Beranda / Romansa / Embrace Fate / 02. Run Away

Share

02. Run Away

Penulis: Chani yoh
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Esme memanfaatkan siang yang tenang itu untuk menyelinap. Dia sudah menghapal kebiasaan para pengawal di rumahnya. Saat siang seperti ini, mereka biasanya bersiaga di bagian depan dan samping rumah. Bagian belakang yang berupa taman sering dilupakan.

Dengan berbekal ranselnya, Esme mengendap menuju lantai bawah dan menuju taman belakang. Ibunya pastilah sedang menonton serial drama di televisi bersama dengan sepupunya. Sedangkan Enrique, kakak lelakinya, sudah dua tahun lalu memutuskan hengkang dari rumah itu.

'Good bye, Mom,' ucap Esme dalam hatinya saat melewati kamar ibunya dan mendengar suara serial drama dari televisi sang ibu.

Esme bergegas turun ke lantai bawah, menghindari pertemuan dengan para pelayan yang sedang bekerja di dapur. Gadis itu mengitari taman belakangnya dan memanjat tembok tinggi di sudut sana. Salah satu pengawal ayahnya baru saja melewati bagian luar sana saat dia berhasil memanjat tembok itu dan turun di bagian luarnya.

Bergegas Esme berlari melewati jalanan di sana, memutari kompleks menuju tempat lain, dan tiba di ujung jalan yang lain. Di sana, taxi pesanannya sudah menunggu. Dengan jantung masih berdegup kencang dan napas memburu, Esme melesak masuk ke dalam taxi.

Ini sangat gila! Dia berseru tegang. Tapi, dia pun tersenyum senang. Dia berhasil! Yeay! Dan tak ada yang membuntutinya.

Dengan segera, dia berseru pada driver taxi-nya, "Airport!"

                     ***

Dua jam lalu, Catherine berpamitan kepada ibunya untuk kuliah, tapi yang terjadi kini, dia malah duduk di salah satu pesawat yang akan terbang menuju Hawaii.

Senyumnya terkembang penuh antusiasme. Di benaknya terbayang hidup bebas yang sebentar lagi akan dia reguk. Hidup tanpa aturan yang mengekang dari ayahnya maupun ibunya. Hidup penuh hura-hura, bersenang-senang setiap saat. Hidup liaaar!

Oh, Hawaii ... I'm comiiiing ...!!

        

                        ***

Siang esok harinya, Esme sudah tiba lebih dulu di Honolulu International Airport, setelah melalui penerbangan yang panjang. Gadis ini masih tak menyangka bahwa dia akhirnya benar-benar bisa pergi dari rumah ayahnya itu. Rasanya masih sulit untuk dipercaya. Dicubitnya kulit pahanya, terasa sakit. Oh, ini sungguhan, bukanlah mimpi belaka!

Direguknya oksigen dalam-dalam hingga dadanya terkembang penuh. Kemudian, dilepasnya perlahan. Inilah hidupnya sekarang. Tanpa orang tuanya, tanpa rumah yang penuh dengan pengawal, tanpa aturan-aturan yang mengekangnya. Benar-benar hidup sesuai impiannya.

Dengan merangkul ranselnya erat-erat, Esme duduk di ruang tunggu. Hingga lebih dari satu jam kemudian, ponsel barunya bergetar dan Catherine yang meneleponnya.

"Aku di ruang pengambilan bagasi," jawab Esme.

Catherine segera mengiyakan dan tidak sampai sepuluh menit kemudian, suara wanita itu membahana di ruang pengambilan bagasi, memanggil nama Esme.

Gadis berambut panjang berwarna coklat muda itu menoleh dan mendapati si pirang Catherine berlarian di atas heels 10 senti-nya menghambur ke arah Esme.

Mereka berdua berpelukan sambil melompat-lompat kecil kesenangan.

"Is it real? We did it?" tanya Esme saat memandangi wajah nakal Catherine di depannya.

"Yeah, Bitch! We did it! Welcome to free lifeee ... , yeah!! Hahaha." Catherine menjawab Esme dengan antusiasme meledak-ledak. Mereka kembali melompat-lompat merayakan keberhasilan mereka kabur dari rumah.

"Ayo! Kita belanja pakaian, baru setelahnya kita ke apartemen."

"Kenapa tidak mencari apartemen dulu?" tanya Esme.

"Ah, tidak perlu. Aku sudah tau apartemen mana yang akan kita sewa. Jadi, lebih baik kita shopping dulu, secara kita tidak bisa membawa banyak baju, bukan?" Catherine mengatakannya dengan terkikik senang. Anting emas besar dan bulat yang tergantung di telinganya berkilauan terkena cahaya matahari.

