Home / Romansa / Dry Flower / Namanya Fera

Share

Namanya Fera

last update Last Updated: 2022-05-26 15:13:44

Brian menguap lebar sambil mengubah posisi tidurnya di sebuah sofa butut yang disimpan di loteng sekolah. Hari ini di jam pelajaran keempat Brian memilih membolos untuk tidur siang karena mengantuk gara-gara semalam ia begadang menonton bola sehabis itu bermain game online sampai dini hari.

Tangan Brian merogoh saku celananya lalu menatap ponsel yang bergetar, ternyata ada telepon dari Farid. Teman Brian itu mengatakan kalau pelajaran baru saja selesai dan sekarang waktunya jam pulang meskipun bel belum berbunyi.

Brian tidak langsung bangun, ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya sampai lima belas menit kemudian ia bangun dalam keadaan yang lumayan segar meskipun kepalanya sedikit pusing.

Tas ransel milik Brian masih tertinggal di kelas karena tadi ia berpesan pada Farid untuk membawanya sendiri supaya nanti kalau tidak sengaja berpapasan dengan guru ia pulang tidak membawa tas bisa-bisa ia diinterogasi, apalagi oleh pak satpam yang selalu ingin mengurusi urusan para murid saja.

Di dalam kelas ternyata masih ada seseorang yang belum pulang. Murid tersebut sedang menyapu lantai. Ah... sepertinya murid itu kebagian jadwal piket sekarang.

"Lo gak pulang?"

Murid itu sedikit terkejut karena tiba-tiba ada orang yang bertanya padanya.

"Eh... lo cewek yang waktu itu kekunci di gudang," ucap Brian. "Lo piket sendiri?"

Kepala murid itu mengangguk pelan sambil kembali menyapu.

Brian berjalan menuju jadwal piket. Hari Rabu ternyata dirinya juga kebagian piket bersama empat orang yang lain, tapi selama satu semester bersekolah di sini, Brian belum pernah piket sama sekali. Jangan-jangan, yang sering piket hanya satu orang saja? Murid itu?

Apa selama satu semester Fera selalu piket sendirian tanpa ada yang membantu?

Betapa tega teman-temannya termasuk Brian.

Brian jadi merasa bersalah.

"Nama lo siapa? Sella? Windi? Fera?" tanya Brian, menyebutkan nama-nama murid perempuan yang tertera di jadwal piket hari ini.

"Fera," ucapnya pelan.

Fera merasa heran karena Brian tidak tahu namanya, padahal mereka satu kelas dan bersekolah di sini sudah cukup lama.

Tanpa berpikir panjang, Bian mengambil pel-an yang tergeletak di pojok kelas dekat jendela. Brian memerasnya dan mulai mengepel dari belakang.

"Kamu mau ngapain?" tanya Fera ketika melihat Brian yang mengambil ember berisi air dan pel-an.

"Mau ngepel, lah. Apalagi."

"Gak usah, biar aku aja."

Brian menarik pel-annya supaya tidak diambil oleh Fera. "Gue juga hari ini kebagian piket. Apa salahnya gue bantu lo bersih-bersih kelas."

"Tapi..."

"Tenang aja, gini-gini juga gue bisa ngepel, kok. Hasilnya juga bersih. Tapi kalau lo gak percaya gue sih gak peduli."

Mau tidak mau Fera membiarkan Brian melakukan semaunya, itung-itung supaya Fera tidak cape karena piket seorang diri.

***

"Hey, Rakyat Jelata!"

Beberapa murid perempuan berdiri di depan meja Fera sambil tersenyum licik.

"Karena lo gak pernah beli makanan di kantin, yah... maklum lah ya, kan lo itu gak punya uang saking jelatanya. Oops!"

"Hahaha!"

Mereka tertawa kencang, terlihat sangat puas saat melihat wajah Fera yang ditekuk itu.

"Kita di sini mau bikin tawaran, nih. Lo mau gak, Rakyat Jelata? Jadi gini, nanti kita-kita ini mau beliin lo makanan di kantin, tapi dengan syarat lo harus ngerjain semua PR kita." Molli melemparkan beberapa buku ke atas meja Fera sampai menimbulkan suara benturan cukup keras.

Mereka kembali tertawa sambil berlalu pergi.

Fera hanya bisa mengembuskan napas. Di jam istirahat dirinya memang selalu menghabiskan waktunya dengan mengerjakan tugas atau membaca buku LKS. Fera sengaja mengerjakan tugas paling awal karena ketika pulang sekolah nanti dirinya tidak memiliki waktu yang cukup untuk memikirkan tugas-tugas sekolah. Sebisa mungkin Fera mengerjakan sampai selesai tugas di buku-buku murid tadi supaya mereka tidak meminjam buku miliknya.

Dulu, mereka pernah merampas buku Fera dan ketika buku Fera dikembalikan, bukunya sudah koyak dan banyak coretan di sana-sini, bahkan mereka menggambar yang tidak-tidak. Dengan terpaksa Fera tidak mengumpulkan buku tugasnya dan pada akhirnya ia dihukum dengan cara tidak diberikan nilai. Padahal Fera lebih memilih diberikan hukuman seperti berdiri di depan kelas atau berjemur menghormat bendera di lapangan.

Tujuh menit lagi jam istirahat tersisa, tetapi Fera baru saja mengerjakan tiga buku termasuk milik dirinya. Masih ada empat buku yang tersisa. Apakah Fera bisa menyelesaikannya sekarang? Tadi mereka bilang kalau sehabis jam istirahat semua tugas harus selesai tanpa terkecuali.

"Udah belum ngerjainnya?" tanya Dera.

Ah... mereka kenapa datang di waktu yang tidak tepat?

