Share

7-Risih

Penulis: yuvitalya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-01 05:10:47

Elena memandangi pantulan dirinya di cermin, ia memegang dadanya. Ia merasakan hal aneh, ini sungguh menegangkan. Ia akan datang melihat dirinya yang terekspos di khalayak ramai. Entah foto yang mana yang akan diperlihatkan dan sedang mengenakan baju yang mana Elena tak tahu, yang ia tahu saat ini adalah dirinya merasa gugup.

Ting tong! Suara bel apartemenemenemen berbunyi, ia segera keluar untuk membukanya. Ceklek! Seorang laki-laki mengenakan setelan jas berdiri membelakanginya. Elena sangat mengenalinya. Itu adalah Alva. 

Tapi kenapa ia harus memencet bel? Kenapa tak langsung masuk seperti biasanya.

"Alva," panggil Elena. Alva membalikkan badannya. Mata Elena membulat melihat penampilan Alva yang lebih memukau dibandingkan biasanya setelan jas berwarna maroon dengan dalaman kemeja hitam membuatnya terlihat semakin mempesona. Mata Elena kembali membulat, kini ia melihat gaun yang ia kenakan memiliki warna yang cocok dengan pakaian yang Alva kenakan.

"Udah siap?"

"Ya?" Elena sedikit kaget ketika Alva membuka suara. "Oh ya, aku ambil tas dulu."

Perjalanan yang memakan waktu 25 menit itu terasa lebih lama, di sepanjang perjalanan mereka tak membuka suara hanya saling berkecamuk dengan pikirannya masing-masing. Malam ini Alva membawa sopir untuk mengendarai mobil yang bukan biasanya ia gunakan, Elena tahu itu karena warnanya pun berbeda.

Mobil itu berhenti, Alva membuka pintu dan keluar, reporter sudah menyorotnya. Ia Pun mengulurkan tangannya pada Elena untuk ikut keluar. Dengan canggung Elena menerima uluran tangan Alva.

Tubuhnya menegang karena kerlipan blitz kamera menyambut mereka berdua. Apa ini? Aku bukan artis atau orang terkenal kenapa mereka mengambil gambarku? tanya Elena dalam hati. Alva menyuruh Elena untuk menggandeng tangannya, Elena hanya diam Alva pun mendekat.

"Lakukanlah, atau aku akan menggendongmu," bisiknya, sontak Elena langsung menggamit lengan Alva, tanpa Elena ketahui Alva tersenyum merayakan kemenangannya. Ia pun membawa Elena untuk berjalan beriringan. Elena hanya mengangguk. Langkah Alva kembali terhenti. 

"Angkat kepalamu dan tersenyumlah," bisik Alva yang membuat Elena menoleh. Alva tersenyum menatap lekat dirinya. Elena menoleh ke arah depan dan terdapat entah berapa juru foto yang sedang mengambil gambar dirinya dengan Alva. Elena menarik nafas lalu tersenyum, karena ia pun tak ingin wajah yang terjepret kamera adalah wajah kebingungannya. Elena berusaha untuk tersenyum senatural mungkin walaupun dirinya sangatlah gugup. Senyumnya hampir memudar karena ia terlonjak kaget, tangan Alva beralih ke pinggangnya dan kembali membuat Elena menoleh.

"Apa maksudmu?" bisik Elena.

"Lo keliatan tegang banget."

"Dan kamu menambah keteganganku Alva," ucap Elena yang mengundang kekehan Alva.

"Kalian pasangan di sebuah karya fotografi mas Andres benarkan?" tanya seorang reporter.

"Ya," jawab Alva.

"Siapa namanya mas Alva?"

"Elena Honora," jawab Alva.

"Mba Elena apakah anda seorang model."

"Oh bu-"

"Dia baru memasuki dunia permodelan," jawab Alva.

"Apakah hubungan kalian hanya sebatas rekan di dunia kerja? atau ada hubungan khusus?" pertanyaan seorang reporter itu membuat mata Elena membulat, mulutnya ingin segera menjawab tapi entah lidahnya terasa kelu.

Cup! Sebuah kecupan mendarat di pelipisnya dan itu membuat Elena langsung menoleh.

"Apakah itu bisa menjawab pertanyaanmu?" Alva kembali menoleh seraya tersenyum ke arah Elena yang menajamkan tatapannya.

"Apa maksudmu Alva?" sangat jelas terdengar penekanan setiap bisikan Elena. Tapi Alva hanya tersenyum menanggapinya.

"Wah, apa hubungan kalian sudah berjalan lama? Bagaimana hubunganmu dengan mbak Audy?"

"Maaf kami harus segera masuk," ucap Alva yang kini kembali membawa Elena untuk memasuki ruang acara.

"Jauhkan tanganmu dari pinggangku Alva!" suara yang nyaris hanya angin lalu di telinga Alva tetap terdengar penekanan mengintimidasinya.

"Lo gak liat kamera masih ngikutin kita."

"Apa harus seperti ini? Menurutku gak juga."

"Untuk meyakinkan mereka memang harus seperti ini."

Elena mengerutkan keningnya, "Maksudmu meyakinkan hal apa?"

Alva tak menjawab ia hanya tersenyum dan mengedipkan matanya.

Deg! Ya tuhan kenapa Alva terlihat sangat sangat sangat tampan malam ini, Elena mengalihkan pandangannya tak ingin jantungnya semakin bergemuruh.

Elena tak tahu harus apa dan kemana, ia hanya mengikuti Alva karena sedari tadi Alva belum juga menjauhkan tangannya dari pinggang Elena. Mata Elena menangkap lambaian tangan Mei, matanya membulat lalu tersenyum.

"Va itu Nyonya Mei." Baru saja akan melangkah, Alva menahannya.

"Bentar."

"Oh wow siapa dia?" tanya seseorang yang sedang mengobrol dengan Alva.

"Perkenalkan dia Elena Honora." Laki-laki itu mengulurkan tangannya pada Elena, dan Elena menyambutnya.

"Erick."

"Elena."

"Salam kenal Nona cantik." Erick belum juga melepaskan tangan Elena, Elena hanya tersenyum malu.

"Lepasin tangan lo Erick."

"Ops sorry," ucap Erick yang kini mulai melepaskan tangan Elena. Elena merasa lega karena sungguh Ericklah yang menahan tangannya.

"Apa kalian memiliki hubungan khusus?"

"Lo bakal tau nanti," ucap Alva santai.

"Va Nyonya Mei menyuruh kita kesana."

"Ok sayang."

Elena terbelalak, apa-apaan Alva ini, jantungku please biasa aja, dia hanya bercanda.

"Apa lo mau Audy menjerit dan menangis darah?" ucap Erick yang di susul dengan tawanya.

"Gue gak peduli," ucapan Alva kembali mengundang tawa Erick. "Baiklah good luck bro, jangan kasih kendor, kendor dikit gue embat nanti."

"Gue gak bakal biarin."

***

Elena masih sibuk berjalan kesana kemari, dengan tangan yang ia lipatkan di depan dada dan sesekali menggigit jari telunjuknya. Sudah 15 menit ia berdiam diri di dalam toilet, ia belum siap untuk kembali bertemu orang-orang hebat di luar sana. Mereka tak segan menyapa Alva dan otomatis dirinya pun ikut tersapa, dan menjadikan mereka bertanya-tanya tentang hubungannya dengan Alva. Sepenting itukah Alva sampai semua orang ingin tahu tentang Alva dan menyapanya. Entah kenapa ada rasa senang ketika Alva mengatakan bahwa mereka dekat, tapi ada kegelisahan lain yang timbul dalam hati Elena. Tak seharusnya dirinya merasakan itu, harusnya ia tak suka karena sebenarnya mereka tak dekat dan tak memiliki hubungan apa-apa.

Drrrrtt!!

Ponselnya berbunyi, Elena langsung mengangkatnya tanpa tahu siapa itu, karena ia takut mengganggu pengguna toilet lainnya.

"Ya halo."

"Acara akan segera dimulai, lo dimana?"

Alva? Ini nomor Alva? Darimana dia tau nomorku.

"Hei."

"I-iya sebentar." Elena langsung mengakhiri panggilan. Ia bercermin mengecek tampilannya, di rasa tak ada yang keliru, Elena langsung keluar toilet dan kembali ke tempat dimana acara diselenggarakan. 

