Share

Tangis

last update Last Updated: 2022-05-26 15:14:05

Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat menyesakkan dada. Entah karena situasinya yang membuat kepala tidak bisa berpikir jernih dan tubuh bergetar ketakutan.

"Apa betul yang difoto ini kalian berdua?" tanya Pak Anwar setelah beberapa saat terdiam sebentar ketika dua menit yang lalu Brian dan Fera baru saja datang.

"Betul, Pak," jawab Brian.

"Kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas seperti itu di sekolah?"

Brian dan Fera tidak menjawab.

"Bapak tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan tindakan yang tidak senonoh? Kalian tidak merasa malu apa?"

"Maafkan kami, Pak," jawab Brian lagi.

Kepala Fera makin menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik helaian rambutnya yang selalu tergerai bebas.

Sesuai kesepakatan sepihak dari Brian, ia melarang Fera membuka suara. Jadi, setiap kali Pak Anwar bertanya, maka yang menjawab dan menjelaskan semuanya adalah Brian. Cowok jangkung yang sering berpenampilan acak-acakan itu menganggap kalau ini bukan salah Fera, semua ini adalah salah dirinya sendiri. Fera sama sekali tidak terlibat. Fera hanya korban.

Pak Anwar terus menceramahi keduanya sampai empat puluh lima menit kemudian.

Brian dan Fera mendapatkan surat pemanggilan orang tua. Besok orangtua wajib datang. Sanksi untuk keduanya yaitu harus membersihkan WC dan lapangan selama seminggu penuh setelah pulang sekolah.

"Lo jangan dulu ke luar. Lo tunggu di sini sampe orang-orang yang ada di luar bubar semua," ucap Brian pada Fera sebelum mereka meninggalkan Ruang BP.

Begitu keluar, Brian langsung disambut oleh anak-anak teman se-geng-nya. Brian mencoba membuat ekspresi setenang mungkin saat melihat raut wajah Ara, kakak sepupunya, yang dipenuhi dengan amarah.

Brian berusaha menghindar tetapi Ara mengikutinya dari belakang. Brian memilih diam saat Ara bertanya apa yang sebenarnya terjadi, biarlah surat yang ada ditangan Brian yang menjelaskan semuanya.

"Jadi lo bener ciuman sama temen sekelas lo?" tanya Ara setelah membaca sampai habis surat pemanggilan orang tua tersebut.

Brian diam. Sengaja ia menutup wajahnya dengan lengan. Brian benar-benar takut jika melihat Ara sedang marah. Amukan Ara sebelas dua belas seperti amukan ibunya.

"Kronologinya kayak gimana sampe lo bisa ciuman sama cabe-cabean itu?"

"Dia bukan cabe-cabean, Ra," jawab Brian. Terdengar nada yang tidak suka saat ada orang yang selalu menuduh Fera sebagai gadis yang tidak baik.

Brian sekarang ingat kalau beberapa temannya pernah membahas Fera. Yang mereka bahas adalah desas-desus tentang Fera yang katanya bekerja sambilan sebagai penghibur. Tetapi Brian tidak percaya (waktu itu ia tidak peduli dengan gosip) karena dilihat dari penampilan Fera, gadis itu jauh dari apa yang selalu mereka bicarakan.

Memang jangan menilai orang dari sampulnya saja, tetapi Brian bisa tahu mana perempuan yang baik-baik dan mana yang tidak.

Brian mengembuskan napas lalu menceritakan semuanya. Sebentar-sebentar Ara terkejut, kemudian marah-marah karena kebodohan yang dilakukan oleh Brian.

"Terus sekarang lo mau gimana? Lo gak mungkin, kan, ngasih tau tante."

Ya... benar. Kalau ibunya Brian tahu hal ini, beliau pasti marah besar. Lagipula, ibunya sedang tidak ada, beliau sedang berada di luar kota untuk urusan pekerjaan.

"Lo..., bisa nyuruh bude buat jadi wali gue gak?" tanya Brian pelan.

"Ntar gue usahain," jawab Ara.