"Belum," jawab Fera pelan.

"Hah?! Apa?! Belum? Yang bener aja lo! Masa tugas kayak gini aja gak selesai? Kalau kerja yang bener, dong!" Molli memukul meja dengan cukup keras.

Fera tahu kalau Molli sebenarnya menahan kesakitan di telapak tangannya karena bibir Molli terkatup rapat dan keningnya sedikit mengerut.

"Apa lo liat-liat, hah? Berani lo sama gue?"

Fera menunduk takut sambil menggenggam erat jari-jarinya ketika tangan Dera menarik rambutnya.

Brian yang baru saja datang dari kantin dan hendak masuk kelas menghentikan langkahnya tepat diambang pintu. Matanya mengawasi gerak-gerik orang yang ada di depannya, lebih tepatnya orang-orang yang ada di depan meja Fera.

Mengembuskan napas, Fera pasrah. Ia tidak berharap ada seseorang yang membantu dirinya. Tidak mungkin ada orang yang menolong karena mereka tidak mau ikut terlibat dalam masalah. Mereka tidak mau terkena getahnya.

"Lagi ngapain kalian?" tanya Brian. Ia benar-benar sudah tidak tahan melihat orang-orang itu yang terus menarik dan mematahkan helai perhelai rambut Fera dengan tangan-tangan jahat mereka.

"Ini, Bri. Cewek murahan ini kurang ajar ke gue," jawab Dera.

"Iya tuh bener. Gak sopan banget." Sella mencoba memanasi suasana.

Tapi Brian sama sekali tidak percaya karena ia melihat semuanya dan tidak mungkin juga Fera mencari gara-gara.

"Gue pengen banget nyolok matanya yang sering natap gue sinis. Tuh kan baru diomongin aja kayak gitu. Kurang ajar banget lo!" Molli bersiap menampar Fera.

Brian dengan sigap menahannya. "Lo mau apain pacar gue, hah?"

"A-apa? Pacar? Sejak kapan lo pacaran sama cewek murahan ini? Jangan-jangan lo dipelet ya?" Dera berucap dengan tidak percaya. Karena setahu Dera, Brian dari dulu menjomblo. Kalau pun mereka berpacaran, pasti akan ada momen berduaan. Tapi mereka sama sekali tidak pernah terlihat dekat.

Jangankan dekat dengan Fera, Brian malah tidak tahu nama-nama murid perempuan di kelasnya. Makanya mereka merasa aneh dengan pengakuan sepihak dari Brian.

"Mulut lo dijaga tuh! Murahan kok teriak murahan?" ucap Brian kesal.

"Mana buktinya kalo kalian emang pacaran?"

"Lo pengen bukti?" tanya Brian, "Oke gue buktiin sekarang."

Tanpa diduga, Brian tiba-tiba mencium bibir Fera. Mereka langsung menjerit histeris. Orang-orang yang berada di kelas sama terkejutnya. Salah satu dari orang yang berada di kelas itu memfoto adegan itu.

Sepersekian detik foto adegan ciuman itu menyebar digrup W******p. Kabar tersebut ternyata sudah sampai ke telinga guru BP, Pak Anwar. Brian dan Fera dipanggil untuk menghadap dan diminta untuk menjelaskan semuanya.

Related chapters

  • Dry Flower   Tangis

    Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat menyesakkan dada. Entah karena situasinya yang membuat kepala tidak bisa berpikir jernih dan tubuh bergetar ketakutan."Apa betul yang difoto ini kalian berdua?" tanya Pak Anwar setelah beberapa saat terdiam sebentar ketika dua menit yang lalu Brian dan Fera baru saja datang."Betul, Pak," jawab Brian."Kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas seperti itu di sekolah?" Brian dan Fera tidak menjawab."Bapak tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan tindakan yang tidak senonoh? Kalian tidak merasa malu apa?""Maafkan kami, Pak," jawab Brian lagi.Kepala Fera makin menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik helaian rambutnya yang selalu tergerai bebas.Sesuai kesepakatan sepihak dari Brian, ia melarang Fera membuka suara. Jadi, setiap kali Pak Anwar bertanya, maka yang menjawab dan menjelaskan semuanya adalah Brian. Cowok jangkung yang sering berpenampilan acak-acakan itu menganggap kalau ini bukan salah Fera, semua ini adalah salah diriny

    Last Updated : 2022-05-26
  • Dry Flower   Perantara

    "Lo punya otak gak sih, Bri? Lo bukannya nolong Fera tapi malah menjatuhkan Fera. Lo tau, setelah kejadian ini Fera bakal makin di-bully habis-habisan."Kata-kata Ara terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sudah dua hari sejak kejadian itu, Brian tidak bisa melupakannya. Apalagi mengingat pandangan orang-orang pada Fera tadi, Brian miris melihatnya.Brian juga mendengar kabar kalau Fera dicap sebagai perempuan murahan, rumor yang beredar kalau Fera sebagai wanita penghibur itu makin meyakinkan orang-orang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Setiap orang yang melihat Fera, mereka langsung mencibir Fera dengan kata-kata yang tidak pantas. Fera seharusnya tidak mendapatkan cibiran itu. Harusnya Brian lah yang dikata-katai, karena sebenarnya Brian di sini yang salah. Sekali lagi, Fera hanya korban. Korban!"Gue kasian liat Fera, dia makin dikucilkan."Brian menatap Fera yang sedang menunduk membaca buku sambil bersandar pada dinding. "Terus gue harus gimana, Don?""Lo minta maaf lagi g

    Last Updated : 2022-05-26
  • Dry Flower   Tidak Ada Kabar

    Sepanjang hari ini Fera terus melamun memikirkan ucapan Bianca hari kemarin. