Beranda / Romansa / Elegi Cinta Raisa / Hari Pernikahan

Share

Hari Pernikahan

Penulis: Haris Fayadh
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Raisa tidak membalas setiap pesan yang masuk ke dalam gawainya, membacanya pun tidak. Pun panggilan-panggilan dari lelaki itu dibiarkannya berakhir begitu saja. Seminggu terakhir, Raisa telah menyiapkan segenap jiwa raganya untuk menghadapi hari pernikahannya dengan Kun yang terbilang cukup tergesa. 

Berlalu tujuh hari, pernikahan itu akan dilaksanakan beberapa menit lagi, dirumahnya, dengan cara yang sangat sederhana. Hanya akan dihadiri oleh penghulu, dua saksi, dan beberapa keluarga dekat serta tetua kampung.

Untuk kesekian kalinya, gawainya bergetar. Hatinya kian dongkol, untuk apa lelaki yang bersamanya dua tahun terakhir itu kembali meneleponnya? Untuk apa laki-laki yang telah menorehkan luka di hatinya itu kembali memasuki kehidupannya? Untuk apa ....

Raisa menarik napas dalam-dalam. Mungkin jika ia mengatakan bahwa akan menikah hari ini lelaki itu berhenti mengganggunya. Melupakan semua omong kosong yang sempat membuat Raisa menaruh harap padanya. Gadis itu menjulurkan tangan untuk meraih ponsel yang kembali bergetar setelah sebelumnya panggilannya berakhir.

“Halo, Raisa. Tolong jangan matikan. Aku ingin bicara, aku akan menjelaskan semuanya. Aku ....”

“Hari ini aku akan menikah. Jangan menghubungiku lagi."

“Raisa ....”

Terlambat. Sambungan telepon terputus. Kenapa harus begini? Air mata Raisa kembali merebak di pelupuk matanya. 

Kembali laki-laki di seberang sana melakukan panggilan. Raisa hanya melihatnya selintas lalu, hingga kemudian terdengar suara pintu kamarnya diketuk. Sigap gadis jelita itu menyusut genangan air matanya dan segera menyongsong seorang perempuan yang terus mengetuk sambil berseru pelan. Meninggalkan gawai yang masih bergetar di atas meja kecil, dari seseorang yang dirundung rasa cemas dan hancur berkeping-keping, di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia.

 “Raisa?”

Senyum ramah membingkai wajah seorang perempuan setengah baya ketika daun pintu terbuka. Gurat takjub menggantung di wajahnya. Perempuan itu adalah kakak sekaligus saudara satu-satunya Sulaiman.

“Kamu cantik sekali, Nak,” pujinya sambil mengelus-elus kepala Raisa yang terbalut hijab berwarna putih.

Raisa meresponnya hanya dengan sepotong sunggingan senyum samar. Terlepas dari Raisa yang memang menawan, perias yang disewa Sulaiman sungguh begitu piawai. Raisa tidak mengenalnya, sepertinya bukan orang desa setempat.

“Ayo, acara akan segera dimulai,” ucap Tante Iriana. 

Tertegun sebentar Raisa demi mendengar ucapan tantenya itu. Sejak kapan Kun datang? Kenapa dia tidak mendengar deru kendaraan saat tiba di pekarangan rumahnya? Ah, ini pasti gara-gara pikirannya tidak fokus sebab terganggu oleh Pras!

Kedua wanita itu pun melangkah menuju ruang tamu yang akan dijadikan tempat dilaksanakannya prosesi ijab kabul. Jantung Raisa berdegup kencang, ia merasa gugup, pun jengah saat semua pasang mata ternyata memperhatikannya dengan seksama.

Saat mendekati meja kecil, netra Raisa beradu dengan sorot elang pria yang sudah bersiap di depan penghulu. Menatap Raisa tanpa berkedip, dengan wajah semringah berbingkai senyum takjub. Songkok hitam yang bertengger di kepalanya, serta jas dengan warna senada membuatnya semakin terlihat gagah dan tampan. Ini adalah kali kedua Raisa menatap wajah pria itu dengan jelas.

