Nindi berjalan santai saat bel pulang sekolah sudah berbunyi. Gadis berperawakan imut itu kini menenteng tasnya sambil menelusuri koridor yang penuh dengan siswa-siswi.
Jangan tanyakan kenapa Nindi berjalan sendiri tanpa ada Reyya di sampingnya. Sebab, gadis bule itu masih dalam mode kesal sehingga atensi Nindi tidak dihiraukan oleh Reyya.
Kini Nindi berdiri di dekat gerbang sekolah, netranya menelisik ke kanan dan ke kiri mencari angkot untuk pulang ke rumah.
Ia menghembuskan nafasnya lelah, Nindi ingin cepat-cepat sampai ke rumahnya agar bisa membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, sampai sekarang angkot yang ditunggu Nindi belum juga terlihat membuat gadis itu merenggut sebal.
"Biasanya jam segini udah ada, kok," gerutunya seraya mengerucutkan bibir.
Tiinn
Nindi terperanjak kaget saat mendengar suara klakson mobil tak jauh dari tempatnya berdiri. Mata Nindi menyipit saat melihat mobil mewah berwarna merah itu mendekat ke arahnya.
Siapa?
"Hei, tikus got! Ayo naik, gue anterin."
Nindi memutar bola matanya jengah saat sosok Eiden muncul ketika kaca mobilnya diturunkan.
"Lo lagi … lo lagi," dengus Nindi kemudian melipat kedua lengannya di depan dada.
Eiden mengernyit tak suka mendengar penuturan Nindi yang tampak tidak senang dengan kehadirannya. "Lah? Lo kenapa? Perasaan tadi pagi baik-baik aja, deh."
"Gue lagi pms. Jadi, jauh-jauh lo dari gue daripada ikutan kena imbasnya."
Laki-laki itu tertawa menampilkan senyumannya yang manis. "Pantesan galak, ternyata jiwa singanya lagi ngambil alih," gelaknya.
Nindi berdecih seraya mendelik. "Udah, ah. Ganggu aja lo." Gadis itu mulai berjalan menjauh dari jangkauan Eiden.
Tampaknya kini Nindi harus pulang berjalan kaki karena angkot yang biasa ia tumpangi hari ini tidak lewat.
"Nin!" Eiden berteriak lalu keluar dari mobilnya kemudian mengejar Nindi.
Grep
"Tunggu dulu, buset. Lo jalan atau lari, sih? Kok cepat banget," protes Eiden, menggenggam pergelangan tangan mungil Nindi.
Sang empunya kini berbalik, menatap Eiden dengan pandangan bingung. Melihat laki-laki itu sejenak lalu netranya beralih melirik mobil yang Eiden tinggalkan demi mengejar dirinya.
"Ada apaan, sih?"
"Lo pulang bareng gue aja, kebetulan gue mau belajar kelompok gak jauh dari tempat lo tinggal," jelas Eiden.
Nindi melirik tangan Eiden yang masih mencekal tangannya. "Nggak perlu repot-repot, gue bisa jalan kaki, kok. Tempat tinggal gue juga deket dari sini," tolak gadis itu.
Eiden menggeleng, masih tetap kekeuh ingin mengajak Nindi pulang bersama dirinya. Kemudian, Eiden menarik Nindi pelan menuju mobilnya.
"Eiden! Udah gue bilang-"
"Santai aja, Nin. Hitung-hitung gue mau balas budi karena lo udah capek-capek nyiapin gue sarapan pagi."
"Tapi-"
Eiden membukakan Nindi pintu mobil. "Ayo masuk."
Nindi merengut lalu menoleh ke depan, ia menerjab takjub melihat interior dalam mobil Eiden.
Orang kaya emang beda, ya.
"Kenapa jadi bengong? Buruan," titah Eiden tak sabaran.
"Iya … iya! Buset, lo mau ngajak gue pulang bareng atau mau nyulik gue, sih?!" cerocos gadis itu sambil masuk ke dalam mobil Eiden.
Omelan Nindi membuat Eiden terkekeh singkat, Nindi tampak lucu jika sedang mengomel seperti itu di mata Eiden.
Kemudian, ia sedikit berlari mengitari mobil lalu masuk ke mobil bagian penyetir.
"Sabuk pengaman lo-"
"Udah," tutur Nindi memotong omongan Eiden. Setelahnya, Nindi mengambil earphone yang berada dalam tas lalu memasangnya di kedua telinga.
Eiden terdiam sejenak melihat Nindi yang tampak santai sekarang. "Oke, bagus," gumamnya lalu mulai menginjak pedal gas.
"Lo nggak mau nawarin gue masuk dulu ke rumah lo, nih?" goda Eiden saat mereka masih berada di dalam mobil. Nindi mendelik beberapa detik lalu mendenguskan napasnya jengah. "Nggak. Makasih udah ngasih tumpangan walaupun gue nggak minta." Gadis itu tersungging samar. "Sampai jumpa besok, Eiden." Nindi melepaskan seatbelt kemudian membuka pintu mobil sambil berlari kecil menuju rumahnya. Eiden menatap kepergian Nindi dengan senyuman lebar, laki-laki itu merogoh sesuatu di saku seragamnya. Kalung kepunyaan Nindi masih setia ia bawa kemanapun ia pergi.
