Home / Romansa / Embrace Fate / 05. When Jogging

Share

05. When Jogging

Author: Chani yoh
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi hari di Honolulu terasa berbeda. Cuaca yang terasa hangat membuat semangat pagi menjadi lebih membara. Belum lagi aroma pantai yang begitu menggoda, membuat Esme bersemangat menjelajahi kota utama Hawaii itu.

Esme sudah siap dengan pakaian joggingnya. Dia sedang mengucir rambut panjangnya menjadi ikatan ekor kuda.

Diliriknya jam di dinding. Sudah pukul 05.03, tapi langit di luar sudah cukup terang. 

Esme menuju pintu dan membukanya. Tepat bersamaan dengannya, di depan pintu unit seberangnya, pria yang menolongnya kemarin juga keluar dari sana.

Mereka sempat berpandang-pandangan beberapa saat lamanya, meskipun keduanya sembari menutup pintu. 

Esme memberikan pria itu senyuman manis yang berbinar-binar. 

"Hai," sapanya dengan rona malu-malu di wajahnya.

Pria di hadapannya hanya tersenyum sedikit sembari mengangguk kecil. 

"Silakan." Tangan pria itu terulur mempersilakannya untuk lewat terlebih dahulu. Secercah rasa kecewa menyelinap di hati Esme. Alangkah indahnya jika pria itu memintanya berjalan beriringan. Begitu batin Esme berharap dalam hatinya. 

Meski begitu, Esme hanya bisa melakukan seperti yang dipersilakan pria itu. Dia berjalan mendahului si pria penolong yang diam-diam mulai dipujanya itu, dengan jantung yang berdebar kencang karena dia menginginkan percakapan yang lebih dari sekadar say 'hai'.

Esme pun menoleh dan mendapati tatapan tajam sang pria yang juga menatapnya. Gadis itu memperlambat langkahnya hingga mereka berdua sejajar.

"Kau mau jogging?" tanya Esme basa basi. Jelas, pria itu juga mau jogging karena sudah mengenakan male jogging outfit yang terdiri dari kaos sleeveless T-shirt berwarna abu-abu, black shorts, serta running shoes yang berwarna hitam dengan list putih di pinggirnya.

Dia tetap terlihat gagah dalam pakaian kasual seperti ini.

"Ya. Kau juga?" tanya pria itu membuat hati Esme bagai mengembang karena akhirnya mendapatkan balasan atas percakapan yang dimulainya.

Esme pun menjawab, "Iya," seraya mengembangkan senyum teramat manis.

"By the way, kita belum berkenalan. Namaku Es- Ehm ...  maksudku Leah Spencer." Esme mengutuki dirinya dalam benaknya karena hampir saja keceplosan menyebut nama aslinya.

Untung pria itu tak menyadari kesalahan bicaranya. Pria itu malah mengulurkan tangannya juga. "Darren Javier. Senang berkenalan denganmu."

Jantung Esme semakin berdesir hangat karena jabatan tangan Darren terasa sangat mantap. Tanpa sadar Esme lagi-lagi tersenyum manis, yang dibalas dengan wajah datar oleh Darren.

"Ayo, kita jogging sama-sama," kata Darren membuat Esme semakin merona dan salah tingkah.

                        ***

"Jadi, kalian memang ingin pindah dan memulai hidup di tempat ini?" 

Darren mengerutkan keningnya ketika mendengar cerita Esme tentang alasan kedatangannya bersama Catherine ke Honolulu, Hawaii.

Tentu saja dia sudah menghilangkan bagian 'melarikan diri dari rumah' saat bercerita tadi.

Mereka sedang berjalan santai setelah berlari dua putaran mengitari taman tepi laut yang berada tak jauh dari gedung apartemen mereka. Pohon-pohon kelapa yang tinggi menjadi hiasan yang mengitari tepian taman.

"Iya. Kami sudah lama memimpikan tinggal di kota yang dikelilingi pantai dengan cuaca hangat seperti ini. Tempat ini seperti surga. Surga dunia."

Esme menceritakannya dengan binar mata yang begitu gemerlap. Dia tak menyadari Darren tampak mengkaji semua ceritanya itu.

"Kau baru lulus sekolah?" tanya Darren.

Esme heran dengan pertanyaan tiba-tiba Darren yang berbelok dari topik mereka. "Iya," jawabnya polos.

"Bagaimana dengan kakakmu  Alicia?" 

"Dia baru lulus kuliah."

"Kau sendiri tidak kuliah?" tanya Darren lagi membuat perasaan Esme terselubung sedih. 