Tanpa perlu basa-basi lagi, akad pun dimulai setelah sebelumnya Sulaiman mewakilkan pada penghulu untuk menikahkan putrinya.

***

Hanya berselang beberapa jam setelah ijab kabul sah, Kun mengutarakan maksudnya untuk memboyong Raisa ke kota. Sulaiman terkesiap mendengar ucapan menantunya itu. Pasalnya, ini menyalahi perjanjian awal bahwa dia akan tetap tinggal di rumahnya tersebut. Namun, apalah daya, kuasa penuh terhadap Raisa kini beralih ke tangan Kun, suami Raisa.

“Mau ke mana?” tanya Raisa bingung setelah diperintahkan untuk bersiap-siap oleh pria yang kini menjadi suaminya.

“Kita akan pindah,” jawab Kun dengan ekspresi dingin. 

Raisa merasa sedikit bergidik saat ditatap seperti itu. Bukankah sejak tadi pria itu selalu tersenyum manis saat bertemu pandang dengannya? Apakah karena kelelahan? Memang, sangat jelas dari wajahnya bahwa dia sangat kelelahan. Namun, tidak bisakah dia beristihat dulu. Apalagi, di luar cuaca terlihat sangat panas.

“Ke-kemana?” tanya Raisa terbata. Rasa canggung kini sempurna mengkungkung dadanya. 

Kun menoleh ke arah Raisa, masih dengan tatapannya yang dingin. Melihat Raisa seperti ketakutan, Kun akhirnya memaksakan bibirnya untuk mengembangkan senyum.

“Kamu jangan takut seperti itu.” Kun mengangkat alis. “Kita akan pindah ke kota. Oh iya, panggil aku 'Mas' saja.”

Raisa terkejut. Haruskah sekarang?

“Aku ingin segera berbulan madu.” Kun tersenyum manis menatap Raisa lekat-lekat.

Detik kemudian, Secarik senyum mulai menghiasi wajah Raisa setelah mendengar ucapan Kun. Sejujurnya, Kun berencana untuk tinggal satu malam saja di rumah ini. Namun, dia tidak kuasa lagi untuk menahan birahinya yang menggila saat melihat tubuh Raisa yang mungil tapi sintal. 

Yang membuatnya sangat kesal, mereka sejak tadi sangat sibuk, karena beberapa tamu yang datang dan harus ditemui. Sehingga tidak ada kesempatan baginya untuk berduaan dengan Raisa di dalam kamar. Apalagi, Kun tersadar bahwa mereka tidak akan leluasa menikmati malam pertama di rumah sempit itu yang dindingnya dipenuhi oleh celah-celah renggang papan. Jangankan desahan erotis, suara nafas pun bisa saja terdengar hingga keluar kamar pada saat malam.

***

Mata Raisa seakan terhipnotis oleh gagahnya rumah mewah yang kini berada di hadapannya. Rupanya rumor tentang betapa kayanya keluarga Kun yang menyebar seantero desa bukan isapan jempol belaka, bahkan kekayaannya melampaui kabar-kabar yang beredar selama ini yang terdengar hiperbolis.

“Ayo." Kun menggamit lengan mungil Raisa. Tatapan matanya yang tajam menyiratkan sesuatu yang membuat jantung Raisa berdetak kencang. Senyum itu, nafas yang memburu, dan tegukan ludah pria itu, membuat Raisa semakin kikuk. Raisa paham kenapa Kun begitu terburu untuk mengajaknya pindah rumah.

Raisa hanya memandang sekilas dengan senyum tipis. Lalu, menunduk sambil melangkah mengikuti tuntunan pria yang sudah resmi menjadi imamnya kini. Pintu besar rumah itu terbuka, menimbulkan derit halus menggema di dalam ruangan yang sunyi. 

Raisa terperangah saat matanya disuguhi pemandangan menakjubkan di dalam rumah. Selama ini dia hanya melihat rumah semegah ini di dalam televisi. 

