Beranda / Fiksi Remaja / Dua Pilar Cinta / 38. Dua Pilar Cinta

Share

38. Dua Pilar Cinta

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-26 23:18:37

Ingar bingar musik begitu menusuk telinga ketika Ramon memasuki tempat pertemuan yang diubah menjadi tempat pesta. Dentingan gelas berpadu bersama tawa canda dan asap rokok. Kedipan nakal dari wanita-wanita bergincu merah tebal tak menyurutkan langkah Ramon untuk menemukan seseorang yang ia benci di antara kerumunan.

“Gue mau bicara sama lu,” ucap Ramon saat menemukan Rendi tengah duduk selagi menikmati minuman.

“Dengan senang hati, Tuan Muda.” Rendi membungkuk singkat, kemudian menyodorkan segelas minuman. “Nikmati kemenangan yang kita raih, Tuan.”

Ramon langsung menepis hingga gelas dan isinya berceceran di lantai.  “Gue gak suka basa-basi. Gue tunggu di balkon.” Pria itu berbalik, lantas mendorong seorang wanita yang tiba-tiba bergelayut manja di lengannya.  Saat berada di balkon, Ramon teringat kembali dengan orang asing yang tiba-tiba muncul dalam perkelahiannya dengan Raihan.

“Tuan,&rdq

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dua Pilar Cinta   39. Dua Pilar Cinta

    Kejadian terbakarnya pesantren membuat para santri harus dipulangkan ke rumah masing-masing. Proses pembelajaran dihentikan hingga batas tak ditentukan. Syukurlah tak ada korban jiwa. Kerugian hanya sebatas hancurnya dua pertiga bangunan pesantren. Pihak kepolisian tengah menangani kasus ini.Raihan mengetuk pintu kamar Rania berkali-kali. Tak ada jawaban. Lelaki itu meletakkan senampan makanan di meja depan. Raihan coba mengerti bagaimana posisi Rania saat ini. Tak mudah memang kehilangan semua hal berharga sekaligus. Jujur, ia siap menjadi tempat gadis itu berbagi cerita.“Gue akan jenguk papa di kantor polisi,” ujar Raihan setengah berterik. Ia diam di depan pintu selama beberapa waktu, tetapi masih tak ada sahutan dari dalam.Pukul satu siang, Raihan sudah duduk di kantor polisi untuk membesuk Ratnawan. Ia ingin mendengar semua kebenaran langsung dari mertuanya sebelum menuai kejujuran dari bapaknya.Raihan sebenarn

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   40. Dua Pilar Cinta

    Rania bergegas kembali ke kamar ketika rumah sudah dalam keadaan lengang. Ia buru-buru duduk di bibir kasur. Bayangan saat Raihan ditampar masih bercokol kuat dalam benak. Gadis itu tak menyangka bila Rojak akan melakukan hal itu, padahal Raihan bertanya baik-baik padanya.Rania segera bangkit ketika pintu kamar diketuk. Ia bercermin sesaat, kemudian memutar kenop pintu. Sejujurnya, ia ingin sendiri dan tak ingin diganggu siapa pun.“Ini Bapak,” ucap Rojak di balik pintu.Rania membuka pintu, kemudian mundur untuk memberi jalan pada mertuanya. Ada sepiring besar buah-buahan serta segelas teh hangat yang pria itu bawa. Rania ingin membantu, tetapi Rojak memberi kode agar kembali duduk.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Rojak sembari menarik kursi di dekat meja.“Ba-baik.” Rania menunduk karena merasa tak nyaman begitu melihat Rojak tersenyum ke arahnya. Bayangan tamparan itu masih kuat tertanam di isi kepala. Tanpa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   41. Dua Pilar Cinta

    Seminggu berada di rumah keluarga Raihan merubah sedikit kebiasaan Rania. Ia mulai beradaptasi dengan kehidupan sederhana yang disuguhkan. Memang butuh waktu, tetapi setiap kali ingin mengeluh, ia teringat dengan mama dan papanya.Berbicara mengenai Raihan, Rania malah jadi kaku setiap melihatnya, lebih tepatnya tak tahu harus bicara apa. Memang Raihan seringkali mengetuk pintu kamar untuk sekadar mengingatkan salat atau makan. Namun, ia lebih sering menjawab dengan anggukan atau gelengan. Mulutnya yang berisik dan tak bisa diatur malah jadi mendadak bisu, apalagi saat Raihan menatapnya dalam.Selama seminggu pula Rania berdiam diri kamar. Aktivitasnya tak jauh dari melamun. Ia juga masih butuh waktu untuk menjenguk mama dan papanya. Ia takut tak bisa mengendalikan diri. Sebenarnya gadis itu malu ketika melihat mertuanya dan Raihan sibuk mengurus rumah, tetapi tetap melayaninya dengan baik. Lambat laun muncul perasaan sungkan.“Gue gak boleh jadi beban kel