"Dari mana? Lama banget," Alva yang kini sudah bertemu dengan Elena langsung menggenggam tangan Elena dan mengajaknya untuk segera duduk di kursi yang sudah disediakan untuk mereka. Tak sedikit orang menoleh ke arah keduanya, membuat Elena mengembangkan senyumnya walaupun ia malu dan tak mengenal mereka tapi merasa tak sopan jika hanya melihat tanpa tersenyum.

Acara demi acara berlangsung dan kini Elena mendengar nama Andres di sebut, Andres memberikan sedikit sambutan, betapa senang Elena namanya di sebut Andres pada saat sambutan yang Andres berikan dan membuat tak sedikit orang kembali menoleh bahkan memperhatikan detail Elena dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Alva," panggil Elena. Alva menoleh.

"Hm?"

"Kenapa mereka melihatku seperti itu, aku malu." Alva menoleh pada orang-orang yang dimaksud Elena.

"Tidak ada masalah, mereka mengagumimu."

"Sok tahu kamu Alva, aku malu."

"Yaudah biarin aja, mata-mata mereka lo gak bisa larangkan."

Iya juga, batin Elena.

"Dan tidak lupa saya juga berterima kasih kepada dua orang yang sudah berkenan menjadi model saya, saya persilahkan pada Alva Melviano dan Elena Honora untuk bergabung ke atas panggung." Semua bertepuk tangan dan menoleh ke arah Elena dan Alva.

Elena membelalakan matanya jantungnya sontak berdegup kencang, suara tepuk tangan yang bergemuruh membuatnya semakin gugup. Sampai ia merasakan sebelah tangannya diangkat membuat Elena menoleh.

"Ayo."

"Tapi Va-"

"Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja," ucap Alva. Elena pun perlahan bangkit dari kursinya, berjalan beriringan bersama Alva seraya bergandengan tangan, suara tepuk tangan semakin bergemuruh dan kilatan blitz merajalela.

"Angkat kepalamu dan tersenyumlah," instruksi Alva langsung Elena jalankan. Sepertinya tak ada waktu untuk memikirkannya terlebih dahulu. Ya tuhan, aku sedang apa? Disini? gumam Elena.

"Wah kalian terlihat sangat serasi ya," ucap salah satu MC di acara tersebut.

"Aku tidak salah pilih bukan?" Ucap Andres yang membuat sebagian besar dari mereka mengangguk setuju.

Elena menoleh ke samping merasa ada yang memperhatikan, benar ternyata Nyonya Rosie sedang memperhatikannya. Elena tersenyum dan mengangguk, Rosie membalasnya dengan hal yang sama.

"Aku ingin mengenalnya," bisik Rosie pada Andres.

"Silahkan nyonya," ucap Andres seraya mengedipkan matanya.

Acara demi acara pun selesai, Elena mendekat pada Mei.

"Maaf Nyonya, saya pulang lebih dulu boleh?" 

"Kita makan malam bersama dulu ya El."

"Mm gak usah Nyonya, saya makan malam di apartemen saja.”

Mei menggeleng, "Elena kamu harus ikut ya, Kak Rosie bilang kamu wajib ikut."

Mata Elena mengerjap "Nyonya Rosie?"

Mei mengangguk seraya tersenyum. "Iya, dia mau ngobrol sama kamu katanya." Entah kenapa rasa senang muncul, jantungnya pun berdetak tak karuan.

"Ayo," suara itu berasal dari arah samping, Alva menggamit pinggang Elena membuatnya langsung beringsut sedikit menjauh.

Mei terkekeh melihatnya "Va va kamu ini."

"Kenapa tan?"

"Audy nyariin kamu, dia mencak-mencak gak jelas dari tadi susah banget mau deket sama kamu katanya."

Audy? tanya Elena dalam hati.

"Ck! Tan bantu aku buat gak ketemu dia, malam ini aja." Mei terkekeh mendengar permintaan keponakannya yang lucu di pendengarannya.

"Ya sudah, kamu bisa pergi sama Elena sekarang, kita ketemu di sana."

"Eh, aku bareng nyonya Mei aja."

"Bareng gue," tanpa permisi Alva langsung merangkul Elena dan membawanya pergi.

"Alva kamu apa-apaan sih!" Elena kesal.

