Home / Romansa / Embrace Fate / 07. Boyfriend?

Share

07. Boyfriend?

Author: Chani yoh
last update Last Updated: 2021-03-28 10:54:00

Ada 4 pria dan 2 wanita yang diakui Catherine sebagai teman-temannya. Ke empat pria itu berpakaian kaos kasual dengan celana panjang jeans yang sobek di lutut, di paha, ataupun di betis. Dua di antara mereka memakai topi terbalik. Dua lagi yang tidak memakai topi memiliki rambut yang warnanya di cat hijau dan abu-abu, atau biru bercampur merah.

Esme melirik tato di lengan pemuda-pemuda itu. Mereka memasang tato bergambang sama di lengan kanan mereka. Tato bergambar elang yang sedang berdiam di daratan. 

Selain tato, hal lain yang membuat Esme merasa tidak nyaman adalah motor gede yang mereka bawa. Dia akan ikut naik motor? Yang benar saja! Esme belum pernah naik motor! Perasaannya berkecamuk antara takut tapi juga antusias. Sepertinya naik motor akan terasa seru. Tapi, berada dekat pemuda-pemuda itu membuatnya terintimidasi. Mereka terlihat seperti pemberontak jalanan.

"Hai semua! Ini adikku, Leah. Dan Leah, ini Hale, Akoni, Ekewaka, dan Brandon. Sedangkan mereka berdua Lewwa dan Jane, pacarnya Ekewaka dan Akoni."

Esme menatap satu demi satu yang dikenalkan oleh Catherine. Dan dia pun mendapat tatapan yang intens dari mereka berenam, terutama yang bernama Brandon.

"Ayo!" seru Catherine memecah pengamatan Esme. Sepupunya itu sudah mengenakan helm dan duduk di motor sambil memeluk pinggang Hale.

Esme menatap satu-satunya motor yang masih cukup mengangkut dirinya di jok belakang. Motor Brandon! Dan pria itu tersenyum miring saat Esme menghampirinya, menerima helm, dan duduk di boncengan belakang Brandon.

Belumlah dia duduk dengan mantap, mereka semua sudah melajukan motor masing-masing. Termasuk Brandon yang tarikan motornya membuat Esme hampir terpental ke belakang.

                   

                                ***

Marco Bandares berusia di pertengahan 50 tahun. Tubuhnya tidak besar, cenderung tak berotot, dengan punggung yang sedikit membungkuk. Rambutnya sudah mulai dipenuhi uban-uban putih, meski masih banyak yang berwarma coklat jerami. Mata birunya terlihat sangat teduh kala tersenyum. Namun keteduhan itu ada syaratnya. Saat semua berjalam lancar sesuai keinginannya.

Jika ada yang tidak beres meski hanya sedikit, seperti saat ini, maka keteduhan itu berganti murka bagai api neraka.

"Apa yang kau katakan?!" serunya lagi saat Martinez, orang kepercayaannya, menyampaikan kabar minggatnya Esme dari rumah.

Martinez sudah biasa menghadapi murka Marco. Dia tak gentar dan tetap berdiri tegap menanti perintah sang bos.

Namun kali ini, kabar buruk ini mengenai gadis kecil kesayangannya. Bagaimana mungkin murkanya selevel biasanya saja?

"BAGAIMANA BISA?" raungnya bagai singa yang kakinya terjepit ranjau.

"Saya tidak tau, Tuan."

"Esme ada di rumah dengan lima pengawal. Belum lagi pelayan di sana yang hampir 10 orang. Bagaimana bisa dia keluar tanpa satu orang pun yang menyadarinya?" 

Meski kini suaranya sudah merendah dan nyaris berupa desisan, tapi bara api kebengisan yang terpancar di matanya masih menyala-nyala.

"Nyonya yang menyadarinya pertama kali, Tuan. Tapi saat itu, Nona Esme sudah pergi dari rumah."

"Lalu tunggu apa lagi? CARI DIA!!"

Martinez menundukkan tubuhnya sebagai bentuk penghormatan. Namun sebelum dia berlalu dari hadapan tuannya, ponsel Rodrigez, adik bosnya yang juga ada di ruangan itu bersama mereka, berbunyi.

Sedetik setelah Rodriguez menjawabnya, suaranya ikut menggelegar marah. "Apa?! Bagaimana bisa Catherine menghilang?"