Brian memeluk tubuh kakak sepupunya itu. Sebagai adik, Brian merasa tidak berguna. Ia tidak bisa menjadi adik yang baik. Saat Ara sedang dalam masalah, ia sama sekali tidak bisa membantunya. Tetapi, ketika Brian sedang dalam kesulitan, Ara selalu setia berada di sampingnya.

Dan sekarang..., padahal Ara sedang memiliki masalah pun, Ara tetap mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Inilah yang membuat Brian sangat sayang kepada Ara dan mencoba untuk menjadi adik sepupu yang baik, tetapi semua usahanya sia-sia karena sekarang Brian tidak sengaja membuat Ara merasa kecewa.

***

Esok harinya, ibunya Ara datang ke sekolah. Brian sesekali menoleh ke arah pintu Ruang BP. Fera maupun orang tuanya tidak... um... belum juga datang.

Apa mungkin tidak akan datang? Tapi Brian tadi melihat Fera datang ke sekolah seperti biasa.

"Permisi!"

Dua orang yang ditunggu akhirnya datang juga. Brian mengembuskan napas, lega.

"Silakan duduk, Bu," ucap Pak Anwar.

Brian mengamati wanita yang berpakaian ketat dan terlihat glamor itu. Rambutnya berwarna merah jagung, alis berwarna coklat dan bibir merah merona. Itukah ibunya Fera? Perbandingan penampilannya dengan Fera bagaikan langit dan bumi.

Pak Anwar memulai membahas mengenai masalah Brian dan Fera kemarin.

Brian makin tidak enak duduk karena merasa bersalah dan juga tak nyaman ditatap tajam oleh ibunya Fera. Kalau saja ia bisa kabur, mungkin dari tadi ia tidak ada di sini, membiarkan ibunya Ara datang sendirian. Atau yang lebih baik mereka berdua tidak datang sekalian.

Ah, Brian menyesal karena tidak membolos saja.

Ibunya Ara terus menimpali ucapan Pak Anwar, beliau sesekali mengucapkan kata maaf atas kelakuan keponakannya.

Satu jam yang menegangkan, akhirnya selesai juga. Brian berjalan terlebih dahulu bersama ibunya Ara.

"Bude..."

Ibunya Ara tersenyum sambil mengelus kepala Brian. "Tenang, Bude gak akan ngasih tau ibu kamu. Hah... rasanya lega karena kamu gak dikasih sanksi dikeluarkan dari sekolah."

"Terima kasih, Bude."

"Bude pulang dulu, ya?"

Brian mengangguk, tak lupa ia juga mencium tangan budenya. "Hati-hati, Bude."

Begitu ibunya Ara pergi, Fera dan ibunya keluar Ruang BP lalu menghampiri Brian. "Oh, jadi ini pacar lo Fera?"

Brian menatap kedua orang itu dengan datar. Belum sempat ia membalas, wanita itu kembali berbicara, "Tante, kan, udah pernah bilang sama lo, jangan pacaran sama temen yang seumuran, pacaran aja sana sama orang yang udah kerja seperti Om Ferdy. Cowok macam dia mana bisa ngasih uang ke lo. Dasar anak bodoh!"

Tante? Brian kira wanita itu ibunya Fera.

"Udah bodoh, malu-maluin Tante lagi. Dasar ponakan gak tau diuntung! Jangan deket-deket lagi sama dia." Tantenya Fera meninggalkan mereka berdua.

Mereka menjadi pusat perhatian anak-anak yang sedang pelajaran olahraga. Tapi perhatian mereka lebih terfokus pada tantenya Fera yang masuk ke dalam mobil mewah dengan warna hitam mengkilap.

Brian menatap Fera yang sedari tadi menunduk. Ia mencoba mendekat tapi Fera menghindar.

"Fera..."

"Jangan dekati aku!" Fera setengah berteriak. "Kamu tadi gak denger tante aku ngomong apa?"

"Gue minta maaf," ucap Brian.

"Terlambat dan juga percuma. Permintaan maaf kamu gak bisa mengembalikan keadaan." Fera berlari meninggalkan Brian yang mematung.

Tetes air mata yang jatuh dari mata sayu milik Fera itu menghujam keras hati Brian.