***

Mereka tiba di sebuah restoran mewah, Elena memasuki restoran tersebut dengan Alva yang beberapa kali menggamit pinggangnya tapi beberapa kali pula Elena menjauhkan tangan Alva dari sana.

"Kalian ini, pergi paling awal, datang paling akhir." Suara Mei menggantikan kalimat selamat datang.

"Ayolah, apa perlu di jelaskan." Alva mengedipkan matanya, tapi sesuatu membuat senyumnya memudar, keberadaan Audy di sana merusak moodnya.

Elena tersenyum kepada semua yang ada di sana dan berakhir tersenyum pada Mei.

"Duduklah di sini," ucap Rosie yang mempersilahkan Elena duduk di kursi kosong yang ada di samping kursinya.

"Ma-makasih nyonya." Elena duduk dengan sedikit gelagapan, ia tak menyangka akan dipersilahkan duduk langsung oleh seorang pemilik butik terkenal. Alva pun duduk di kursi di samping kursi Elena.

Elena merasa ada yang sedang menatapnya, ia pun menoleh dan melihat wanita cantik yang ada di seberangnya melihat tak suka. 

Bukannya dia wanita yang ada di butik pagi itu, gumam Elena.

"Aku sangat berterima kasih padamu Elena," suara wanita yang ada di sampingnya mengalihkan perhatiannya. "Sudah bersedia menjadi model kami."

"Sa..sama-sama Nyonya, harusnya saya yang berterima kasih karena sudah dipercaya," balas Elena membuat Rosie tersenyum.

"Aku puas dengan hasilnya, dan aku puas melihat hasil anak ini di potretan itu." Rosie menunjuk Alva.

"Bukannya aku selalu memuaskan ma." Alva terkekeh, sedangkan Elena kurang mengerti maksud dari ucapan Rosie.

"Benar, Alva terlihat berbeda dan sangat menjiwai, apakah ini karena wanita cantik yang bersamanya?" Andres ikut bersuara. Semua yang ada di sana tersenyum kecuali Elena dan Audy.

"Syukurlah kalau kau menyadarinya jadi kau tau siapa model wanita yang harus kau pasangkan denganku selanjutnya bukan," tutur laki-laki dengan rambut bergaya man bun. Andres dan Mei terkekeh.

"Bilang aja kamu mau selalu bersama Elena Alva, gitu aja ko repot." Mata Elena mengerjap.

"Syukur kalau dia mau, kalau tidak?" Mei menambahkan.

"Kalau bukan dia, ya aku tidak mau," ucap Alva membuat Andres, Rosie dan Mei geleng-geleng seraya terkekeh.

Audy sungguh tidak suka dengan pembicaraan mereka, ia ingin pergi tapi tak rela meninggalkan Alva yang berdekatan dengan wanita itu.

"Audy cocok juga kalau disandingkan denganmu Alva," ucap Rosie membuat perasaan Audy sedikit membaik.

"Hasilnya tak sememuaskan jika Elena yang bersanding denganku ma," ucap Alva sarkaktis.

"Jangan bercanda Alva, beberapa pemotretan sebelumnya, aku yang jadi pasanganmu dan hasilnya tidak mengecewakan," Audy bersuara.

"Ya, tapi aku tidak suka," jawab Alva.

"Sudah-sudah ayo kita makan dulu, makanan sudah siap," instruksi Rosie menengahi perdebatan Audy dan Alva.

"Makan yang banyak Elena," ucap Rosie.

"I..iya terima kasih Nyonya."

"Jangan panggil aku nyonya, panggil saja tante."

"Mm tidak nyonya, aku tidak enak jika memanggilmu seperti itu."

"Tidak apa-apa santai saja," ucap wanita paruh baya pemilik Rosie boutique tersebut.

Sungguh Audy tidak suka melihat Rosie dan Elena dekat seperti itu, ini menandakan ada saingan baru baginya.

Menyebalkan, gerutu Audy dalam hati.

***

Audy bersikeras meminta Alva untuk mengantarkannya pulang sampai ia merengek. Tapi Alva tetap menolaknya karena akan pulang dan mengantarkan Elena. Padahal Elena sendiri tak keberatan jika pulang sendiri tapi Alva tak membiarkan itu.

"Lo dateng bareng gue, pulang pun harus bareng gue." Alva menarik tangan Elena dan segera membawanya menuju mobil yang terparkir cantik di luar sana.