"Kenapa ada hiu yang kepalanya berbentuk martil?" Gadis di hadapannya terlihat tertegun dengan pertanyaan random oleh Eiden, lalu Nindi memasang wajah serius, lalu sedikit mendekatkan wajahnya ke wajah Eiden. "Karena, kalo bentuknya kotak itu bukan hiu, melainkan adudu," bisiknya. Plak Nindi menjauh serta meringis, memegang kepalanya yang mulai berdenyut akibat tangan kurang ajar Eiden yang seenak jidatnya menggeplak kepala Nindi memakai buku paket Biologi. "EIDEN!" "Goblok." Setelah puas mengatai Nindi, Eiden beranjak dari kursinya dan keluar kelas, menyampingkan almamater sekolah di pundak kirinya lalu memasukkan tangan kanannya ke saku celana. "GUE SUMPAHIN LO NABRAK TIANG BENDERA SAMPE BENJOL BIAR MAMPUS!"
Gadis imut berambut panjang bergelombang itu berlari kecil menuju gerbang sekolah, menyebabkan rambut bergelombangnya sedikit berantakan terkena hembusan angin.Nindi namanya, gadis imut bertubuh mungil ini hanya memiliki tinggi 155 cm, kulitnya putih serta memiliki mata yang sedikit sipit. Tak lupa dengan ginsul di gigi atasnya yang membuat ia semakin menarik ketika tertawa.Seraya mengeratkan genggaman pada ransel biru lautnya, Nindi melajukan larinya saat melihat satpam yang hendak menutup pintu gerbang."STOOOOP!" Teriakan melengking dari Nindi sontak membuat siswa-siswi menatapnya kaget."JANGAN DI TUTUP DULU GERBANGNYA, PAK! AKU BELUM SAMPAI!" pekiknya, lagi.Pak Anton, selaku satpam yang bekerja sudah lebih dari 5 tahun di sekolah Bina Nusantara itu menghela nafasnya jengah.Siapa yang tak kenal Nindi? Gadis yang dijuluki barbie doll nya Bina Nusan
"STOP!"Nindi berteriak dan menghentikan langkahnya secara paksa yang membuat tarikan dari Eiden pun ikut terhenti.Lelaki itu mengernyitkan dahinya dengan nafas yang tak teratur akibat berlari terlalu kencang. "Ada apa?""Ck! Lo mau bawa gue kemana, sih? Ini udah lumayan jauh dari sekolah! Bu Nadia gak bakalan bisa ngejar kita sampai kesini." tukas Nindi sebal. Pasalnya, ia hanya berniat membolos jam pelajaran karena ingin mencari Leo sampai dapat, bukan untuk kabur-kaburan dari guru BK bersama orang yang baru dikenalnya.Eiden melihat kesekitar, ia baru sadar bahwa telah membawa gadis itu terlalu jauh. Bahkan, Eiden sendiri tidak tahu jalan mana yang sudah mereka tempuh. Eiden hanya berlari sekencang mungkin mengikuti jalanan yang lurus.Entah karena takut akan amarah Bu Nadia atau karena berlari bersama Nindi terasa menjadi satu hal baru yang menyenangkan baginya.
YaSesampai mereka di mobil Eiden, Nindi mendenguskan nafasnya kesal. Ternyata mobil mewah ini kepunyaan lelaki itu, dilihat dari style yang Eiden pakai, memang terlalu jelas jika ia anak dari keluarga kaya."Lo mau nyulik gue, ya?!" seru Nindi dengan mata yang menyalang.Eiden yang selalu dituduh gadis itu dari tadi hanya mencebikkan bibirnya, kemudian mencoba mengikuti omongan Nindi dengan nada yang dibuat-buat. Sontak, kelakuan Eiden membuat Nindi sebal dan memukul bahu lelaki berambut sedikit berantakan itu."Gue serius!"Eiden memijat keningnya pening. "Alamat lo.""Ha?""Besok-besok beli alat buat bersihin telinga, ya, Nin."PlakBahu Eiden kembali mendapatkan pukulan."Sembarangan, lo aja yang ngomongnya gak jelas, gimana gue mau paham."Eiden memajukan dirinya sedikit m
Hari ini Nindi memutuskan untuk memasak sarapan pagi untuk dirinya beserta Aya dan juga Eiden.Iya, Eiden.Nindi berpikir, mungkin hati Eiden akan luluh jika ia memberikan lelaki itu sekotak bekal. Jangan tanyakan kemampuan memasak Nindi, tentu saja ia jago dalam hal dapur, sebab, tak jarang gadis itu membantu Ibunya memasak di waktu senggang.Dengan lihai, jemari lentik gadis itu menata sarapan di kotak bekal yang akan diberikannya kepada Eiden. Alis Nindi menyatu saking serius dan semangatnya."Semoga dia mau balikin kalung gue, deh."Derap langkah kaki menghentikan kegiatan Nindi."Eh, tumben nyiapin sarapan di hari sekolah?" tanya Aya penasaran, didekatinya gadis yang sudah rapi dengan seragam batik itu.Nindi hanya merespon dengan cengiran kaku, bingung harus menjawab apa."Lagi deket sama cowok, ya?" tanya Aya sekali la
Nindi mengendap saat mencoba memasuki kelas Eiden, sekarang jam istirahat sedang berlangsung, Nindi yakin murid-murid sudah berlarian keluar kelas dan Nindi tidak perlu khawatir kepergok orang lain sedang memberikan bekal kepada lelaki itu.Matanya mengedar mencari sosok Eiden. Reyya bilang, Eiden jarang keluar kelas saat istirahat karena Eiden lebih sering menghabiskan waktunya dengan bermain game.Bagaimana Reyya tahu? Tentu saja dari grup gosip sekolah yang ia masuki sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini, karena Reyya selalu tidak mau ketinggalan berita apapun, tidak seperti Nindi yang acuh."Ngapain lo kayak maling gitu?"Suara berat dari belakang mengejutkan Nindi yang sedang berdiri tegang di dekat pintu kelas IPA 1. Badan gadis itu otomatis berbalik."Eh? Ngapain lo keluar kelas?" tanya gadis itu random.Eiden mengernyit. "Lah? Emang ada