“Mas ....”

“Hemm?”

“Ini ... rumah Mas?”

Mereka terus melangkah melewati setiap jengkal lantai marmer yang mengkilap. Rumah itu sepi, seperti tidak ada penghuninya. Namun, terlihat sangat bersih dan terawat. Siapa yang membersihkan? Raisa membenak. Ah, bisa saja Kun membayar orang untuk membersihkannya tiap hari, bukan?  Apa yang tidak bisa bagi orang kaya? Raisa menepis rasa penasarannya sendiri.

“Bukan.”

“Hah?” Raisa terlonjak kaget. Dahinya terlipat. Kun hanya tersenyum manis demi melihat wajah lugu sang istri.

“Ini bukan rumah mas. Ini rumah kita.”

Raisa tersenyum simpul. Wajahnya bersemu merah. Perlahan rasa canggung itu mencair.

“Rumahnya rapi, bersih. Siapa ....”

“Ah, sudah. Ngomongnya nanti saja, ayo kita segera ke kamar. Kamar kita di atas.” Kun menunjuk tangga yang sudah berjarak beberapa langkah di depan mereka. Raisa menelan ludah, tersenyum getir mendapat tatapan Kun yang seolah akan segera memangsanya.

Ketika hendak meniti tangga pertama, Kun malah melepaskan tangannya dari koper yang sejak tadi di bawanya. Membiarkan koper itu terkulai di lantai begitu saja.

“Mas ... kok ...”

Belum sempat Raisa menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba ia dibuat terkejut oleh aksi romantis Kun dengan menggendongnya meniti tangga. Raisa histeris, memohon untuk segera diturunkan.

“Mas! Turunkan aku, Mas. Mas! ” pekik Raisa sambil memukul-mukul lengan Kun. Kun yang terlihat sangat enteng membopong tubuh Raisa hanya terkekeh kecil.

“Diam kalau kamu tidak mau kita benar-benar terjatuh.”

Tanpa disuruh dua kali, Raisa pun diam, pasrah dengan memejamkan matanya. Kun tersenyum.

Mereka baru separuh tangga ketika terdengar suara benda jatuh dari arah bawah yang seketika membuat Kun menghentikan langkah lalu menoleh ke arah sumber suara. Raisa yang juga penasaran, menutar kepalanya untuk melihat apa yang terjadi.

Raisa sedikit terkesiap saat matanya menjangkau seorang perempuan berbusana seperti perawat terpaku di depan pintu kamar. Jelas perempuann itu terkejut melihat mereka berdua. Perempuan itu kikuk, segera mengalihkan tatapannya pada baki yang terkulai di bawahnya, lalu mengambilnya. Kemudian buru-buru melangkah menuju dapur.

“Siapa dia, Mas?”

“Pembantu.”

Raisa menatap Kun dengan dahi mengernyit. Pembantu? Dengan pakaian seperti itu?

BERSAMBUNG

Bab terkait

  • Elegi Cinta Raisa   Bukan Malam Pertama

    Kun menurunkan Raisa di depan pintu kamar. Perempuan itu kembali dibuat takjub saat melihat ke dalam kamar yang luasnya hampir menyerupai luas rumahnya di desa. Setelah tubuh keduanya berada di dalam, Kun bergegas menarik Raisa menuju ranjang empuk dan mendorongnya dengan kasar. Kun tidak dapat lagi menguasai nafsunya yang memburu.“Mas, aku capek. Nanti saja, ya.”Terlihat Kun tidak peduli dengan ucapan Raisa. Dadanya yang sudah terbuka, terlihat turun naik menahan gejolak birahi yang memberontak. Maka, pasrah adalah pilihan satu-satunya yang bisa Raisa lakukan. Toh, dirinya sudah menjadi milik Kun seutuhnya, baiknya dia juga menikmati surga dunia yang banyak dibicarakan orang-orang.Ketika ritual foreplay baru saja dimulai, Kun dibuat kesal oleh suara dering ponsel yang melengking dari dalam tas kecil Raisa.Kun mendengkus kesal, “Sial!”Pria yang sudah bertelanjang dada itu bangkit dan bergegas merogoh ponsel yang terus m