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   42. Dua Pilar Cinta

    Seminggu berlalu dengan cepat. Rumi merasa hanya fisiknya saja yang mulai membaik, tetapi tidak dengan hatinya. Gadis itu lebih banyak diam, tenggelam dalam lamunan, terbelenggu kesakitan. Meski ia beberapa kali bertemu dengan Raihan di sekolah, tetapi tak pernah sekalipun lelaki itu datang untuk menjelaskan perihal foto yang terpampang di kediaman orang itu. Jujur saja, ia seperti tak dianggap. Rumi menatap makanannya tak selera. Beberapa kali ia ditegur sang bunda. Ia hanya tersenyum sebagai pengganti maaf. Ia sengaja mengambil porsi lebih sedikit. “Bapak tadi liat Nak Raihan saat di pasar,” ujar Rizal, “sepertinya Nak Raihan sedang sibuk sampai saat Bapak panggil dia gak menoleh.” Mendengarnya, refleks Rumi mendongak. Perubahan sikapnya yang tiba-tiba mengundang tawa dari orang tuanya. “Kamu kenal dengan gadis yang bersamanya, Rum?” tanya Rizal setelah meletakkan gelas di meja. “Gadis?” Rumi memastikan. Jangan bilang

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Dua Pilar Cinta   43. Dua Pilar Cinta

    Saat bel sekolah berbunyi, serempak seluruh siswa kelas dua belas berhamburan ke luar kelas untuk memadati papan pengumuman. Haru biru dan tawa bahagia pecah saat seluruh siswa dinyatakan lulus. Sebuah tahapan perjalanan kehidupan baru saja usai.Para siswa berkerumunan di lapangan, saling mencoret seragam satu sama lain. Raihan salah satu di antaranya. Baju dan rambutnya sudah berubah warna. Romi juga berpenampilan serupa. Setelahnya, acara dilanjutkan dengan berfoto dan perjalanan mengelilingi kota. Saat ini, Raihan dan Romi berada di taman kota, duduk di kursi panjang. Bisa dibilang penampilan mereka paling mencolok dibanding pengunjung lain. Tak ada komentar miring. Mungkin orang-orang yang melihat mereka bisa maklum. Toh, mereka pernah mengalami masa yang sama.Raihan tersenyum melihat perkembangan Rania. Gadis itu sudah belajar banyak hal soal mengurus rumah. Setiap pagi, Raihan akan mendapati Rania sudah bergelut dengan sapu, meny

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Dua Pilar Cinta   44. Dua Pilar Cinta

    “Kita jalan, yuk!” ajak Raihan, “kebetulan ini malam minggu.”Rania tiba-tiba berhenti. Ia berpikir sambil berjalan. Saking fokus, Rania malah sempat salah masuk kamar. “Eh, kok.”Raihan cekikikan. “Mau?”“Nggak!” balas Rania sambil membanting pintu kamar dengan keras.Meski Rania bilang tidak, Raihan nyatanya tetap mempersiapkan diri sebaik mungkin. Ia segera membersihkan diri, kemudian membalut tubuh tingginya dengan celana jin serta kaus hitam yang dipadupadankan dengan jaket. Setelah siap, ia mengetuk pintu kamar Rania.Pintu akhirnya terbuka. Rania muncul masih dengan wajah jutek. Meski begitu, tampilannya sudah berubah. Ada polesan make up di wajahnya.Raihan tersenyum saat melihat penampilan Rania dari atas hingga bawah. “Katanya gak mau, kok dandan, sih?”Rania memelotot, kemudian berbalik untuk kembali ke kamar. Namun, Raihan dengan cepat menarik

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Dua Pilar Cinta   45. Dua Pilar Cinta

