidak dilepaskan untuk memastikan kalau Arkan tidak melihat ke arah yang tidak seharusnya dilihat. Dia tidak rela jika tubuhnya dilihat pria yang ingin menjualnya. Tidak! Dia tidak akan membiarkan pria mana pun melihat dirinya, terutama Arkan.
"Semua yang ada di dalam ruangan ini adalah milik Raya dan aku tidak mengizinkanmu menggunakan apa pun yang menjadi kepunyaan Raya."
"R-raya?" Lunar menyadarkan diri dengan cepat sebelum meloloskan pertanyaan yang semakin membingungkan. "Lalu, untuk apa kau membawaku ke kamar ini?"
"Untuk ... berbicara denganmu karena hanya di kamar ini aku bisa tenang, " ucap Arkan sedikit goyah karena dia membahas perihal dirinya pada orang asing, sesuatu yang tidak bisa diucapkannya dengan mudah.
Lunar menganggukkan kepala mengerti sekarang. Jadi, dia salah paham mengenai bisnis terselubung di Royal Grey. Dia tidak akan dijual seperti apa yang dipikirkannya tadi. Terlebih dari itu, dia berada di kamar seseorang yang bernama Raya. Tentu saja dia tidak peduli siapa Raya karena dia sama sekali tidak ingin ikut campur dalam urusan pria yang hanya akan hidup satu tahun bersamanya. Itu pun mereka akan menjadi orang asing seperti kesepakatan yang telah dibuat karena interaksi hanya diperlukan di depan orang-orang saja. Tidak ada kewajiban bagi mereka untuk dekat selama itu.
"Sepertinya Raya adalah orang yang sangat berarti bagimu, Arkan. Baiklah,"—Lunar meletakkan kedua belah tangan di pinggang sambil menatap lurus dengan penuh keberanian—"Aku tidak akan menggunakan apa pun yang menjadi milik Raya. Sekarang apa kau bisa menunjukkan di mana tempat untukku bisa beristirahat? Karena aku akan menjadi istrimu sebentar lagi dengan kesepakatan, kau akan menyediakan tempat tinggal dan segala kebutuhanku."
Arkan menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti pada wanita yang seharusnya menjadi pusat permasalahan dalam hidupnya. Dia memang menikahi Lunar agar tidak ada berita buruk mengenai hubungan mereka, keuntungannya Lunar akan mendapatkan tempat tinggal dan segala kebutuhan sebagai calon anggota keluarga Grey. Tidak disangka jika Lunar sangat berani dengan mengatakan kejelasan itu secara terus terang tanpa ada rasa malu sama sekali. Lebih menyedihkannya lagi dia tidak bisa menolak perkataan itu.
"Kalau begitu biarkan aku mengantarmu," ucap Arkan kemudian menyeringai.
Lunar membeliak saat lengannya ditarik dan dia dibawa keluar ruangan dengan hanya mengenakan handuk. Ada banyak pelayan di lorong rumah itu dan semua menatap ke arahnya. Sungguh, pria yang sangat menjengkelkan! Tidak bisakah Arkan memberikannya pakaian terlebih dahulu sebelum mereka keluar dari ruangan?
***
Arkan menanti dalam keadaan gelisah di dalam mobil. Usai rencana pernikahannya dengan Lunar diumumkan, dia langsung mendapatkan kabar kalau Raya akan kembali. Hari ini bertepatan pada tanggal mereka akan bertemu untuk memberikan kejutan pada semua orang mengenai hubungan mereka, tetapi rencana itu berputar balik menjadi apa yang tidak mereka harapkan. Pasti Raya tidak akan memaafkan keputusan yang harus dilakukannya.
Dia membiarkan sekretaris Ham yang menunggu di luar karena untuk saat ini dia tidak boleh berada di tempat umum bersama wanita lain. Bisa-bisa keadaan menjadi semakin buruk dengan dia yang memiliki hubungan dengan banyak wanita. Sungguh. Kenapa menjadi ahli waris sesulit ini? Dia tidak pernah menginginkannya, tetapi apa yang harus dilakukan jika sang ayah memintanya?