Audy menghentakkan kakinya beberapa kali, kesal karena Alva memilih Elena untuk ia antar pulang, apalagi kini ia melihat Alva dan Elena berjalan bergandengan tangan. Melihat itu Rosie meminta maaf pada Audy atas sikap Alva padanya.

"Maafkan Alva ya sayang, kamu pulang bareng tante aja gimana?" Audy menganggukkan kepalanya tanda setuju walaupun yang ia inginkan tetaplah pulan bersama Alva tapi tak memungkinkan juga untuknya menolak ajakan Rosie.

Rosie kembali menoleh pada Alva dan Elena yang mulai memasuki mobil. Aku ingin kenal lebih jauh dengan wanita itu, gumam Rosie.

***

Alva dan Elena tiba di apartemen, ada harapan yang sedari tadi Elena panjatkan. Ia berharap Alva tidak bermalam di apartemen lagi. Tidak tahu diri sangat ia sadari, tapi sungguh Elena tak enak ketika tinggal satu atap dengan pria yang bukan keluarganya.

Seharusnya Elena bersikeras pindah saja, dari pada terus tinggal di apartemen milik Alva. Rasa khawatir mamang sedikit ia rasakan, apalagi jika mamanya tahu pasti mamanya sangat marah dan tidak setuju.

Ya, aku harus segera cari tempat tinggal baru.

"Lo mandi duluan aja," ucap Alva yang mulai duduk di sofa.

"I..iya." Elena langsung pergi ke lantai atas untuk mengambil pakaian gantinya dan kembali turun lalu memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tak lama, Elena kini sudah selesai. Ia pun keluar dan melihat Alva yang masih duduk di sofa. Baru saja Elena akan menaiki tangga suara Alva membuatnya mengurungkan niat.

"Gue pulang," ucap Alva tiba-tiba dan mulai bangkit untuk menghampiri Elena.

"Hati-hati, telepon gue kalo ada apa-apa jangan buka pintu sembarangan kalo ada yang pencet bel. Lo bisa liat dulu di layar samping pintu. Siapa yang dateng," tutur pria bertubuh tinggi itu.

"I..iya," jawab Elena terbata.

"Good night, gue pulang," Cup! Alva mengecup kening Elena lalu berjalan menuju pintu keluar.

Elena mengerjap, ia mencoba untuk menyerap apa yang telah terjadi. Tangannya terangkat memegang keningnya di mana sesuatu baru saja hinggap di sana.

"Di..dia," mata Elena membulat.

"Iiih." Elena langsung berusaha menghilangkan jejak kecupan Alva. Ia pun langsung menaiki tangga dengan hentakan kaki yang bisa dikatakan keras. Sedangkan di balik pintu, Alva mengangkat tangannya mengusap bibirnya, senyum tersungging ketika menyerap kembali apa yang ia lakukan.

***

Pagi ini semua serba terburu-buru dikarenakan dirinya telat bangun. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi yang serba cepat kini Elena juga berjalan cepat keluar apartemen. Baru saja akan memesan taksi o****e, sebuah mobil berhenti di depannya. Kaca mobil terbuka dan memperlihatkan sosok Alva di sana.

"Ayo masuk."

"Hah? Tapi.." Eh dari pada nunggu lagi mending sama Alva aja biar lebih cepat, batin Elena. Ia pun bergegas memasuki mobil Alva.

Tumben gak nolak, batin Alva seraya tersenyum senang karena tak perlu berdebat terlebih dahulu.

"Udah sarapan?"

"Hah? Mm belum. Udah telat Va, bisa sedikit cepat kan." Elena menyatukan kedua telapak tangannya, tak lupa ia tampilkan wajah memohon yang membuat Alva gemas.

"Mm," gumam Alva seraya mengangguk.

Hhh syukurlah, batin Elena.

"Tapi kita sarapan dulu," Elena langsung menoleh, dengan mengerutkan keningnya.

Baru saja bernafas lega, Alva sudah membuat Elena terperanjat. "Vaaa aku uda telat ini."

"Sarapan itu penting El."

Elena menghembuskan nafas kasar. "Sarapan di butik aja gimana?"

Alva terlihat berpikir sejenak, beberapa detik kemudian ia mengangguk.

