Home / Romansa / Eleanor / 2- Tertarik

Share

2- Tertarik

Author: yuvitalya
last update Last Updated: 2021-04-30 16:40:51

Alva mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. "Alva,” katanya. Elena menerima uluran tangan itu lalu tersenyum.

"Elena," ucap Elena ikut memperkenalkan diri.

Dia tersenyum? Mata Alva terpaku melihat sosok yang berada di depannya tersenyum. Bahkan tangannya belum juga melepaskan tangan mungil itu.

Mata Elena mengerjap beberapa kali, apakah ini si tuan muda yang tadi dibicarakan. Ia akan menjadi partnernya kali ini, benarkah? Rasanya Elena ingin pingsan saja. Ia cukup terpesona pada sosok di depannya, apalagi gaya rambut yang menurutnya cukup menarik perhatian. Rambut itu diikat sebagian ke belakang membentuk kuncir yang tak terlalu besar, dengan beberapa helai rambut bagian depan yang dibiarkan tergerai tapi dengan lengkungan yang sangat sempurna. Penataan rambut yang sangat bagus, ah Elena menyukai itu. Masih saja seperti ini, tak jarang alasan Elena tertarik pada seseorang itu berawal dari gaya rambutnya.

"Hei Alva Melviano!" suara Mei mengagetkan keduanya.

"Kalian bersalaman terlalu lama," tambah Mei seraya tersenyum lebar.

Alva dan Elena menoleh pada tangan mereka, Elena langsung menarik tangannya. Wajahnya bersemu merah karena malu. Alva yang melihat itu tersenyum karena Elena yang menurutnya menggemaskan.

"Ayo kita mulai,” seru Andres yang kini sudah mengambil kamera andalannya.

Semua properti telah disiapkan. Butik ini memiliki ruangan khusus yang luas untuk pemotretan jadi memudahkan mereka dalam penataan properti sesuai konsep yang telah disepakati.

Rasa canggung terus menjalar pada tubuh Elena. Padahal mereka baru berpose tanpa ada kontak fisik tapi tetap saja jantungnya tak karuan. Walaupun begitu Elena berusaha keras mengikuti arahan sang fotografer.

"Oh Elena. You are so great, i like it!" ucap Andres seraya melihat hasil jepretannya. Elena menghela nafas lega, untungnya ia dapat mengatur ketegangannya.

"Apa kamu sering berhadapan dengan kamera?" tanya Andres di sela sesi foto yang hanya memotret Elena saja.

"Mm, dikatakan sering juga tidak," jawab Elena yang kembali mengatur posisinya.

"Kamu sangat mudah diarahkan, dan tak jarang kamu bisa menyesuaikannya sendiri, posemu juga oke terima kasih sudah sangat membantu," ucap Andres lagi.

"Sama-sama tuan," ucap Elena seraya tersenyum.

"Masih ada dua gaun lagi Elena. Semangat!" Elena terkejut, dia kira hanya satu gaun saja. Ia hanya mampu mengangguk kikuk.

Alva yang masih berdiri disana terus memperhatikan Elena yang masih menjalankan pemotretan. Walaupun sebelumnya Andres sudah menyuruhnya berganti kostum, tapi Alva bersikeras untuk tetap disana memperhatikan Elena, seorang model dadakan tapi terlihat profesional.

***

Elena memandangi dirinya di depan cermin besar, ia merasa risih dengan gaun yang dipakainya. Gaun pertama itu aman-aman saja tapi kali ini mermaid wedding dress dengan strapless trumpet yang mengekspos jelas bahunya, dan belahan dadanya terlihat. Elena baru pertama kali menggunakan gaun, dan baru pertama kali mengenakan pakaian dengan jenis seperti ini. Walaupun ibunya seorang penjahit tapi belum pernah menjahit pakaian model gaun seperti ini dan ia pun belum pernah merancang gaun-gaun pengantin, Elena lebih banyak merancang pakaian kasual karena itu ia cocok bekerja di butik Mei. Ia merasa sangat gugup. Tapi jika dilihat-lihat tubuhnya memang tidak gemuk. Pinggangnya ramping walaupun tak seramping model pada umumnya. Dengan rambut yang digerai dan di curly bagian bawahnya menambah kesan anggun bagi penampilannya.

"Elena sudah siap?" Mata Mei membulat melihat penampilan Elena yang begitu mempesona.

"Oh darling, you're so beautiful." Mei menghampiri Elena yang masih memperhatikan penampilannya.

"Tapi nyonya, apakah ini tidak terlalu terbuka?" Mei memperhatikan bagian dada Elena, lalu menggeleng.

"Modelnya memang seperti ini sayang. Kamu terlihat sangat cantik dan sexy," ucap Mei lalu mengedipkan matanya dan tersenyum. Hal itu menambah keresahan bagi Elena.

"Sudah, ayo kita keluar. Mempelai pria sudah menunggu." Mei terkekeh geli begitu juga Elena. Memang seperti sedang foto prewedding saja. Tapi sayangnya bukan, batin Elena lalu disusul dengan kekehannya lagi.

"Oh ya, aku belum berkenalan dengan pemilik butik ini."

"Ka Rosie sedang ada urusan di luar kota, malam ini ia pulang. Untuk itu dia percayakan semua ini padaku," tutur Mei.

"Apa dia sudah tahu adanya pergantian model?" tanya Elena dan Mei pun mengangguk.

"Aku sudah memberitahunya, dan itu tak menimbulkan masalah sama sekali malah dia ingin bertemu denganmu dan mengucapkan terima kasih." Elena lega mendengarnya.

Elena berjalan menghampiri Andres, entah kenapa ia merasa semua mata tertuju padanya begitu juga pria tampan yang berdiri disamping Andres.

"Oh, you're so beautiful." Andres terlihat sangat mengagumi penampilan Elena.

"Thank you," ucap Elena.

Alva tak berkata atau berkutik, ia terus memperhatikan Elena yang sangat cantik, dengan balutan gaun yang mengekspos bahu cantiknya dan rambut hitam pekatnya yang tergerai indah dengan gelombang dibagian bawahnya dan kini mata Alva melirik bagian dadanya. Oh shit! Stop Alva. Alva langsung mengalihkan pandangannya.

"Ok jadi kalau ini, aku benar-benar minta sama kalian berdua harus bisa menciptakan feel seakan nyata. Elena anggaplah Alva sebagai orang yang kamu sangat cintai dan begitu juga kamu Alva dan sekarang pasti ada sentuhan-sentuhan kecil. Ok. Tak masalahkan Elena?" Mata Elena membulat, sentuhan? Sentuhan seperti apa?

"Ok tak masalah," ucap Alva.

Elena langsung menoleh dan mendapatkan Alva yang tersenyum miring, dan itu membuat jantung Elena berdegup cepat karena takut.

Entah keberapa kalinya ia harus menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan menenangkan jantungnya yang terus bergemuruh.

"Elena lebih dekat lagi," seru Andres.

Elena tak ingin terlalu dekat dengan Alva ini benar-benar membuatnya salah tingkah. Menyadari Elena tak mendekat sama sekali, Alva mendorong punggung gadis itu agar mendekat padanya. Elena yang belum siap menerima dorongan itu refleks menempelkan kedua tangannya pada dada bidang Alva yang terbalut tuksedo.

"Ok sip, Elena kamu melihat kearah lain dan kamu Alva, kamu pasti sudah tau." Andres mengedipkan sebelah matanya dan Alva tersenyum mengerti.

"Rileks aja," bisik Alva pada Elena. Elena hanya mengangguk dan tersenyum kikuk. Bagaimana bisa rileks, dekat tak berjarak seperti ini dengan orang yang ia kagumi ketampanannya.

Sebelum Elena datang, Andres memberitahu Alva pose apa saja yang harus dilakukan mereka berdua, dan kini Andres memberitahukannya pada Elena. Matanya sangat menyiratkan keterkejutan dan itu terlihat lucu dimata Alva.

Kini Alva dan Elena kembali berpose dan semua itu terus mengundang perhatian para pegawai yang lainnya. Tak sedikit diantara mereka merasa iri dengan Elena yang dapat menggantikan posisi model di samping Alva dan mereka memperlihatkan jelas kecemburuannya karena sang idola mereka bersama perempuan lain yaitu Elena.