  • Elegi Cinta Raisa   Pras yang Malang

    Sepanjang jalan taxi online yang ditumpangi Pras lengang, hanya terdengar deru halus dari mesin mobil. Sesekali driver melirik kaca spion kecil di atas kepalanya, mencari tahu apa sebab laki-laki di bangku belakang terlihat sedih.Pras menatap keluar, menyapu kampung halaman yang tidak banyak berubah sejak setahun lalu. Hanya perubahan-perubahan kecil seperti tanah-tanah kosong yang sudah mulai ditanami bangunan-bangunan dengan folding gate. Sepertinya orang-orang desa sudah mulai berpikir maju dengan mendirikan ruko-ruko kecil sebagai tempat usaha, pikirnya.“Pak ... Pak, berhenti sebentar.” Pras meminta driver untuk menghentikan mobil ketika berada di depan rumah Sulaiman. Dia memasang mata dengan seksama, memperhatikan setiap jengkal halaman dan rumah tua itu. Pras memicingkan mata, benaknya mulai menduga-duga bahwa Raisa telah berbohong jika telah menikah, sebab Pras tidak melihat tanda-tanda diadakannya pesta pernikahan.“Ini

  • Elegi Cinta Raisa   Pria Paruh Baya di Kamar

    Kun yang ingin melangkah ke dalam terpaksa urung setelah melihat Raisa tengah berdiri di samping tembok pembatas teras. Entah sejak kapan Raisa berada disitu? Keterkejutan jelas berjejak di mata Kun yang membulat. “Raisa!” Kun terlonjak. Mendapati ekspresi Kun, Raisa mengernyit bingung. “Kenapa, Mas? Kok, seperti lihat hantu gitu?” Kun mengembuskan napas pelan saat tidak melihat gurat curiga dari wajah sang istri. Ia menyunggingkan senyum, keterkejutannya seketika menghilang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Em, tidak.” Kun mengangkat bahu. Lalu pandangan Raisa beralih pada sosok wanita yang berada di belakang Kun. Kepalanya dijubeli tanda tanya saat wanita itu terlihat habis menangis. Kun memutar kepalanya kebelakang. “Sayang, perkenalkan dia Delila.” Kun menunjuk Delila yang mematung dengan wajah datar. Raisa melangkah mendekat sambil tersenyum, meskipun rasa heran masih menggantung di wajahnya, bertanya-tanya kenap

  • Elegi Cinta Raisa   Suara Aneh di Kamar Sebelah

    “Pakai ini!”Kun melemparkan sepotong lingerie di depan Raisa yang sedang mengotak-atik ponselnya. Raisa mengernyit melihat pakaian aneh itu, pakaian yang tidak pernah terbayangkan untuk dikenakannya.“Apa ini, Mas?”“Aku ingin kamu mengenakannya setiap akan tidur.” Kun duduk di dekat Raisa seraya menjulurkan tangan untuk menyentuh wajah lembut perempuan itu. Namun, Raisa mengelak saat tangan itu tinggal beberapa senti dari pipinya. Senyum manis Kun seketika menguncup, menandakan bahwa dia tidak suka dengan sikap Raisa.“Aku ... aku tidak biasa pakai itu, Mas.”“Makanya harus dibiasakan mulai sekarang. Kamu akan terlihat cantik dengan pakaian itu, Sayang.” Kun tersenyum genit. Matanya yang tajam menatap lamat-lamat Raisa. Nafasnya mulai memburu menahan gejolak nafsu. Dada Raisa berdegup kencang saat nafas Kun menyapu wajahnya.“Cepatlah, Sayang. Aku tidak bisa menunggu lebih l

  • Elegi Cinta Raisa   Rahasia Kun

    Raisa segera melangkah menuju kamarnya setelah memberikan teh tawar pada Sanjaya, mertuanya. Dengan perasaan bimbang, perempuan itu meniti satu-persatu tangga menuju lantai dua. Perempuan itu berhenti di depan kamar, kembali mengingat suara erangan, baju Delila yang kancing bagian atasnya tidak terpasang, serta tingkahnya yang gugup saat bertemu Raisa. Apa mungkin Kun ... ah, Raisa segera menepis pikiran itu untuk kesekian kalinya.Perempuan itu mulai membuka pintu kamar dan masuk. Alangkah leganya saat matanya menangkap Kun tengah berbaring di atas kasur sambil memainkan ponsel.Sejak kapan Kun berada di dalam kamar? Ah, itu tidak penting. Yang penting saat ini adalah dugaan-dugaan negatif yang sejak tadi menderanya tidak benar-benar terjadi.“Mas ke mana?”“Aku?”“Iya. Siapa lagi? Memangnya aku bicara dengan siapa lagi?”Kun mengernyit, menatap sang istri lamat-lamat.“Bukannya aku ada

  • Elegi Cinta Raisa   Kemana Kun?

    Raisa mengirimi Kun pesan WhatsApp.[Mas, pulang kan hari ini?]Sudah beberapa hari Kun tidak pulang. Benak Raisa tentu saja meraba-raba sebab apa Kun mulai berubah menjadi tidak acuh dan seolah menjauhinya.Suami mana yang tidak kecewa karena sang isteri tidak bisa memuaskan kebutuhan biologisnya. Setengah bulan sudah mereka menikah, tapi Raisa masih seperti gadis perawan ketika berhubungan badan. Raisa tidak bisa berpura-pura baik-baik saja ketika rasa sakit mendera, sehingga membuat Kun selalu keluar kamar meninggalkan Raisa dengan perasaan kesal.Kun memang hanya izin bekerja sebelum pergi, tapi pekerjaan apa yang membuatnya tidak bisa pulang hingga tiga hari?[Tidak tahu]Raisa kembali menahan sakit saat membaca pesan Kun. Bukan hanya karena Kun tidak akan pulang lagi, tapi karena pesannya terlihat yang sangat cuek. Terlepas dari itu, Raisa sudah menyadari bahwa perubahan Kun sedikit banyak disebabkan oleh dirinya yang

  • Elegi Cinta Raisa   Bertemu Pras

    Dering ponsel membuat tidur Kun terusik. Siapa yang pagi-pagi begini meneleponnya? Dengan susah payah Kun meraih ponsel yang terus melengking memekakkan telinganya. Dia menggeser tombol berwarna hijau tanpa melihat siapa yang sedang menelepon.“Halo?” seru Kun dengan suara serak.“Halo. Mas, kamu di mana?”Ketika mendengar suara perempuan di ujung telepon, Kun melebarkan jarak ponsel dari telinganya, menatap layarnya dengan mata terpicing. Ah, Delila. Kun mendesah malas.“Ada apa?”“Mas jangan mengelak terus. Aku mohon, Mas. Perutku semakin hari semakin membesar. Kapan Mas akan menikahiku?”Dari seberang telepon suara Delila terdengar mengiba. Namun, Kun benar-benar terganggu dengan telepon dari perempuan itu, apalagi dengan topik yang kontan membuat kepala Kun berdenyut.“Aku sudah berkali-kali bilang sama kamu, Delila, aku pasti bertanggung jawab. Tapi tidak sekarang. Aku s

