Beranda / Pernikahan / FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS! / BAB 1. Tuduhan Mas Gandung

Share

FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!
FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!
Penulis: BUNGA MAYANG

BAB 1. Tuduhan Mas Gandung

Penulis: BUNGA MAYANG
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Oh, jadi ini alasan kau datang ke acara pak Seno gak mau bareng aku?"

Suara mas Gandung terdengar setengah menuduh.

Aku yang baru saja pulang mengikuti acara syukuran tetangga yang berdekatan rumahnya dengan kami, sontak menoleh dan mengernyitkan dahi keheranan. Aku tadi memang bilang ke dia, akan berangkat bersama rombongan ibu-ibu komplek. Aku minta dia berangkat bersama rombongan bapak-bapak. Karena rumah pak Seno dekat, kami semua berjalan kaki.

"Emang kenapa, Mas?"

"Kenapa kenapa...kamu itu pura pura ga tahu dengan kelakuan kamu di acara tadi?"

Mulai nih, batinku. Aku tidak tahu apa yang mas Gandung tuduhkan, tapi aku jelas tahu kalau sudah begini tidak lain dan tidak bukan dia pasti sedang mode cemburu. Hanya saja kali ini aku tak tahu dia sedang cemburu ke siapa lagi. Karena selama satu tahun lebih aku hidup sama dia, sudah belasan lelaki yang dia cemburui dan dianggap bermain api denganku.

"Kenyataannya kan aku emang gak tahu dengan apa yang Mas omongkan sekarang," sanggahku.

"Kamu pikir aku gak tahu kelakuan kamu di acara tadi?"

Ucapan yang memang tak ku mengerti kembali dilontarkan mas Gandung.

"Ya Mas bilang aja, kelakuan aku yang mana, yang Mas maksud itu, biar aku lebih enak jawabnya, gak usah muter muter gitu!"

"Harusnya kamu itu tahu sendiri tanpa harus aku kasih tahu kelakuan kamu yang gak senonoh itu!"

Kali ini lebih detail lagi ucapannya.

Astaghfirullah, batinku mengelus dada. Kesabaranku selama setahun lebih sudah cukup teruji menghadapi setiap tuduhan perselingkuhan yang selalu dialontarkan. Sekian lama menjalani rumah tangga bersamanya, sudah belasan kali dia menuduhkan perselingkuhan yang tak pernah terbukti. Aku memilih masuk ke kamar dan tak mengindahkan omongan dia.

"Apa kamu gak malu berkelakuan seperti itu?"

Rupanya mas Gandung masih ingin memperpanjang masalah. Menyusulku ke kamar.

Aku diam saja. Meskipun jantung ini rasanya sudah berdegup kencang. Menghentak-hentak ingin meledak.

"Kurang ajar kamu tu ya."

Kali ini tangannya malah sudah menoyor keningku.

Astagfirullah, aku berdiri cepat setelah hampir terjengkang.

"Maksud Mas apa sih?" Aku masih berusaha bersabar.

"Justru aku yang harusnya nanya, maksud kamu apa bertautan kaki sama Geri di rumah pak Seno tadi?"

Hah! Tentu saja aku sangat terkejut dengan tuduhan mas Gandung yang tidak masuk akal itu. Seingatku aku tidak melakukan apa yang dia tuduhkan. Selama acara berlangsung, aku selalu bersama Bu Salma. Memang ada Geri di dekatku tapi posisi duduk dia mengarah ke depan, aku ke samping. Jadi darimana mas Gandung bisa menuduhkan hal seperti itu padaku.

"Masih gak mau ngaku? Atau sekarang sudah ingat kelakuan gak senonoh kamu tadi?"

Mas Gandung masih menyerangku dengan tuduhan fitnahmya.

"Selama acara, aku sama Bu Salma terus, bagaimana Mas bisa menuduh aku bertautan kaki sama Geri?" Aku berusaha membela diri karena memang tak merasa melakukan apa yang dia tuduhkan.

"Mataku ini masih waras, belum buta, jadi aku bisa melihat sendiri kakimu dan kaki dia itu bertautan."

Rasanya ingin ku lempar handphone yang saat ini kupegang ke muka laki laki berlabel suami yang selalu menuduh aku dengan fitnahnya itu. Bagaimana dia bisa sebegitu ngototnya menuduhkan perbuatan yang tak aku lakukan.

"Bukan sekali ini saja aku liat kalian selalu berduaan."