Fera menangis karenanya!

Ternyata Brian memang sudah berbuat salah. Kesalahan yang besar bagi Fera hingga bisa melukai hatinya seperti itu.

Brian sekarang bingung harus bagaimana. Meminta pengampunan saja sepertinya memang tidak cukup.

Related chapters

  • Dry Flower   Perantara

    "Lo punya otak gak sih, Bri? Lo bukannya nolong Fera tapi malah menjatuhkan Fera. Lo tau, setelah kejadian ini Fera bakal makin di-bully habis-habisan."Kata-kata Ara terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sudah dua hari sejak kejadian itu, Brian tidak bisa melupakannya. Apalagi mengingat pandangan orang-orang pada Fera tadi, Brian miris melihatnya.Brian juga mendengar kabar kalau Fera dicap sebagai perempuan murahan, rumor yang beredar kalau Fera sebagai wanita penghibur itu makin meyakinkan orang-orang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Setiap orang yang melihat Fera, mereka langsung mencibir Fera dengan kata-kata yang tidak pantas. Fera seharusnya tidak mendapatkan cibiran itu. Harusnya Brian lah yang dikata-katai, karena sebenarnya Brian di sini yang salah. Sekali lagi, Fera hanya korban. Korban!"Gue kasian liat Fera, dia makin dikucilkan."Brian menatap Fera yang sedang menunduk membaca buku sambil bersandar pada dinding. "Terus gue harus gimana, Don?""Lo minta maaf lagi g

    Last Updated : 2022-05-26
  • Dry Flower   Tidak Ada Kabar

    Sepanjang hari ini Fera terus melamun memikirkan ucapan Bianca hari kemarin. Hati Fera masih merasa bimbang antara harus memaafkan Brian atau tidak. Padahal selama ini Fera seorang yang pemaaf. Tetapi kenapa pada Brian ia sangat sulit berhadapan langsung dan mendengar semua penjelasan Brian?Apakah kali ini Fera harus memberikan kesempatan? Sebenarnya Fera juga tidak mau seperti ini, berlarut-larut marah dalam diam. Fera ingin mencurahkan isi hatinya yang selama ini dipendam sendiri. Fera ingin berbagi kesakitan yang selama ini dirasakannya.Tidak, Fera tidak jahat, tapi ia hanya ingin seseorang mengerti akan apa yang ia rasakan. Ia tidak tahan di-bully oleh orang-orang.Fera memang membutuhkan seseorang untuk menjadi tempat ia bercerita."Fera!" Brian memanggil Fera yang sedang menyimpan sapu dan sekop di bawah tangga.Fera melirik sekilas tanpa menjawab panggilan Brian."Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Brian lagi. "Gue mau minta maaf."Fera masih diam. Ia berlalu meninggalkan

    Last Updated : 2022-05-26
  • Dry Flower   Mencari Fera

    "Jadi, kita fix nih ke sananya nanti?" tanya Farid."Iya, tapi kita harus ngajak cewek, soalnya, kan, cewek bawel, pinter ngomong gitu," jawab Fajar."Ngajak siapa? Si Aliyah aja?" tanya Farid lagi."Jangan, mending kita ngajak yang pendiem aja, temannya si Ara tuh, siapa, sih, namanya? Oh ya Leha. Tu cewek mulutnya gak ember gak kayak cewek di kelas kita.... Gimana, Bri? Lo setuju gak?"Brian tidak menjawab. Ia masih memikirkan alamat rumah Fera. Rasa-rasanya alamat rumah Fera itu tidak asing. Brian seperti pernah mendengarnya."Bri, gimana?" tanya Fajar."Apanya?" ucap Brian saat tersadar dari lamunan."Ngeselin lu!"Brian keluar kelas untuk mencari Dio. Farid, Fajar, Bagas dan Doni mendumel karena Brian pergi begitu saja.Dio ternyata berada di ruang OSIS. Ia menghampiri kembarannya, Ara, yang sedang duduk di kursi panjang sambil memasukan beberapa lembar kertas berukuran A4 ke dalam map."Yo, lo yakin itu alamat rumah Fera?" tanya Brian setelah memasuki ruangan OSIS.Setelah waktu