  • Elegi Cinta Raisa   Vaginismus

    Semburat cerah menjalar di wajah Pras saat melihat Raisa mendekat kepadanya. Perlahan senyumnya tersungging. Selain karena kasihan pada Pras jika membatalkan ojek, Raisa juga bisa terlambat untuk bertemu dengan Dokter Farah.“Terima kasih.” Dua kata keluar dari mulut Pras saat Raisa berada di dekatnya. Tangannya terjulur untuk memberi helm kepada perempuan di sampingnya. Raisa sama sekali tidak tertarik untuk menanggapi sikap ramah Pras.Ketika Pras sudah siap memegang stang, Raisa naik. Menjaga jarak, duduk di ujung jok dengan berpegangan pada behel sepeda motor. Setelah memastikan Raisa siap, Pras memacu kendaraannya memecah jalan.“Apa kabar?” Setelah cukup lama keduanya berdiam diri, akhirnya Pras menanyakan kabar.Namun, Raisa lagi-lagi tidak menanggapi ucapan Pras. Pria itu mafhum, keadaan sudah tidak sama lagi seperti dulu. Raisa punya hak untuk tidak menjawab pertanyaan Pras setelah semua yang terjadi.Keduanya kemba

Bab terbaru

  • Elegi Cinta Raisa   Epilog

    Saat itu, setelah mendapatkan kecewa lagi dari perempuan yang sangat dicintainya, Ben langsung pergi begitu saja, tidak menghiraukan panggilan Raisa.Beberapa hari terakhir, pria itu juga tidak masuk kantor. Raisa semakin gelisah sebab nomor Ben tak dapat dihubungi.Raisa berjalan menuju sebuah rungan di mana Pras berada. Barangkali dia tahu di mana keberadaan Ben kini."Pak Ben tidak masuk kerja beberapa hari. Kamu tahu dia ke mana?""Ben sedang ke luar negeri. Aku tidak tahu pasti ada urusan apa," jawab Pras.Raisa tersenyum dan berterima kasih. Lalu dia berderap keluar ruangan.Waktu pulang tiba. Rasa penat yang mendera kian bertambah saat Dokter Farah menunjukkan sebuah foto.Raisa membekap mulut saat tiba-tiba dadanya terasa terhimpit."Ini Pak Ben, bukan?" Dokter Farah awalnya ragu untuk memberi tahu Raisa. Namun, jika mendiamkannya, sama halnya dengan mengkhianati Raisa.Raisa tak mampu berkata-kata, dia han

  • Elegi Cinta Raisa   Kecewa

    Ben tidak kuasa menahan cemburu saat Raisa bertemu Kun. Bayangan Kun ketika membingkai wajah Raisa bergelantungan di matanya. Kejadian empat hari lalu itu benar-benar membuat hatinya perih.Ben mendengkus, sebelum akhirnya Raisa masuk dengan membawa sebuah baki berisi segelas teh dan kudapan."Ada apa?" tanya Raisa. Perempuan itu mengambil posisi duduk di depan Ben."Tidak ada apa-apa, Raisa." Ben berbohong.Raisa mengangguk dengan senyum lembut tersungging. Kemudian dia berlalu dari hadapan Ben.Tadi pagi, Sanjaya mengabarkan pada Raisa jika Kun akan dibawa pulang besok. Berkat Raisa yang selalu datang menemui Kun, kondisi pria itu berangsur pulih.Sementara, Raisa merasa ragu untuk memberi tahu Ben jika setiap hari dirinya mengunjungi Kun. Takut pria itu cemburu.Setelah mempertimbangkan, Raisa memutuskan untuk tetap merahasiakannya pada Ben. Dia yakin sebentar lagi Kun akan kembali seperti sediakala dan dirinya tidak perlu mengunju

  • Elegi Cinta Raisa   Mengamuk

    Sanjaya semringah melihat Kun tersenyum. Sudah sangat lama dirinya tidak melihat sang anak segembira itu. Hampir setiap malam, Kun mengalami mimpi buruk.Lalu saat terjaga, maka yang selalu disebut adalah nama Raisa. Hingga sakit yang diderita Kun semakin parah dan tubuhnya semakin kurus.Beberapa psikiater sudah dikunjungi. Akan tetapi, tidak ada hasil signifikan. Semua menyarankan agar Kun dipertemukan dengan seseorang yang selalu disebutnya.Semakin hari, Kun semakin aneh. Nama Raisa selalu diracaukan olehnya. Terkadang, ketika melihat seorang wanita berhijab, maka dia tersenyum girang dan sambil berseru nama Raisa. Begitu mendekat, maka senyum itu menguncup."Raisa ...."Raisa yang sejak tadi melamun, menoleh ke arah Sanjaya di sampingnya. Menunggu kalimat lanjukan yang akan dikatakan oleh pria itu.Hari sudah hampir gelap. Sesuai janjinya, Sanjaya akan mengantar perempuan itu pulang."Terima kasih," ucap Sanjaya.