Segera mereka menyetop taxi dan melesak masuk. Dari dalam, mereka meminta driver mengantar mereka ke mall.

                         ***

Darren Javier turun dari pesawat. Dia menggeret kopernya menuju pintu keluar Honolulu International Airport.

Hatinya masih merasa kecut karena atasannya memberikannya selembar tiket berlibur di Hawaii.

Bukan istirahat yang dia mau. Apalagi berlibur dengan berjemur di pantai, menyaksikan wanita-wanita cantik nan seksi dalam balutan bikini yang minim. Selama tiga bulan pula! Terlalu lama! Dia bisa mati bosan berlibur selama tiga bulan.

Tapi, dia juga tidak bisa melawan perintah atasan. Kesalahannya memang fatal. Dia terlalu emosional, padahal selama ini, emosi merupakan hal yang jarang terkait dengan dirinya.

Tapi segala sesuatu yang berhubungan dengan rekan sekaligus sahabatnya, James Carter, selalu membuatnya emosional. Dan Don Signoraz, the Evil Capo, buronan nomor satu seantero Amerika, memang sangat piawai mencabik hatinya demi memancing emosinya meledak tak terkontrol.

Terakhir kali dia berurusan dengan Don Signoraz, Darren hampir saja tewas. Tapi saat itu James Carter menolongnya. Sahabatnya itulah yang tewas menggantikannya.

Sejak saat itu, memburu Don Signoraz adalah obsesi terbesarnya. Dia hampir selalu pulang hingga larut malam hanya untuk tidur, karena menghabiskan waktu after work-nya untuk diam-diam menyelidiki pergerakan Don dan antek-anteknya. Dia sudah melupakan apa yang disebut 'berkencan' dalam daftar hidupnya. Jangankan berkencan, istirahat saja dia lakukan seminimal mungkin. Seluruh waktunya dia curahkan untuk mengejar Don Signoraz.

Darren memijit pelipisnya menepis bayangan kelam tentang James. Kemudian dia memanggil taxi dan memintanya mengantar ke sebuah apartemen kelas menengah ke atas.

Dia masuk dan menuju resepsionis. Di sana, berdiri dua gadis muda dengan paper bag belanjaan yang sangat banyak. Belasan Paper bag itu berserakan di lantai sekitar mereka. Darren sampai menyingkir di samping meja resepsionis untuk bisa berdiri mengantri gilirannya.

Dia memperhatikan lagi kedua gadis itu. Penampilan mereka terlihat seperti dua gadis muda yang berlibur. Mereka terlihat bersemangat dan tak sabar menjalani liburan mereka di Hawaii. Sangat bertolak belakang dengannya.

Hanya saja, ada yang aneh pada kedua gadis itu. Mereka tidak membawa koper, hanya ada ransel di punggung mereka. Dan paper bag ... sebanyak ini?

Salah satu dari kedua gadis itu, yang berambut pendek pirang, dengan anting bulat yang besar menggantung di telinganya, baru saja mengisi pendaftaran mereka. Petugas resepsionis memberikan selembar kuitansi pada gadis itu.

"Tujuh ribu dolar untuk satu tahun," kata sang resepsionis pada gadis pirang itu.

Si pirang menoleh pada gadis di belakangnya, yang berambut panjang berwarna coklat muda. Rautnya tersenyum meminta si rambut coklat membayar sewa mereka.

Darren terus memperhatikan dalam diamnya. Gadis berambut coklat itu segera membuka tas pinggang yang berada di bagian depan perutnya. Dari tempatnya berdiri, Darren bisa melihat ratusan lembar uang 100 dolar di dalam tas itu. Dengan entengnya, si gadis berambut coklat mengeluarkan segepok, kemudian menghitung hingga mencapai 7.000 dolar, baru kemudian memberikannya pada temannya, si pirang.

Si pirang membayar. Darren terus mengamati meskipun dia sudah tahu, kedua gadis itu sangatlah naif. Menyimpan uang sebanyak itu di tas pinggang mereka hanya menunjukkan kebodohan, dan memancing terjadinya tindak kejahatan. Apalagi dengan terang-terangan menghitung lembar demi lembar uang itu di depan orang lain.

Meski begitu, Darren masih bergeming di tempatnya sembari terus mengamati. Dari tempatnya berdiri, dapat Darren lihat sepasang sejoli baru saja keluar dari lift dan melewati mereka saat teman si pirang tadi membuka tasnya untuk membayar uang sewa apartemen mereka.