Pikiran teralih saat mendapati sekretaris Ham berjalan mendekati mobil. Di sana dia juga melihat ada Raya, wanita yang sangat dirindukannya. Dia membukakan pintu kabin dalam keadaan tetap berada di dalam. Senyuman tidak bisa terelakkan mengembang di detik-detik Raya yang berhenti duduk di sampingnya.
Tampak Raya melepaskan topi dan juga kacamata yang masih terpasang tadinya. Mereka saling bertatapan setelah itu tanpa dia bisa mengeluarkan kata-kata. Dari ekspresi yang dia lihat sepertinya Raya benar-benar sudah mengetahui berita yang tersebar. Kalau tidak suasana tidak akan tegang seperti saat sekarang yang mana sangat berbeda dengan pertemuan mereka sebelumnya.
Arkan yang ingin memeluk harus berhenti niatnya karena tangannya ditepis. "Maafkan aku." Lirihnya tidak mampu memandang Raya lebih lama. Dia sudah menyakiti wanita yang dia cintai dan sekarang apakah pemutus rindu adalah sesuatu yang tidak pantas untuk diterima? Betapa dia ingin memeluk Raya dan menyatakan bagaimana rasa rindunya saat ini.
"Kau mengkhianatiku, Arkan."
Arkan tertunduk lesu tidak dapat membantah bagaimana kesakitan yang dirasakan kekasihnya itu. Dia memang sudah mengkhianati hubungan mereka dengan memilih untuk menikah dengan wanita lain, walaupun itu semua hanya pernikahan palsu. Untuk satu tahun ke depan dia tidak bisa bersama dengan Raya. Hal itu menjadi daftar penyesalan yang dia punya. Bagaimana dia harus menjelaskan apa yang terjadi pada Raya?
Dia seperti seorang pria yang tidak memiliki kemampuan apa-apa saat ini. Hanya bisa tunduk pada keputusan sang ayah tanpa bisa membantah. Kalau bisa dia ingin kabur bersama Raya agar mereka bisa terus bersama, tetapi hal itu hanya berakhir pada angan-angan saja karena kehidupannya tidak bisa bertumpu pada seorang wanita. Tanpa kekayaan ayahnya, dia adalah sesuatu yang tidak bernilai.
"Kau tidak berniat untuk menjelaskannya?"
Arkan mengangkat kepala yang menunduk setelah lamunannya dibuyarkan. Tentu saja dia harus menjelaskan situasi yang terjadi agar kesalahpahaman di dalam hubungan mereka bisa diluruskan. "A-aku sungguh tidak tahu bagaimana Lunar bisa berada di dalam bagasi mobilku." Dia berhenti bicara karena merasa apa yang dikatakan terlihat seperti sesuatu yang tidak masuk akal. Tiba-tiba seorang wanita berada di dalam bagasi mobil? Bagaimana Raya bisa percaya akan hal itu? "Lunar membuat kekacauan dan mengharuskan kami untuk menikah."
"Kekacauan?" Raya sedikit menjeda kata-katanya. "Kau tidak menghamilinya, bukan?"