    Pukul sembilan malam, Romi baru bisa kembali ke rumah. Hari ini benar-benar melelahkan untuknya. Serangkaian pekerjaan membuat sekujur tubuh menjerit untuk segera diistirahatkan.Romi segera berbaring di atas kasur. Pemuda itu seperti menemukan surga nyaman untuk dirinya terlelap. Ia mengecek ponsel beberapa saat dan menggeleng saat membaca pesan dari Raihan.“Gue mau nembak Rania. Doain, ya,” ujar Romi yang membacakan pesan dari Raihan. “Dasar aneh lu, Han! Ngapain lu nembak Rania? Dia ‘kan istri lu sekarang.”Romi kembali membaca pesan dari Raihan. “Pacaran setelah menikah itu asyik,” ucapnya menirukan tulisan di layar.“Gak ada akhlak lu, Han!” Romi menggeleng beberapa kali. Matanya yang mengantuk tiba-tiba saja terjaga.“Jomblo mana paham,” gumam Romi yang kembali membaca pesan dari Raihan. Romi menyimpan kembali ponsel ke atas nakas. Ia dongkol karena tingkah Raiha

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Dua Pilar Cinta   46. Dua Pilar Cinta

    Pagi ini, Rania mengunjungi Ratnawan di kantor polisi. Gadis itu datang sendiri dengan berbekal satu rantang berisi makanan yang dibuatnya. Raihan sempat menawarkan diri untuk mengantar, tetapi Rania justru menolak. Takut merepotkan alasannya, padahal ia hanya malu bertemu dengan pria itu.Rania segera menyalami Ratnawan saat polisi masih menggiring sang papa ke meja pertemuan. Gadis itu membantu menggeser kursi untuk memudahkan papanya duduk. Setelahnya, ia kembali ke kursi dan membuka kotak makan yang sengaja ia bawa dari rumah.“Gi-gimana kabar Papa?” tanya Rania. Jujur saja, ia merasa sedikit aneh karena harus bertanya kabar dengan Ratnawan. Dahulu, ia tak pernah sekalipun bertanya hal remeh seperti ini, yang ada saat bertemu justru Rania memukul-mukul perut papanya.“Kamu banyak berubah, Rania,” ucap Ratnawan dengan seuntai senyum.Rania menghentikan aktivitas membuka makanan untuk sesaat, kemudian menyunggingkan senyum. &ldqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10

Bab terbaru

  • Dua Pilar Cinta   99. Dua Pilar Cinta

    7 Tahun Kemudian Sebuah motor tampak memasuki gerbang sebuah rumah megah. Saat si pengendara melepas helm, dua buah mobil ikut menepi tak jauh dari kendaraan beroda doa itu terparkir. Pria bermanik cokelat itu menghela napas sebelum berjalan menuju rumah. Serempak, para pengawal menunduk, memberi hormat. Melihat tingkah para bawahannya, pria itu hanya bisa menggaruk rambutnya yang sama sekali tak gatal. “Papa!” Kepulangan pria itu disambut oleh dua anak kecil berusia enam tahun yang berlari ke arahnya. Si anak laki-laki membawa pedang mainan di tangan kanan, berbaju biru dengan topi warna senada yang sengaja dibalik ke belakang, sedang yang satunya anak perempuan berbaju merah muda dengan bando kelinci yang tengah mengacungkan wajan penggorengan mainan di tangan kiri. Pria berjaket lusuh yang bernama Raihan Amirul Jihad atau yang sekarang dikenal dengan panggilan Rasya Sebastian itu, dengan segera mengangkat kedua anakn

  • Dua Pilar Cinta   98. Dua Pilar Cinta

    Seluruh santri berhamburan keluar ruangan saat mendengar suara rebana yang ditabuh keras-keras. Pelakunya tak lain adalah seorang gadis yang memakai rok selutut dengan wajah yang sengaja ditutup topeng. Sore di pesantren tak pernah segaduh ini sebelumnya.Si pelaku tanpa beban menabuh rebana sambil diiringi nyanyiannya yang sumbang. Tak ada santri yang berani melarang, semua hanya mampu berbisik, memandang aneh si pelaku karena seorang pria kekar berseragam hitam berada di samping gadis tadi. Hampir semua santri diam di tempat, kecuali seorang santri laki-laki yang kini memblokade jalan si pelaku.Koridor pesantren menjadi ramai oleh para santri yang berkumpul. Para akhwat di sebelah kanan dan ikhwan di sebelah kiri. Kumpulan remaja itu bak disuguhi hiburan dadakan."Jangan buat onar di pesantren!" ucap santri laki-laki itu tegas sembari memblokade jalan."Gue gak buat onar," elak gadis bertopeng itu sambil memukul rebananya lagi. "Gue cuma ngasih hiburan