  • Elegi Cinta Raisa   Pria di Taman Rumah Sakit Jiwa

    Seorang diri, Ben termenung meratapi betapa sialnya nasibnya. Setelah sekian lama berjuang untuk mendapatkan cinta Raisa, dia kira semuanya akan berjalan mulus sesuai harapan. Nyatanya anggapannya meleset. Pada saat makan malam waktu itu, setelah kedua orang tuanya tau jika Raisa janda dan sudah memiliki anak, mereka dengan lantang mengutarakan ketidaksetujuan pada hubungan Ben dan Raisa. "Pokoknya Mama tidak setuju kamu menikah dengan Raisa!" Ben yang sudah melihat jejak tidak mengenakkan di wajah sang mama, menghela napas panjang. Dia menggeleng pelan dengan kepala terasa berdenyut. "Apa yang salah dengan dia, Ma?" Ben bertanya dengan suara keras dan dahi mengkerut, sekilas menatap sang Papa yang hanya menyimak dengan mata fokus pada layar televisi yang tengah menampilkan berita. "Apa kamu sudah tidak waras, Ben? Tidak adakah wanita yang masih gadis?" Perempuan itu menatap nanar wajah sang anak. Ben membuang napas. Dia sangat t

  • Elegi Cinta Raisa   Dua Pria Mencurigakan

    Raisa mematut diri di depan cermin. Saat ini, dia merasakan jantungnya berdetak lebih kencang. Ben akan memperkenalkan dirinya kepada orangtua pria tersebut. Entahlah, ini benar-benar membuat dia gugup.Setelah segalanya siap, Raisa menoleh kepada Nadia di dalam box bayi. Perempuan anggun itu menatap wajah polos sang bayi. Tiba-tiba berkelebat wajah pria yang sangat familier saat melihat sang anak. Ya, wajah bayi itu begitu mirip dengan Kun.Teringat kembali tentang permintaan Sanjaya dua hari lalu agar menemui Kun, Raisa merasa kepalanya berdenyut. Itu adalah kunjungan Sanjaya yang kedua kalinya dengan permintaan sama."Apakah Kun benar-benar sakit? Atau ini hanya akalan mereka saja?" Raisa memijit pelipis sebelum akhirnya sebuah ketukan pintu terdengar."Masuk," kata Raisa.Rahmi masuk dan langsung berkata, "Pak Ben menunggu di ruang tamu."Raisa mengerutkan kening lalu buru-buru melihat ponsel. Benar saja, ada dua panggilan tak terjawab d

  • Elegi Cinta Raisa   Inikah Karma?

    Raisa dan Ben memasuki sebuah restoran mewah bergaya Italia yang sudah terlihat ramai oleh pengunjung. Raisa berjalan di samping Ben yang kini memasuki lift. Keduanya tiba di lantai tiga tak lama kemudian berjalan menuju lift. Mereka menuju lantai tiga. Ruangan luas dengan dinding nyaris seluruhnya kaca itu tidak seramai di lantai dasar.Dari sana, Raisa dapat melihat kendaraan yang padat merayap di jalanan. Ben menuju meja di dekat kaca. Tak lama setelah mereka duduk, waiter datang dengan menyerahkan buku menu setelah sebelumnya menyapa dengan begitu ramah."Mau makan apa?" Ben bertanya, membuat Raisa yang sebelumnya melempar pandangan ke luar menoleh ke arah pria di depannya."Apa saja." Raisa menjawab sekenanya, lalu kembali mengarahkan pandangan pada semua objek yang tertangkap mata di luar.Ben mengembuskan napas, kemudian memberitahu waiter menu yang dia pesan."Kamu sepertinya lebih tertarik memandang keluar daripada ke sini," celetuk Ben.&n

  • Elegi Cinta Raisa   Apa yang Terjadi pada Kun?