Alva duduk di sebuah sofa yang sudah menjadi properti pendukung pemotretan. Ia mengulurkan tangan pada Elena agar segera duduk di pangkuannya. Kecanggungan terus melanda. Elena menerima uluran tangan itu lalu duduk menyamping di pangkuan Alva.

"Tolong itu bagian bawah gaunnya dirapikan," perintah Andres pada salah satu pegawai butik.

Elena mendekatkan wajahnya ke arah Alva, mata Alva fokus pada bibir mungil Elena. Kenapa ia merasa tergoda seperti ini, tak seperti biasanya. Elena sedikit memiringkan kepalanya lalu terpejam. Jika bukan karena arahan dari Andres Elena tak ingin melakukan ini, bibir yang nyaris bersentuhan. Percayalah jantung ini terus bekerja lebih cepat.

Kini gaun terakhir, dan apalagi ini? Elena semakin gelisah.

***

A-Line dress dengan bagian punggung terbuka sampai ke pinggang. Oh please, tak adakah gaun lain.

"Maaf, apakah harus gaun ini yang dipakai? Tak adakah gaun yang lain?" tanya Elena pada penata busana.

"Ia Nona, karena ini adalah koleksi terbaru kami," jawab wanita paruh baya itu tersenyum dan kembali membantu Elena mengenakannya. Elena pasrah saja, yang harus ia lakukan saat ini adalah segera menyelesaikan pekerjaan dadakan ini agar tak terlalu lama mengenakannya. Sungguh Elena tak nyaman.

Alva berjalan memasuki ruang rias sang model perempuan. Ia Pun terperangah melihat penampilan Elena. Elena sedang bercermin, menunggu aksesoris yang sedang dipasangkan pada sebagian rambutnya yang dikepang berbentuk bunga mawar. Alva semakin terperangah melihat punggung wanita itu yang terekspos jelas. Kaki Alva begitu saja melangkah mendekati Elena. Keterkejutan Elena yang tiba-tiba melihat Alva yang berjalan di belakangnya membuatnya langsung berbalik.

"Kamu lagi apa?" tanya Elena.

Alva berdehem dan berjalan semakin mendekat. "Udah siap?" Elena mengangguk kikuk. So awkward. Alva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

"Ayo keluar," ajak Alva kemudian. Ia Pun berjalan mendahului, tapi tiba-tiba Alva kembali berbalik.

"Mmm perlu bantuan?" Elena tersenyum dan menggeleng. Oh shit! Your smile is so stunning.

"Oh ok." Alva kembali melangkah.

Lagi-lagi semua orang menatapnya intens, apalagi saat ini. Elena berjalan beriringan bersama Alva.

"Kalian seperti pengantin sungguhan," ujar Mei berjalan mendekat menghampiri Alva dan Elena yang terbatuk sedangkan Alva terkekeh geli.

Arahan kembali terdengar. Elena merasa lega karena kini jaraknya tak begitu dekat dengan Alva, ia bisa lebih fokus mengekspresikan dirinya. Tapi kelegaan itu tak berlangsung lama.

Kini Elena berdiri menghadap Alva membelakangi kamera, bertujuan untuk memperlihatkan bagian belakang gaun yang ia pakai. Punggungnya tidak terlalu terekspos jelas karena rambutnya yang terurai menutupi sebagian punggungnya yang terbuka. Alva meletakkan kedua tangannya di pinggang Elena, dengan wajah menghadap ke wajah Elena.

Tangan kanan Elena berada di samping pipi kiri Alva dan tangan kirinya berada di bahu kanan Alva.

"Elena lebih rileks ya," Andres berseru.

"Santai aja," ucap Alva membuat mata Elena ikut menatapnya dengan segenap kegugupannya, Elena berusaha untuk merilekskan jantungnya.

Setengah jam kemudian pemotretan selesai. Rasa lega menjalar ke seluruh tubuh Elena. Setelah mengganti gaun dengan pakaiannya kembali. Ia menghampiri Mei, yang sedang duduk di sofa.

"Oke sih tapi gak terima saja. Dia baru loh dibutik Nyonya Mei. Tapi udah bisa deket-deket sama tuan muda."