  • Dua Pilar Cinta   97. Dua Pilar Cinta

    Di tengah aksi senjata yang kian mendorong dahi Ratnawan, dan juga jari Raihan yang siap menembakkan peluru, Rania tiba-tiba saja berlari ke arah kerumunan. Gadis itu terkejut saat melihat sang papa justru akan dibunuh oleh pemuda yang ia cintai.“Jangan! Jangan!” pekik Rania sembari mendekat. “Jangan sakitin Papa! Aku mohon.”Di belakang Rania, Romi tengah berlari dengan kondisi cukup mengenaskan. Kepalanya dialiri darah karena tak sengaja menabrak batu ketika turun dari mobil. Hal itulah yang menjadi penghambat baginya untuk segera bergabung dengan pertempuran. Di sisi lain, tangan kanannya yang patah kian menyulitkannya bergerak.“Rania,” gumam Raihan ketika melihat gadis itu mendekat ke arahnya. Ragu seketika bersarang di hati. Ia ingin menghancurkan Ratnawan, tetapi di sisi lain tak ingin menyakiti Rania. Hal itu menyebabkan kewaspadaan Raihan mengendur hingga tanpa disadarinya, Rendi sudah menembakkan peluru ke arahnya.

  • Dua Pilar Cinta   96. Dua Pilar Cinta

    Tak terkira bagaimana cemasnya Rania saat ini. Sepanjang perjalanan, jemarinya terus mengetuk-ngetuk kaca mobil, sedang kaki tak henti mengentak pelan alas mobil. Gadis itu mengeratkan pegangan begitu kendaraan dipaksa melaju lebih cepat. Mobil meliuk laksana ular mengejar mangsa. Si kuda besi kemudian berbelok ke kanan, menerobos rimbunnya pepohonan. Angin sepoi-sepoi yang berembus rupanya tak mampu menurunkan khawatir yang mendera Rania.Waktu serasa melambat, dan di saat bersamaan ketakutan Rania kian bertambah seiring. Berkali-kali gadis itu mencondongkan tubuh ke depan, berharap sang pujaan hadir dalam pandangan.“Setelah sampai, kamu tetap di mobil,” ujar Rahmadi.“Kenapa?” Nada suara Rania terdengar tak suka.“Jangan cerewet!” Rahmadi setengah membentak. “Cukup papa kamu yang bikin masalah! Kamu pikir semua kejadian ini ulah siapa, hah?”Rania menunduk, meremas ujung baju kuat-kuat. Panda

  • Dua Pilar Cinta   95. Dua Pilar Cinta

    Rania mulai membuka mata ketika sinar mentari mencumbu kesadaran. Kepalanya sedikit pening saat turun dari kasur. Ia dengan cepat memindai sekeliling. Jaket yang tersampir di depan pintu nyatanya sudah hilang. Ia juga melihat pintu dalam keadaan setengah terbuka. Apa mungkin Raihan pergi? Ke mana?Tanya membawa langkah Rania mengelilingi pesantren. Ia bertanya pada setiap orang yang ditemui. Ketakutan mulai perlahan hinggap di hati. Spekulasi kembali membebani diri. Apa mungkin Raihan memutuskan pergi?Usaha Rania nyatanya membuahkan hasil. Senyumnya mengembang sempurna begitu melihat sosok yang dicarinya berjalan ke arah gerbang. Ia melangkah lebih cepat. Sayang, lelaki itu nyatanya lebih dahulu menghilang bersama mobil yang melaju meninggalkan pesantren. Teriakannya hanya dibalas sapuan angin.“Mana Raihan?” tanya Rahmadi dengan nada gelisah. Pria paruh baya itu mendekati Rania ketika merasa gelegat tak beres.Rania menoleh.“Ma