Jika bukan karena kekangan ayahnya, dia pasti lebih memilih kuliah. Keinginan terdalam Esme merasakan bersekolah bersama-sama, bertemu banyak teman, dan merasakan dikelilingi sekelompok teman sebaya yang bisa diajak saling bercerita, berbagi canda tawa serta duka lara.

Karenanya, Esme mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kesedihannya saat menanggapi pertanyaan Darren.

"Lalu ... bagaimana kalian akan menghidupi diri kalian?" Suara rendah namun renyah milik Darren terdengar lagi.

"Oh, kami membawa uang tabungan kami selama ini."

"Bagaimana jika uang itu habis?" tanya Darren lagi mencoba memahami jalan pikiran Spencer bersaudara yang menurutnya kurang bijak. Hanya menghabiskan isi tabungan tanpa rencana pengelolaan ke depannya.

"Ya, mungkin kami akan pulang kembali dan mulai mencari pekerjaan untuk mulai menabung lagi." Esme menjelaskannya tanpa pikir panjang lagi.

Untungnya, Darren tak lagi mengajak bicara lebih jauh. "Kau masih mau keliling satu kali lagi? Atau mau kembali ke apartemen?"

"Kau sendiri?"

"Aku ingin keliling satu atau dua kali lagi."

"Kalau begitu, aku juga." Dan lagi-lagi senyum merona terkembang di wajah Esme.

Mereka berkeliling lagi mengitari taman. Esme yang telah lelah memaksakan dirinya untuk berkeliling lagi untuk putaran ke dua-nya. Diliriknya Darren yang tatapannya lurus ke depan. Staminanya tampak tidak terkuras sedikit pun.

Dari samping, Esme semakin terpukau akan ketampanan wajah Darren. Hidung yang mancung, tatapan yang tajam dan seakan terpusat pada satu titik, bibir yang berlekuk seksi, dengan bulu-bulu pendek di sekelilingnya hingga mencapai rahang, tubuh yang tegap dan berotot kencang, semua membuat Esme harus menahan air liurnya yang seakan ingin menetes.

Tanpa dia sadari, ada seorang pelari yang tak dikenal yang menyalipnya dari belakang. Pelari itu tak sengaja menabrak Esme hingga gadis itu menabrak Darren dan kaki kanannya tergelincir.

"Aaaww!!" teriak Esme tertahan.

Darren menghentikan larinya. "Kau tak apa-apa?"

"Tidak apa-apa," jawab Esme berusaha melangkah, tapi kemudian, "Aduh! Sakiiit!"

Darren segera memapah Esme ke kursi taman tak jauh dari mereka. Setelah Esme duduk, Darren berjongkok di hadapannya, menaikkan kaki Esme yang keseleo ke atas pahanya. Dia memeriksa urat yang terasa sakit. 

"Aaaww... aduuuh! Sa- sakit!" seru Esme lagi saat Darren menekan pelan satu titik di mata kakinya.

"Kau keseleo," ujarnya dengan berpikir keras apa yang bisa dia lakukan untuk Esme. "Kuantar ke rumah sakit?"

"Rumah sakit? Tid- tidak usah, terima kasih. Aku istirahat saja."

"Tapi ini sudah merah. Pasti sakit sekali. Harus dirawat."

Esme menggigit bibirnya sembari memikirkan tawaran Darren. Jika harus ke rumah sakit, dia takut disuntik. "Apa tidak bisa kalau hanya kuurut-urut sendiri?"

Darren yang masih berlutut sebelah kaki di hadapannya menatap heran pada Esme. Tapi kemudian dia berkata dengan lembut, "Justru lebih berbahaya jika kau mengurutnya sendiri. Jika salah, malah akan bertambah parah. Jadi lebih baik ke rumah sakit, biar ditangani dokter. 

Atau kau mau aku yang mengurutnya? Kalau di rumah sakit biasanya mereka bisa menyemprotkan pereda nyeri. Kalau aku yang mengurutnya, tanpa pereda nyeri sedikit pun. Bagaimana?"

Meski tatapan Darren berubah teduh padanya, tapi mendengar penjelasan Darren tadi, tak ayal Esme pun tersenyum masam padanya. Siapa yang mau diurut tanpa pereda nyeri?

Tanpa menunggu jawabannya, Darren pun bangkit seraya menyunggingkan sedikit senyum untuknya. Detik itu juga, Esme langsung tahu bahwa dia akan dibawa ke rumah sakit.

