Author's POVBaru saja turun dari mobil, ponsel Hendriko berdering. Pria itu berhenti untuk menerima telepon dari Andy."Halo," jawabnya malas."Hei, lagi di mana? Nggak jadi datang ke rumah?"Hendriko mendengkus kasar sambil bersandar pada body mobil. "Aku baru pulang dari rumahmu.""Loh, kenapa nggak ngetuk pintu. Aku tungguin ini.""Shitt, nungguin apaan. Aku sampe depan rumah kamunya malah ...." Hendriko belum selesai bicara Andy tertawa renyah. "Gila masih jam berapa ini. Itu memang hak kamu, tapi kita udah janjian kan. Mana urusan pekerjaan harus segera kita selesaikan."Andy masih tertawa. "Sorry, sorry banget, Bro. Maklumlah seminggu ini istriku shift malam terus, baru hari ini cuti. Kamu di mana sekarang? Biar aku yang ke sana.""Aku udah di rumah. Tapi besok sajalah kita selesaikan. Berangkat lebih pagi, aku tunggu sambil sarapan di restoran depan kantor.""Woke. Lagian kalau aku yang ke situ pasti bakalan ganti gangguin kamu dan istrimu. Baiklah, selamat menikmati malam man
Author's POV Bu Salwa masih duduk di depan meja rias sambil menyeka air matanya. Ini hari yang luar biasa baginya. Mana sang suami juga belum pulang. Saat di tanya tadi katanya masih ada urusan.Berawal dari butiknya yang sepi belakangan ini. Banyak pelanggannya yang pindah ke butiknya Nency dan ke satu butik lagi yang baru buka semingguan yang lalu.Ditambah lagi waktu arisan tadi. Teman-temannya yang biasa care dan peduli, siang tadi tampak cuek dan menatapnya dengan pandangan aneh. Bahkan mereka tak henti membahas perempuan-perempuan perebut suami orang. Entah siapa yang di perbincangkan. Namun dari cara mereka bicara, tampaknya sengaja untuk menyindir dirinya.Bu Salwa mengenal teman-teman sosialitanya ketika Pak Darmawan sudah sukses. Jadi mereka tahunya, ya cuma Bu Salwa istri pertama dan satu-satunya. Hanya satu orang yang tahu kisah mereka. Yaitu mamanya Nency. Wanita itu tahu kisah mereka, karena Mama Nency kenal baik juga dengan Bu Lili.Mungkin dia yang selama ini diam, mu
Author's POV Mbok Darmi menarik nafas dalam-dalam. Ada perasaan tak enak menggelayut dalam dada. Jika bercerita pasti imbasnya akan luar biasa. Tapi wanita tangguh itu tidak gentar. Dirinya tidak sedang memfitnah, tapi mengungkapkan hal yang sebenarnya. Biar Hendriko juga tahu, seperti apa penderitaan kakaknya.Hendriko sendiri sudah siap mendengar apapun cerita dari Mbok Darmi. Walaupun mungkin dia bisa saja akan terluka. Namun Hendriko tetap akan mencari tahu tentang semuanya."Apa Mama saya adalah orang ketiga dalam pernikahan Papa dan mamanya Mas Andrean?" tanya lelaki itu tidak sabar."Ya," jawab Mbok Darmi sambil mengangguk pelan. Membuat Hendriko menahan napas."Maaf, Mas," ucap Mbok Darmi."Nggak apa-apa, Mbok. Memang sudah saya niati untuk bertemu si mbok dan mengetahui semuanya.""Bahkan Bu Salwa terang-terangan menemui Mbak Lili dan bilang masih kalau antara dirinya dan Pak Darmawan masih saling mencintai. Waktu itu Mas Andrean baru umur setahun. Dan mereka mulai menjalin
Author's POVRasanya tak percaya mamanya bisa bersikap kelewatan seperti itu. Wanita yang merawatnya dengan kasih dan penuh kelembutan ternyata menyimpan sisi gelap yang ia tutup rapat-rapat. Hendriko sangat kecewa dan malu. Bahkan untuk mengangkat wajah di hadapan wanita tua ini pun Hendriko sangat segan."Mas Andrean meniti karirnya sendiri dari bawah. Meskipun putranya bos dan berpendidikan tinggi, dia nggak pernah menuntut lebih. Bertahun-tahun dia jadi mandor di lapangan hingga kemudian naik jabatan. Karena Mas Andrean menyadari, meski perusahaan awalnya milik sang kakek, tapi diangkat dan dibesarkan oleh papa kalian. Pak Darmawan yang mencari dana untuk menyelamatkan bisnis mereka."Mbok Darmi mengambilkan air mineral untuk Hendriko. "Minum, Mas!""Makasih, Mbok." Hendriko menghabiskan setengah botol air mineral."Maafkan, saya ya Mas. Saya nggak bermaksud ingin memecah belah keluarga Mas Hendriko. Saya menceritakan hal yang sebenarnya. Sebab saya menyaksikan sendiri apa yang t