Kedua matanya melirik pada Marco. Begitu ponselnya ditutup, Marco menggelegar marah lagi. "Temukan Esme dan Catherine! Mereka pasti bersama-sama! Seret mereka pulang sekalipun mereka menolak dengan merengek-rengek!"

"Siap, Tuan!" Martinez membungkuk penuh hormat sekali lagi sebelum berlalu dari ruangan itu.

             

                              ***

"Wohooo! Ini seru sekali, Hale!" 

Dari belakangnya, Esme melihat Catherine sangat senang. Sepupunya itu berteriak dengan mengangkat kedua lengannya, merasa bebas melaju dengan motor. 

Mereka sudah keluar dari jalan raya yang padat dengan kendaraan. Tapi, Catherine tidak merasa malu berteriak sesuka hatinya, sekalipun pengendara lain ikut melirik ke arahnya. Dan dari yang Esme lihat, sepupunya itu memeluk Hale dengan sangat akrab. Dia menyentuh Hale tanpa sungkan, seakan Hale adalah kekasihnya.

Seketika, Esme justru terkesiap dengan pemikirannya sendiri. Mungkinkah?

Esme melirik lagi ke arah Catherine. Jalanan yang mereka lalui semakin sepi. Hanya ada beberapa pengemudi lainnya. 

Tubuh Catherine sudah menempel dengan punggung Hale. Lengan Catherine sudah melingkar erat di pinggang Hale. Dan entah apa yang mereka lakukan, tiba-tiba motor mereka oleng sejenak, dan Catherine malah tertawa terbahak-bahak.

"Sial! Hale sungguh beruntung mendapat pacar seperti kakakmu." Ucapan Brandon sontak membuat Esme terkesiap.

"Pacar?" tanyanya seperti orang bodoh, atau tuli.

"Iya, mereka berpacaran selama ini. Long distance relationship. Sudah lima bulan. Kau tidak tau?"

Esme yang masih belum pulih dari kekagetannya, menjawab dengan gelengan kepala. Tentu saja Brandon tidak melihatnya.

Detik demi detik berlalu dengan hanya suara deru motor mengisi telinga Esme. Hingga saat dia menemukan lagi suaranya, gadis itu hanya mampu berkata, "Aku tidak tau."

"Ngomong-ngomong, kau sendiri bagaimana?" tanya Brandon setengah berteriak agar suaranya terdengar jelas oleh Esme.

Gadis yang masih terkejut akan informasi yang didapatnya tentang Catherine, otaknya seakan tumpul. 

"Aku bagaimana apanya?"

"Sudah punya pacar belum?" 

"Ah? Pacar?" Esme menggeleng lagi tanpa menyadari Brandon tidak bisa melihatnya. Selama ini dia hanya home scholling sendirian. Temannya hanyalah para anak dari teman-teman orang tuanya. Meskipun mereka sesekali keluar bersama, tapi rasanya sangat sulit untuk bisa menjalin hubungan asmara dengan salah satu dari anak teman orang tuanya. 

"Bagaimana? Sudah punya pacar belum?" Suara Brandon terdengar lagi. Kali ini suara itu berkurang setengah kesabarannya. 

"Belum." Esme menjawab apa adanya. Tapi entah kenapa dia mulai merasa tidak nyaman berada di dekat Brandon.

Brandon sendiri, seperti yang telah dikatakan Catherine, adalah berwajah tampan. Tubuhnya tinggi, dadanya tegap, rambutnya pirang, dan pakaiannya urakan. Ya, seperti tiga temannya yang lain, Brandon urakan. Badboys. Meskipun menurut Esme, wajah Brandon tidak cocok dikategorikan badboys. Wajahnya terlalu manis untuk disebut badboys.

Tapi pertanyaan Brandon tentang pacar, juga kesabarannya yang sepertinya cepat menguap, membuat Esme merasa tidak nyaman.

Terlebih lagi, setelahnya, sebelah tangan Brandon tiba-tiba saja menangkup telapak tangan Esme yang berada di atas lututnya sendiri.

"That's great!" ujar Brandon dan dia meremas tangan Esme sebagai ungkapan rasa senangnya.

Spontan Esme menarik tangannya dan menjauh dari tubuh Brandon di depannya. Dia mulai menjaga jarak duduknya dengan Brandon. Entah pria itu merasakannya atau tidak. Esme tidak mau memedulikannya.