"Beruntung banget dia. Tapi tetep gue gak rela."

"So' cantik ya gak."

Desas desus itu terdengar dari arah ruang rias, perasaan lega itu bercampur aduk dengan rasa sakit. Walaupun berusaha untuk biasa saja, tapi rasa tak nyaman tetap ada.

Elena izin pergi kembali ke butik Mei, walaupun sebelumnya Andres menahannya agar mengobrol dulu seraya minum teh. Tapi ia menolaknya dengan lembut.

"Kamu pasti lelah, ya sudah istirahat aja ya. Pakai ruang istirahat aku aja," kata Mei menawarkan ruang istirahatnya untuk Elena beristirahat. Elena kembali menolak, ia memilih untuk pulang ke apartemen. Beristirahat disana akan lebih baik.

Alva hanya diam seraya memperhatikan perbincangan antara Elena dan Mei. Ia tak bertanya atau menawarkan tumpangan. Takut terlalu terburu-buru pikirnya.

***

Elena memasuki apartemen, rasanya kegiatan hari ini sungguh membuatnya lelah. Ia Pun memilih untuk segera membersihkan badannya yang lengket. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit, Elena keluar dengan menggunakan handuk yang ia lipatkan menutupi sebagian tubuhnya bagian dada dengan batas panjang diatas lutut. Elena berpikir hanya dirinya seoranglah yang berada di sana. Jadi, ia bebas melakukan apapun dan berpenampilan bagaimanapun. Kebiasaan yang masih berlanjut sampai sekarang. Ia selalu mengecek ponselnya terlebih dahulu seraya menunggu tubuhnya benar-benar kering. Berjalan menuju dapur dan menuangkan air putih, tenggorokan yang sedari tadi belum diisi air pun meronta karena kekeringannya. Meminta untuk segera diguyur oleh air mineral segar.

Elena tak biasa mengenakan pakaian di kamar mandi. Ia Pun menaiki lantai atas untuk mengenakan pakaian dikamar. Grwuk! Kini perutnya yang berdemo.

Setelah mengenakan sweater berwarna peach dan celana legging hitam. Ia kembali ke lantai bawah untuk menyiapkan makanan. Ia belum berbelanja untuk keperluan dapur, untung saja ketika di perjalanan pulang ia membeli makanan cepat saji. Jadi Elena hanya perlu menghangatkannya.

Drttt! Ponselnya bergetar.

"Halo ma," sapa Elena yang tanpa berpikir panjang ia langsung menjawab panggilan tersebut.

Elena menceritakan semua kegiatannya hari ini. Setiap hari mamanya pasti menelponnya atau bertukar pesan. Walaupun sudah besar, Naura terus memberikan perhatian penuh pada Elena. Ia selalu menanyakan banyak hal pada putri semata wayangnya itu termasuk tentang kegiatannya. Perhatian itu membuat Elena selalu merasa dekat dengan Naura. Walaupun jarak mereka jauh. Elena Pun selalu menjawab semua pertanyaan Naura dengan apa adanya. Seperti halnya hari ini, Naura cukup terkejut ketika Elena bercerita telah menjadi model dadakan sebuah butik ternama.

Elena anak tunggal dari pasangan Naura dan Haris. Ayah Elena lebih dulu meninggal mereka dua tahun lalu, karena takdir yang mengharuskan Haris meninggalkan Elena dan ibunya lebih awal. Sedangkan Naura bekerja sebagai penjahit di kampungnya, Elena selalu membantu Naura dalam pekerjaannya. Tak jarang para pelanggan Naura tertarik dan menggunakan rancangan milik Elena untuk pakaian mereka. Tak jarang pula dari mereka yang sengaja mendatangi Elena untuk dibuatkan rancangan khusus, dari situlah Elena mulai memperkenalkan rancangannya melalui media sosial.

***

Tok! Tok! Tok! Pintu ruangan pribadi Alva diketuk seseorang dan seorang wanita paruh baya yang berlenggang masuk begitu saja.

"Sudah jam makan siang, kenapa kamu belum juga menghentikan pekerjaanmu untuk sementara." Rosie duduk di sofa yang berada di ruangan tersebut.

