Share

ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri
ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri
Author: Sherly Monicamey

Prolog

Author: Sherly Monicamey
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

["Karena kamu. Istriku meninggal."]

["Sehari saja apa kamu tak bisa duduk diam di kamar?"]

Gadis kecil bermata hansel itu hanya tertunduk diam saat sang ayah memarahinya. Penyebabnya hanya satu, ia memecahkan vas kesayangan hadiah dari raja untuk ayahnya. Bukan karena disengaja, tetapi lantainya licin sehabis dibersihkan oleh para pelayan.

["Kamu selalu saja membuatku kesal dan marah."]

Satu sosok yang sebagian orang menganggap ayah adalah seorang pahlawan dan cinta pertama putrinya, hal itu tak berlaku bagi gadis kecil tersebut.

Pria yang dipanggilnya ayah itu tak pernah sekalipun memanjakan atau menyayanginya. Hanya bentakan ataupun tatapan dingin yang selalu ditujukan padanya.

["Kalau saja kamu tak pernah ada di sini."]

Beberapa penggalan kalimat itu menjadi andalan sang ayah ketika memarahinya, ia tak tahu apapun dan tak bisa bertanya mengapa sang ayah begitu emosi kepadanya.

"Nona, kita makan yuk." Sang pengasuh yang sudah dianggapnya ibu mengajak makan. Sejak tadi pagi hingga siang ia takut berhadapan dengan sang ayah.

"Bibi, apa ayah sudah berangkat?" tanyanya sembari menyibak selimutnya dan langsung memeluk sang pengasuh. Pelukan layaknya seorang ibu itu membuat merasa nyaman.

"Tuan besar sebentar lagi akan pergi.

"Aku tunggu ayah pergi saja, ya Bi. Aku tak mau ayah marah lagi."

Dengan penuh kasih sayang Brigith membelai rambut indah nan lembut milik majikan kecilnya. Ia sudah merawatnya sejak masih bayi.

"Tapi ada kakak pertama nona. Tuan muda pertama sudah pulang dari Belanda dan bawa oleh-oleh yang nona pinta. Apa tidak mau melihatnya?"

Gadis kecil itu pun merenggangkan pelukannya dan matanya berbinar. Di antara ketiga kakaknya hanya kakak pertama yang begitu menyayanginya sedangkan yang lain cuek.

"Tapi kalau ayah masih di sana, aku tidak mau." Ia menggelengkan kepala dan menunduk lagi.

"Ya sayang dong. Bagaimana kalau oleh-olehnya diambil nona besar?" Brigith menggodanya.

"Ah bibi. Aku tidak mau oleh-olehku direbut. Ayo kita lekas ke bawah."

"Nona, pakai alas kakinya dulu." Brigith mengejarnya hingga sampai pintu lalu memasangkannya dengan pelan.

"Terima kasih bibi. Aku sayang bibi."

Brigith tersenyum, ia menyayangi nona kecilnya seperti anak kandung sendiri. Ia menjaga dan melindunginya dari amukan tuan besarnya jika gadis kecil itu melakukan kesalahan.

Kaki kecilnya melangkah cepat menuruni anak tangga. Ia ingin sekali menemui kakak pertamanya yang sudah pergi tugas selama sebulan.

Namun langkahnya terhenti tepat di pintu ruang makan, gadis kecil berusia sembilan tahun itu mendengar ayahnya sedang memarahi sang kakak dengan bentakan.

["Jangan lagi memarahi Leanore, Yah. Dia masih kecil."]

["Kenapa ayah begitu membencinya."]

["Tentu saja ayah membencinya. Karena lahirnya dia membawa kesialan. Ibumu meninggal penyebabnya adalah anak itu."]

["Ayah salah. Ibu meninggal bukan karena Leanore tapi penyakitnya. Jangan lagi menyalahkannya."]

["Bagi ayah. Anak itu selamanya membawa kesialan!"]

Eleanore terdiam mematung, ia tak jadi membuka pintu ruang makan dan melangkah pergi. Tak ada tangis ataupun isakan, gadis kecil itu hanya menatap hampa setiap ruangan yang dilewatinya.

****

"Hai Rose, apa kabarmu?"

Satu tempat kesenangannya tentu saja taman bunga milik ibunya. Di sana ia bisa bicara dengan berbagai macam tanaman.