"Pesan sekarang." Elena menghembuskan nafas leganya, Alva tak menolak ajakannya.

"Kamu mau apa?"

"Terserah, samain aja," ucap Alva.

"Bubur?"

"Mm terserah sayang."

"Ck! Apaan sih," Alva terkekeh, ia mengusap kepala Elena sekilas.

Jari yang menari di atas benda pipih itu terhenti, ketika usapan hinggap di kepalanya. Elena berdehem, ia berusaha menormalkan debar jantungnya.

***

Mereka tiba bersamaan dengan seorang kurir yang mengantarkan makanan yang telah Elena pesan. Hendak membayar, Alva mencegahnya.

"Ambil saja kembaliannya mas."

"Terima kasih banyak mas."

"Makasih Va," ucap Elena yang langsung memasuki butik. Ia menyapa beberapa karyawan yang ada di sana.

"Elena," panggil Mei yang baru saja keluar dari ruanganya.

"Nyonya maaf saya telat." Elena menunduk sejenak, meminta maaf.

"Tidak apa-apa Elena, tidak usah terlalu khawatir, saya tahu kamu pasti capek karena acara semalamkan?" Mei tersenyum.

"Mm i...iya Nyonya." Elena mengiyakan karena begitulah adanya.

"Morning." Alva datang dan langsung memeluk Mei.

"Jangan marahi pacarku hm," bisik Alva di sela pelukannya.

Mata Mei membulat. "Tante tidak marah Alva, sama sekali tidak. Eh tadi apa? Kalian pacaran?"

Elena sontak terkejut, ia memberikan penjelasan singkat bahwa dirinya dengan Alva tidaklah memiliki hubungan. Mendengar Mei memukul lengan Alva dan menyematkan panggilan laki-laki halu untuk Alva.

"Usaha tan," jawab Alva ikut terkekeh juga.

Mei melirik kantong yang dibawa Elena. Elena yang mengerti itu memberitahu isi dari kantong yang ditentengnya sejak tadi. Mei pun mempersilahkan Elena dan Alva untuk sarapan terlebih dahulu.

"Thanks tan, bye, ayo ruangan lo dimana?" Alva merangkul Elena.

"Eh Va." Elena ingin menjauhkan tangan Alva dari pundaknya tapi sulit. Mei terkekeh, Mereka ini lucu sekali, sudah seperti sepasang suami istri saja.

"Mei?" suara itu membuat Mei menoleh.

"Alva ada di dalam? Aku lihat mobilnya di depan," tanya Rosie yang baru memasuki butik Mei.

"Mm, ada Kak, dia sedang sarapan katanya," Rosie mengerutkan kening.

"Anak itu, dia buru-buru berangkat dari rumah hanya untuk sarapan di sini?"

"Hah?" Mei terdiam sejenak lalu ia terkekeh.

"Ada apa Mei?"

"Bukan tentang di mana dia sarapan tapi dengan siapa dia sarapan," ucap Mei membuat Rosie kembali mengerutkan kening karena tidak mengerti.

            ***

Bab terkait

  • Eleanor   8-Makan Malam

    "Aku bisa makan sambil melakukan pekerjaanku Alva." Alva menggeleng, ia kembali mengajak Elena untuk duduk di sofa dan mendudukkannya."Gak El, makan ya makan dulu aja, jangan nyambi.""Ish," Elena menggerutu, tapi ia tetap menurut dan hal itu membuat Alva senang."Gitu dong," Alva mengusap sisi wajah Elena. Elena terbelalak lagi-lagi Alva memberi perlakuan manis padanya. Bersamaan dengan itu, Rosie datang dan melihat aksi Alva."Alva," keduanya menoleh. Elena tampak kaget sedangkan Alva merasa santai saja."Ya ma?""Kamu, lagi apa? Disini?"Elena langsung bangkit dari duduknya ia tak enak karena sebelumnya duduk berdekatan dengan Alva, ralat Alva yang mendekatinya."Mm ma..maaf Nyonya kami..""Sudah saya bilang, jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Tante hm."Mata Elena mengerjap, membuat Alva gemas melihatnya. Bukannya membantu Elena untuk menjelaskan keberadaannya di tempat ini. Alva malah menyandarka