Mas Gandung kembali bicara karena aku masih diam.

Sebenarnya diamku bukan membenarkan tuduhannya, tapi karena aku merasa syok.

"Setiap kali ada acara di komplek ini, kalian berdua selalu mojok. Di acara tanding voly, di lapangan pun kalian selalu berdua. Ada acara karaoke di rumah pak RT pun, kalian selalu berdua. Apa kamu gak malu ngejar-ngejar suami orang?"

Hah! Ngejar-ngejar suami orang? Aku benar-benar di buat ternganga dengan tuduhan mas Gandung. Apalagi omongannya barusan seperti hasil sebuah investigasi.

"Jadi Mas nuduh aku ngejar-ngejar Geri gitu?" suaraku agak bergetar kali ini, karena amarah yang sedari tadi masih kutahan.

"Kenyataannya begitu."

Dengan entengnya mas Gandung menjawab.

Ya Tuhan, aku gak tahu lagi bagaimana bersikap. Ini bukan pertama kalinya mas Gandung menuduh aku melakukan perbuatan yang tak pernah kulakukan. Sudah belasan kali dan belasan lelaki yang dia sebut mempunyai hubungan gelap denganku.

"Oke, itu menurut Mas."

Sebenarnya terasa aneh jawabanku, karena tidak mewakili pikiran dan hatiku yang rasanya ingin meledakkan amarah yang tak terkira.

"Kalo menurut Mas, aku ini ngejar ngejar Geri, kenapa dari kemaren Mas gak menegur aku?"

"Aku masih ngumpulin bukti, sejauh mana hubungan kalian."

Apa? Bukti? Bukti seperti apa kalau hubungan aku dan Geri memang hanya sebatas tetangga saja.

"Rupanya benar dugaanku, selama ini kalian itu selalu mengambil kesempatan untuk selalu berduaan di setiap acara."

Aku mengusap mukaku dengan kasar mendengar tuduhan mas Gandung. Bagaimana bisa, dia membuat tuduhan itu sementara aku tahu pasti, kalau aku tak punya hubungan apapun sama Geri selain hubungan tetangga saja.

"Untung aku masih ingat kalo tadi ada orang banyak. Kalo tidak, pasti kuhajar Geri tadi."

Kembali mas Gandung menyerocoskan tuduhannya.

Aku yang masih tak percaya dengan tuduhan mas Gandung hanya terdiam, tak mampu lagi berkata apa-apa meskipun rasanya kepala dan hati ini mau meledak menahan amarah. Dan sebelum pertengkaran ini berlanjut, tiba tiba terdengar suara pintu rumah diketuk dari luar.

"Assalamualaikum!" Seseorang mengucap salam.

"Waalaikumsalam!" sahutku diiringi tatapan mata mas Gandung yang nanar mengikuti langkahku membuka pintu.

Degh!!

Ada Geri tepat berdiri didepan pintu dan tersenyum menganggukkan kepalanya padaku.

Sebelum sempat aku menanyakan kepentingan Geri bertamu, tiba tiba saja mas Gandung menerjang ke depan.

Bughh.

Aku memekik histeris ketika tinju mas Gandung mendarat di muka Geri tanpa sempat dia mengelakkannya.

"Mas, hentikan!" teriakku menarik lengan mas Gandung. Tapi mas Gandung malah mendorongku kuat dan membuatku terjatuh.

Mas Gandung benar-benar kalap. Tak hanya sekali, berkali-kali bogem mentah dari mas Gandung membuat Geri babak belur.

"Benar-benar tak tahu malu, gak puas ya bermesraan di rumah pak Seno tadi? Sekarang masih mau bermesraan di rumahku?"

Suara mas Gandung membuat hatiku seperti dilempar dengan ribuan jarum. Sakit. Meski aku tahu ucapan itu ditujukan untuk Geri.

"Maaf Mas, maksud Mas Gandung apa ya ?" tanya Geri keheranan. Ada darah disudut bibirnya.

"Oh, kura-kura dalam perahu, pura-pura tak tahu ya?"

Mas Gandung berkacak pinggang sambil menunjuk-nunjuk muka Geri.

"Sudahlah Mas, biar Geri bilang dulu apa perlunya dia kesini!"

Aku berusaha membuat mas Gandung memberi kesempatan Geri untuk bicara.