Kesedihan, kegembiraan juga kemarahannya ia ungkapkan di sini. Seorang diri saja tanpa ada yang menemaninya kecuali para pengawal di sekelilingnya.

"Memangnya tanaman di sini dapat bicara denganmu?"

Suara dari arah belakang membuat Leanore kecil menoleh, ia melihat anak laki-laki yang usianya jauh lebih tua sedang memandang dirinya dengan keheranan.

"Mereka tak bisa berbicara tapi aku bisa merasakan jika mereka mendengarnya," sahut Leanore kecil seraya ia membelai lembut bunga mawar putih.

"Ada-ada saja. Mereka itu bukan seperti kita yang manusia," ejek anak laki-laki tersebut tak memercayai ucapannya.

"Terserah kamu mau percaya atau tidak. Tapi itu yang kurasakan. Mereka itu juga ciptaan-Nya."

Leanore kecil merasa jengkel dan memberengut atas ucapan anak laki-laki yang tak ia kenal dan datang secara mendadak.

"Kamu marah?"

"Aku tidak marah hanya saja jengkel karena kamu tak percaya!" Leanore kecil memanyunkan bibirnya dengan bersidekap.

"Kamu lucu, Nona Kecil. Kamu tinggal di kastil ini?"

"Iya ini rumahku. Memangnya kenapa?" Leanore kesal karena anak laki-laki di sampingnya terus bertanya dan tak mau pergi.

"Apa tinggal di sini tidak menakutkan? Aku saja yang tinggal di sini walau hanya bertamu membuatku ngeri," ujarnya bergidik seakan merasakan ketakutan.

"Memang kamu benar, di sini memang menakutkan. Namun, kastil ini adalah tempat tinggalku."

Mata lentik Leanore menyapu seluruh halaman kastil juga bangunan megah berdinding tebal dan tak mudah dirobohkan. Ucapan anak laki-laki itu benar adanya, jika di siang hari tempat tinggalnya terasa indah. Namun saat malam hari tampak seperti kastil berhantu, ia kadang takut jika berjalan sendiri.

"Apa kamu tidak bosan di sini terus? Pergilah keluar. Kemarin hingga hari ini saat aku datang, kamu berada di sini."

"Aku senang di sini daripada di luar."

Leanore tersenyum kecut, bagaimana bisa ia bermain di luar layaknya masyarakat biasa? Yang ada sang ayah segera memanggil pengawal lalu membawanya pulang dengan paksa.

"Mana mungkin kamu tidak merasa bosan dengan aturan di sini?" tanyanya seraya menggoda.

Bohong ... itulah yang dirasakan Leanore saat ini. Setiap hari ia hanya ditemani Hellen juga bibi Brigith, mereka tak bisa diajak bersantai saat bicara hanya karena sebuah aturan. Ia butuh sahabat di dunia luar sana yang tak dapat ia sentuh.

"Pasti tidak boleh kan? Makanya jangan jadi anak ayahmu," katanya dengan santai.

Leanore tak pernah menginginkan hidupnya ada di sini, memiliki seorang ayah yang bekerja sebagai perdana menteri dan sang paman yang menikahi anggota kerajaan.

"Lebih enak jadi aku. Bebas tanpa aturan," ujarnya menyombongkan diri. Leanore menghela napas mendengarnya, anak laki-laki yang sombong.

"Memangnya kamu siapa? Apa kamu anak dari salah satu pekerja di sini?" tanya Leanore curiga sebab anak itu banyak bertanya.

"Namamu dulu baru aku akan menjawabnya."

Entah kenapa anak laki-laki itu senang melihat ekspresi gadis kecil tersebut. Sejak kemarin ia penasaran dengannya karena mengoceh tak jelas di sini.

"Eleanore itu namaku. Biasanya orang-orang memanggilku Leanore atau El. Lalu nama kamu siapa?"

"Kalau kamu kenal keluarga Montgemery, aku ada di sana." Ia menoleh ke belakang lalu tersenyum.

"Lain kali kita jumpa lagi."

Pria kecil itu melambaikan tangan ke arah Leanore setelah ada yang memanggilnya. Eleanore melihat sebentar lalu kembali asyik dengan dunianya sendiri. Ia tak mengenal anak itu jadi untuk apa mengingat namanya?