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • Eleanor   9-Pulang

    Suara berisik itu membangunkan Alva yang masih sangat mengantuk, ia mulai membuka matanya seraya menguap. Bangun dari tempat yang cukup membuatnya sakit badan, karena walaupun empuk tetap saja sofa tidak senyaman tempat tidur. Alva merenggangkan ototnya, ia menoleh ke arah dapur dimana seseorang berada. Ia mengulum senyumnya seraya berjalan menghampiri Elena yang sedang sibuk dengan perlengkapan tempur."Pagi Al," sapa Elena ketika melihat Alva datang dengan wajah khas bangun tidurnya."Hm pagi." Alva menghampiri Elena yang sedang menyiapkan sarapan."Mm aku cuman masak nasi goreng, g..gapapa?" Elena tak berani menatap Alva yang melirik bergantian dirinya dan nasi goreng yang sudah tersedia di atas meja."Thanks." Alva mengusap puncak kepala Elena seraya tersenyum. Senyum yang membuat Elena menahan nafasnya sejenak. Senyuman Alva cukup membuatnya terpesona. Alva sudah duduk manis dan meminum air putih yang tersedia di dalam gelas tinggi itu.Alva m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • Eleanor   10-Keinginan

    "Hhh..." Elena berjalan gontai memasuki lift, satu jam lalu ia baru kembali setelah acara pulang kampungnya beberapa hari kebelakang. Cukup melelahkan membuat Elena ingin segera sampai dan merebahkan tubuhnya, kulit yang terasa lengket rasanya ingin segera berdiri di bawah shower dengan air dingin yang menghujaninya. Membayangkannya saja sudah membuat Elena nyaman. Tapi apa daya keinginannya harus tertunda terlebih dahulu karena keberadaan Alva di sana yang berdiri seraya melipatkan kedua tangan menyambut kedatangan Elena. Tatapannya terasa mengintimidasi, sedikit membuat Elena heran."Hai Va, apa kabar?" Tak kaku memang, tapi mata mengintimidasi Alva membuat Elena semakin lama menjadi takut."Mm aku bersih-bersih dulu." Baru tiga langkah kakinya berjalan, suara Alva membuatnya kembali berhenti."Kenapa gak bilang d

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11
  • Eleanor   11-Gugup

    "Kamu tau, Anya pernah memanggilku bibi, padahal aku neneknya." Mei terkekeh, sedangkan Elena membulatkan matanya. Anak kecil saja menganggapnya seperti itu, tidak heran memang Mei masih terlihat muda, mungkin jika Elena tak mengenalinya, ia akan menganggap umur Mei hanya 3 tahun lebih tua darinya."Walaupun begitu aku tidak lupa umur ko, tenang saja. Gini-gini aku sudah punya cucu satu," Mei kembali tersenyum lebar membuat matanya yang sipit semakin menyipit.Elena memang sangat membenarkan itu, Mei memang terlihat 10 tahun lebih muda dari umurnya yang sekarang, ia memang sangat pandai merawat diri dan lihatlah kulitnya masih terlihat kencang dan segar. Tak heran jika cucunya sendiri memanggil bibi, bukan oma atau nenek seperti seharusnya. Mungkin untuk ukuran oma, Mei belum cocok menyandang gelar itu.Drrrttt!Ponsel Mei bergetar, menandakan ada panggilan masuk."H

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Eleanor   12-Bertengkar

    Elena bergerak kesana kemari, bersyukur tak ada siapapun di toilet kecuali dirinya. Beberapa kali ia bercermin lalu kembali memalingkan wajahnya ke arah lain. Tangan kanannya terangkat dan menyentuh tempat dimana kecupan itu mendarat.“Alva kenapa sih!” gerutunya yang merasa kesal karena Alva yang beberapa saat lalu tiba-tiba mengecupnya. Aku pikir posenya tidak perlu seperti itu, apa dia sengaja, gerutu Elena uang dipusatkan pada laki-laki menyebalkan yang berani membuat perasaannya kalut.Pintu toilet tiba-tiba terbuka dan membuat Elena terkejat.“Elena aku pikir kamu dimana, ternyata masih disini,” tutur Mei yang mulai masuk ke dalam toilet dan mendekat ke arah wastafel dimana Elena berada. “Ada apa? Perutmu sakit?” tanya Mei yang memperhatikan keadaan Elena yang terlihat gelisah.“Oh, enggak tan,” jawab Elena yang mencoba menyembunyikan kekesalannya. Mei mengusap bahu Elena seraya tersenyum.&ldqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Eleanor   13-Labil

