Bangun tidur, Nadhira menggeliat dibalik selimut berbulu lembutnya. Ia menguap, masih ada sisa mengantuk. Memandang langit-langit kamar lantas menyentuh jantungnya sendiri. Berharap jika jantungnya masih berdetak.
"Masih hidup"
Tenggorokannya kering, ia mengambil air dari galon kemudian meminumnya. Atensinya beralih pada ponselnya yang ter-charger semalaman.
Tunggu. Ia ingat semalam baru saja jadian dengan Ekna. Buru-buru ia membuka kardus di sudut kamarnya. Ia merasa lega setelah mendapati cokelat-cokelat serta bunga mawar.
"Syukurlah bukan mimpi." ucapnya memeluk kardus itu.
Ia kembali mengambil ponselnya, melihat isi pesan atas nama Chef Ekna. Senyumannya mengembang ketika ia mendapati chat yang bertulis; "selamat tidur jagoan. Bertemu besok!"
"Mimpi apa aku semalam? Astagaaaaa...!!" teriaknya guling-guling dikasur.
***
"Pak, nanti ada food test dari pasangan Bunga dan Fahmi maju jadi jam 1 siang. Untuk menunya sudah disiapkan, kan?" tanya Alan pada staff kitchen.
"Ya" jawab lelaki itu seadanya, ia terlihat sibuk sekali dengan tumpukan sayuran didepannya.
"Ada orderan sup buntut!" teriak Ekna mengingatkan timnya. Ia meneliti captain order yang berserakan itu. "Ini mana yang sudah?"
Arka segera mengambil beberapa captain order yang selesai dibuat lantas menancapkannya dipaku. "Tinggal sup buntut dan nasi goreng piritan saja, chef!"
"Jangan biasakan captain order tercampur seperti itu."
Anak buahnya itu hanya mengangguk lalu menyiapkan mangkuk serta garnish untuk sup buntut.
Ekna pergi menuju pastry yang juga tengah sibuk-sibuknya. Mereka sedang memotong cake rasa strawberry untuk test food serta menyiapkan camilan untuk coffee break.
Tangannya mengambil satu irisan roti, lalu memakannya. "Untuk platenya ambil yang warna putih ukiran di steward."
Ekna membantu anak buahnya menyiapkan camilan untuk coffee break. Menata satu per satu di atas bnb plate, selanjutnya di wrap dengan rapi.
"Sudah siap, pak?" Gio datang mendorong trolley-nya.
"Yang sudah, tata di trolley-mu." perintah Bagas memberikan plate.
Gio menerimanya, menata seluruh plate di atas trolley 3 tingkat itu. Serasa sudah penuh, ia pergi meninggalkan pastry bersama trolley-nya.
Ekna pun turut pergi setelah membaca beberapa pesan dari grup. Kali ini ia turun tangan dalam mengerjakan pesanan set menu atas nama pasangan Bunga dan Fahmi.
Api menyala sangat berisik, ditambah suara pisau yang mengiris tipis bawang-bawangan. Semua tengah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.
Dari seluruh kesibukan dapur itu, duduklah Ekna diatas meja platting. Ia menyicipi beef blackpaper, mencecapnya jika dirasa ada yang kurang.
"Oke." Ekna menaikkan makanan ke atas rak aluminium dengan lampu pemanas diatasnya, siap disajikan.
Ting!!
***
Seperti biasa berangkat bekerja Nadhira numpang dengan tetangga kost-nya. Viko, nama orang yang ia tumpangi hari ini. Lelaki itu bekerja di kantor yang kebetulan melewati Hotel tempat Nadhira bekerja. Untuk Rian, ia libur 4 hari sehingga Nadhira leluasa meminjam helm full facenya lagi.
Jika ditanya kabar hati Nadhira hari ini, gadis itu akan jawab; sempurna. Sesempurna itu hingga ia terus memamerkan senyuman manisnya.
"Nanti pulangnya gue jemput gimana, Ra?" ucap Viko melirik wajah Nadhira dari kaca spion.
"Gue baliknya jam 10 malam, Vik, bisa lebih. Takutnya nanti lo kelamaan nungguin gue di luar." jawab Nadhira memainkan ponselnya. Ia membuka kamera ponsel, lalu mengambil video di perjalanan yang dihiasi oleh bangunan pencakar langit. Senyumannya kembali terbit ketika ia mendapat hasil yang memuaskan.
Viko yang melihat aksi Nadhira berucap, "kapan-kapan gue ajak keliling Jakarta, gimana? Weekend ini kayaknya seru, gue ajak ke tempat yang belum pernah lo kunjungi."
"Nggak bisa kayaknya."
"Kenapa? Lo ada janji sama siapa gitu? Atau... pacar?"
"Ada" Nadhira membidikkan gedung yang menarik perhatiannya. "Kasur, bantal, guling, selimut gue di kosan. Hari libur bagi gue adalah tidur seharian tanpa ada gangguan."
Viko hanya tertawa menanggapi jawaban Nadhira, sisi lain ada kelegaan di dalam hatinya.
Viko masih ingat awal pertemuan mereka ketika gadis ini baru pindah kost. Melihat gadis itu hanya membawa satu tas ransel membuatnya menggeleng. Ia kira jika Nadhira adalah satu-satunya gadis simple tanpa membawa satu pick up barang, namun bayangan itu buyar ketika Nadhira menggedor kamar Viko dan mengajak lelaki itu membeli perabotan kost di tengah malam. Gadis itu bilang jika ia tak memiliki perlengkapan mandi.
Keunikan yang membuat lelaki itu—
"Gue suka elo, Nadhira" bisik Viko tersenyum di sepanjang perjalanan.
***
"Dhira, lo ganti baju seragam dulu di laundry. Fitting sana, mumpung masih banyak waktu, loh." perintah Syasya yang ternyata satu shift dengannya lagi.
Nadhira menjawabnya hanya dengan anggukan, berjalan menuju laundry, meminta baju ukuran M, dan mengganti pakaian di loker.
"Lo kemaren nuker helm pak Ekna? Apa lo gila, Ra?" bisik Syasya diakhiri teriakan yang membuat beberapa orang noleh, kepo.
"Gila tapi akhirnya happy ending" ucap Nadhira geli sendiri dengan ucapannya.
"Lo ngelakuin apa?"
"Gue hanya diem aja loh, nggak gerak."
"Maksudnya weh!" ucap Syasya dongkol.
Nadhira berhenti memulas bibirnya, mendekatkan bibirnya di telinga Syaysa. Ia berbisik, "Gue ditembak Ekna."
Tentu Syasya tak menganggap ucapan Nadhira serius. Syasya memutar bola matanya, lalu berkata, "Yang berat itu bukan hanya rindu, tapi halu"
Wanita bermata cokelat terang itu terkikik sendiri. Baru kali ini ia mendapat teman se-aneh dan se-abstrak Nadhira.
"Oke, gue buktikan nanti." ucap Nadhira penuh percaya diri.
Syasya hanya memutar bola matanya, lagian apa yang akan dilakukan temannya itu?
"Tidak mungkin" ucapnya menggeleng.
Mereka berdua sudah rapi, seragam hitam rok span pendek, heels tinggi, serta rambut cepol berbentuk croissant rapi. Terlihat sangat sempurna. Mereka berjalan dengan memainkan ponselnya, sedikit acuh ketika melewati beberapa orang karena kesibukannya.
"Untung food test-nya sudah selesai, kita bisa prepare buffe dinner serta cutteleries di luar." ucap Syasya sambil men-scrol layar ponselnya.
Orang yang diajak bicara Syasya malah sibuk mencari seseorang sejak tadi. Ia berharap bisa bertemu Ekna dan melakukan sesuatu. Tidak mungkin ia terlihat seperti pembohong di depan Syasya.
"Lihat, itu pak Ekna!" seru Nadhira segera berlari mengejar Ekna yang tengah berjalan di lorong sendirian.
Syasya berhenti melihat Nadhira beraksi dari kejauhan. Kepalanya terus menggeleng seolah tidak paham jalan pikiran Nadhira.
"Hallo sayang!" Nadhira setengah berteriak di koridor yang sepi.
Ekna mendadak tak perduli, ia melewati Nadhira seolah seperti melihat bayangan benda mati. Sama sekali tak membuatnya tertarik untuk sekedar berhenti dan menanyakan apa maksudnya.
Sungguh, baru kali ini Nadhira disia-siakan. Nadhira melongo, ia bingung kenapa lelaki yang semalam sangat manis itu berubah menjadi mesin robot.
Dengan rasa malunya, ia berbalik melihat Syasya yang menahan tawa.
Syasya menghampiri Nadhira, mengelus pundaknya. "Lo memang gak waras, Dhira. Jadi please, jangan nambah ketidakwarasanmu itu. Saingan lo itu anak sales yang super sexy."
"Mantannya?"
"Iya!" Syasya tampak menggebu-gebu menceritakannya. "Banyak yang bilang jika mereka berdua itu ada skandal sejak di hotel ini. Sampe sering ke klub malam bareng-bareng."
"Klub?"
Yang Nadhira pikirkan tentang klub itu isinya adalah orang nakal yang menghabiskan malamnya berjoget dengan botol minuman. Seperti yang ia lihat di televisi.
"Jangan bilang lo gak tau–"
"Tau" Nadhira mendadak kesal. Ia berjalan mendahului Syasya yang tak bisa berhenti berceloteh.
Kenapa ia merasa–cemburu?
***
Malam semakin larut, Nadhira tampak sibuk dengan tumpukan piring. Sampai sekarang ia tak percaya apa yang ia lihat tadi siang. Sebaiknya ia tak menghubungi lelaki itu karena memang semenjak Ekna pamit, tak ada percakapan atau notifikasi panggilan tak terjawab darinya.
Nadhira yang semakin kalut tak bisa membohongi dirinya, berulang kali ia melihat chat W******p terakhir mereka. Dan memang tak ada perubahan sama sekali dari percakapan itu.
Matanya melirik Aldo yang sejak tadi nyengir-nyengir gak jelas di depan layar ponsel. "Lo ngapain?"
Aldo memperlihatkan hasil foto selfinya. "Lihat ganteng, kan? Kita foto bareng, yuk!"
Nadhira segera meletakkan piring, mendekatkan dirinya di samping Aldo, berpose dengan senyuman, berganti dengan bibir yang sengaja dibuat monyong, ketiga berganti dengan pose dua jari, terakhir matanya merem sebelah.
Kolase foto yang bagus.
"Gue tag akun sosmed lo, ya? Apa namanya..?"
Nadhira meminta ponsel Aldo, "sini ponsel lo. Nama akun gue adalah DhiraKhasanah"
Follow. Klik.
"Auto follow, nih." ucap Aldo setelah ponselnya dikembalikan oleh Nadhira.
"Ya dong!"
Syasya datang dari pintu depan, menepuk telapak tangannya seakan memberitahu jika seluruh pekerjaannya selesai. Matanya melihat jam tangan, lalu berkata, "it's time to go home!"
"Shift malam sudah datang?" Aldo berdiri dengan memperbaiki ujung seragamnya yang kusut.
Syasya mengangguk, lalu menggandeng lengan Nadhira. "Ayo Dhiraku! Gue udah di jemput Kevin di security belakang. Mata gue udah lengket, nih."
"Kalian pulang duluan aja, gue sama Nikko mau rokok dulu di belakang. Tuan putri tidak boleh pulang malam-malam. Bye!"
Nadhira melambaikan tangannya, "jumpa besok, ya!"
Pulang bekerja, Nadhira duduk di security dengan membawa helm full face Rian. Benar kata Syasya tadi, pacarnya sudah menunggunya di parkir karyawan, sehingga menyisakan dirinya duduk sendiri memesan ojol.
"Selamat malam" ucap Ekna yang berdiri di depan Nadhira secara tiba-tiba.
"Selamat malam." Nadhira hampir mengumpat, tangannya mengelus dadanya yang berdetak kencang. Ingat tadi siang tidak dipedulikan Ekna, ia berniat untuk balas dendam. Nadhira berdiri, berjalan menjauhi lelaki itu, keluar basemen dengan memakai helm full face kebesaran. Ekna tersenyum tipis. Bukannya mengejar Nadhira, ia malah pergi. Sampai di atas, Nadhira noleh, dilihatnya Ekna menghilang. Ada perasaan dongkol ketika lelaki itu tak mengejarnya. Awas saja jika nanti tiba-tiba peluk dari belakang, aku pukul titid-nya. Pikir Nadhira kesal. Semakin jauh ia berjalan, tiba-tiba ponselnya mati, ia menyesal karena sejak tadi ia bermain game hingga lupa tidak mengisi baterai.
Ekna menaiki satu per satu anak tangga dengan hati-hati. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mamanya yang tiba-tiba berteriak di dalam kamar. Pembantu yang menjaganya tengah menjemur baju di belakang. Tak ada yang menjaga anak itu. "Mamaa! Mama kenapa?" kalimat polos itu terucap dari mulut Ekna setelah berdiri di ambang pintu. Alih-alih ingin memeluk sang Mama, Ajeng melempar gelas ke hadapan Ekna. "Keluar anak kurang ajar!" "Nyonya, astaga!" bik Minah lari tergopoh membersihkan pecahan kaca menggunakan lap yang sejak tadi ia bawa, takut jika anak juragannya itu terluka. Sedangkan kaki Ekna berdarah akibat serpihan kaca yang terpental mengenai kakinya. Ia menangis dengan keras. Bukannya sang mama menolong, ia menarik lengan si anak keluar kamar. Turun dari lantai dua dan mendorongnya secara brutal. "Mama!" Ekna berteriak sebelum ia benar-benar terjatuh berguling-guling. Ia
Kamar penuh dengan banyak event serta booking dinner adalah surga bagi Nadhira. Bukan, sepertinya seluruh karyawan hotel the Harmony juga merasa senang. Mengerti karena apa? Tentu karena uang service dan tips lancar. Sebelum menceritakan soal uang yang diperoleh para hotelier, perlu digaris bawahi jika mereka juga rela membuang waktu liburannya. Tanggal merah adalah hari masuk mereka dan tanggal masuk adalah hari libur. Terdengar miris? Tidak lagi. Ketika kita menyenangi apa yang kita kerjakan, sesulit apapun dan se-capek apapun itu pasti semua terasa mudah. Jadi beginilah hidup para pegawai di dunia pariwisata. Contohnya di dunia perhotelan. "Selamat pagi Ibu Dara. Wah! Bertemu lagi dengan saya di Hotel Harmony. Bagaimana kabar Ibu?" Wanita dengan topi putih itu mengeja name tag di dada kiri Syasya. "Mbak Syasya rupanya. Aku sem
'Cup!'Kecupan itu masih sangat terasa di bibirnya meski kecupan kilat itu terjadi sudah lewat 2 jam lamanya. Jika boleh jujur, Nadhira ingin merasakan bibir Ekna lebih dalam lagi.Kira-kira apa rasa bibir Ekna, ya?Apel?Jeruk?Strawberry?"Strawberry boleh, lah." monolog Nadhira diakhiri senyuman. Tangannya mengelus-elus pipinya yang memanas. Sungguh ia malu mengakui jika Nadhira telah dibuat mabuk oleh lelaki itu.Nadhira mengigit bibir bawahnya, terkikik pelan sebelum mengatakan, "Ih bibirnya, memabukkan.""Dhira? Lo waras, kan? Nggak demam? Asli memang lo itu edan-nya kelewatan. Lama-lama gendeng kon!" ucap Syasya dengan logat Surabaya yang ia buat-buat.Nadhira kaget akibat kemunculan Syasya secara tiba-tiba. Ia berjingkat, "astaga Syasya!""Eh btw, lu digibahin noh sama orang-orang. Tau nggak?"Nadhira tersenyum melihat bayangannya sendiri di cermin. "Tau"Ia mengatakannya seakan
Hotel cukup ramai malam ini, telfon room service yang terus bersahutan dengan selang waktu hanya beberapa menit membuat orang service kuwalahan. Selain itu tamu ala carte datang silih berganti. Tak ada jeda sama sekali.Nadhira berjalan dengan langkah lebar membawa satu square tray aneka jus dan es teh menuju restoran. Membagikannya kepada tamu yang telah menunggu beberapa menit yang lalu. Selanjutnya kembali ke bar untuk mengambil beberapa minuman kembali."FOJ¹*nya 2, lemon tea, guava juice, avocado juice 4, dan yang terakhir MW²* 600ml 2. Oke, 3 CO³* sudah semua." ucap Bisma menancapkan 3 captain order.¹FOJ: fresh orange juice²MW: mineral water³CO: captain orderNadhira segera mengangkat square tray-nya kemudian membawanya ke room service. Gia titip americano buat diantar ke kamar."Ra, minta tolong anterin ke kamar, ya? Gue kurang orang ini" pinta Alan memberikan bill pada Nadhira."Resto juga rame, Lan. Gue udah b
Dentuman musik yang memekakkan telinga, lampu warna-warni menyorot lantai dansa, lautan manusia yang berjoget fantastis, serta bau macam-macam alkohol yang berbaur dengan keringat manusia.Jika bukan karena Nadhira nyeplos jika dirinya belum pernah minum alkohol dan tidak tau apa itu clubbing, teman-temannya tidak akan memaksanya kesini."Kita di sofa ujung sana, gue tadi udah reservasi ama besti gue yang kerja di sini." ajak Aldo menarik lengan Nadhira.Nadhira sedikit terkejut melihat perubahan Aldo yang tiba-tiba menggandeng tangannya. Hey! "Ra, kalo lo nggak mau minum gapapa kok. Gue temenin lo dengan sebotol coke in the rock." bisik Syasya diakhiri tawa geli.Setelah mereka duduk, Aldo segera mengambil menu di meja. Ia membolak-balik buku menu dengan menggigit kukunya, "karena gue lagi seneng, gue traktir kalian red wine 5 botol.""Ketiban rejeki dari mana lo? Nanti bisa nambah, kan, Do? Gue mau nyobain coctail bar sini." ucap Alan antusias dengan traktiran teman kerjanya itu.Al
Ekna langsung melesat mengambil kunci mobil. Dan diluar dugaannya, kunci itu tidak berada di tempat. Ia langsung tau siapa penyebab hilangnya kunci mobilnya ini."Danu sialan!" umpatnya membayangkan wajah tengil Danu lantas keluar apartemen.Ekna mengambil jalan keluar dengan memesan ojek online. Sungguh sahabat karibnya itu menyusahkan saja. Dan satu lagi, diluar dugaannya juga, wanita lugu itu bisa masuk ke dunia malam. Bahkan tanpa sepengetahuannya. Dia pacarnya bukan, sih?Jujur dia mulai dongkol dengan kedua manusia itu yang menganggapnya tak pernah ada.***Ekna menerobos masuk ke dalam club, mencari seorang gadis diantara lautan manusia di lantai dansa.Tidak ada.Retinanya ia edarkan dan kembali membelah kerumunan hingga akhirnya Ekna menemukan Aldo yang tengah berjoget."Dimana cewek gue?"Aldo tetap berjoget senada dengan musik menghiraukan pertanyaan Ekna.Sekali lagi Ekna bertanya, "DIMANA NADHIRA?" kali ini dengan nada tinggi.Ekna meremas kerah baju Aldo dengan kasar, me
Seorang wanita dengan kemeja putih berdasi kupu-kupu rok pendek di atas lutut itu berlari di koridor. Tangan kanannya membawa sepatu heels 5 cm serta handphone di tangan kirinya. Ia buru-buru hingga tak sengaja menubruk lelaki dengan setelan chef lengkap. "Maaf..maaf" ucapnya membungkukkan badan, selanjutnya ia berbalik mengenakan heels dan melanjutkan langkahnya. Kali ini hanya berjalan karena restoran hampir dekat. Apa ia sudah gila? Di hari pertama ia bekerja, ia hampir saja telat. Kesan pertama yang buruk, sungguh memalukan. Lelaki yang ditabrak tadi mengusap jaket chef-nya. Melihat wanita itu, sepertinya ia mengenalinya. Mirip anak kecil yang berada di taman kanak-kanak yang suka berkelahi di samping rumahnya. Gadis kecil itu sangat usil memang, dan saking usilnya, ia yang tinggal di sebelah TK-nya juga mendapat keusilan dari gadis itu. Dia dilempari kerikil ditambah tawa cekikikan yang rekaman su
Ekna langsung melesat mengambil kunci mobil. Dan diluar dugaannya, kunci itu tidak berada di tempat. Ia langsung tau siapa penyebab hilangnya kunci mobilnya ini."Danu sialan!" umpatnya membayangkan wajah tengil Danu lantas keluar apartemen.Ekna mengambil jalan keluar dengan memesan ojek online. Sungguh sahabat karibnya itu menyusahkan saja. Dan satu lagi, diluar dugaannya juga, wanita lugu itu bisa masuk ke dunia malam. Bahkan tanpa sepengetahuannya. Dia pacarnya bukan, sih?Jujur dia mulai dongkol dengan kedua manusia itu yang menganggapnya tak pernah ada.***Ekna menerobos masuk ke dalam club, mencari seorang gadis diantara lautan manusia di lantai dansa.Tidak ada.Retinanya ia edarkan dan kembali membelah kerumunan hingga akhirnya Ekna menemukan Aldo yang tengah berjoget."Dimana cewek gue?"Aldo tetap berjoget senada dengan musik menghiraukan pertanyaan Ekna.Sekali lagi Ekna bertanya, "DIMANA NADHIRA?" kali ini dengan nada tinggi.Ekna meremas kerah baju Aldo dengan kasar, me
Dentuman musik yang memekakkan telinga, lampu warna-warni menyorot lantai dansa, lautan manusia yang berjoget fantastis, serta bau macam-macam alkohol yang berbaur dengan keringat manusia.Jika bukan karena Nadhira nyeplos jika dirinya belum pernah minum alkohol dan tidak tau apa itu clubbing, teman-temannya tidak akan memaksanya kesini."Kita di sofa ujung sana, gue tadi udah reservasi ama besti gue yang kerja di sini." ajak Aldo menarik lengan Nadhira.Nadhira sedikit terkejut melihat perubahan Aldo yang tiba-tiba menggandeng tangannya. Hey! "Ra, kalo lo nggak mau minum gapapa kok. Gue temenin lo dengan sebotol coke in the rock." bisik Syasya diakhiri tawa geli.Setelah mereka duduk, Aldo segera mengambil menu di meja. Ia membolak-balik buku menu dengan menggigit kukunya, "karena gue lagi seneng, gue traktir kalian red wine 5 botol.""Ketiban rejeki dari mana lo? Nanti bisa nambah, kan, Do? Gue mau nyobain coctail bar sini." ucap Alan antusias dengan traktiran teman kerjanya itu.Al