    Last Updated : 2022-06-16
  • Dry Flower   Tertusuk

    Rutinitas Brian selama tiga hari ini yaitu membuntuti Fera (Brian melakukannya setelah ia, Fajar dan Leha mengunjungi rumah Fera. Brian sengaja melakukannya karena masih merasa penasaran tentang gadis tersebut).Dari jam empat subuh sampai jam setengah enam pagi, Brian mengawasi gerak-gerik Fera. Ia juga sudah hafal tempat mana saja yang Fera kunjungi, ya lebih tepatnya tempat Fera mencari uang alias tempat-tempat di mana Fera bekerja.Brian tidak tahu berapa upah yang diberikan tuan rumah. Yang jelas, upah buruh mencuci baju dan piring itu tidaklah banyak. Tetapi Brian heran, kenapa Fera mau bekerja seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di toko saja yang upahnya cukup lumayan?Selama pengintaian, Brian tidak menemukan hal-hal yang aneh, seperti yang pernah dikatakan oleh ibu-ibu penggosip. Brian tahu, Fera itu sungguh perempuan baik-baik hanya lingkungannya saja yang membuat Fera terlihat kotor.Tepat jam enam, Brian berhenti mengawasi Fera. Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap ber

    Last Updated : 2022-08-16
  • Dry Flower   Menyelamatkan

    Sepi, gang itu memang sepi. Sepertinya tidak akan ada yang melewati gang tersebut. Daripada menunggu yang tidak pasti, Fera berinisiatif untuk memapah Brylian sampai ke depan gang supaya ada orang yang menolongnya. "Tahan sebentar, Bry. Bentar lagi kita sampe di ujung gang.""Gue udah gak kuat lagi, Fer," ucap Brylian lirih. Dan satu detik kemudian, Brylian jatuh terkulai. "Bry!!!" Fera menjerit. Darah dari tubuh Brylian terus mengalir. Fera tidak tau harus berbuat apa. Otaknya saat panik seperti ini tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis dan menangis. Jarak lima belas meter lagi sampai ke ujung gang. Fera kembali berteriak sampai suaranya parau. Mobil dan motor berlalu lalang. Fera berlari ke ujung gang itu kemudian melambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang melaju. Tapi kendaraan itu tidak ada satupun yang mau berhenti. Fera mengusap air matanya. Ia menyetop sebuah motor bebek. Motor itu berhenti karena pengendaranya kaget melihat Fera y

    Last Updated : 2022-08-22
  • Dry Flower   Terkunci di Gudang

    Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.***"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup

    Last Updated : 2022-05-26
  • Dry Flower   Namanya Fera

    Brian menguap lebar sambil mengubah posisi tidurnya di sebuah sofa butut yang disimpan di loteng sekolah. Hari ini di jam pelajaran keempat Brian memilih membolos untuk tidur siang karena mengantuk gara-gara semalam ia begadang menonton bola sehabis itu bermain game online sampai dini hari.Tangan Brian merogoh saku celananya lalu menatap ponsel yang bergetar, ternyata ada telepon dari Farid. Teman Brian itu mengatakan kalau pelajaran baru saja selesai dan sekarang waktunya jam pulang meskipun bel belum berbunyi.Brian tidak langsung bangun, ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya sampai lima belas menit kemudian ia bangun dalam keadaan yang lumayan segar meskipun kepalanya sedikit pusing.Tas ransel milik Brian masih tertinggal di kelas karena tadi ia berpesan pada Farid untuk membawanya sendiri supaya nanti kalau tidak sengaja berpapasan dengan guru ia pulang tidak membawa tas bisa-bisa ia diinterogasi, apalagi oleh pak satpam yang selalu ingin mengurusi urusan para murid saja