Dari kedua sejoli itu, yang perempuan jelas melihat ke arah tas pinggang dari temannya si pirang. Segera saja kedua matanya membelalak lebar dan wanita itu berbisik pada kekasihnya seraya mereka melangkah ke arah pintu.

Dan benar saja tebakan Darren, tak sampai lima detik kemudian, sepasang sejoli tadi berbalik arah dan kembali masuk ke dalam gedung apartemen. Tapi, mereka berjalan pelan kali ini dan menaiki tangga.

Sementara itu, si pirang dan si rambut coklat sudah mendapatkan kunci dan access card mereka. Mereka pun melangkah menuju lift tanpa menyadari dua pasang mata dari dua sejoli tadi, yang sekarang menuju tangga, terus mengawasi mereka.

Bab terkait

  • Embrace Fate   03. First Meet

    "Bagaimana menurutmu?" Catherine menoleh pada Esme saat pintu lift telah menutup, dan hanya mereka berdua yang masuk.Dari nomor unit yang didapat Catherine tadi, unit mereka di lantai 17. Lift melaju naik ke lantai 17."Bagus. Ini pas untuk kita. Cukup mewah, tapi tetap pas di kantong," jawab Esme apa adanya.Catherine terkikik mendengarnya. "Tenang saja! Jika uang kita habis, kita tinggal menelepon Jullio atau Enrique, dan merayu mereka untuk mengirimkan kita uang.""Tapi itu kan bisa membocorkan di mana keberadaan kita?""Pintar sedikit dong. Kita bisa pergi ke kota lain dulu barulah menelepon dari sana."Esme mengangguk-angguk mendengarnya. Tiba-tiba lift berbunyi dan berhenti di lantai 3. Saat pintu terbuka, sepasang insan yang sempat dilihat Catherine di lobby tadi yang masuk.Catherine mundur sampai ke dinding belakang lift, seraya menarik Esme mengikutinya. Entah mengapa dia merasa t

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Embrace Fate   04. What'd You Do?

    Margarita Bandares mengelap sudut matanya yang basah karena adegan drama yang baru saja ditontonnya. Drama keluarga yang tentram, yang menceritakan kehidupan keseharian yang solid, perjuangan melewati hari demi hari dalam keluarga sederhana adalah jenis drama yang paling dia sukai.Adegan yang simpel, yang mengungkapkan betapa hangat tokoh pria memperlakukan istrinya, meski hanya dengan sesuatu hal yang kecil, akan mampu meloloskan air matanya. Inilah yang baru saja terjadi. Wanita 51 tahun itu begitu terenyuh oleh kehangatan cinta tokoh pria di dalamnya.Wanita berambut coklat pendek, dengan ujung-ujungnya yang mengikal itu bangkit dari sofa empuknya, yang senantiasa menemaninya menonton serial drama setiap siang. Perasaan yang begitu terikat pada adegan di serial dramanya membuat Margarita menginginkan perbincangan dengan gadis kecilnya yang manis.Dia pun melangkahkan kaki menuju kamar Esme. Diketuknya perlahan sambil menan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Embrace Fate   05. When Jogging

    Pagi hari di Honolulu terasa berbeda. Cuaca yang terasa hangat membuat semangat pagi menjadi lebih membara. Belum lagi aroma pantai yang begitu menggoda, membuat Esme bersemangat menjelajahi kota utama Hawaii itu.Esme sudah siap dengan pakaian joggingnya. Dia sedang mengucir rambut panjangnya menjadi ikatan ekor kuda.Diliriknya jam di dinding. Sudah pukul 05.03, tapi langit di luar sudah cukup terang.Esme menuju pintu dan membukanya. Tepat bersamaan dengannya, di depan pintu unit seberangnya, pria yang menolongnya kemarin juga keluar dari sana.Mereka sempat berpandang-pandangan beberapa saat lamanya, meskipun keduanya sembari menutup pintu.Esme memberikan pria itu senyuman manis yang berbinar-binar."Hai," sapanya dengan rona malu-malu di wajahnya.Pria di hadapannya hanya tersenyum sedikit sembari mengangguk kecil."Silakan." Tangan pria itu terulur mempersilakannya untuk lewat terlebih dahulu. Secercah ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Embrace Fate   06. Let's Out

    Dokter menyerahkan resep kepada Darren yang duduk di kursi depan meja kerja sang dokter. Sedangkan Esme dipapah suster menuruni examination table dengan hati-hati menuju kursi di sebelah Darren. Wajah pria itu tetap datar dan tak berubah sedari tadi."Ini resep untuk pain killer dan salep olesnya. Untuk pain killer bisa diminum tiga kali sehari. Jika sudah tidak sakit, bisa distop. Untuk salep boleh dioles sesering yang diinginkan."Selesai menjelaskan, sang dokter tersenyum pada Darren, kemudian menatap Esme yang meringis menahan sakit."Kalau kekasihnya belai penuh rasa sayang, pasti akan cepat sembuh," celetuk dokter yang terlihat berusia pertengahan lima puluh tahun itu, dengan tersenyum penuh arti kepada Esme.Gadis itu merona mendengar ucapan salah paham sang dokter. Diliriknya Darren yang ternyata malah mengangguk kecil. "Terima kasih, Dokter.""Maaf, dokter tadi jadi salah paham mengir

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Embrace Fate   07. Boyfriend?

