Home / Thriller / Ellipsis / Psalm VII

Share

Psalm VII

Suasana stadium Gedung Basket GBK ramai dan dengan penonton yang datang penuh euforia. Mengingat, ini adalah pertandingan pertama IBL Tokopedia 2022 digelar dengan penonton setelah sempat ditangguhkan akibat badai omicron pandemi Covid-19. Sebagian tribun di arena indoor itu didominasi corak putih yang merupakan warna kebesaran SM Pertamina. Tak kurang dari 10.000 penonton hadir untuk menonton pertandingan. Para supporter meneriakkan yel-yel untuk mendukung tim kesayangan. Ini adalah partai Bigmatch dari dua musuh bebuyutan yang merupakan tim unggulan Divisi Merah. Hari ini... kurang dari 5 menit lagi pertandingan antara Satria Muda Pertamina dan West Bandits Combiphar akan segera dimulai..

Sebagai juara bertahan musim sebelumnya, SM Pertamina tak ingin kehilangan muka di depan para pendukungnya pada pertandingan pertama. Banyak kalangan memprediksi persaingan kedua tim akan lebih ketat di musim ini. Mengingat West Bandits Combiphar telah banyak berbenah dengan mendatangkan beberapa wajah baru untuk memperkuat tim asal Kota Solo tersebut.

Di dalam arena itu reputasi kedua klub akan dipertaruhkan. Dan akhirnya ... setelah menunggu detik-detik yang menegangkan cukup lama. Pertandingan dimulai setelah wasit meniup peluit keramatnya.

Sementara di tribun utama, tempat paling dekat dengan sisi lapangan di sebelah utara. Dua orang sahabat lama bertemu secara tidak sengaja. Albern dan Jonas adalah teman satu universitas dan sempat tergabung dalam satu tim basket yang sama. Namun, hubungan mereka merenggang usai sebuah insiden yang terjadi sekitar dua puluh tahun silam. Dan kondisi buruk itu diperpanas dengan kedekatan Albern dengan Zenith tak lama setelah Jonas bercerai dengannya. Hal itu menjadi polemik baru dalam hubungan mereka. Permusuhan keduanya menjadi semakin kental karenanya.

"Aku kira ... kau sudah tidak sempat lagi menyaksikan pertandingan seperti ini," sindir Jonas.

Albern hanya menanggapinya dengan seulas senyuman. Ia memaklumi sikap Jonas yang masih saja skeptis terhadapnya. Jonas tidak pernah berubah. Tidak sedikit pun. Ia selalu membenci orang-orang yang berseberangan dengannya. Sejak dulu, sejak pertama kali mereka bertemu.

"Popcorn?" Jonas menyodorkan box popcornnya dengan mata sipit yang tetap terfokus di lapangan.

Tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan, Albern mengambil sejumput popcorn dari wadah yang dicengkeram Jonas. Pandangannya tak lepas dari pergerakan SF Satria Muda, Arki Wisnu yang memang bermain cukup cemerlang sepanjang musim lalu. Sayang beberapa kali usaha triple treath position-nya dalam pertandingan kali ini masih bisa diblok Point Guard West Bandits Combiphar, Widyanta Putra Teja. "Lihatlah mereka! Seperti David dan Goliath, bukan? Arki memang gesit. Menurutku, dia adalah Small Forward terbaik di IBL saat ini."

Jonas tertawa sesenggukan. Tawa yang terdengar sangat dipaksakan. "Aku bisa jauh lebih hebat darinya andai saja dulu temanku yang menyedihkan tidak mencelakaiku." Pandangan Jonas teralih ke Albern. Alis tebalnya terangkat sebelah, membuat keningnya yang lebar berkerut. "Kau tentu masih ingat dengan kejadian itu, Al."

Albern bergeming. Ia memang masih ingat dengan kejadian itu. Ia ingat semuanya. Sangat mengingatnya. Pikirannya kembali berkelana di masa lalu yang tak pernah ingin diingatnya. Waktu itu dalam sebuah pertandingan eksibisi di universitas, ia secara tidak sengaja menginjak pergelangan tangan Jonas.

Jonas mendapatkan cedera serius, tulang-tulang penyangga pergelangan tangannya patah. Hal itu menyebabkan ia harus menjalani perawatan selama berbulan-bulan. Padahal, saat itu ia akan menjalani trial di salah satu klub liga profesional. Akibat cedera yang ia dapatkan, Jonas mengalami penurunan performa yang sangat drastis. Ia gagal dalam kesempatan kedua yang diberikan di tahun selanjutnya. Dan sejak saat itu, ia harus membuang jauh-jauh mimpi masa kecilnya untuk menjadi pebasket terbaik di negeri ini.

"Dulu, semua orang memujiku. Semua wanita mengelu-elukanku. Aku adalah point guard terhebat. Tapi, semua itu lenyap begitu saja." Tangan berurat timbul Jonas meremas box berbahan duplex itu. "Mimpiku... hidupku... semuanya hancur. Dan semua itu karenamu, Al!"

Albern mulai terpancing provokasi Jonas. Wajah dan telinganya memerah, menahan amarah. Ia memang bersalah. Tapi, bukan berarti Jonas berhak menyalahkannya untuk semua takdir buruk yang ia terima. "Cukup! Sampai kapan kamu akan menyalahkan aku? Aku muak dengan semua omong kosong kamu!"

Jonas terkekeh. "Omong kosong katamu? Faktanya kau memang selalu iri padaku. Karena itu kau ingin menghancurkan kebahagiaanku. Dan juga hidupku. Kau bahkan merebut Zenith dariku. Kau..."

Bug! Sebuah pukulan menghantam wajah Jonas dengan keras.

Jonas tersungkur. Sementara Popcorn yang tadi dipegangnya bertebaran di udara, bertepatan dengan berakhirnya quarter pertama untuk SM Pertamina.

"Kamu sudah melampaui batas. Jangan pernah melibatkan Zenith dalam permasalahan kita!" tukas Albern sarat amarah. Ia lantas memandang orang-orang yang menyaksikan keributan mereka. "Maaf jika kenyamanan kalian terganggu. Silahkan duduk kembali. Pertandingan yang sebenarnya ada di atas lapangan," sambungnya menyudahi. Ia memilih untuk pergi meski pertandingan masih menyisakan tiga quarter lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status