    Last Updated : 2022-05-26

Latest chapter

  • Dry Flower   Menyelamatkan

    Sepi, gang itu memang sepi. Sepertinya tidak akan ada yang melewati gang tersebut. Daripada menunggu yang tidak pasti, Fera berinisiatif untuk memapah Brylian sampai ke depan gang supaya ada orang yang menolongnya. "Tahan sebentar, Bry. Bentar lagi kita sampe di ujung gang.""Gue udah gak kuat lagi, Fer," ucap Brylian lirih. Dan satu detik kemudian, Brylian jatuh terkulai. "Bry!!!" Fera menjerit. Darah dari tubuh Brylian terus mengalir. Fera tidak tau harus berbuat apa. Otaknya saat panik seperti ini tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis dan menangis. Jarak lima belas meter lagi sampai ke ujung gang. Fera kembali berteriak sampai suaranya parau. Mobil dan motor berlalu lalang. Fera berlari ke ujung gang itu kemudian melambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang melaju. Tapi kendaraan itu tidak ada satupun yang mau berhenti. Fera mengusap air matanya. Ia menyetop sebuah motor bebek. Motor itu berhenti karena pengendaranya kaget melihat Fera y

  • Dry Flower   Tertusuk

    Rutinitas Brian selama tiga hari ini yaitu membuntuti Fera (Brian melakukannya setelah ia, Fajar dan Leha mengunjungi rumah Fera. Brian sengaja melakukannya karena masih merasa penasaran tentang gadis tersebut).Dari jam empat subuh sampai jam setengah enam pagi, Brian mengawasi gerak-gerik Fera. Ia juga sudah hafal tempat mana saja yang Fera kunjungi, ya lebih tepatnya tempat Fera mencari uang alias tempat-tempat di mana Fera bekerja.Brian tidak tahu berapa upah yang diberikan tuan rumah. Yang jelas, upah buruh mencuci baju dan piring itu tidaklah banyak. Tetapi Brian heran, kenapa Fera mau bekerja seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di toko saja yang upahnya cukup lumayan?Selama pengintaian, Brian tidak menemukan hal-hal yang aneh, seperti yang pernah dikatakan oleh ibu-ibu penggosip. Brian tahu, Fera itu sungguh perempuan baik-baik hanya lingkungannya saja yang membuat Fera terlihat kotor.Tepat jam enam, Brian berhenti mengawasi Fera. Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap ber

  • Dry Flower   Mencari Fera

    "Jadi, kita fix nih ke sananya nanti?" tanya Farid."Iya, tapi kita harus ngajak cewek, soalnya, kan, cewek bawel, pinter ngomong gitu," jawab Fajar."Ngajak siapa? Si Aliyah aja?" tanya Farid lagi."Jangan, mending kita ngajak yang pendiem aja, temannya si Ara tuh, siapa, sih, namanya? Oh ya Leha. Tu cewek mulutnya gak ember gak kayak cewek di kelas kita.... Gimana, Bri? Lo setuju gak?"Brian tidak menjawab. Ia masih memikirkan alamat rumah Fera. Rasa-rasanya alamat rumah Fera itu tidak asing. Brian seperti pernah mendengarnya."Bri, gimana?" tanya Fajar."Apanya?" ucap Brian saat tersadar dari lamunan."Ngeselin lu!"Brian keluar kelas untuk mencari Dio. Farid, Fajar, Bagas dan Doni mendumel karena Brian pergi begitu saja.Dio ternyata berada di ruang OSIS. Ia menghampiri kembarannya, Ara, yang sedang duduk di kursi panjang sambil memasukan beberapa lembar kertas berukuran A4 ke dalam map."Yo, lo yakin itu alamat rumah Fera?" tanya Brian setelah memasuki ruangan OSIS.Setelah waktu

  • Dry Flower   Tidak Ada Kabar

    Sepanjang hari ini Fera terus melamun memikirkan ucapan Bianca hari kemarin. Hati Fera masih merasa bimbang antara harus memaafkan Brian atau tidak. Padahal selama ini Fera seorang yang pemaaf. Tetapi kenapa pada Brian ia sangat sulit berhadapan langsung dan mendengar semua penjelasan Brian?Apakah kali ini Fera harus memberikan kesempatan? Sebenarnya Fera juga tidak mau seperti ini, berlarut-larut marah dalam diam. Fera ingin mencurahkan isi hatinya yang selama ini dipendam sendiri. Fera ingin berbagi kesakitan yang selama ini dirasakannya.Tidak, Fera tidak jahat, tapi ia hanya ingin seseorang mengerti akan apa yang ia rasakan. Ia tidak tahan di-bully oleh orang-orang.Fera memang membutuhkan seseorang untuk menjadi tempat ia bercerita."Fera!" Brian memanggil Fera yang sedang menyimpan sapu dan sekop di bawah tangga.Fera melirik sekilas tanpa menjawab panggilan Brian."Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Brian lagi. "Gue mau minta maaf."Fera masih diam. Ia berlalu meninggalkan