"Tentu tidak!" Tanpa sadar Arkan meninggikan suara dan seketika dia menurunkan kembali nada suaranya, "Aku tidak mengenali wanita itu sama sekali. Dia tiba-tiba saja datang ke hidupku dan membuat kekacauan." Raya mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan penjelasan yang semakin berbelit-belit. "Baiklah. Kau sekarang sedang membahas wanita yang bernama Lunar." Melihat anggukan dari Arkan membuatnya bisa mencerna penjelasan satu persatu. "Lunar tiba-tiba datang dalam kehidupanmu, membuat kekacauan di dalam hubungan kita, dan kau memutuskan untuk menikah dengannya. " Satu anggukan lagi dia terima dan setelah itu kebingungan menghampiri. "Kau berselingkuh di belakangku?" Ucapnya mengambil kesimpulan atas tindakan Arkan. Arkan langsung merangkul Raya yang sudah menjatuhkan air mata. "Aku tidak berselingkuh di belakangmu." Mengusap rambut wanita itu untuk menenangkan tangisan. "Hanya satu tahun saja pernikahan ini akan berlangsung. Setelah itu aku dan Lunar akan segera berpisah." Ra
Lunar mengikuti ke mana arah kaki pria yang membawanya menuju tempat tinggal baru. Dia berada di antara dua pria yang tinggi semampai. Di lorong sepi itu mereka bertiga berjalan dengan Arkan sebagai pemandunya. Di belakang ada Sekretaris Ham menggeret koper bernuansa gelap yang tidak diketahui apa isinya. Karpet merah yang dijajakinya sejak tadi menjadi penyambut kedatangannya. Entah mengapa dia merasa sedikit sedih karena harus berada di apartemen seorang diri. Biar bagaimanapun, dia yang tinggal bersama keluarganya selalu memiliki teman untuk diajak bicara. Pembahasan yang terjadi pasti selalu mengenai kapan dia akan mendapatkan pekerjaan atau membahas mengenai pernikahan. Seharusnya dia tidak merindukan pembahasan yang enggan untuk dihadapi itu. Mungkin pula dia hanya merindukan kedua orangtuanya. “Untuk ke depannya, kau akan tinggal di sini.” Lunar memandangi koper yang dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sudah dibuka pintunya. Dia tidak langsung menggubris ucapan Arkan da
Apa kecurigaannya benar bahwa Sekretaris Ham menyukai Lunar? Mungkinkah Sekretaris Ham memiliki obsesi yang tidak sehat, karena memberikan gaun tidur yang begitu terbuka secara diam-diam? Arkan tidak pernah mengetahui bagaimana kehidupan percintaan sang sekretaris, termasuk karakter wanita yang disukai. Dia juga tidak menanyakan apa-apa soal itu. Melalui kejadian Lunar, dia berpendapat bahwa sekretarisnya memiliki selera yang ekstrem mengenai hubungan asmara. “Kau membelikan gaun tidur untuk Lunar?” Sekretaris Ham menegakkan kepala, mengerutkan dahi. Gaun tidur? Apa yang dibicarakan atasannya saat ini? pikirnya. Kerutan dalam itu memudar setelah sadar akan apa yang dibicarakan. Dia memang memasukkan gaun tidur ke dalam koper saat mereka pergi membeli pakaian untuk Lunar. “Ya, Tuan." Arkan mengernyitkan alis dalam-dalam. “Kenapa? Aku tidak pernah memintamu untuk membelikannya. Apa kau menyukai Lunar dan ingin melihatnya mengenakan gaun tidur itu?” Sekretaris Ham menggelengkan kepa