"Maaf Mbak Mayang, saya cuma mau nganterin sandal Mbak Mayang," kata Geri sambil mengusap mukanya yang memar-memar. Dipungutnya sandalku yang sempat terlempar karena dipukul mas Gandung. Diulurkannya padaku.

Sandalku tadi memang gak ketemu pas kucari selesai acara. Mungkin lagi dipakai orang lain. Jadi aku pulang nyeker, alias tak memakai alas kaki.

"Halah, alasan kamu aja biar bisa ketemu lagi sama istri aku, ngaku aja kamu!" teriak Mas Gandung kembali merangsek maju hendak menyerang.

"Mas, kamu ini kenapa?" tanyaku setengah berteriak kesal. Aku berdiri menghadang mas Gandung agar tak lagi memukul Geri.

"Kamu itu yang kenapa? Apa gak sadar kelakuan kalian berdua itu sangat memalukan?" Mas Gandung balik bertanya sambil menuding ke arahku dan Geri.

Tanpa memperdulikan sikap bar-bar mas Gandung, aku berbalik menghadap Geri.

"Maaf ya Geri atas kelakuan Mas Gandung, maaf ya!" Aku sedikit membungkukkan badan menghadap Geri untuk memohon maaf.

"Wooow, sangat romantis! Rupanya kalian berdua ini, benar-benar pasangan yang serasi!"

Mas Gandung bertepuk tangan menertawakan permohonan maafku ke Geri.

"Gak papa Mbak, maaf juga kalo saya mengganggu!" jawab Geri ikut-ikutan membungkukkan badan meminta maaf padaku.

Namun tindakan mas Gandung rupanya tak berhenti sampai disitu. Tanpa sepengetahuan aku dan Geri, dia masuk kedalam rumah dan mengambil sepotong kayu dan berniat memukul Geri. Namun kali ini Geri lebih siap. Dia bisa menangkis dan mengelakkan pukulan mas Gandung. Sementara aku hanya berteriak-terak histeris melihat perkelahian dua lelaki itu.

"Masha Allah, ada apa ini? Ada apa sama kalian berdua?"

Tiba-tiba saja sudah ada pak RT dan beberapa warga yang datang. Mungkin karena teriakanku.

Sejenak perkelahian mereka berdua terhenti.

"Ini Pak RT, Geri ini selalu menggoda istri saya," tuding mas Gandung menuduh Geri yang langsung di sambut dengan sorak riuh tetangga yang ikut melihat keributan ini.

"Gak nyangka ya, kalo Geri naksir si Mayang, padahal Mayang kan dah ada suami, dia sendiri juga dah ada istri," terdengar suara bu Santi. Tetangga paling julid di komplek ini.

"Jaman now Bu, rumput tetangga lebih hijau."

Entah siapa kali ini yang menyahut. Namun suara yang tidak mengenakkan telinga terus terdengar dari mulut mereka.

"Gimana reaksi Ratih ya, kalo tahu Geri selingkuh sama Mayang?"

Samar kudengar ocehan yang membuat pendengaran ku semakin gerah. Ratih itu istrinya Geri.

"Maaf Pak RT, bukan seperti itu permasalahannya," Aku berusaha menjernihkan suasana. Karena kenyataannya memang tak ada hubungan apapun antara aku dan Geri.

"Halah, kamu itu sebelas dua belas, setali tiga uang, sama saja!" sambar mas Gandung memotong penjelasanku.

"Tapi Mas, aku sama Geri emang gak ada apa-apa," Aku berucap jujur.

"Sudah gini aja, kita selesaikan saja baik-baik di rumah saya!"

Pak RT menyuruh mas Gandung, aku, dan Geri berkumpul di rumah beliau.

Kerumunan tetangga yang sedari tadi menonton juga mendukung putusan pak RT. Beramai-ramai mereka mengikuti kami bertiga berjalan menuju rumah pak RT yang ada di ujung gang. Rasanya sungguh memalukan. Seperti pelaku tindak kriminal yang tertangkap basah dan di arak massa.