Related chapters

  • Embrace Fate   06. Let's Out

    Dokter menyerahkan resep kepada Darren yang duduk di kursi depan meja kerja sang dokter. Sedangkan Esme dipapah suster menuruni examination table dengan hati-hati menuju kursi di sebelah Darren. Wajah pria itu tetap datar dan tak berubah sedari tadi."Ini resep untuk pain killer dan salep olesnya. Untuk pain killer bisa diminum tiga kali sehari. Jika sudah tidak sakit, bisa distop. Untuk salep boleh dioles sesering yang diinginkan."Selesai menjelaskan, sang dokter tersenyum pada Darren, kemudian menatap Esme yang meringis menahan sakit."Kalau kekasihnya belai penuh rasa sayang, pasti akan cepat sembuh," celetuk dokter yang terlihat berusia pertengahan lima puluh tahun itu, dengan tersenyum penuh arti kepada Esme.Gadis itu merona mendengar ucapan salah paham sang dokter. Diliriknya Darren yang ternyata malah mengangguk kecil. "Terima kasih, Dokter.""Maaf, dokter tadi jadi salah paham mengir

    Last Updated : 2024-10-29
  • Embrace Fate   07. Boyfriend?

    Ada 4 pria dan 2 wanita yang diakui Catherine sebagai teman-temannya. Ke empat pria itu berpakaian kaos kasual dengan celana panjang jeans yang sobek di lutut, di paha, ataupun di betis. Dua di antara mereka memakai topi terbalik. Dua lagi yang tidak memakai topi memiliki rambut yang warnanya di cat hijau dan abu-abu, atau biru bercampur merah.Esme melirik tato di lengan pemuda-pemuda itu. Mereka memasang tato bergambang sama di lengan kanan mereka. Tato bergambar elang yang sedang berdiam di daratan.Selain tato, hal lain yang membuat Esme merasa tidak nyaman adalah motor gede yang mereka bawa. Dia akan ikut naik motor? Yang benar saja! Esme belum pernah naik motor! Perasaannya berkecamuk antara takut tapi juga antusias. Sepertinya naik motor akan terasa seru. Tapi, berada dekat pemuda-pemuda itu membuatnya terintimidasi. Mereka terlihat seperti pemberontak jalanan."Hai semua! Ini adikku, Leah. Dan Leah, ini Hale, Akoni, Ek

    Last Updated : 2024-10-29
  • Embrace Fate   08. Forced Kiss

    Dalam sepuluh menit berikutnya, mereka tiba di sebuah night club terbesar di Honolulu. Setidaknya begitu yang dikatakan Hale. Setelah memarkir, mereka semuanya turun dari motor, termasuk Esme.Jika mau jujur, rasa antusiasme Esme sudah meletup-letup di dalam dadanya karena akhirnya dia bisa datang ke kelab malam bersama pemuda sebayanya. Rasa tidak nyamannya terhadap Brandon seketika dia lenyapkan dari benaknya.Dengan berpasang-pasangan, mereka memasuki night club itu. Musik berdentum-dentum menyambut kedatangan mereka. Dan karena malam ini malam spesial yang digelar oleh night club itu, semua pengunjung diharuskan membayar biaya masuk.Hale dan Catherine menuju kasir dan dapat Esme lihat bahwa Catherine-lah yang mengeluarkan sejumlah uang dan membayar biaya masuk mereka semua."Mau minum apa?" tanya Hale pada Catherine, juga yang lainnya saat mereka sudah mendapatkan tempat di sofa melingkar.

    Last Updated : 2024-10-29
  • Embrace Fate   09. The Man

    Esme mengeluarkan tenaga terakhirnya untuk meronta dengan sia-sia, sampai di satu titik dia tahu usahanya takkan mungkin menghalau kebejatan Brandon. Esme menangis karena merasa kalah. Dan di sisa-sisa tenaganya itu, dia hanya sanggup berharap alam berpihak padanya dan membantunya menghentikan Brandon.Dan sedetik kemudian, Esme benar terbebas dari cengkeraman Brandon. Secepat itu harapannya didengar Tuhan? Terima kasih Tuhan, batinnya penuh syukur.Bugh!!"Hei, apa-apaan! Siapa kau!"Suara pukulan di tengah bising musik, diikuti erangan sakit dari Brandon, mulai sampai di telinga Esme. Tatapannya kini terarah pada Brandon yang ternyata sedang diserang oleh seseorang.Seorang pria sudah menyelamatkannya dari terkaman nafsu Brandon. Pria itu memukuli Brandon bertubi-tubi hingga Brandon tergeletak di lantai dan tak sanggup melawan lagi.Beberapa saat berlalu dan akhirnya pria itu mulai berhenti dan menegakkan dirinya. Saat itulah Esme baru mel