Alva tak menoleh sedikitpun ke arah Rosie. Ia terus sibuk dengan laptopnya dan earphone yang masih menempel di kedua lubang pendengarannya. Rosie hanya menggelengkan kepala melihat Alva yang selalu asik dengan dunianya sendiri.

"Mama kesini, mau ajak kamu makan siang. Mama juga udah undang Audy untuk bergabung." Alva kini menghentikan tangannya yang sedari tadi menari diatas keyboard.

"Ma harus berapa kali aku bilang, Alva sama sekali gak ada perasaan apa-apa sama Audy. Stop jodoh-jodohin Alva sama dia."

"Mama cuman mau bantu kamu Alva, mau sampai kapan kamu gak serius dalam berhubungan sudah berapa wanita yang kamu ajak pacaran lalu besoknya kamu putuskan. Audy cantik, pintar dan dari keluarga terpandang. Ia termasuk wanita dalam kategori nyaris sempurna. Memang kamu mau cari yang seperti apa?" Rosie melipatkan kedua tangannya merasa kesal pada putranya.

"Ma tunggu waktu yang tepat, Alva akan menemukan seseorang yang Alva cari."

Rosie yang sudah lelah dengan sikap anaknya memilih untuk bangkit.

"Terserahlah, Mama udah cape dengan sikap kamu yang seperti ini," Rosie yang hendak keluar menghentikan langkahnya dan kembali berjalan menuju sofa yang Alva tempati.

"Kemarin kamu sudah melakukan tugasmu dengan baik. Andres sangat puas dengan hasilnya, katanya baru kali ini ia melihat wajahmu pada couple season begitu sangat alami, berbeda dari biasanya. Apa kamu sangat menikmatinya, penghayatan yang seperti apa yang kamu lakukan kemarin?"

"Mm, entahlah aku hanya melakukan apa yang hatiku bilang," ucap Alva seraya mengedikkan kedua bahunya.

"Sudahlah mama mau ke butik. Nanti malam ada pesta di rumah Audy, kamu temani mama datang kesana." Setelah mengucapkan itu Rosie keluar dari ruangan Alva. Alva merasa kepalanya pusing karena mamanya selalu mendekatkan dirinya dengan Audy. Ia menangkup kepalanya oleh satu tangan ia tumpukan pada sandaran sofa. Tentang penghayatan, ia jadi kembali teringat saat kemarin menjalankan pemotretan bersama model dadakan itu. Elena.

***

Related chapters

  • Eleanor   3- Pemilik

    Sore hari akan segera berakhir dan Alva masih menggulirkan mouse. Teringat akan permintaan mamanya tadi, membuat suasana hatinya terasa tak baik. Sungguh malas ia rasakan untuk menemani mamanya ke pesta keluarga Audy.Pesta apa sih. Kenapa mereka sering mengadakan pesta, batin Alva.Alva memandangi langit-langit ruangan seraya mencari cara agar bisa pergi untuk menghindari acara makan malam membosankan itu. Tak lama sesuatu terbersit di pikirannya, rasanya sudah lama ia tak mengecek keadaan apartemen yang saat ini ditempati oleh karyawan butik Mei. Walau apartemen itu ia biarkan ditinggali oleh orang lain, tapi bukan berarti ia begitu saja membiarkan apartemen itu tanpa pengontrolannya.Alva membiarkan apartemenemenemenemen itu di isi oleh orang lain karena tak lagi ia tempati. Sayang juga jika tak berpenghuni. Untuk itu ia tawarkan pada Hendrik putra pertama Mei, tapi Hendrik menolaknya karena saat ini ia telah memiliki rumah dan apartemennya se