    Alva terus melangkah dan menuruni tangga menuju lantai satu. Kedatangannya mengundang perhatian tapi ia tak memperdulikan tatapan mereka yang tertuju padanya. Penampilan Alva yang santai membuat semua heran, termasuk Roy yang merasa malu karena Alva yang tiba-tiba muncul dengan penampilan seperti itu.Alva yang tak memperdulikan sekitarnya terus melangkah menuju pintu keluar, termasuk ia melewati Roy yang menatap tajam ke arahnya. Desas-desus terdengar, Roy semakin malu dibuatnya.“Eh Va, lo mau kemana? Dan penampilan lo?” Reno yang berada di sana mendekat pada Alva dan berusaha menghalangi jalan Alva.“Kunci mobil lo mana?” Alva mengangkat telapak tangannya untuk meminta benda yang baru saja ia sebutkan.“Hah?” Reaksi Reno terhadap apa yang Alva minta. “ Buat apa?”“Gue minta kunci mobil lo,” ucap Alva yang kini menatap tajam mata Reno. Reno bingung dibuatnya, tangannya pun mulai merogoh

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Eleanor   14-Lelah

    Hampir selesai, tinggal campurkan sausnya dan jadi. Elena tersenyum lebar karena apa yang ia buat sebentar lagi siap dikonsumsi dan itu artinya Alva akan segera mencoba masakannya. Elena menoleh ke arah Alva yang sedang menonton televisi. Masih seperti tadi, tatapan Alva terlihat kosong. Matanya tertuju pada layar besar itu tapi Elena rasa Alva tak memperhatikannya betul. Elena kembali memusatkan perhatiannya pada makanan yang sebentar lagi siap dihidangkan, aromanya enak ia berharap Alva menyukainya dan spageti yang ia buat tak mengecewakan.Selesai, serunya dalam hati. Elena hendak mengangkat wadah yang berisi spageti itu untuk dipindahkan ke atas meja makan, tapi sesuatu mengagetkannya dan membuatnya terdiam membeku. Sepasang tangan melingkar di pinggangnya dan bahu kirinya teras berat.Alva memeluknya dari belakang dan membuat Elena terdiam begitu saja, keterkejutan membuat Elena seperti itu.“A..Alva.” Elena mulai menjemput kesadarannya, tangann

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-05
  • Eleanor   15-Akan Tinggal

    Keraguan menghampiri Elena yang masih saja berdiri di depan pintu ruang pribadi Alva. Rasanya ia tak berani masuk takut mengganggu pikirnya. Mengingat Alva yang begitu saja melewatinya tanpa mengatakan apa-apa membuat Elena enggan begitu saja. Ceklek! Suara itu mengagetkan Elena dan membuatnya terperanjat. Begitu juga dengan Alva yang cukup terkejut karena mendapati Elena berada di depan pintu. Berhubung studionya kedap suara menjadikan Alva tak mengetahui jika Elena berada di depan pintu studionya sejak tadi. Jika ruangan ini hanya ruang biasa mungkin Alva dapat mengetahuinya dari sekedar suara langkah kaki yang mendekat atau suara kecil semacamnya. “Kenapa?” tanya Alva yang sudah meredakan keterkejutannya. “Mmm...” Elena terlihat bingung atau mungkin ia ragu menjawab apa yang Alva tanyakan. “Sudah larut, kamu harus istirahat,” ucap Elena kemudian sambil berusaha menutupi keterkejutannya. Alva mengangkat tangan kirinya dan melirik jam yang melingkar

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-07

Bab terbaru

  • Eleanor   103-Bersama

    “Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b

  • Eleanor   102-Serius

    Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg

  • Eleanor   101-Eleanor

    Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara

  • Eleanor   100-Restu Rosie

    Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”

  • Eleanor   99-Rasa Nyaman

    Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork

  • Eleanor   98-Jangan Pergi

    Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al

  • Eleanor   97-Penerimaan

    Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny

  • Eleanor   96-Publik

    “Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd

  • Eleanor   95-Pilu

    Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status