=Bersambung=

Penasaran dengan kisah hidup Eleanore kecil? Apa penyebab sang ayah membencinya? Ikuti kisahnya anak gadis perdana menteri di sini.

Related chapters

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 1 I Found You

    Pria berwajah blasteran Asia dan Amerika itu terlihat menghela napas panjang. Ia tahu perdebatan ini tidak akan menemukan titik terangnya. Percuma baginya untuk mendengar keluhan lelaki tua yang terus menggerutu."Jika tahun depan kau tak menikah juga maka ayah akan mencarikanmu jodoh," tutur seorang ayah kepada anak lelakinya."Apa yang kau tunggu, Kak?" tanya sang adik dengan memakan kue muffinnya."Aku akan mencari istriku sendiri. Kalian tidak perlu mencampuri urusanku." Lelaki itu segera beranjak meninggalkan ayah dan adiknya.Di usianya sudah hampir memasuki kepala tiga, Ken belum jua mendapatkan jodohnya. Tak ada satupun gadis yang cocok dengannya, banyak dari mereka yang ingin dinikahi oleh Ken. Namun Ken selalu menolak, tak ada getaran dari hatinya. Ia ingin mencari sendiri cintanya. "Kalau kamu tidak mau ayah carikan. Maka ayah terpaksa menyuruh pamanmu mencarikannya. Maka kamu tidak akan bisa menolak!" teriak sang ayah dengan tegas.Meskipun sang ayah sudah menyebut nama

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 2 My Name Eleanore

    Namaku Eleanore semua orang memanggilku dengan El. Sejak kecil hidupku sudah diatur dengan tata cara kerajaan. Paman Pedro adalah menantu dari kerajaan yang ada di negara ini. Aku dibesarkan tanpa mengenal seorang ibu. Kata kakak pertamaku, ibu meninggal saat melahirkan di usia yang tidak begitu muda lagi. Ibu pemain harpa yang terkenal di masanya. Sejak ibu meninggal ayah tidak pernah mengijinkan siapapun untuk memainkan alat musik itu. Ayah tidak pernah dekat denganku. Aku tidak tahu apa yang menjadi sebab ayah tak pernah mau mendekatiku. Apakah ayah begitu membenciku? Apa aku yang menjadi sebab ibu meninggal?Di kastil ini yang disebut rumah bagiku adalah pemberian raja untuk ayah karena jasanya. Ayah adalah perdana menteri kepercayaan raja. Apakah aku beruntung bisa hidup dengan segala kemewahan di kastil ini? Tidak. Aku justru membenci tempat ini di mana semua serba diatur. Aku memiliki dua pengawal pribadi yang setia menemani kemanapun aku pergi. Bukan itu yang kuinginkan. Aku

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 3 If I Were A Boy

    Tiga jam lagi menjelang pernikahan putri raja dan aku belum siap sama sekali. Berbanding terbalik dengan kakak perempuanku, ia sudah berhias diri satu jam lalu dan kini sudah berada di istana sebab Princess Emilita adalah kawannya. Ia akan menjadi pengiring pengantin nanti."Nona, apa tidak bersiap diri? Anda harus berdandan cantik hari ini."Ada seorang wanita yang mengeluhkan penampilanku yang masih mengenakan pakaian santai, ia terlihat menggigit bibirnya sendiri dan sesekali duduk di sampingku. Aku sengaja melakukannya toh diriku tak ada andil dalam pernikahan tersebut."Nona, ayolah. Bibi Brigith tadi menyuruh saya untuk memberitahu nona agar segera mandi," ucap Hellen. Pengawal setia yang selalu menemaniku ke mana saja.Lucu melihat mimik wajahnya yang memanyunkan bibir karena aku tak mendengarkannya. Ia akan kena omelan bibi Brigith jika tak menjalankan tugasnya."Nona ..." Aku pura-pura tak mendengar dan senang menggodanya kalau aku tak menanggapi perkataannya. "Tinggal berpa