Lunar menoleh ke asal suara dan dia langsung membalikkan badan memunggungi kamar mandi. Tadi, dia sedikit terpekik melihat Arkan yang setengah telanjang. Dia tidak mengira kalau Arkan benar-benar berada di dalam kamar mandi, karena tidak ada suara air yang terdengar sama sekali. “Aku bertanya, apa yang sedang kau lakukan?” Suara yang terdengar dekat membuat Lunar kewalahan. Dari ekor matanya, dia melihat kalau Arkan kini berdiri di sampingnya. “Kita berbicara nanti saja setelah kau berpakaian.” Lunar yang hendak melangkah digenggam tangannya dan membuat mereka saling berpandangan. “A-ada yang perlu aku bicarakan padamu, tapi nanti saja. Aku akan menunggumu di luar.” “Kita bicarakan sekarang.” Pegangan di tangan Lunar dilepaskan, Arkan duduk di kaki ranjang menanti apa yang ingin dibicarakan padanya. Lunar menghela napas dengan berat. “Tidak bisakah kau berpakaian lebih dulu? Kita akan berbicara nanti setelah kau tidak memamerkan otot yang kau punya.” “Aku lebih suka memamerkannya
Sora tercengang memandangi ponsel keluaran terbaru yang disodorkan. Ponsel itu bahkan belum diperjualbelikan di tempat mereka tinggal. Namun, Lunar sudah mendapatkannya lebih dulu. Beruntung sekali adiknya itu menikah dengan pria tampan, kaya, dan lebih utama yaitu masih muda. Berbanding terbalik dengannya yang harus setiap hari menghabiskan waktu bersama pria berumur. Sejumlah nomor diketik pada ponsel. Dia sengaja tidak memberikan nomor kedua orangtua mereka. Pokoknya, apa pun yang ingin disampaikan harus melalui dia terlebih dahulu. “Aku hanya menyimpan nomorku. Apa pun yang akan kau katakan pada orangtua kita, kau harus memberitahukannya padaku terlebih dahulu, karena aku tidak ingin ada yang pingsan lagi karenamu.” Lunar semakin sedih mendengar kekecewaan yang mendalam. Di dalam hati, dia meminta maaf pada orangtuanya. Tidak ada yang bisa dilakukan sampai pernikahan yang dijalaninya saat ini usai. Selama itu; dia harus bersikap di depan semua orang kalau dia adalah istrinya Ark
“Tidak, Raya. Aku tidak ingin mengambil risiko seperti seorang penggemar yang menyusup ke dalam apartemenmu. Tinggallah di sini karena rumahku sangat aman untuk kau tempati." Raya tidak membantah perkataan yang membuatnya kembali mengingat kejadian di mana seorang penggemar menyusup untuk bertemu dengannya. Saat itu, adalah kejadian mengerikan baginya sehingga membuat mereka memutuskan agar dirinya tinggal di rumah Arkan, tempat yang baginya juga sangat nyaman untuk ditinggali. "Baiklah." Arkan tahu kalau Raya berusaha menahan kesedihan, tetapi apa yang bisa dia lakukan? Ragu-ragu dia memeluk kekasihnya, mungkin dengan begitu bisa mengurangi kesedihan Raya. Pun dengan dia yang juga merasakan kesedihan itu karena biar bagaimanapun, Raya sudah mengisi hari-harinya. Usai pelukan perpisahan, Arkan pergi dari rumah tanpa Raya yang mengantarkan. Dia berhenti sejenak ketika hendak meraih gagang pintu kabin. Perasaannya campur aduk jika mengingat lagi apa yang terjadi di dalam mobil, sema
Sampai di kantor pun, Arkan masih tidak bisa menyingkirkan wanita yang berkeliaran di pikirannya, bahkan ketika sudah beranjak malam. Dia masih di kantor, tidak berniat pulang dan mengharuskan dia bertatap muka dengan Lunar. Dia ingin melupakan bayangan Lunar untuk selamanya terlebih dahulu. "Semua pekerjaan telah selesai. Apa ... kita tidak akan pulang?" tanya Sekretaris Ham yang masih setia menemani itu. "Bagaimana aku bisa kembali jika Lunar masih ada di apartemen?" Biasanya Sekretaris Ham yang akan menyingkirkan penghalang Arkan, tetapi kali ini tidak bisa. Dia tidak bisa menyingkirkan istri atasannya sendiri, bukan? "Saya tidak bisa melakukan apa-apa pada nyonya Lunar, Tuan." Arkan melirik sang sekretaris. "Aku juga tidak memintamu untuk melakukan apa-apa pada Lunar." Arkan mengembuskan napas panjang. "Bagaimana dengan keadaan Raya? Aku sama sekali tidak mendapatkan kabar apa pun darinya." Sekretaris Ham terdiam mengingat apa yang terjadi ketika dia mendapatkan pesan untuk