    Ada 4 pria dan 2 wanita yang diakui Catherine sebagai teman-temannya. Ke empat pria itu berpakaian kaos kasual dengan celana panjang jeans yang sobek di lutut, di paha, ataupun di betis. Dua di antara mereka memakai topi terbalik. Dua lagi yang tidak memakai topi memiliki rambut yang warnanya di cat hijau dan abu-abu, atau biru bercampur merah.Esme melirik tato di lengan pemuda-pemuda itu. Mereka memasang tato bergambang sama di lengan kanan mereka. Tato bergambar elang yang sedang berdiam di daratan.Selain tato, hal lain yang membuat Esme merasa tidak nyaman adalah motor gede yang mereka bawa. Dia akan ikut naik motor? Yang benar saja! Esme belum pernah naik motor! Perasaannya berkecamuk antara takut tapi juga antusias. Sepertinya naik motor akan terasa seru. Tapi, berada dekat pemuda-pemuda itu membuatnya terintimidasi. Mereka terlihat seperti pemberontak jalanan."Hai semua! Ini adikku, Leah. Dan Leah, ini Hale, Akoni, Ek

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Embrace Fate   08. Forced Kiss

    Dalam sepuluh menit berikutnya, mereka tiba di sebuah night club terbesar di Honolulu. Setidaknya begitu yang dikatakan Hale. Setelah memarkir, mereka semuanya turun dari motor, termasuk Esme.Jika mau jujur, rasa antusiasme Esme sudah meletup-letup di dalam dadanya karena akhirnya dia bisa datang ke kelab malam bersama pemuda sebayanya. Rasa tidak nyamannya terhadap Brandon seketika dia lenyapkan dari benaknya.Dengan berpasang-pasangan, mereka memasuki night club itu. Musik berdentum-dentum menyambut kedatangan mereka. Dan karena malam ini malam spesial yang digelar oleh night club itu, semua pengunjung diharuskan membayar biaya masuk.Hale dan Catherine menuju kasir dan dapat Esme lihat bahwa Catherine-lah yang mengeluarkan sejumlah uang dan membayar biaya masuk mereka semua."Mau minum apa?" tanya Hale pada Catherine, juga yang lainnya saat mereka sudah mendapatkan tempat di sofa melingkar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Embrace Fate   09. The Man

    Esme mengeluarkan tenaga terakhirnya untuk meronta dengan sia-sia, sampai di satu titik dia tahu usahanya takkan mungkin menghalau kebejatan Brandon. Esme menangis karena merasa kalah. Dan di sisa-sisa tenaganya itu, dia hanya sanggup berharap alam berpihak padanya dan membantunya menghentikan Brandon.Dan sedetik kemudian, Esme benar terbebas dari cengkeraman Brandon. Secepat itu harapannya didengar Tuhan? Terima kasih Tuhan, batinnya penuh syukur.Bugh!!"Hei, apa-apaan! Siapa kau!"Suara pukulan di tengah bising musik, diikuti erangan sakit dari Brandon, mulai sampai di telinga Esme. Tatapannya kini terarah pada Brandon yang ternyata sedang diserang oleh seseorang.Seorang pria sudah menyelamatkannya dari terkaman nafsu Brandon. Pria itu memukuli Brandon bertubi-tubi hingga Brandon tergeletak di lantai dan tak sanggup melawan lagi.Beberapa saat berlalu dan akhirnya pria itu mulai berhenti dan menegakkan dirinya. Saat itulah Esme baru mel