Bab terkait

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 2. Pengakuan Geri

    "Jadi, ada permasalahan apa antara Pak Gandung dan Pak Geri, kok bisa sampai jotos jotosan seperti ini?" tanya pak RT memulai mediasi. Kami berempat sudah duduk di satu meja di ruang tamu. Sementara kerumunan tetangga yang mengiring kami berjubel di pintu dan di teras rumah. "Si Geri ini Pak RT, ngejar-ngejar istri saya terus." Mas Gandung menjawab duluan. Aku yang mendengar jawaban mas Gandung menoleh. Bukannya tadi nuduh aku yang ngejar-ngejar Geri, sekarang malah balik nuduh Geri yang ngejar-ngejar aku. Dasar manusia aneh, batinku kesal. "Apa benar begitu, Pak Geri ?" Pak RT menatap Geri. "Mana ada maling mau ngaku, Pak RT." Mas Gandung langsung nyolot. Para tetangga yang di luar mulai riuh. Pak RT berusaha menenangkan, hingga keadaan kembali tenang. "Semua ini hanya salah paham Pak RT, gak seperti yang suami saya omongkan." Aku berusaha meluruskan permasalahan yang sebenarnya. "Jadi kamu masih mbelain Geri?" tuduh mas Gandung menunjuk mukaku dan Geri. "Bukan begitu, Ma

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 3. Dibawa Ke Rumah Sakit

    Ketika aku membuka mata. Aku mendapati tubuhku terbaring di bangsal rumah sakit. Aku tahu ini rumah sakit karena ada perawatan medis didekat aku terbaring. Termasuk juga selang infus yang tersambung ke jariku. "Oh, syukurlah kau sudah siuman!" Seseorang memelukku. Menangis tanpa suara. "Bapak?" tanyaku lirih. Nyaris tercekat di tenggorokan. Kulihat juga ibuku di dekat pintu. Sedang menelepon seseorang. "Selesaikan saja tanpa kehadiran putriku, kau hadiri proses mediasi dan proses sidangnya!" kata ibu pada seseorang di telepon. "Ibu menelpon siapa, Pak?" tanyaku pelan. Perasaanku mendadak tidak enak ketika ibu menyebut proses mediasi dan sidang. "Gak usah kamu pikirkan dulu omongan Ibu kamu. Yang penting sekarang istirahat dulu dan pulihkan kesehatanmu!" jawab bapak menggenggam tanganku. "Bu...!" panggilku ketika kulihat ibu sudah selesai menelpon. Ibu menghampiriku. "Sudah Ibu bilang dari dulu. Suami kamu itu memang gak waras. Coba kalo dari dulu kamu mau nurut sama Ibu," kata

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 4. Pertemuan Mas Gandung Dan Geri

    Bapak bergegas membuka pintu. "Assalamualaikum." Kudengar suara pak RT mengucap salam. "Waalaikumsalam," jawab bapak," eh Pak RT rupanya, silakan masuk, Pak!" Benar dugaanku. Pak RT sama istrinya, bu Ira yang datang. Bapak dan pak RT emang sudah saling kenal. Keduanya bersalaman. Pak RT dan istrinya masuk. Keduanya juga menyalami ibuku, yang hanya merespon dingin. "Lo, udah ada Pak Geri rupanya?" Pak RT berjalan menuju Geri. Geri berdiri dan menyalami pak RT dan bu Ira. "Iya, Pak RT. Saya tadi dari toko, mampir kesini," jawab Geri tersenyum. "Gimana kabarnya, Bu Mayang?" Bu Ira, istri pak RT menanyakan keadaanku. "Sudah mendingan, Bu," jawabku tersenyum. "Syukurlah," sahut pak RT dan istrinya bersamaan. "Gimana kabar mertua Pak Geri?" tanya pak RT. "Masih diproses, Pak," jawab Geri. "Asbak saya diambil sama polisi untuk jadi barang bukti. Padahal itu barang antik yang harganya jutaan," kata pak RT lagi. Pak RT memang penggemar barang antik. Rupanya asbak antik beliau yan

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 5. Keputusan Ibu

    Mas Gandung menoleh kaget. Aku dan Bapak juga kaget dengan datangnya Ibu yang tiba-tiba "Kenyataannya memang begitu!" jawab mas Gandung dengan entengnya. "Bagus kalo gitu!" kata ibuku. Membuat aku keheranan. Bapak diam saja. "Jadi Ibu mendukung Mayang berselingkuh?" tanya mas Gandung. Ibu menatap mas Gandung sinis. "Menurutmu?" Ibu malah balik bertanya. Mas Gandung tak menjawab. Mengusap-usap lehernya dengan raut muka sedikit gelisah. Meskipun dia tak tahu dengan sifat ibuku seperti apa. "Aku akan membantumu!" kata Ibu. Kulihat ibuku tersenyum. Mas Gandung semakin bingung. "Apa maksud Ibu?" tanya mas Gandung. Tersirat jelas kebingungan dan keheranan di wajahnya. "Sudah lama aku marah dengan Mayang karena menikahi lelaki sepertimu!" kata ibu sambil menatapku. Aku mengalihkan pandangan ke arah lain. Tak berani membalas tatapan Ibu. Aku mulai merasakan firasat tidak enak. Sepertinya ada hal besar yang akan terjadi hari ini. "Kupikir sekarang adalah saat yang tepat untuk meng