Lunar membuka pintu apartemen yang berbunyi belnya. Tanpa pikir panjang, dia langsung membuka pintu. Tamu yang datang ternyata adalah ibunya. Dia mempersilakan ibunya masuk ke apartemen, lalu dengan kecemasan yang masih meliputi dia mengambilkan minuman beserta camilan sebagai sambutan. Dia duduk bersama ibunya tanpa berani mengangkat kepala. Pada akhirnya, dia bersuara juga karena terpikirkan kesalahan yang sudah dibuat. "Maaf, Ibu." "Kau sangat merepotkan." Ucapan sang ibu membuat Lunar semakin menundukkan kepala. Dia tidak sepenuhnya menyesal, tetapi di balik itu dia juga merasa bersalah karena merepotkan kedua orangtua. Suara helaan napas panjang terdengar. "Kau tidak tahu betapa malunya kami di hadapan semua orang karena kaburnya dirimu di acara pernikahan. Ayahmu sampai sakit karena hal itu." Lunar langsung mengangkat kepala. "Ayah sakit?" Sebelum keluarganya datang ke apartemen, mereka sempat berbicara melalui telepon. Tidak ada dari mereka yang mengatakan bagaimana kondis
Lunar berubah pikiran. Dia membalikkan badan, kemudian dia menjewer telinga Arkan dan menyeret suaminya itu pergi bersamanya. Berbeda dengan Raya yang tidak ingin melihat Sekretaris Ham. Dua wanita itu memilih untuk membiarkan mereka tidur terpisah dengan sang suami. Sebelum pergi ke penginapan, Lunar sempat memarahi para wanita yang tidak memulangkan putrinya, padahal sudah jelas mereka terpisah. Para wanita itu merasa bersalah, tetapi dia juga menyalahkan Lunar yang lalai mengawasi anak. Mereka berdebat panjang dan dilerai oleh penjaga pantai. Penjaga pantai berkata akan memberikan pengarahan pada para wanita itu agar ke depannya tidak terjadi hal yang sama. Dia juga memohon agar Lunar tetap memperhatikan anaknya selama di pantai. Kasus kehilangan Elya selesai sampai di sana. Sekarang beralih pada kasus kedua di mana Arkan dan Sekretaris Ham harus berusaha keras untuk membujuk istri mereka supaya tidak marah lagi. Namun, tidak mudah seperti yang dibayangkan. Dalam satu lorong, Ar
Sesampainya di pantai, sungguh di luar dugaan melihat Lunar memakai handuk di tengah hawa yang panas ini. Wanita itu sepertinya akan masak, ditambah keringat yang terlihat sangat banyak. "Lunar, kau tidak kepanasan?" tanya Raya. Dia saja harus beradu argumen dengan suaminya sebelum berangkat, lalu mendapatkan toleransi untuk mengenakan pakaian yang memperlihatkan perutnya. Lunar menurunkan kacamata hitamnya, lalu menemukan pasangan yang sudah menikah baru saja datang. Mereka memang berada di bawah payung lebar, tapi hawa panas masih jelas terasa di tepi pantai. "Tanyakan saja pada Arkan." Arkan tersenyum dengan bangga karena dia sudah berhasil melindungi sang istri dari mata para pria. Dia memang sensitif soal pakaian wanita, saat bersama Raya menoleransinya sebagai pekerjaan, meskipun mereka juga sempat berdebat sebelumnya. Ternyata ada yang lebih parah dari Sekretaris Ham. "Kami rasa tidak perlu menanyakannya lagi," ucap Raya, dibenarkan oleh Sekretaris Ham, karena mereka tentu