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Embrace Fate   10. Whatever

    "Berhati-hatilah dengan pemuda tadi. Sekali dia sudah kurang ajar padamu, berikut-berikutnya dia masih mungkin bersikap seperti itu."Entah kenapa, nasihat Darren yang biasa saja terdengar begitu manis bagi Esme. Seolah pria itu begitu mengkhawatirkannya.Tak ayal, Esme memberikan senyum manisnya yang malu-malu. Jarinya spontan menyelipkan helaian rambutnya di belakang telinga. Terlihat bibir Darren seakan siap mengucapkan perpisahan mereka untuk malam itu. Namun, dering ponsel Esme telah lebih dulu mengisi keheningan mereka yang canggung.Esme mengambil ponselnya dengan Darren yang masih di hadapannya."Ya, halo?""Little Girl, are you okay?" seru Catherine di ujung telepon. Suaranya terdengar sangat panik."Ya. Aku baik-baik saja. Dan aku sudah pulang.""Huft, syukurlah. Aku panik sekali tadi. Dengan siapa kau pulang?" tanya Catherine lagi."Dengan Darren," jawab Esme. Dia sebenarnya masih ingin menjelaskan banyak hal tenta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Embrace Fate   Extra Endings

    Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak

  • Embrace Fate   170. As Long As You Love Me

    “Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha

  • Embrace Fate   169. Throw a Party or Investment?

    Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan

  • Embrace Fate   168. I'm not Incomplete

    “Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan

  • Embrace Fate   167. Farewell and Forgetting

    Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b

  • Embrace Fate   166. Where's Your Pride?

    “LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te

  • Embrace Fate   165. Foolishness

    Sementara itu di kamarnya, Claire juga menangis tersedu. Dia memikirkan betapa James Carter adalah pria yang baik.James sudah berteman dengan Darren sejak mereka di awal karier kepolisian. Claire suka berada di dekat mereka jika James datang ke rumah.Dan entah sejak kapan, James mulai menunjukkan tanda-tanda suka pada Claire. Meskipun gadis itu tidak menganggap James lebih dari seorang teman, Claire tidak pernah meremehkan perasaan James.Di hari ketika kabar tewasnya James tiba di telinganya, Claire mulai sering memikirkan pria itu. Saat itu, Claire merasa tidak ada salahnya membuka hatinya untuk James. Pria itu dewasa dan sangat baik. Dirinya yang manja mungkin akan bisa merasakan cinta yang manis saat bersama James.Claire bahkan sudah menyusun kata-kata yang akan dia ungkapkan pada James, bahwa dia ingin membuka hatinya untuk James.Tetapi kemudian kabar itu datang. Hatinya hancur remuk.Baru bertahun-tahu

  • Embrace Fate   The Accusation (ii)

    Garry benar-benar mengajak Catherine ke apartemennya. Dalam setiap langkahnya, Catherine merasa semakin gelisah.Meskipun semua ini adalah idenya sendiri, tetapi memikirkan dia akan kepergok Martinez mengunjungi apartemen pria lain, yang malahan baru dia kenal lewat kencan buta, tetaplah membuat perutnya terasa mual.Langkah kaki Cahterine hampir saja berbalik arah jika bukan karena wanita itu terngiang lagi akan ucapan Martinez sebelum ini.‘Kau berhak mendapatkan pria lain yang lebih sempurna. Yang layak mendapatkan dirimu.’Huh! Dasar lelaki tidak peka! Memangnya Martinez tidak sadar jika yang Catherine inginkan adalah pria itu sendiri? Dan karena kebodohannya itu, sekarang Catherine benar-benar ingin mencari yang lebih baik dari pria itu. Dia akan tunjukkan bahwa dia tidak akan mengemis cinta.“Unitmu di lantai ini?” tanya Cahterine terkejut saat mereka keluar dari lift. Bahkan unit Garry berada di lantai yang sama denga

  • Embrace Fate   164. The Accusation

    Garry pun memberitahu apartemen tempatnya tinggal. Cahterine terkejut karena nama apartemen yang disebut Garry adalah apartemen tempat Martinez tinggal. Mendadak, selintas ide gila lewat di otak Catherine. Dan idenya ini telah menghilangkan rasa malu Cahterine sebagai wanita. Dia berkata, “Boleh aku mampir ke apartemenmu? Ehm, maksudku, sekarang?” Pertanyaan Cahterine sukses membuat Garry tercengang. Tidak ada wanita yang lebih seterus terang dan segesit dia. Garry juga tidak menyangka jika Catherine bisa mengatakan ini semua mengingat saat makan di kafe tadi, Catherine tidak terlihat ramah. Dia begitu cuek, dingin, dan jutek. Wanita itu seperti tidak memiliki pikirannya di tubuhnya. Tetapi sekarang, tiba-tiba wanita ini memintanya untuk mengajaknya ke apartemen? Mungkin sebentar lagi akan hujan uang. Namun begitu, Garry laki-laki normal. Tidak mungkin dia melewatkan kesempatan emas seperti ini. Apalagi Catherine adalah wanita pirang seksi. Sungguh me

DMCA.com Protection Status