    Last Updated : 2021-04-30
  • Eleanor   4-Tertangkap Basah

    Elena meletakkan gelas yang sedari tadi ia pegang. Kini Alva tepat di belakang Elena mendekatkan wajahnya ke arah telinga Elena sehingga ia dapat menghirup wangi sabun yang Elena pakai."Apa ini kebiasaan lo." Suara itu membuat Elena terlonjak kaget dan langsung berbalik, ponsel yang hampir terjatuh ia pegang erat dengan kedua tangannya."A..A..Alva!" Wajah terkejutnya begitu lucu dan menggemaskan dimata Alva, sungguh ia menahan senyumnya agar tak tersungging. Mata Elena membulat dan tubuhnya sedikit bergetar.Alva melangkah semakin mendekat dan memperangkapnya. Kedua tangan Alva tumpukan pada pinggiran meja bar, mengurung Elena di dalamnya. Elena langsung menutupi bagian dadanya yang sedikit terlihat padahal Alva sudah menyadarinya sejak tadi. Elena semakin beringsut ke belakang walaupun tak ada ruang lagi di sana."Mau menggoda hm?""Mm m..maaf Va aku gak tau kamu bakal datang," lirih yang terdengar jelas bahwa ia sedang ketakutan. Elena kini men

    Last Updated : 2021-04-30
  • Eleanor   5-Memaksa

    Audy Queena seorang yang memiliki profesi yang sama seperti Alva. Wanita itu duduk di samping Alva seraya bergelayut manja di lengannya. Alva merasa risih dengan kedatangan Audy, ia menghempaskan tangan itu berkali-kali tapi Audy terus kembali melingkarkannya."Audy! Gue risih tau gak." Alva sungguh geram, ia pun memilih untuk segera melajukan mobilnya meninggalkan parkiran butik.“Lo turun di halte depan,” ucap Alva yang segera melajukan mobilnya. Dengusan kesal terdengar dari arah sampingnya. Alva tak memperdulikan itu, ia fokus pada jalanan yang ada di depan sana.“Siapa dia?” tanya Audy seraya menoleh ke arah samping, Alva tak kunjung menjawab membuat Audy kesal dibuatnya.“Aku kecewa semalam kamu gak datang.” Kini Audy mengganti topik pembicaraannya. Tapi masih saja Alva terdiam tak menimpali. Sungguh dirinya kesal, ia meremas pakaiannya menahan kekesalan yang ia rasakan.“Turun,” perintah Alva.

    Last Updated : 2021-05-01
  • Eleanor   6-Undangan

    Alva berjalan mendekat ke arah Elena, Elena pun mundur dan sialnya langkahnya terhenti karena kabinet yang berada di belakangnya."Tinggal di sini, gue gak bisa urus apartemen sendirian," ucap Alva dengan mata memperangkat mata Elena yang sedang terbelalak."Tapi Va, kita gak bisa tinggal satu apartemen," lirih Elena."Gue gak tinggal, mungkin sesekali datang ke sini untuk memastikan apartemen gue aman." Alva menimpali.Aman? Apa maksudnyaElena memanyunkan bibirnya."Lo boleh pake kamar utama, ruang sebelahnya bakal gue ubah jadi kamar biar gampang buat gue tidur kalo datang kesini," papar Alva. Ruang lain? Elena sendiri tak mengetahui ruangan itu. Ia merasa enggan membukanya walaupun ia sangat penasaran ingin melihat apa yang ada di dalamnya."Tapi Va-""Apa? Lo mau kita tidur seranjang, gue sih gak masalah." Alva mengedikkan bahunya sedangkan Elena terperanjat dengan ucapan Alva yang menurutnya sensitif.Alva t

    Last Updated : 2021-05-01
  • Eleanor   7-Risih

    Elena memandangi pantulan dirinya di cermin, ia memegang dadanya. Ia merasakan hal aneh, ini sungguh menegangkan. Ia akan datang melihat dirinya yang terekspos di khalayak ramai. Entah foto yang mana yang akan diperlihatkan dan sedang mengenakan baju yang mana Elena tak tahu, yang ia tahu saat ini adalah dirinya merasa gugup.Ting tong!Suara bel apartemenemenemen berbunyi, ia segera keluar untuk membukanya.Ceklek!Seorang laki-laki mengenakan setelan jas berdiri membelakanginya. Elena sangat mengenalinya. Itu adalah Alva.Tapi kenapa ia harus memencet bel? Kenapa tak langsung masuk seperti biasanya."Alva," panggil Elena. Alva membalikkan badannya. Mata Elena membulat melihat penampilan Alva yang lebih memukau dibandingkan biasanya setelan jas berwarna maroon dengan dalaman kemeja hitam membuatnya terlihat semakin mempesona. Mata Elena kembali membulat, kini ia melihat gaun yang ia kenakan memiliki warna yang coc