Related chapters

  • Embrace Fate   08. Forced Kiss

    Dalam sepuluh menit berikutnya, mereka tiba di sebuah night club terbesar di Honolulu. Setidaknya begitu yang dikatakan Hale. Setelah memarkir, mereka semuanya turun dari motor, termasuk Esme.Jika mau jujur, rasa antusiasme Esme sudah meletup-letup di dalam dadanya karena akhirnya dia bisa datang ke kelab malam bersama pemuda sebayanya. Rasa tidak nyamannya terhadap Brandon seketika dia lenyapkan dari benaknya.Dengan berpasang-pasangan, mereka memasuki night club itu. Musik berdentum-dentum menyambut kedatangan mereka. Dan karena malam ini malam spesial yang digelar oleh night club itu, semua pengunjung diharuskan membayar biaya masuk.Hale dan Catherine menuju kasir dan dapat Esme lihat bahwa Catherine-lah yang mengeluarkan sejumlah uang dan membayar biaya masuk mereka semua."Mau minum apa?" tanya Hale pada Catherine, juga yang lainnya saat mereka sudah mendapatkan tempat di sofa melingkar.

    Last Updated : 2021-03-29
  • Embrace Fate   09. The Man

    Esme mengeluarkan tenaga terakhirnya untuk meronta dengan sia-sia, sampai di satu titik dia tahu usahanya takkan mungkin menghalau kebejatan Brandon. Esme menangis karena merasa kalah. Dan di sisa-sisa tenaganya itu, dia hanya sanggup berharap alam berpihak padanya dan membantunya menghentikan Brandon.Dan sedetik kemudian, Esme benar terbebas dari cengkeraman Brandon. Secepat itu harapannya didengar Tuhan? Terima kasih Tuhan, batinnya penuh syukur.Bugh!!"Hei, apa-apaan! Siapa kau!"Suara pukulan di tengah bising musik, diikuti erangan sakit dari Brandon, mulai sampai di telinga Esme. Tatapannya kini terarah pada Brandon yang ternyata sedang diserang oleh seseorang.Seorang pria sudah menyelamatkannya dari terkaman nafsu Brandon. Pria itu memukuli Brandon bertubi-tubi hingga Brandon tergeletak di lantai dan tak sanggup melawan lagi.Beberapa saat berlalu dan akhirnya pria itu mulai berhenti dan menegakkan dirinya. Saat itulah Esme baru mel

    Last Updated : 2021-03-30
  • Embrace Fate   10. Whatever

    "Berhati-hatilah dengan pemuda tadi. Sekali dia sudah kurang ajar padamu, berikut-berikutnya dia masih mungkin bersikap seperti itu."Entah kenapa, nasihat Darren yang biasa saja terdengar begitu manis bagi Esme. Seolah pria itu begitu mengkhawatirkannya.Tak ayal, Esme memberikan senyum manisnya yang malu-malu. Jarinya spontan menyelipkan helaian rambutnya di belakang telinga. Terlihat bibir Darren seakan siap mengucapkan perpisahan mereka untuk malam itu. Namun, dering ponsel Esme telah lebih dulu mengisi keheningan mereka yang canggung.Esme mengambil ponselnya dengan Darren yang masih di hadapannya."Ya, halo?""Little Girl, are you okay?" seru Catherine di ujung telepon. Suaranya terdengar sangat panik."Ya. Aku baik-baik saja. Dan aku sudah pulang.""Huft, syukurlah. Aku panik sekali tadi. Dengan siapa kau pulang?" tanya Catherine lagi."Dengan Darren," jawab Esme. Dia sebenarnya masih ingin menjelaskan banyak hal tenta

    Last Updated : 2021-03-31
  • Embrace Fate   11. Wanna Try This?

    "Bagaimana?" tanya Hale begitu dia melihat Catherine, alias Alicia, mendekat."Sudah beres! Dia akan tidur."Catherine menatap yang lainnya. "Silakan kalian bisa anggap rumah sendiri. Asal jangan ganggu adikku saja. Dia tidur di kamar yang sana."Brandon dan yang lainnya mengangguk. Catherine kemudian meninggalkan mereka semua di sofa ruang tengah, untuk mengambil minum."Aku rasa kalian kusajikan soft drinks saja ya. Di club tadi sudah minum beralkohol." Catherine mengucapkannya sambil lalu menuju dapur. Dia tahu Hale mengikutinya, sehingga ucapannya itu ditujukannya pada Hale.Sesampainya di dapur, saat hendak meraih pintu kulkas, lengan kokoh Hale sudah melingkar di pinggangnya. Hangat napas pria itu sudah terasa di tengkuk Catherine."Uhm ... Baby?" tanya Catherine tidak jadi membuka kulkas. Desiran di tubuhnya lebih menguasai otaknya hingga dia lupa apa yang h

    Last Updated : 2021-03-31
  • Embrace Fate   Try This!