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 6. Hukuman Ibu

    Ibu menatap wajah mas Gandung yang masih kaget. "Kenapa?!" tanya ibu sinis," apa kamu masih mau melanjutkan hidupmu bersama si tukang selingkuh itu?"Ibu menudingkan jarinya ke arahku. Lagi-lagi ibu menyebutku tukang selingkuh. Sementara mas Gandung masih terdiam. Sepertinya dia agak shock dengan apa yang telah dibisikkan ibuku padanya."Apakah Ibu serius?" tanya mas Gandung akhirnya."Tentu saja!" sahut ibu cepat. "Apakah Mayang akan setuju?" tanya mas Gandung ragu."Setuju tidak setuju, dia tidak punya hak untuk menolak," jawab ibu tegas.Aku dan bapak diam saja mendengar pembicaraan antara ibu dan mas Gandung. "Bukankah sepertinya aku yang hendak Ibu hukum di sini?" tanya mas Gandung lirih.Mendadak ibu tertawa keras-keras."Tentu saja bukan," sahut ibu di sela tawanya," kalau Mayang yang berselingkuh, tidak mungkin kamu yang dihukum.""Sebenarnya apa yang Ibu bicarakan sama Mas Gandung?" tanyaku tidak sabar. Meskipun sebenarnya aku sudah bisa meraba arah percakapan mereka."Ibu

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 7. Pulang Ke Rumah Ibu

    "Sudahlah Bu, kita abaikan saja masalah ini untuk sementara! Kita prioritaskan dulu kesembuhan Mayang!" Kudengar suara bapak menasehati ibu. Sebenarnya aku sudah siuman dari beberapa saat yang lalu. Tapi karena kudengar bapak dan ibu tengah berbicara tentangku. Aku memilih tetap memejamkan mata."Geram rasanya hatiku, Pak! Kalau tidak ingat dia itu masih suaminya Mayang, pasti dah lama kujebloskan dia itu ke penjara. Dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga." Kali ini ibu yang berbicara.Ibu tahu yang dilakukan mas Gandung terhadapku bisa di masukkan ke dalam tindakan KDRT. Karena KDRT tidak hanya dalam bentuk kekerasan secara fisik saja. Tapi juga segala tindakan yang bisa membuat si korban tertekan secara mental juga."Memang bodoh benar anak kau itu, Pak! Dijodohkan sama lelaki baik-baik, hidupnya sudah mapan pula malah tidak mau. Sekarang dia rasakan menikahi berandalan pengangguran itu. Dia rasakan sakitnya punya suami yang hanya bermodal dengkul itu! Modal dengkul kalau baik,

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 8. Geri Menjenguk Ke Rumah

    Mbak Sri masih memijat kedua kakiku."Diminum dulu Mbak, wedang jahenya!" Mbak Sri berdiri. Mengambil segelas wedang jahe dan sepiring pisang goreng crispy.Aku minum wedang jahe yang sudah hangat-hangat kuku itu. Sembari bercerita dengan mbak Sri, aku memakan pisang goreng crispy kesukaanku. Tak perlu waktu lama, kedua hidangan yang diberikan mbak Sri itupun sukses berat masuk ke dalam perutku. Mbak Sri berdiri sebentar untuk mengemasi gelas dan piringku. Lalu kembali memijat dan mengurutku.Aku memejamkan mata. Rasa nyaman mulai menjalari tubuhku ketika mbak Sri mulai intens mengurut badanku. Setahun sudah aku tak pernah merasakan sentuhan relaksasi seperti ini. Dan karena merasa keenakan, rasa kantukpun perlahan menyerangku. Membuatku menguap beberapa kali."Mbak Mayang tidak berubah ya? Kalau sudah dipijit pasti langsung tidur."Masih sempat kudengar suara mbak Sri. Samar-samar. Sebelum akhirnya aku benar-benar tertidur dan terlelap dalam mimpi.******"Mayang! Bangun! Dah sore!"