Sekretaris Ham membuka bagasi mobil, meletakkan koper. Tidak lama setelah itu, Raya muncul penuh semangat dengan topi pantainya dan gaun di bawah lutut yang tampak santai. Raya berputar, membuat gaunnya mengembang. Saat itu, Sekretaris Ham segera berlutut untuk menutupnya. Dia tidak ingin orang lain melihat aset berharganya. Tahu akan hal itu, Raya langsung berhenti, menatap Sekretaris Ham yang berlutut sambil memegangi gaunnya. "Kau ini sedang apa?" Sekretaris Ham mengembuskan napas, lalu berdiri. "Orang lain akan melihat celana dalammu jika kau berputar begitu." Raya berpikir sesaat, lalu berkata, "Kita akan ke pantai, Sayang. Hal seperti ini bukan rahasia umum lagi. Kau juga akan melihat para wanita mengenakan bikini dan berjalan saat kau berselonjor. Jangan berpikir seperti orang lama, karena zaman sudah berkembang. Ok?" Sekretaris Ham menggelengkan kepala. "Berapa kali pun aku memikirkannya, itu tetap tidak benar. Aku tidak ingin tubuh istriku dilihat oleh pria lain." Sekre
Sekretaris Ham begitu gugup, tidak pernah membayangkan kalau dia akan mencapai sesuatu yang bahkan rasanya mustahil. Dia akan menikah dengan wanita yang hanya disukainya secara diam-diam selama hitungan tahun. Selain itu, Raya bagaikan permata yang tidak semua orang dapat miliki. Dia beruntung. "Ternyata kau berkhianat di belakangku selama ini." Sekretaris Ham menolehkan kepala, menemukan Arkan datang bersama Lunar dengan perut besar dan juga seorang anak perempuan. Gadis mungil yang tersenyum cerah padanya adalah anak pertama bosnya, sedangkan Lunar sedang hamil anak kedua sekarang. "Kau diam-diam menyukai Raya di belakangku ketika kami masih menjalin hubungan. Kenapa aku tidak mengetahuinya sama sekali, ya? Dan sekarang kau mengambil kesempatan di saat aku sudah melepaskannya. Kata apa yang baik untuk menyebutkan tindakanmu? Pengkhianatan?" "Anda juga berkhianat di belakang nona Raya dan perlu saya tegaskan kalau saya tidak merebutnya, jadi saya tidak berkhianat pada bos sendiri.
Sekretaris Ham kesulitan membawa barang-barang dalam jumlah yang sangat banyak. Dia tidak mengeluh soal itu, karena semua demi wanita pujaan hati. Langka sekali melihat Raya bisa berekspresi dengan bebas seperti sekarang. Setelah menyatakan perasaan pada Raya, mereka jadi sering jalan bersama. Pastinya selesai Sekretaris Ham bekerja dan tidak jarang mencuri kesempatan untuk bertemu. Perusahaan seperti ditebarkan bunga-bunga setiap hari, karena baik Arkan mau pun Sekretaris Ham tidak berhenti memikirkan seorang wanita di benak masing-masing. Pekerjaan jadi lebih cepat prosesnya ketika mengharapkan waktu yang banyak untuk pertemuan dengan kekasih hati. "Sekretaris Ham, bagaimana menurutmu yang ini?" Sekretaris Ham memperhatikan bagaimana indahnya kaki Raya saat mengenakan high heels. Tentu bukan hanya sekali dia memperhatikan hal itu, siapa saja akan mengatakan kalau Raya sangat cantik dengan kulit bersih bersinarnya. "Cantik," ucap Sekretaris Ham. Namun, komentar itu tidak membuat
Suara gerakan di atas ranjang berpadu dengan desahan yang begitu panjang. Tubuh mereka sudah dipenuhi keringat yang banyak. Percintaan sudah dilakukan berulang kali, tetapi rasanya mereka tidak pernah puas untuk saling memiliki. "Pelan-pelan," ucap Lunar dengan suara lirih. Mau tidak mau, Arkan harus melambatkan gerakannya. Dia sudah terbakar oleh hasrat dan tanpa sadar berbuat lebih dalam kondisi kehamilan istrinya. Meskipun intensitasnya pelan, tetapi dia terus mengerang. "Aku terpikirkan seafood saat ini." Lunar berkata dengan wajah yang sudah merona merah dan jeritan tertahan. Seketika suara riuh di dalam kamar terhenti. Arkan beringsut ke samping hingga terlentang. Tadi dia merasakan semangat yang luar biasa akan percintaan mereka, tetapi perkataan Lunar membuat dirinya seolah diguyur air dingin pada malam itu. Arkan melirik jam dinding sambil menghela napas panjang. "Ini sudah lewat tengah malam. Di mana aku akan menemukan seafood?" Lunar mencebik. "Aku menginginkannya seka