    "Oh, Baby, wanna try this? This is amazing!" tanya Hale tanpa beban."Kau! Kau gila! Kenapa membawa barang seperti itu ke sini?" Amarah Catherine terasa mendidih di kepalanya. Tidak perlu dijelaskan. Sekali lihat saja siapapun akan tahu bahwa itu adalah bubuk obat terlarang.Tentu saja Catherine marah. Obat seperti ini ilegal di Hawaii dan hampir di seluruh negara. Pemakai dan pengedarnya bisa dihukum belasan tahun hingga seumur hidup di penjara.Habislah dia dan Esme jika sampai terlibat hal seperti itu di Hawaii. Sekalipun jika dia tidak memakai ataupun mengedarkan, tapi jika huniannya yang menjadi tempat untuk memakainya, dia tetap akan terseret.Catherine tidak menginginkan itu! Ayahnya sering berkata agar jangan pernah menyentuh dan mencicipi obat terlarang. Bahkan jika hanya satu kali dan dalam dosis kecil sekalipun. Efek candu dari obat itu akan menjeratmu!"Wohooo ... tenang dulu

    Last Updated : 2021-04-01
  • Embrace Fate   Fighting!

    "LEPASKAN AKU! LEPASKAN AKU, JAHANAM!!""Hahaha, kau takkan kulepaskan. Kau harus menerima pemberianku ini. Aku sudah susah payah membelinya untukmu. Sekarang terimalah!" Brandon mulai menarik rambut Esme untuk bisa mengendalikan gadis itu.Dililitnya rambut panjang Esme di tangannya hingga Esme tak bisa menggerakkan kepalanya. Setelahnya, Brandon mulai mendorong Esme menuju meja. Didorongnya kepala Esme agar mendekat ke meja, mendekat ke bubuk putih terlarang yang disebutnya bubuk bahagia itu.Esme berusaha menahan dorongan Brandon. Menahan wajahnya agar tidak semakin dekat pada bubuk putih itu. Tapi tenaga Brandon teramat sangat kuat hingga yang mampu Esme lakukan hanyalah menangis.Dalam hatinya dia memanggil-manggil ayahnya. Dia juga memanggil Enrique, kakaknya. Tapi suara itu hanya memantul dalam benaknya dan wajahnya hanya tinggal beberapa sentimeter saja dari meja.Esme memegang tangan

    Last Updated : 2021-04-01
  • Embrace Fate   The Madness

    "Hale? Kau mau ke mana?"Suara Catherine terdengar merengek dan dia menghambur ke arah Hale. Catherine memeluk Hale dengan erat karena firasatnya mengatakan Hale akan pergi meninggalkannya."Jangan pergiii...."Tangan Hale menghalau pelukan Catherine menyebabkan wanita itu semakin histeris. Tapi Hale tetap melangkah, membawa Brandon keluar dari apartemen mereka.Catherine berbalik pada Esme. Ditatapnya sepupunya itu dengan pandangan bertanya, sekaligus marah."Kenapa kau biarkan mereka pergi?" Catherine masih merasa tak senang. Sekalipun dia tidak tahu permasalahan sesungguhnya, dia merasa Esme-lah yang mengusir Hale."Sudahlah Cath, mereka berniat tidak baik pada kita.""Tidak baik bagaimana? Dia pacarku!""Iya, aku tau! Tapi pacarmu itu sudah menjebakmu agar mengkonsumsi narkoba!""Omong kosong!""Aku tidak

    Last Updated : 2021-04-01
  • Embrace Fate   The Message

    "Cath, ayo kita jalan-jalan. Sekalian kita ke supermarket membeli berbagai bahan makanan. Aku kepingin masak sendiri. Rasanya makanan di sini kurang pas di lidahku."Esme mengetuk pintu kamar Catherine dan mengucapkan kalimat panjang itu, berharap Catherine bersedia melupakan kejadian yang tak mengenakkan bersama Hale.Esme menunggu beberapa saat, tapi Catherine tak kunjung menjawab."Catherine! Cath! Ayolah, kita jalan-jalan mengusir suntuk." Esme masih berusaha mengajaknya lagi. Beberapa kali sudah dia mengambil napas dalam-dalam demi mempertebal kesabarannya. Tapi jawaban dari Catherine tak kunjung muncul.Hingga saat Esme berbalik hendak pergi dari sana, tiba-tiba pintu terbuka dan Catherine keluar dari kamarnya. Sepupunya itu tak menyapanya, tak juga menjawab pertanyaannya sedari tadi. Gadis itu melewatinya dengan dagu terangkat dan tatapan lurus ke depan."Cath...." Esme me