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 9. Meminta Solusi Ke Om Hendri

    Geri yang menyadari perubahan sikap Mas Gandung segera berdiri dan memohon diri pamit pada bapak dan aku."Saya pamit dulu, Pak! Mbak Mayang!" Geri menyalami bapak dan aku.Aku tak tahu. Apakah bapak tahu perseteruan antara Mas Gandung dengan Geri apa tidak."Iya, iya... mampir saja kalau sedang di rumah Pak Johan!" kata bapak pada Geri. Entah benar-benar tulus menawarkan atau hanya basa basi saja."Siap, Pak!" jawab Geri tersenyum mengangguk. Geri juga mengangguk ke Mas Gandung. Tapi Mas Gandung membuang muka.Setelah Geri berlalu bapak mempersilakan Mas Gandung masuk ke rumah. "Silakan ngobrol dulu sama Mayang, Nak Gandung! Bapak ke belakang sebentar!" kata bapak.Setelah itu bapak pergi ke belakang meninggalkan kami berdua."Apa kau menghubungi dia agar mendatangimu sampai ke sini?" tanya Mas Gandung menatapku tajam. Penuh kecurigaan."Dia siapa?" tanyaku balik bertanya. Meskipun sebenarnya aku tahu dia siapa yang dimaksud mas Gandung. Pasti Geri."Gak mungkin dia bisa sampai kes

Bab terbaru

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 26. Sisi Lain Geri

    Aku beranikan mendekati Geri ketika dia tak juga bergerak dari tempat tidur. Aku naik keatas ranjang. Beringsut mendekati tubuhnya yang tengah terbaring. Kuperhatikan sebentar wajah itu seperti tertidur. Apa mungkin Geri lelah setelah di perjalanan tadi sementara kondisi dia juga sedang sakit. "Ger?!" panggilku lirih. Khawatir mengagetkannya.Geri tak menyahut. Entah memang tak mendengar karena tertidur atau hanya pura-pura.Aku jadi bingung harus berbuat apa. Di kamar berdua bersama Geri seperti ini jujur saja membuat hatiku tidak tenang.Aku membalikkan badan dan bermaksud turun dari tempat tidur ketika tiba-tiba dikejutkan tangan Geri yang mencekal pergelangan tanganku dari belakang.Aku menoleh. Bersamaan dengan Geri yang langsung bangun dan duduk berhadapan denganku."Kau?!" Aku terkejut menatap wajahnya.Geri juga menatapku dengan tatapan yang tak bisa aku artikan. Aku berusaha melepaskan cekalan tangannya. Tapi Geri tak mau melepaskan."Geri? Aaa..aku...!" Belum sempat aku me

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 25. Terjebak

    Aku tak begitu menanggapi candaan Geri. Takutnya kalau kutanggapi malah ngelantur kemana-mana. "Kok nggak respon, Mbak?" tanya Geri menyalakan sebatang rokok. Dibukanya sedikit kaca jendela mobilku."Takutnya kebablasan jadi dukun cabul."Ups! Rasanya hendak kutarik ucapanku barusan. Padahal sebelumnya sudah kuniati untuk tak menanggapi omongan Geri. Namun kenapa malah omongan itu yang justru keluar dari bibirku.Geri sontak menoleh mendengar ucapanku. Entah apa maksudnya."Bercanda!!" sanggahku cepat. Agak malu juga sebenarnya kenapa aku menanggapi ocehannya tadi."Kalau dokter cinta saja gimana, Mbak?" tanyanya.Yaelah! Untung sudah sampai ke kantor om Hendri. Jadi aku tak perlu lagi menjawab pertanyaannya."Ikut turun?" tanyaku membuka handle pintu mobil. Geri ikut membuka pintu mobil dan turun bersamaku memasuki kantor om Hendri.Om Hendri yang memang sudah menyuruhku datang ke kantornya sedari kemarin juga sudah menungguku di ruang kerjanya.Tak banyak yang aku ceritakan karena