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 4 I Don't Like A Party

    "Aduh bibi pelan-pelan."Inilah yang paling aku tak suka saat menghadiri sebuah pesta apapun. Aku harus memakai korset sebelum memakai gaun, pakaian dalam ini membuatku sesak napas jika sedang menggunakan dan benda ini dipakai hanya untuk memperlihatkan bentuk tubuh yang indah. Aneh, bukan?""Bibi sudah pelan, Nona," kata bibi Brigith membantuku memasangkan pakaian yang membuatku membenci benda satu ini."Aku benci pakai ini. Oh Tuhan aku ingin sekali merubah aturan berpakaian para wanita di sini. Aku merasa seperti benda yang diikat." Aku mendengkus kesal setengah mati, rasanya ada air panas di kepalaku dan siap dituang."Hellen, jangan tertawa! Bantuin bibi biar cepat selesai." Hellen tertawa karena perkataanku. Namun benar juga perkataanku, bukan? Setiap kali bibi memasangkan kain yang ada talinya ini ke tubuhku lalu mengikatnya dari belakang maka aku seperti jemuran yang diikat di pohon."Apa tidak ada gaun yang membuat pemakainya nyaman?"Aku terus menggerutu walau bibi sudah se

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 5 I Don't Like This Party

    Jika ada yang menyukai sebuah pesta apalagi untuk seorang pria itu adalah Ken. Pria penyuka segala hiruk pikuk gemerlap malam tersebut akan hadir tepat waktu dan tak mensia-siakan kesempatan mencari sesuatu yaitu perempuan yang diajaknya kencan tanpa melakukan hubungan di atas ranjang, ia membenci hal itu.Ken bersiul dan bersenandung gembira kala berada di dalam mobil. Nthan melirik sahabatnya dari kaca spion, tak seperti biasanya pria di belakang itu bernyanyi kecil. Ia tahu ada alasan di balik itu semua."Siapa yang akan kau incar lagi, Ken?" tanya Nthan seakan tahu isi pemikiran di dalam otaknya."Entahlah yang pasti gadis cantik menurut pandanganku," kekehnya membayangkan hal yang akan terjadi nanti. Ia bisa leluasa keluar masuk ke istana dan siapa yang tak mengenal dirinya."Sesekali berkencanlah dengan serius, Ken. Usiamu tak muda lagi, bukan?" "Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, Nthan? Aku tak pernah melihatmu mengencani wanita." Ken membalas perkataan sahabatnya yang sela

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 6 Please Someone, Take Me Out From Here

    Bagi Eleanore bertemu orang banyak dan berbincang membicarakan hal yang tak berguna membuatnya enggan untuk terus berdekatan bersama mereka. Dengan atau tanpa adanya dirinya toh mereka tak mau mengajak ia bercengkrama. Mereka sungkan pada Eleanore karena gadis itu memiliki hubungan dengan kerajaan.["Dia gadis yang tidak mengasyikan."]["Dia tidak pernah keluar dari kastilnya. Gadis yang membosankan."]["Kalau saja ayahku tak menyuruhku berteman. Aku tidak mau berteman dengan gadis pendiam itu."]Eleanore sudah kebal dengan semua sindiran yang dibicarakan teman-temannya dari belakang. Mereka tak berani mengatakannya langsung dan melakukannya di kamar mandi kampus.Kesendirian dan kesepian sudah menjadi keseharian bagi Eleanore, ia menyukainya daripada menggosipkan orang lain yang tidak kebenarannya. Ia dianggap aneh sebab banyak perempuan senang bergosip daripada membaca buku di perpustakaan. ["Nona, apa perlu kami temani di atas?"]Earpiece miliknya berbunyi dari Hellen, kedua penga

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 7 The Other Side Of Ken

    Malam yang seharusnya menjadi kebahagian bagi keluarga Montgemery berubah kelabu saat putra pertama mereka meninggal dibunuh oleh seorang wanita di sebuah hotel mewah. Saat ditemukan pria itu sudah terbujur kaku dengan wanita yang ketakutan dan bersembunyi di bawah meja."Aku tidak percaya kakakku meninggal!"Bocah laki-laki yang berusia sembilan tahun itu terus meraung, ia tak dapat memercayai jika sang kakak yang ia sayangi harus pergi dalam keadaan tragis dan pembunuhnya adalah wanita yang pernah dikenalkan. "Ken, tenangkan dirimu," ujar Tuan Montgemery mencoba menenangkan sang anak yang terus saja meronta untuk dilepaskan agar bisa melihat jenazah kakaknya."Ludric masih hidup. Bukan begitu, Ayah?" Di dalam pelukan sang ayah, Ken kecil menangisi kepergian Ludric dan belum dapat menerima kenyataan yang mengguncangkan pikirannya saat itu. Baginya sang kakak adalah dunianya dan sahabat terbaik, tetapi kini tempat ia bernaung telah meninggalkan dirinya."Ken, ayah tahu kau begitu be