    Last Updated : 2024-10-29
  • Embrace Fate   10. Whatever

    "Berhati-hatilah dengan pemuda tadi. Sekali dia sudah kurang ajar padamu, berikut-berikutnya dia masih mungkin bersikap seperti itu."Entah kenapa, nasihat Darren yang biasa saja terdengar begitu manis bagi Esme. Seolah pria itu begitu mengkhawatirkannya.Tak ayal, Esme memberikan senyum manisnya yang malu-malu. Jarinya spontan menyelipkan helaian rambutnya di belakang telinga. Terlihat bibir Darren seakan siap mengucapkan perpisahan mereka untuk malam itu. Namun, dering ponsel Esme telah lebih dulu mengisi keheningan mereka yang canggung.Esme mengambil ponselnya dengan Darren yang masih di hadapannya."Ya, halo?""Little Girl, are you okay?" seru Catherine di ujung telepon. Suaranya terdengar sangat panik."Ya. Aku baik-baik saja. Dan aku sudah pulang.""Huft, syukurlah. Aku panik sekali tadi. Dengan siapa kau pulang?" tanya Catherine lagi."Dengan Darren," jawab Esme. Dia sebenarnya masih ingin menjelaskan banyak hal tenta

    Last Updated : 2024-10-29
  • Embrace Fate   11. Wanna Try This?

    "Bagaimana?" tanya Hale begitu dia melihat Catherine, alias Alicia, mendekat."Sudah beres! Dia akan tidur."Catherine menatap yang lainnya. "Silakan kalian bisa anggap rumah sendiri. Asal jangan ganggu adikku saja. Dia tidur di kamar yang sana."Brandon dan yang lainnya mengangguk. Catherine kemudian meninggalkan mereka semua di sofa ruang tengah, untuk mengambil minum."Aku rasa kalian kusajikan soft drinks saja ya. Di club tadi sudah minum beralkohol." Catherine mengucapkannya sambil lalu menuju dapur. Dia tahu Hale mengikutinya, sehingga ucapannya itu ditujukannya pada Hale.Sesampainya di dapur, saat hendak meraih pintu kulkas, lengan kokoh Hale sudah melingkar di pinggangnya. Hangat napas pria itu sudah terasa di tengkuk Catherine."Uhm ... Baby?" tanya Catherine tidak jadi membuka kulkas. Desiran di tubuhnya lebih menguasai otaknya hingga dia lupa apa yang h

    Last Updated : 2024-10-29
  • Embrace Fate   Try This!

    "Oh, Baby, wanna try this? This is amazing!" tanya Hale tanpa beban."Kau! Kau gila! Kenapa membawa barang seperti itu ke sini?" Amarah Catherine terasa mendidih di kepalanya. Tidak perlu dijelaskan. Sekali lihat saja siapapun akan tahu bahwa itu adalah bubuk obat terlarang.Tentu saja Catherine marah. Obat seperti ini ilegal di Hawaii dan hampir di seluruh negara. Pemakai dan pengedarnya bisa dihukum belasan tahun hingga seumur hidup di penjara.Habislah dia dan Esme jika sampai terlibat hal seperti itu di Hawaii. Sekalipun jika dia tidak memakai ataupun mengedarkan, tapi jika huniannya yang menjadi tempat untuk memakainya, dia tetap akan terseret.Catherine tidak menginginkan itu! Ayahnya sering berkata agar jangan pernah menyentuh dan mencicipi obat terlarang. Bahkan jika hanya satu kali dan dalam dosis kecil sekalipun. Efek candu dari obat itu akan menjeratmu!"Wohooo ... tenang dulu

    Last Updated : 2024-10-29
  • Embrace Fate   Fighting!