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 24. Bersama Geri

    "Emangnya Ibumu ini punya tampang kriminal?" Ibu malah balik bertanya. Menjitak kepalaku. Lagi-lagi aku meringis."Berarti Ibu cuma menggertak saja kan?" tanyaku." Hemmm!" Aku bernapas lega. Tak bisa aku bayangkan jika memiliki ibu seorang pembunuh. Hih, aku tergidik ngeri."Makanya cepat diurus perceraianmu dengan suamimu itu! Besok Om Hendri nyuruh kamu datang ke kantor," kata ibu memberitahuku."Tanyakan sama Om Hendri bagaimana secepatnya perceraian itu bisa di proses agar tak berlarut-larut," kata bapak menambahi perkataan ibu.Waktu berjalan tanpa terasa saat kami bertiga mengobrol.Aku menguap beberapa kali sebelum akhirnya ibu menyuruhku tidur."Sana, istirahat! Kalau kamu sudah menguap terus itu tandanya tubuhmu perlu tidur! Istirahat! Masuk kamar sana! Ibu masih ingin ngobrol dulu sama bapakmu!" usir ibu sambil mendorong tubuhku agar masuk kamar."Iyalah, Bu...Pak, Mayang tidur dulu lah," sahutku sambil menguap lagi. Setelah itu aku bergegas masuk kamar.******Pagi-pagi s

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 23. Ibu Mengancam Mas Gandung Dengan Senapan

    Sreek.Sreek.Dengan gerakan cepat. Ibu menarik pelatuk senapan laras panjang. Benda yang diambilnya dari dalam rumah. Mengarahkannya ada mas Gandung.Astaghfirullah! Aku menutup mulutku karena ketakutan."Masya Allah, Bu! Jangan lakukan itu! Sabar, Bu!" Bapak gegas menghampiri ibu dan berusaha menurunkan tangan ibu yang lurus mengarah ke mas Gandung."Pergi dari rumahku!!! Atau kau akan pulang tinggal nama!!" teriak ibu dari arah pintu. Tetap mengarahkan senapan laras panjang itu ke mas Gandung.Mas Gandung yang sempat terkejut. Kini malah semakin terpaku di tempatnya berdiri. Seolah tak menyangka kalau ibu akan berbuat senekat itu Aku sendiri juga tak tahu entah darimana ibu memiliki senapan itu."Ibu hanya menggertakku, kan?" tanya mas Gandung lirih.Ada keraguan dalam nada bicaranya. "Nak Gandung, tolonglah tinggalkan tempat ini segera!" kata bapak pada mas Gandung.Mas Gandung menatap bapak dan ibu bergantian."Kalian mencoba menakuti aku kan? Dengan senapan mainan itu?" tanya m

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 22. Sepenggal Masa Lalu

    "Aku belum selesai bicara!" kata mas Gandung menarik tubuhku hingga berdiri di hadapannya."Mau bicara apa lagi?""Jauhi lelaki itu!" kata mas Gandung. Mirip sebuah ancaman.Aku menghela nafas kasar. Bagaimana bisa mas Gandung menyuruhku menjauhi lelaki bernama Juan itu. Sementara aku memang tidak pernah dekat dan tidak pernah menjalin hubungan apapun dengannya."Kau dengar yang aku bilang?" tanya mas Gandung. Seolah hendak memastikan kalau telingaku ini masih sanggup berfungsi dan mendengar perkataannya.Aku mengangguk. Aku tak ingin memperpanjang masalah. Terus terang pertengkaran demi pertengkaran yang aku alami membuatku merasa sangat lelah."Kau harus janji!" kata mas Gandung setengah memaksa.Aku mendongakkan kepala yang rasanya sudah berdenyut-denyut. Pukulan dan tamparan yang aku terima di awal pertengkaran tadi baru terasa akibatnya sekarang."Iya!" jawabku datar. Tanpa ekspresi. Dan aku memang tak lagi merasakan apapun pada lelaki yang tengah berdiri di hadapanku ini selain r

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 21. Mas Gandung Meminta Uang

    Aku menatap tak percaya pada mas Gandung. Apa dia tidak berpikir kalau permintaannya itu sangat tidak masuk akal? Bahkan akan membuat bapak dan ibu semakin ilfeel padanya."Kenapa?" tanya mas Gandung sedikit terkejut dengan reaksiku yang tidak seperti biasanya."Apa Mas nggak malu meminta uang pada orang tuaku? Mas kan tahu bagaimana sikap Ibu pada Mas?" tanyaku sekaligus menjawab pertanyaan mas Gandung."Ya kamu jangan bilang dong, kalau yang makai uang itu ibunya Mas" mas Gandung masih mencoba membujukku."Dengar ya Mas! Selama aku disini saja aku diurus sama Bapak dan Ibu. Mas saja nggak pernah memberi aku uang. Lhah ini malah ibunya Mas yang minta ke aku. Kenapa bukan Mas saja yang memberi uang pada ibunya Mas?" tanyaku mulai geram."Mas kan belum kerja, Yang! Nanti Mas ganti kalau Mas sudah dapat kerjaan!" jawab mas Gandung dengan percaya diri."Kapan Mas bisa dapat kerjaan? Mas aja selama ini nggak pernah mau cari kerja!" sahutku kesal. Mas Gandung selalu memilih-milih pekerjaan.