  • Dua Pilar Cinta   94. Dua Pilar Cinta

    Lara masih menguasai perasaan, dan kehilangan masih mengangkangi keadaan. Raihan tengah berdiri mengamati gerbang pesantren. Tatapannya begitu dalam, menyiratkan begitu banyak penyesalan. Pemuda itu masih mengingat saat Rojak menyeretnya masuk ke pesantren ini. Ia berontak, tetapi keinginan bapaknya tak dapat ditolak.Raihan mengembus napas panjang. Kenangan dengan sang bapak silih berganti berdatangan. Pemuda itu mengamati potret dirinya dengan Rojak di layar ponsel. Keduanya tampak kaku di gambar itu. Butuh sedikit paksaan agar sang bapak mau berfoto berdua dengannya.Raihan kembali memasukkan ponsel ke saku celana, lantas mengelus liontin hitam di leher. Pemuda itu baru menyadari jika tertulis sebuah nama di dalam benda itu yang menyatakan identitas sang pemilik, Rasya Sebastian.“Tuan ... Rasya,” panggil seorang pria sembari mendekat ke arah Raihan. Ia melepas kaca mata, lantas membungkuk untuk memberi hormat. Sosok itu datang bersama dua b

  • Dua Pilar Cinta   93. Dua Pilar Cinta

    Rania masuk ke kamar setelah pulang dari pemakaman. Gadis itu duduk di bibir kasur sembari menatap jalan setapak yang ia lalui saat mengantar jenazah mertuanya tadi. Sesekali angin menerobos masuk, menggoyangkan tirai kamar. Rania menyentuh dada yang terasa sempit. Ada bagian dalam dirinya yang tengah bertarung sengit. Antara harap dan menyerah, antara benci dan cinta, antara bertahan dan meninggalkan.Rania mencoba mengerti bagaimana perasaan Raihan setelah mendengar semua kebenaran yang Kiai katakan. Sungguh hal yang tak pernah ia duga bahwa papanya mampu melakukan tindakan yang teramat keji. Sejujurnya, Rania merasa amat takut akan kehilangan, tak siap akan ditinggalkan, kecewa saat Raihan menepis tangannya, terluka saat pemuda itu tak memedulikan kepergiannya.Rania memeluk dirinya sendiri, menangis dalam diamnya. Tuhan, ia ingin kembali bahagia seperti sedia kala. Tak masalah hidup sederhana, tak peduli hidup tak berselimut harta. Ia hanya tak ingin dirundung lara

  • Dua Pilar Cinta   92. Dua Pilar Cinta

    Mobil yang Raihan dan Rania tumpangi menepi di halaman pesantren saat malam hampir berada di puncak. Dari lobi pesantren, Kiai dan sang istri sudah menunggu kedatangan mereka. Raihan dan Rania diajak ke dalam untuk beristirahat. Pandangan kedua insan pemilik pesantren itu tampak khawatir, terlebih istri Kiai yang tiba-tiba menangis saat melihat kondisi mereka.Raihan bisu semenjak kedatangannya ke pesantren. Pemuda itu duduk di masjid beralas sajadah setelah mendapat pengobatan. Hatinya begitu perih kala disentuh ingatan. Bongkahan senyum dari sang bapak yang jarang ia lihat itu kini pergi selamanya, meninggalkan tempat menganga dalam hati.Sepanjang malam, Raihan larut dalam sujudnya, memohon ampun dalam doanya. Berkali-kali derai air mata membasahi pipi hingga menetes ke sajadah yang ia pakai. Jika saja waktu itu dirinya bisa membawa sang bapak ke rumah sakit, anadai saja ia tak lemah, bila saja perpisahan mereka tak diisi dengan tingkahnya yang egois, niscaya lukany

  • Dua Pilar Cinta   91. Dua Pilar Cinta

    Bulan sudah menggantung di cakrawala begitu Raihan dan Rania tiba di tempat yang disebutkan Romi. Kondisi halaman sudah lengang dari semua sisa keributan yang terjadi beberapa jam lalu. Serangga malam yang mengelilingi lampu menjadi saksi saat seseorang mendekat ke arah mereka.Raihan siaga saat suara ranting patah terdengar. Ia meminta Rania berlindung di punggungnya. Satu tangan sudah merogoh saku celana. Satu gerakan aneh, moncong pistol akan mengarah ke kepala.“Turunkan senjata kamu, Raihan,” ucap seorang pria paruh baya. Cahaya lampu menjelaskan siapa sosok tersebut.Raihan menurut begitu tahu siapa yang bicara. “Om Rahmadi,” ujarnya yang langsung disergap keheranan,“bukannya Om ada di rumah sakit? Kenapa Om—”Rahmadi dengan tiba-tiba langsung mendaratkan tamparan ke pipi Raihan. Serangga malam dengan cepat menjauh dari bola lampu begitu suara kulit bertemu kulit itu terdengar. “Dasar bocah bodoh!&rdqu

DMCA.com Protection Status