    "LEPASKAN AKU! LEPASKAN AKU, JAHANAM!!""Hahaha, kau takkan kulepaskan. Kau harus menerima pemberianku ini. Aku sudah susah payah membelinya untukmu. Sekarang terimalah!" Brandon mulai menarik rambut Esme untuk bisa mengendalikan gadis itu.Dililitnya rambut panjang Esme di tangannya hingga Esme tak bisa menggerakkan kepalanya. Setelahnya, Brandon mulai mendorong Esme menuju meja. Didorongnya kepala Esme agar mendekat ke meja, mendekat ke bubuk putih terlarang yang disebutnya bubuk bahagia itu.Esme berusaha menahan dorongan Brandon. Menahan wajahnya agar tidak semakin dekat pada bubuk putih itu. Tapi tenaga Brandon teramat sangat kuat hingga yang mampu Esme lakukan hanyalah menangis.Dalam hatinya dia memanggil-manggil ayahnya. Dia juga memanggil Enrique, kakaknya. Tapi suara itu hanya memantul dalam benaknya dan wajahnya hanya tinggal beberapa sentimeter saja dari meja.Esme memegang tangan

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Embrace Fate   Extra Endings

    Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak

  • Embrace Fate   170. As Long As You Love Me

    “Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha

  • Embrace Fate   169. Throw a Party or Investment?

    Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan

  • Embrace Fate   168. I'm not Incomplete

    “Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan

  • Embrace Fate   167. Farewell and Forgetting

    Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b

  • Embrace Fate   166. Where's Your Pride?

    “LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te

  • Embrace Fate   165. Foolishness

    Sementara itu di kamarnya, Claire juga menangis tersedu. Dia memikirkan betapa James Carter adalah pria yang baik.James sudah berteman dengan Darren sejak mereka di awal karier kepolisian. Claire suka berada di dekat mereka jika James datang ke rumah.Dan entah sejak kapan, James mulai menunjukkan tanda-tanda suka pada Claire. Meskipun gadis itu tidak menganggap James lebih dari seorang teman, Claire tidak pernah meremehkan perasaan James.Di hari ketika kabar tewasnya James tiba di telinganya, Claire mulai sering memikirkan pria itu. Saat itu, Claire merasa tidak ada salahnya membuka hatinya untuk James. Pria itu dewasa dan sangat baik. Dirinya yang manja mungkin akan bisa merasakan cinta yang manis saat bersama James.Claire bahkan sudah menyusun kata-kata yang akan dia ungkapkan pada James, bahwa dia ingin membuka hatinya untuk James.Tetapi kemudian kabar itu datang. Hatinya hancur remuk.Baru bertahun-tahu

  • Embrace Fate   The Accusation (ii)

    Garry benar-benar mengajak Catherine ke apartemennya. Dalam setiap langkahnya, Catherine merasa semakin gelisah.Meskipun semua ini adalah idenya sendiri, tetapi memikirkan dia akan kepergok Martinez mengunjungi apartemen pria lain, yang malahan baru dia kenal lewat kencan buta, tetaplah membuat perutnya terasa mual.Langkah kaki Cahterine hampir saja berbalik arah jika bukan karena wanita itu terngiang lagi akan ucapan Martinez sebelum ini.‘Kau berhak mendapatkan pria lain yang lebih sempurna. Yang layak mendapatkan dirimu.’Huh! Dasar lelaki tidak peka! Memangnya Martinez tidak sadar jika yang Catherine inginkan adalah pria itu sendiri? Dan karena kebodohannya itu, sekarang Catherine benar-benar ingin mencari yang lebih baik dari pria itu. Dia akan tunjukkan bahwa dia tidak akan mengemis cinta.“Unitmu di lantai ini?” tanya Cahterine terkejut saat mereka keluar dari lift. Bahkan unit Garry berada di lantai yang sama denga

  • Embrace Fate   164. The Accusation

    Garry pun memberitahu apartemen tempatnya tinggal. Cahterine terkejut karena nama apartemen yang disebut Garry adalah apartemen tempat Martinez tinggal. Mendadak, selintas ide gila lewat di otak Catherine. Dan idenya ini telah menghilangkan rasa malu Cahterine sebagai wanita. Dia berkata, “Boleh aku mampir ke apartemenmu? Ehm, maksudku, sekarang?” Pertanyaan Cahterine sukses membuat Garry tercengang. Tidak ada wanita yang lebih seterus terang dan segesit dia. Garry juga tidak menyangka jika Catherine bisa mengatakan ini semua mengingat saat makan di kafe tadi, Catherine tidak terlihat ramah. Dia begitu cuek, dingin, dan jutek. Wanita itu seperti tidak memiliki pikirannya di tubuhnya. Tetapi sekarang, tiba-tiba wanita ini memintanya untuk mengajaknya ke apartemen? Mungkin sebentar lagi akan hujan uang. Namun begitu, Garry laki-laki normal. Tidak mungkin dia melewatkan kesempatan emas seperti ini. Apalagi Catherine adalah wanita pirang seksi. Sungguh me

DMCA.com Protection Status