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 8 Montgemery's Secre

    "Ken, kau akan datang ke pernikahan Emilita, bukan?""Tentu saja, Yah. Aku akan datang tepat waktu."Tuan Montgemery tahu benar Ken tak akan menolak dengan adanya sebuah acara apalagi pesta kerajaan di mana para wanita berkumpul dan memperkenalkan dirinya pada Ken dan berharap dapat dipersunting."Belinda menjadi pendamping pengantin Emilita. Pamanmu sendiri yang meminta," kata tuan Montgemery ketika Ken menanyakan pakaian dress wanita yang berjejer rapi di ruang tengah.Ken berasal dari keturunan kerajaan, sang kakek telah dinobatkan menjadi raja sejak usia masih bayi dan baru memimpin ketika berusia lima puluh tahun. Hanya tiga puluh tahun saja ia memimpin kerajaan dan digantikan dengan anak pertamanya.Hanya Mario Joseph Montgemery merupakan anak kedua yang tak mau menjadi raja menggantikan sang kakak kelak, sedari muda ambisinya menjadi seorang pengusaha dan semua dilakukan tanpa campur tangan sang ayah. Terbukti setelah membangun usaha lebih dari empat puluh tahun kini perusahaan

Latest chapter

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 96 Epilog

    "Selamat pagi, Nona Eleanore."Seorang wanita menyambut kedatangan Eleanore dengan ramah lalu mengiringi langkah sang nona menuju suatu ruangan. Eleanore berjalan tampak anggun, dress yang dipakainya menarik pandangan semua orang bukan karena mahal, tetapi pakaian itu hasil rancangan dirinya sendiri.Sudah dua tahun ini Eleanore menekuni bidang fashion dan sesekali mengajari anak-anak panti asuhan belajar bermain Cello juga piano. Eleanore benar-benar berubah, dia menjelma menjadi wanita yang kuat dan pekerja keras."Apa agenda pekerjaanku hari ini, Anne?" tanya Eleanore sembari duduk di kursi kerjanya."Sampai esok lusa, tidak ada agenda penting, Nona. Semua sudah teratasi. Agenda padat di tanggal 1 bertepatan dengan tahun baru.""Syukurlah aku bisa istirahat. Aku lelah dan ingin merebahkan tubuhku di kasur, Anne," kata Eleanore menghirup napas panjang lalu menggeliat melepas lelah."Ya anda perlu mengistirahatkan tubuh anda, Nona. Hampir satu bulan ini banyak kegiatan yang menghabis

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 95 I Always Waiting For You

    Eleanore jatuh tersungkur di hadapan dokter yang menangani Ken. Pria yang dia acuhkan dan dia diamkan selama satu tahun ini mengalami luka dalam cukup parah hingga membutuhkan donor darah rhesus negatif, darah yang sulit dicari dan rumah sakit kehabisan stok."Darah saya sama seperti tuan Ken, Nona. Biar saya yang mendonorkan darah," kata Justin mengajukan diri.Beruntung sekali Ken bisa terselamatkan berkat donor darah dari Justin sang pengawal Eleanore. Namun meskipun darah sudah didapat, Ken tidak akan siuman dalam waktu sebentar. Ken dinyatakan mengalami koma dan para dokter tidak bisa memastikan kapan pria itu terjaga."Lakukan apa saja untuk keponakanku. Berapa biayapun akan kami bayarkan!""Maaf, Raja. Bukannya kami tidak bisa menyelamatkan Tuan Ken, tetapi luka dalam yang menyentuh organ vitalnya membuat Tuan Ken tak sadarkan diri," ungkap Dokter Jamie memberi penerangan.Henryco pun terlihat syok mendengarkan penuturan sang dokter. Mereka tak menyangka jika dua peluru di tubu

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 94 I Don't Want To Say Goodbye