"Ini laporan keuangan beberapa bulan terakhir, Sir Arkan." Arkan meraih map berwarna biru gelap itu, lalu membuka lembaran di dalamnya. Dia mengusap bibir sembari membaca isinya dengan saksama. Tidak lama kemudian, dia menyelesaikan urusan membaca, lalu dia meletakkannya di meja. "Kerja bagus." Lunar mengerutkan dahi, merasa aneh lantaran laporan yang dia berikan dibaca begitu cepat, padahal butuh waktu lama baginya menyelesaikan laporan tersebut. "Apa Anda benar-benar membacanya?" Arkan menghampiri istrinya. Dia bersandar di tepi meja dan merangkul pinggang Lunar dengan lembut. "Tidak perlu bersikap formal padaku saat kita sedang berdua saja. Semua orang tahu kalau kau adalah istriku." Dia menyandarkan kepala di dada sang istri. "Baiklah, Arkan. Sekarang lepaskan aku. Jam kerja masih belum usai." Arkan cemberut kesal. Dia menengadahkan kepala tanpa membuat mereka menjauh. "Aku harus menemui klien nanti. Kita tidak bisa makan siang bersama." Lunar mengusap kepala suaminya lamba
Sekretaris Ham baru sadar dengan apa yang dia lakukan, memegangi kedua bahu Raya dan menatap mata wanita itu begitu dekat. Dia terbawa suasana setelah tadi begitu emosional, lantas membuat dia menarik diri untuk duduk di kursinya kembali. “M—maaf. Saya tidak bermaksud melakukan hal itu pada Anda. Hanya saja, perkataan saya serius bahwa saya tidak ingin Anda pergi menemui Sir Arkan.” “Itu tidak akan terjadi hari ini. Kau tenang saja. Aku perlu melakukan pemotretan dan sekarang sudah hampir waktunya. Kau bisa melajukan mobilnya kembali.” Sekretaris Ham menuruti keinginan Raya. Dia mengantarkan wanita itu menuju studio. Mereka berpisah dalam keadaan yang buruk, karena masing-masing merasa bahwa tadi adalah sikap paling emosional yang pernah diperlihatkan oleh mereka. Sejauh ini, mereka selalu bersenang-senang dan sekarang rasanya cukup janggal. Raya melirik mobil yang dikendarai Sekretaris Ham pergi begitu saja. “Ada apa dengannya? Kenapa begitu emosional? Aku hanya ingin bertemu, lal
Sekretaris Ham menawarkan diri untuk mengantarkan Raya ke studio. Dia sangat senang, karena Raya tidak menolak tawarannya. Apa bisa dikatakan kalau hubungan mereka semakin dekat? Di berniat untuk memberitahukan soal perasaannya, nanti ketika waktunya sudah tepat. Untuk sekarang, dia akan fokus dengan jalinan hubungan yang seperti ini ketimbang terburu-buru mendapatkan Raya. "Anda akan melakukan pemotretan dengan konsep apa hari ini?" "Hmm, mereka menyiapkan konsep peri di hutan. Ini adalah tayangan untuk sebuah iklan shampo." "Oh, Anda mendapatkan tawaran iklan sekarang?" "Aku selalu mendapatkannya, tapi jadwal yang padat membuat manajerku harus menolak banyak tawaran. Semua itu tidak mudah, karena kami harus memilah pekerjaan mana yang rasanya bisa diambil." "Anda memang sangat hebat. Fakta bahwa wanita karier yang sukses di samping saya membuat perasaan saya menjadi bangga." Raya tersenyum, berpikir untuk beberapa lama, kemudian berkata, "Jarang ada yang bangga padaku, karena