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 20. Mas Gandung Tak Pernah Berubah

    Untung saja mobil yang sekarang ada aku dan Geri didalamnya sudah memasuki pelataran rumah om Johan. Halaman rumah om Johan memang sangat luas karena punya usaha mebel yang sangat besar. Jadi mobil-mobil truk maupun pick up sering lalu lalang di situ."Yaaahh!" Geri mendesah. Seperti kecewa."Kenapa?" tanyaku. Walaupun aku sudah tahu dia sebenarnya tak ingin mobil ini sampai ke rumah om Johan seperti yang dia bilang. Kumatikan mesin mobil dan berniat keluar. Namun urung kulakukan karena kulihat tak ada pergerakan dari Geri untuk keluar dari mobil."Kok nggak turun?" tanyaku menoleh ke arahnya. Geri malah menyandarkan badannya ke jok mobil. Matanya terpejam. "Ger?!" panggilku sambil menepuk lengnnya.Geri membuka matanya. Sesaat mata kami bertemu. Dan meski hanya sesaat, hal itu membuat aku sedikit gugup. Sejurus kemudian aku lihat senyum terkembang dari wajah tampan milik Geri."Aku turun!" kata Geri masih dengan senyumannya. Menarik handle pintu mobil dan membukanya. Keluar dari mob

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 19. Lebih Dekat Dengan Geri

    "Apa Mbak Mayang beneran mau jadi istri saya?"Hah! Pertanyaan Geri membuat aku terperangah. Ini orang ya? Apa segitunya ingin menikah denganku?"Yang ada sepertinya malah kamu lho yang pingin banget jadi suami aku!" jawabku setengah tertawa. Entah tertawa bahagia karena keGRan atau tertawa kebingungan karena tak tahu harus menjawab bagaimana. "Itu sih jelas banget Mbak Mayang. Tapi kan saya pingin tahu juga perasaan Mbak Mayang. Jangan sampai rasa cinta saya bertepuk sebelah tangan," sahut Geri.Aku tertawa lagi. Jadi teringat lagu Dewa "Pupus" saat Geri berkata tentang cinta bertepuk sebelah tangan."Menurutmu gimana?" pancingku."Menurut saya sih Mbak Mayang nggak keberatan," jawab Geri penuh percaya diri. Alamak! Haruskah aku bahagia ataukah harus protes karena terus menerus terkaget-kaget mendengar ungkapan cinta Geri selama seharian ini."Benar kan, Mbak?" tanya Geri setengah mendesakku. Aku tersenyum kecut. Kalau pertanyaannya sudah seperti aku harus jawab apa coba? "Diam, b

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 18. Menjadi Istri Geri

    Dengan perlahan aku menurunkan lengan Geri yang tadi aku angkat. Aku jadi merasa sedikit malu karena Geri memergoki aku tengah memberi perhatian padanya. Sedikit sih.Mata hitam Geri menatapku lekat-lekat. Bukannya tadi Geri sedang tidur? Mengapa cepat sekali dia terbangun?"Mbak Mayang ngapain?" tanya Geri masih menatapku. Aku tersenyum setengah malu."Itu... selang infusnya tertindih lengan kamu, jadi aku benerin. Maaf ya kalau kamu lalu jadi terbangun!" jawabku. Jujur sih. Karena apa yang aku lakukan tadi memang tulus tanpa modus apapun.Geri tersenyum mendengar jawabanku. Mungkin bahagia karena mendapat perhatian dari calon ibu dari anak-anaknya. Yaelah! Ini sih virus Geri dah mulai mengkontaminasi otakku, batinku. Mungkin juga setengah halu.Rasanya aku sudah berjam-jam nungguin di rumah sakit. Namun om Johan maupun bapak tak juga muncul. Apa belum selesai juga urusan kecelakaan tadi? Batinku."Mbak Mayang nggak lapar?" tanya Geri padaku.Aku tertawa. Bukannya aku yang seharusn

DMCA.com Protection Status