    Hampir satu tahun setengah Ken bolak balik dari kediamannya ke tempat tinggal Eleanore di desa terpencil. Tak masalah bagi Ken asal dia bisa melihat kesembuhan sang istri meski Eleanore hanya sepatah dua kata mengajaknya berbicara. Toh ... bagi Ken itu adalah kemajuan luar biasa.Seperti saat ini ketika waktu berkunjung Ken di hari Kamis hingga Minggu, Eleanore menunggu di depan pintu dan berharap pria itu membawa makanan dari kota atau cokelat yang dibeli Belinda di luar negeri. Di hari itu Eleanore tak bisa diganggu oleh apapun."Ayah senang kau akhirnya mau menerima Ken sebagai menantumu, Naval. Lihatlah putrimu, dia kembali jatuh cinta dengan suaminya.""Terima kasih sudah berdamai dengan masa lalu, Ken," ucap Jaquavius melihat Eleanore dari tangga. Kadang dia turut menemani Eleanore menunggu Ken."Berdamai itu susah, Yah. Aku masih belajar dan awalnya memang berat, tetapi melihat ketulusan Ken akhirnya aku menyadari tak ada manusia yang luput dari kesalahan."Jaquavius dan Naval

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 93 Breaking Down

    "Kau akan pulang, Jas? Kapan kau akan kembali ke sini?""Bulan depan. Tunggu aku di sini. Jika kau mau dibelikan sesuatu, telepon saja aku dan akan kukirim segera."Percakapan Jason dan Eleanore di depan gerbang membuat Ken tersisih dari pikiran sang istri. Seberusaha apapun dia mencoba untuk mendekati atau sekedar duduk saja di sebelahnya, Eleanore tetap mengacuhkannya seakan-akan dirinya tak ada."Tidak usah. Aku senang jika kau sering mengunjungiku," ucap Eleanore penuh semangat, tetapi tidak dengan Ken. Dia mencelos dan tak berdaya."Oke sekarang aku pergi ya. Jaga kesehatanmu," kata Jason memeluk Eleanore erat untuk terakhir kalinya. Dia mungkin akan kembali ke sini dalam waktu yang tidak ditentukan. Jason tak mau menganggu Ken yang sedang berusaha memperbaiki hubungannya dengan Eleanore."Ken, ingat apa yang sudah aku sampaikan padamu. Jika kau melakukannya lagi maka kan kubawa Eleanore ke tempat kau tak pernah menemukannya," ujar Jason memberi peringatan ultimatum.Ken hanya me

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 92 Give Me Second Chance

    Tinggal dua bab lagi menuju tamat. Mau happy Ending atau Sad Ending? "Kau sedang apa di sini?""Kenapa kau membawa pria ini?"Naval maupun yang lainnya tidak menyangka sama sekali jika malam ini mereka kedatangan dua orang pria. Jaquavius memandang geram salah satu pria yang berdiri di ambang pintu dan ingin mengusir pergi."Coba jelaskan pada kami, Jas. Kau tahu dari mana mengenai tempat ini? Atau jangan katakan kalau kau meminta tolong pada ayahmu yang mafia itu," tuding Naval pada Jason yang datang malam itu.Keterdiaman Jason serta anggukan kepalanya membuat Naval menggeram kesal sekaligus marah. Keluarga Jason Georgeus selalu menemukan orang yang bersembunyi bahkan di tanah sekalipun."Usir mereka dari sini, Smith. Panggil pengawal jika mereka tak mau pergi," usir Jaquavius secara kasar.Pria di samping Jason yang sedari tadi hanya terdiam akhirnya bersuara dengan lirih. Jaquavius dan Naval memalingkan wajah mereka sedangkan Smith hampir menelepon pengawal, tetapi Jason menggele

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 91 Love Is Gone

    Sudah hampir dua bulan ini Ken tak bisa menemukan keberadaan Eleanore. Tak seorang pun dapat mencari ke mana perginya sang istri. Bagi Ken, Eleanore tetaplah istrinya sebab dia tak pernah memberi tanda tangan di berkas penceraian tersebut."Kau ada di mana, El? Aku menyesali tindakanku."Meski dia sudah berulang kali ke kastil, tak ada yang bisa dia cari di sana. Naval maupun Jaquavius pun tidak mau memberitahu keberadaan Eleanore. Ken tahu jika keluarga Ulmer menyembunyikan sang istri dan sialnya mereka bekerja sama dengan sang ayah. "Mereka menghukumku dengan cara seperti ini."Ken sadar selama ini apa yang dia pikirkan mengenai sang kakak adalah salah besar. Dia terlalu menyayangi Ludric hingga rasa posesif terhadap sang kakak membawa dirinya salah menilai.Ketika semua terungkap dan pelan-pelan dia bisa menerima kenyataan tentang jati diri Ludric yang sebenarnya. Saat masa kanak-kanak, dia hanya berpikir betapa baik dan sayangnya sang kakak tanpa tahu perilaku kejahatan yang dila