  • Dry Flower   Perantara

    "Lo punya otak gak sih, Bri? Lo bukannya nolong Fera tapi malah menjatuhkan Fera. Lo tau, setelah kejadian ini Fera bakal makin di-bully habis-habisan."Kata-kata Ara terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sudah dua hari sejak kejadian itu, Brian tidak bisa melupakannya. Apalagi mengingat pandangan orang-orang pada Fera tadi, Brian miris melihatnya.Brian juga mendengar kabar kalau Fera dicap sebagai perempuan murahan, rumor yang beredar kalau Fera sebagai wanita penghibur itu makin meyakinkan orang-orang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Setiap orang yang melihat Fera, mereka langsung mencibir Fera dengan kata-kata yang tidak pantas. Fera seharusnya tidak mendapatkan cibiran itu. Harusnya Brian lah yang dikata-katai, karena sebenarnya Brian di sini yang salah. Sekali lagi, Fera hanya korban. Korban!"Gue kasian liat Fera, dia makin dikucilkan."Brian menatap Fera yang sedang menunduk membaca buku sambil bersandar pada dinding. "Terus gue harus gimana, Don?""Lo minta maaf lagi g

  • Dry Flower   Tangis

    Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat menyesakkan dada. Entah karena situasinya yang membuat kepala tidak bisa berpikir jernih dan tubuh bergetar ketakutan."Apa betul yang difoto ini kalian berdua?" tanya Pak Anwar setelah beberapa saat terdiam sebentar ketika dua menit yang lalu Brian dan Fera baru saja datang."Betul, Pak," jawab Brian."Kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas seperti itu di sekolah?" Brian dan Fera tidak menjawab."Bapak tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan tindakan yang tidak senonoh? Kalian tidak merasa malu apa?""Maafkan kami, Pak," jawab Brian lagi.Kepala Fera makin menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik helaian rambutnya yang selalu tergerai bebas.Sesuai kesepakatan sepihak dari Brian, ia melarang Fera membuka suara. Jadi, setiap kali Pak Anwar bertanya, maka yang menjawab dan menjelaskan semuanya adalah Brian. Cowok jangkung yang sering berpenampilan acak-acakan itu menganggap kalau ini bukan salah Fera, semua ini adalah salah diriny

  • Dry Flower   Namanya Fera

    Brian menguap lebar sambil mengubah posisi tidurnya di sebuah sofa butut yang disimpan di loteng sekolah. Hari ini di jam pelajaran keempat Brian memilih membolos untuk tidur siang karena mengantuk gara-gara semalam ia begadang menonton bola sehabis itu bermain game online sampai dini hari.Tangan Brian merogoh saku celananya lalu menatap ponsel yang bergetar, ternyata ada telepon dari Farid. Teman Brian itu mengatakan kalau pelajaran baru saja selesai dan sekarang waktunya jam pulang meskipun bel belum berbunyi.Brian tidak langsung bangun, ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya sampai lima belas menit kemudian ia bangun dalam keadaan yang lumayan segar meskipun kepalanya sedikit pusing.Tas ransel milik Brian masih tertinggal di kelas karena tadi ia berpesan pada Farid untuk membawanya sendiri supaya nanti kalau tidak sengaja berpapasan dengan guru ia pulang tidak membawa tas bisa-bisa ia diinterogasi, apalagi oleh pak satpam yang selalu ingin mengurusi urusan para murid saja

  • Dry Flower   Terkunci di Gudang

    Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.***"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup

DMCA.com Protection Status