    Last Updated : 2021-05-01
  • Eleanor   8-Makan Malam

    "Aku bisa makan sambil melakukan pekerjaanku Alva." Alva menggeleng, ia kembali mengajak Elena untuk duduk di sofa dan mendudukkannya."Gak El, makan ya makan dulu aja, jangan nyambi.""Ish," Elena menggerutu, tapi ia tetap menurut dan hal itu membuat Alva senang."Gitu dong," Alva mengusap sisi wajah Elena. Elena terbelalak lagi-lagi Alva memberi perlakuan manis padanya. Bersamaan dengan itu, Rosie datang dan melihat aksi Alva."Alva," keduanya menoleh. Elena tampak kaget sedangkan Alva merasa santai saja."Ya ma?""Kamu, lagi apa? Disini?"Elena langsung bangkit dari duduknya ia tak enak karena sebelumnya duduk berdekatan dengan Alva, ralat Alva yang mendekatinya."Mm ma..maaf Nyonya kami..""Sudah saya bilang, jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Tante hm."Mata Elena mengerjap, membuat Alva gemas melihatnya. Bukannya membantu Elena untuk menjelaskan keberadaannya di tempat ini. Alva malah menyandarka

    Last Updated : 2021-05-01
  • Eleanor   9-Pulang

    Suara berisik itu membangunkan Alva yang masih sangat mengantuk, ia mulai membuka matanya seraya menguap. Bangun dari tempat yang cukup membuatnya sakit badan, karena walaupun empuk tetap saja sofa tidak senyaman tempat tidur. Alva merenggangkan ototnya, ia menoleh ke arah dapur dimana seseorang berada. Ia mengulum senyumnya seraya berjalan menghampiri Elena yang sedang sibuk dengan perlengkapan tempur."Pagi Al," sapa Elena ketika melihat Alva datang dengan wajah khas bangun tidurnya."Hm pagi." Alva menghampiri Elena yang sedang menyiapkan sarapan."Mm aku cuman masak nasi goreng, g..gapapa?" Elena tak berani menatap Alva yang melirik bergantian dirinya dan nasi goreng yang sudah tersedia di atas meja."Thanks." Alva mengusap puncak kepala Elena seraya tersenyum. Senyum yang membuat Elena menahan nafasnya sejenak. Senyuman Alva cukup membuatnya terpesona. Alva sudah duduk manis dan meminum air putih yang tersedia di dalam gelas tinggi itu.Alva m

    Last Updated : 2021-05-01
  • Eleanor   10-Keinginan

    "Hhh..." Elena berjalan gontai memasuki lift, satu jam lalu ia baru kembali setelah acara pulang kampungnya beberapa hari kebelakang. Cukup melelahkan membuat Elena ingin segera sampai dan merebahkan tubuhnya, kulit yang terasa lengket rasanya ingin segera berdiri di bawah shower dengan air dingin yang menghujaninya. Membayangkannya saja sudah membuat Elena nyaman. Tapi apa daya keinginannya harus tertunda terlebih dahulu karena keberadaan Alva di sana yang berdiri seraya melipatkan kedua tangan menyambut kedatangan Elena. Tatapannya terasa mengintimidasi, sedikit membuat Elena heran."Hai Va, apa kabar?" Tak kaku memang, tapi mata mengintimidasi Alva membuat Elena semakin lama menjadi takut."Mm aku bersih-bersih dulu." Baru tiga langkah kakinya berjalan, suara Alva membuatnya kembali berhenti."Kenapa gak bilang d

    Last Updated : 2021-06-11

Latest chapter

  • Eleanor   103-Bersama

    “Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b

  • Eleanor   102-Serius

    Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg

  • Eleanor   101-Eleanor

    Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara

  • Eleanor   100-Restu Rosie

    Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”

  • Eleanor   99-Rasa Nyaman

    Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork

  • Eleanor   98-Jangan Pergi

    Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al

  • Eleanor   97-Penerimaan

    Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny

  • Eleanor   96-Publik

    “Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd

  • Eleanor   95-Pilu

    Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha

DMCA.com Protection Status