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 90 Mental Illness Of Eleanore

    Eleanore merasa hidupnya tiada arti. Dia kehilangan bayi di usia kandungan muda, kehilangan ibu yang baru saja ditemui, menerima kenyataan jika sang kakak Naval adalah ayah kandungnya selama ini dan yang paling menyakitkan adalah pria yang dicintai menyiksa sang ibu di penjara."Bagaimana aku bisa hidup, Bu? Aku sudah mencintai orang yang salah.""Apa yang harus aku lakukan?""Andai aku tak menikahi pria itu, apa aku masih bisa melihatmu lebih lama?"Eleanore selalu memendam semua masalah di dalam pikirannya, tak pernah bisa mengungkapkan apapun yang ingin dikatakan dan tak bisa meluapkan emosi melalui kata-kata. Eleanore terlihat bahagia dan seolah tak memiliki hal sulit, tetapi kenyataan dia menyimpan masalah-masalahnya mulai dari kecil. Tanpa disadari dirinya akan berdampak pada kejiwaannya.Dihempas begitu banyak masalah yang melukai perasaannya dan tak bisa mengutarakan isi hatinya membuat Eleanore memilih diam hingga jiwanya terganggu dan mengalami depresi akut."Apa yang terja

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 89 The Real Fact For You, Ken

    "Aku tak percaya."Ken menyangkal semua perkataan paman dan ayahnya mengenai kakak tercinta. Di mata Ken sendiri sang kakak adalah idola dan sosok yang sempurna. Kakak yang bertutur lembut dan berperilaku baik. Ken amat menyayangi Ludric yang memberinya kasih sayang setelah kematian sang ibu dan ayahnya yang sibuk bekerja. Ludric menuruti semua keinginan Ken meski caranya salah."Kau masih belum percaya dengan perkataan ayah dan pamanmu, Ken?""Bukti sudah ada mengenai kejahatan kakakmu. Lalu apa lagi yang ingin kau lakukan?" Henryco ikut menimpali perkataan sang adik.Ken membaca berulang kali berkas mengenai semua kasus tentang Ludric. Mulai dari masa kecil hingga menjelang kematiannya. Ludric tak bisa ditangkap hanya diinterogasi lalu dibebaskan. "Kau selalu menganggap Ludric sosok yang baik di matamu, Ken. Kau tak pernah melihat sosok lain dalam diri kakakmu. Dia tak segan melakukan keinginannya dengan cara licik," ujar Mario memberitahu kebenarannya."Jika Ludric berbuat salah,

  • ELEANORE Putri Sang Perdana Menteri   Part 89 What's Happened To You, My Daughter

    Di lembaga pemasyarakatan Naval mengunjungi Kevin. Dia ingin menyapa sekaligus sekedar berbincang-bincang mengenai masa lalu mereka. Kevin divonis seumur hidup setelah melakukan pembunuhan Ludric beberapa tahun lalu."Apa kabarmu, Kevin?" tanya Naval sembari menuangkan segelas bir dan rokok untuk orang yang dia anggap teman dulu."Ya beginilah keadaanku," ujar Kevin menyunggingkan senyum.Naval meminum birnya lalu menyalakan rokok. Hal yang sama dilakukan Kevin. Kedua pria itu saling memandang hujan deras melalui kaca jendela lapas. Naval meminta ada ruangan khusus untuknya bersama Kevin."Kenapa kau baru mengakui kesalahanmu setelah dua puluh tahun berlalu?" tanya Naval tanpa menatap Kevin."Aku sudah lelah harus hidup dalam lumpur dosa dan bersembunyi dari masa lalu," aku Kevin dengan jujur."Tapi kau tak lelah ketika membunuh Ludric, bukan? Kudengar dari pihak pengadilan, kau memang sengaja merencanakan pembunuhan tersebut lalu menyalakan Celeste?""Aku terpaksa melakukannya, Naval

DMCA.com Protection Status