Hotel cukup ramai malam ini, telfon room service yang terus bersahutan dengan selang waktu hanya beberapa menit membuat orang service kuwalahan. Selain itu tamu ala carte datang silih berganti. Tak ada jeda sama sekali.Nadhira berjalan dengan langkah lebar membawa satu square tray aneka jus dan es teh menuju restoran. Membagikannya kepada tamu yang telah menunggu beberapa menit yang lalu. Selanjutnya kembali ke bar untuk mengambil beberapa minuman kembali."FOJ¹*nya 2, lemon tea, guava juice, avocado juice 4, dan yang terakhir MW²* 600ml 2. Oke, 3 CO³* sudah semua." ucap Bisma menancapkan 3 captain order.¹FOJ: fresh orange juice²MW: mineral water³CO: captain orderNadhira segera mengangkat square tray-nya kemudian membawanya ke room service. Gia titip americano buat diantar ke kamar."Ra, minta tolong anterin ke kamar, ya? Gue kurang orang ini" pinta Alan memberikan bill pada Nadhira."Resto juga rame, Lan. Gue udah b
'Cup!'Kecupan itu masih sangat terasa di bibirnya meski kecupan kilat itu terjadi sudah lewat 2 jam lamanya. Jika boleh jujur, Nadhira ingin merasakan bibir Ekna lebih dalam lagi.Kira-kira apa rasa bibir Ekna, ya?Apel?Jeruk?Strawberry?"Strawberry boleh, lah." monolog Nadhira diakhiri senyuman. Tangannya mengelus-elus pipinya yang memanas. Sungguh ia malu mengakui jika Nadhira telah dibuat mabuk oleh lelaki itu.Nadhira mengigit bibir bawahnya, terkikik pelan sebelum mengatakan, "Ih bibirnya, memabukkan.""Dhira? Lo waras, kan? Nggak demam? Asli memang lo itu edan-nya kelewatan. Lama-lama gendeng kon!" ucap Syasya dengan logat Surabaya yang ia buat-buat.Nadhira kaget akibat kemunculan Syasya secara tiba-tiba. Ia berjingkat, "astaga Syasya!""Eh btw, lu digibahin noh sama orang-orang. Tau nggak?"Nadhira tersenyum melihat bayangannya sendiri di cermin. "Tau"Ia mengatakannya seakan
Kamar penuh dengan banyak event serta booking dinner adalah surga bagi Nadhira. Bukan, sepertinya seluruh karyawan hotel the Harmony juga merasa senang. Mengerti karena apa? Tentu karena uang service dan tips lancar. Sebelum menceritakan soal uang yang diperoleh para hotelier, perlu digaris bawahi jika mereka juga rela membuang waktu liburannya. Tanggal merah adalah hari masuk mereka dan tanggal masuk adalah hari libur. Terdengar miris? Tidak lagi. Ketika kita menyenangi apa yang kita kerjakan, sesulit apapun dan se-capek apapun itu pasti semua terasa mudah. Jadi beginilah hidup para pegawai di dunia pariwisata. Contohnya di dunia perhotelan. "Selamat pagi Ibu Dara. Wah! Bertemu lagi dengan saya di Hotel Harmony. Bagaimana kabar Ibu?" Wanita dengan topi putih itu mengeja name tag di dada kiri Syasya. "Mbak Syasya rupanya. Aku sem