    Raisa meraih sebuah kunci yang berada di balik selarik kertas kecil. Ragam tanya berkelindan di benak, sebelum akhirnya dirinya menemukan jawaban pada kertas yang ternyata berisi tulisan dari Sanjaya."Raisa, terimalah ini. Ini kunci rumah yang berada di pusat kota. Rumah itu papa hadiahkan untukmu dan Nadia. Papa tahu, itu tidak akan pernah sebanding dengan apa yang telah kami perbuat padamu."Raisa terduduk dengan perasaan campur aduk. Senang? Tidak sama sekali. Bahkan perempuan itu merasa terbenani dengan pemberian Sanjaya. Dengan menerima hadiah besar itu, sama saja dengan membiarkan dirinya dillit hutang budi.'Ah, berpikirlah logis, Raisa! Dia itu bukan Kun. Lagi pula, Sanjaya adalah kakek dari Nadia.'Raisa mengusap wajah sebelum akhirnya terdengar ketukan. Daun pintu melebar setelah dirinya menyuruh Rahmi untuk masuk. Baby sitter Nadia itu berjalan pelan menuju box bayi.Dering ponsel terdengar menggema memenuhi ruangan yang lengang.

  • Elegi Cinta Raisa   Bertemu Sanjaya

    Suasana berubah menjadi sangat kaku bagi Raisa. Tak menampik, pria paruh baya di depan Raisa juga merasakan hal sama, hanya saja dia lebih pandai mengontrol kondisi hati, sehingga tidak kentara terlihat di wajahnya.Setelah Sanjaya membayar semua belanjaan Raisa, pria itu mengajak sang mantan menantu untuk duduk di kursi teras supermarket.Rasa kecewa yang diperbuat Kun, membuat Raisa tidak mau berhubungan lagi dengan orang-orang di rumah itu, kecuali dengan Bi Imas yang sudah dianggapnya layaknya orangtua sendiri. Sanjaya, dengan segala ragu yang mendera hati, dia juga enggan menghubungi perempuan di depannya sebab merasa kecewa.Hingga tempo hari Kun mengungkapkan bahwa Raisa tidak pernah melakukan kesalahan apa pun. Dan hari ini setelah meneguhkan hati, Sanjaya mencoba untuk menemui Raisa. Entah kebetulan atau memang rencana Tuhan, dia dipertemukan di sini saat hendak membeli oleh-oleh untuk sang cucu."Apa kabar, Nak?" Suara itu terdengar begitu berat

  • Elegi Cinta Raisa   Bogem Mentah

    Kun meringis menahan sakit di bagian pelipisnya. Dia terkesiap setelah pandangannya teralih pada pria yang kini berada di dekat Raisa. Rasa kesal berjelanak, tapi dia tidak ada waktu untuk meladeninya saat ini. Raisa lebih penting dari apa pun."Raisa ...." Kun kembali berseru pelan."Pergi sekarang, atau aku tambah!" Pria di samping Raisa mengancam. Sementara, Raisa terisak. Terpahat rasa iba di wajahnya melihat sang mantan suami yang pelipisnya tampak lebam."Aku tidak punya urusan denganmu!" Kun sudah tegak berdiri. Dia melangkah pelan untuk mendekati Raisa.Sigap, Ben mengangkat tangan untuk menghadiahi pria di depannya dengan satu bogem berikutnya. Namun, Raisa berseru, "Jangan ...!"Merasa dibela, Kun terkekeh dengan menumbuk tatapan sinis kepada Ben yang terlihat kesal."Lihat. Raisa masih ingin mendengarkanku, jadi minggirlah!"Raisa menggeleng. "Aku minta kamu angkat kaki dari sini. Dan jangan pernah temui aku dan Nadia lagi

DMCA.com Protection Status