    Last Updated : 2021-04-02

Latest chapter

  • Embrace Fate   Extra Endings

    Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak

  • Embrace Fate   170. As Long As You Love Me

    “Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha

  • Embrace Fate   169. Throw a Party or Investment?

    Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan

  • Embrace Fate   168. I'm not Incomplete

    “Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan

  • Embrace Fate   167. Farewell and Forgetting

    Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b

  • Embrace Fate   166. Where's Your Pride?

    “LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te

  • Embrace Fate   165. Foolishness

    Sementara itu di kamarnya, Claire juga menangis tersedu. Dia memikirkan betapa James Carter adalah pria yang baik.James sudah berteman dengan Darren sejak mereka di awal karier kepolisian. Claire suka berada di dekat mereka jika James datang ke rumah.Dan entah sejak kapan, James mulai menunjukkan tanda-tanda suka pada Claire. Meskipun gadis itu tidak menganggap James lebih dari seorang teman, Claire tidak pernah meremehkan perasaan James.Di hari ketika kabar tewasnya James tiba di telinganya, Claire mulai sering memikirkan pria itu. Saat itu, Claire merasa tidak ada salahnya membuka hatinya untuk James. Pria itu dewasa dan sangat baik. Dirinya yang manja mungkin akan bisa merasakan cinta yang manis saat bersama James.Claire bahkan sudah menyusun kata-kata yang akan dia ungkapkan pada James, bahwa dia ingin membuka hatinya untuk James.Tetapi kemudian kabar itu datang. Hatinya hancur remuk.Baru bertahun-tahu

  • Embrace Fate   The Accusation (ii)

    Garry benar-benar mengajak Catherine ke apartemennya. Dalam setiap langkahnya, Catherine merasa semakin gelisah.Meskipun semua ini adalah idenya sendiri, tetapi memikirkan dia akan kepergok Martinez mengunjungi apartemen pria lain, yang malahan baru dia kenal lewat kencan buta, tetaplah membuat perutnya terasa mual.Langkah kaki Cahterine hampir saja berbalik arah jika bukan karena wanita itu terngiang lagi akan ucapan Martinez sebelum ini.‘Kau berhak mendapatkan pria lain yang lebih sempurna. Yang layak mendapatkan dirimu.’Huh! Dasar lelaki tidak peka! Memangnya Martinez tidak sadar jika yang Catherine inginkan adalah pria itu sendiri? Dan karena kebodohannya itu, sekarang Catherine benar-benar ingin mencari yang lebih baik dari pria itu. Dia akan tunjukkan bahwa dia tidak akan mengemis cinta.“Unitmu di lantai ini?” tanya Cahterine terkejut saat mereka keluar dari lift. Bahkan unit Garry berada di lantai yang sama denga

  • Embrace Fate   164. The Accusation

    Garry pun memberitahu apartemen tempatnya tinggal. Cahterine terkejut karena nama apartemen yang disebut Garry adalah apartemen tempat Martinez tinggal. Mendadak, selintas ide gila lewat di otak Catherine. Dan idenya ini telah menghilangkan rasa malu Cahterine sebagai wanita. Dia berkata, “Boleh aku mampir ke apartemenmu? Ehm, maksudku, sekarang?” Pertanyaan Cahterine sukses membuat Garry tercengang. Tidak ada wanita yang lebih seterus terang dan segesit dia. Garry juga tidak menyangka jika Catherine bisa mengatakan ini semua mengingat saat makan di kafe tadi, Catherine tidak terlihat ramah. Dia begitu cuek, dingin, dan jutek. Wanita itu seperti tidak memiliki pikirannya di tubuhnya. Tetapi sekarang, tiba-tiba wanita ini memintanya untuk mengajaknya ke apartemen? Mungkin sebentar lagi akan hujan uang. Namun begitu, Garry laki-laki normal. Tidak mungkin dia melewatkan kesempatan emas seperti ini. Apalagi Catherine adalah wanita pirang seksi. Sungguh me

DMCA.com Protection Status