Author's POVHendriko menatap sinis mamanya yang berdiri di teras dan memandanginya. Bu Salwa yang menyadari kalau putranya pasti sudah mendengar percakapannya dengan sang suami segera berlari menghampiri."Aku sudah tau semuanya, Ma! Tentang masa lalu, Mama," kata Hendriko dengan nada dingin, lalu membuka pintu mobil, masuk, dan pergi dari rumah papanya.Meski sudah menduganya, tapi Bu Salwa tetap kaget. Wanita itu mematung dan gemetar. Kemudian dengan lunglai kembali ke teras. Pak Darmawan yang berdiri di sana juga diam membisu. Beliau sudah memikirkan ini sebelumnya. Bahwa semua akan terbongkar di depan putra-putra mereka pada akhirnya. * * *"Mas, makan dulu!" Miranda bicara pada Hendriko yang baru keluar dari kamarnya setelah selesai mandi. Tanpa menjawab laki-laki itu menghampiri sang istri yang sudah duduk di ruang makan.Di atas meja sudah ada nasi putih, bandeng presto, dan cah kangkung. Miranda pulang kerja langsung memasak. Sudah hampir seminggu ini ia heran pada sikap sua
Author's POV "Jadi mama tahu semuanya?" tanya Miranda dengan nada emosi, setelah mendengar cerita dari sang mama mengenai kisah mertuanya. Sepulang kerja Miranda langsung ke rumah orang tuanya. Sebenarnya dia hanya ingin bertanya, tapi malah mendengar kenyataan yang mamanya juga ada di belakang kisah perselingkuhan itu.Bu Evi yang diam-diam menyesali perbuatannya sejak bertemu Bu Verra di pernikahan Hendriko dan putrinya, akhirnya bicara jujur pada Miranda.Wanita itu ketakutan jika ucapan Bu Verra jadi kenyataan. Putrinya yang tidak tahu apa-apa akan menanggung beban dosanya."Heran aku. Bisa-bisanya mama tega melakukan hal itu. Apa mamanya Mas Andrean punya salah sama Mama?""Apa karena Mama Salwa teman baik mama, jadi kalian bersekongkol?" Miranda tanya beruntun.Bu Evi hanya diam. Bu Lili tidak pernah punya salah padanya. Bahkan dia juga ipar yang sangat baik. Namun ia tega mendukung sahabat baiknya karena kasihan dengan Bu Salwa. Bu Evi tahu bagaimana besarnya cinta antara kaka
Author's POV"Dia ada di sini?" tanya Andrean heran."Iya. Mas Hendriko datang bersama Mbak Miranda."Andrean saling pandang dengan istrinya. Tumben saja. Ada apa? Lagi pula mereka datang bersamaan. Apa mungkin Endah yang memberitahu mereka?Kebetulan Mbok Darmi tidak menceritakan kalau Hendriko pernah menemuinya beberapa bulan yang lalu. Wanita itu ingin tahu, apa setelah dijelaskan hal yang sebenarnya, Hendriko mau menemui kakaknya. Mbok Darmi sempat kecewa karena selama hampir tiga bulan, Hendriko tidak ada menemui Andrean. Tapi hari ini dia datang ke tempat yang tidak terduga."Coba Mas temui dulu. Mungkin ada yang ingin di sampaikan pada Mas," kata Embun sambil mengusap perutnya yang sesekali terasa mengencang. "Aku nggak apa-apa, Mas."Andrean keluar. Di bangku tunggu luar kamar persalinan tampak Hendriko dan Miranda yang lantas berdiri setelah melihat kakaknya menghampiri. Suasana canggung tercipta di antara mereka. Entah terakhir kapan mereka berhadapan secara personal sepert
Tangisan kencang tadi berhenti ketika sang papa mendekapnya. Bayi itu nyaman di dada Andrean. Embun yang masih lemas terharu menyaksikan itu. Akhirnya dia bisa memberikan keturunan untuk lelaki yang ditakdirkan menjadi imamnya.Sementara Miranda yang mendengar tangisan bayi ikut tersenyum senang. Hendriko meski tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya, diam menatap pintu ruang bersalin yang tertutup rapat. Satu kehidupan lagi telah lahir ke dunia. Generasi penerus keluarganya.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya pintu ruangan itu terbuka. Dokter dan perawat keluar dari sana. Miranda buru-buru bangkit dan melihat ke dalam. "Masuklah! Sebentar lagi Embun akan dipindahkan ke ruang perawatan," kata Andrean yang menyambutnya sambil tersenyum.Miranda menoleh pada Hendriko yang ada di belakangnya lalu diajaknya masuk. "Selamat, Mas. Sudah jadi ayah sekarang," ucap Hendriko sambil menyalami dan memeluk kakaknya. "Terima kasih." Andrean tersenyum sambil menepuk bahu adikn