Ekna menaiki satu per satu anak tangga dengan hati-hati. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mamanya yang tiba-tiba berteriak di dalam kamar. Pembantu yang menjaganya tengah menjemur baju di belakang. Tak ada yang menjaga anak itu. "Mamaa! Mama kenapa?" kalimat polos itu terucap dari mulut Ekna setelah berdiri di ambang pintu. Alih-alih ingin memeluk sang Mama, Ajeng melempar gelas ke hadapan Ekna. "Keluar anak kurang ajar!" "Nyonya, astaga!" bik Minah lari tergopoh membersihkan pecahan kaca menggunakan lap yang sejak tadi ia bawa, takut jika anak juragannya itu terluka. Sedangkan kaki Ekna berdarah akibat serpihan kaca yang terpental mengenai kakinya. Ia menangis dengan keras. Bukannya sang mama menolong, ia menarik lengan si anak keluar kamar. Turun dari lantai dua dan mendorongnya secara brutal. "Mama!" Ekna berteriak sebelum ia benar-benar terjatuh berguling-guling. Ia
"Selamat malam." Nadhira hampir mengumpat, tangannya mengelus dadanya yang berdetak kencang. Ingat tadi siang tidak dipedulikan Ekna, ia berniat untuk balas dendam. Nadhira berdiri, berjalan menjauhi lelaki itu, keluar basemen dengan memakai helm full face kebesaran. Ekna tersenyum tipis. Bukannya mengejar Nadhira, ia malah pergi. Sampai di atas, Nadhira noleh, dilihatnya Ekna menghilang. Ada perasaan dongkol ketika lelaki itu tak mengejarnya. Awas saja jika nanti tiba-tiba peluk dari belakang, aku pukul titid-nya. Pikir Nadhira kesal. Semakin jauh ia berjalan, tiba-tiba ponselnya mati, ia menyesal karena sejak tadi ia bermain game hingga lupa tidak mengisi baterai.
Bangun tidur, Nadhira menggeliat dibalik selimut berbulu lembutnya. Ia menguap, masih ada sisa mengantuk. Memandang langit-langit kamar lantas menyentuh jantungnya sendiri. Berharap jika jantungnya masih berdetak. "Masih hidup" Tenggorokannya kering, ia mengambil air dari galon kemudian meminumnya. Atensinya beralih pada ponselnya yang ter-charger semalaman. Tunggu. Ia ingat semalam baru saja jadian dengan Ekna. Buru-buru ia membuka kardus di sudut kamarnya. Ia merasa lega setelah mendapati cokelat-cokelat serta bunga mawar. "Syukurlah bukan mimpi." ucapnya memeluk kardus itu. Ia kembali mengambil ponselnya, melihat isi pesan atas nama Chef Ekna. Senyumannya mengembang ketika ia mendapati chat yang bertulis; "selamat tidur jagoan. Bertemu besok!" "Mimpi apa aku semalam? Astagaaaaa...!!" teriaknya guling-guling dikasur. *** "Pak, na
Jalanan sangat padat di sore ini, Nadhira tak henti menggerutu di dalam hati ketika melihat macetnya kota Jakarta. Jika bukan karena ayahnya ia tak akan mau bekerja di Jakarta. Mungkin ia memilih kembali ke kota Yogyakarta, si kota pelajar. Tanpa diduga supir ojol yang ia tumpangi ngerem mendadak, sehingga helm mereka saling bertubrukan. "Hati-hati dong, pak!" ucap Nadhira dongkol. "Maaf, neng. Ada ibu-ibu tadi yang lampu sennya ke kiri, ternyata belok ke kanan. Kaget saya.." Sungguh emak-emak kurang ajar, batin Nadhira dongkol. Nadhira kembali melamun dengan menatap beberapa gedung pencakar langit. Andai saja ayahnya disampingnya, pasti hidup Nadhira tak akan seperti ini. Ia harus bekerja menjadi tulang punggung keluarga. Silau matahari membuat indera penglihatannya sensitif, Nadhira segera menutup kaca helm full face yang ia pinjam dari tetangga kosan. Jujur ia ke Jakarta hanya membawa baju saja, untuk perlengkapan yang lain ia membe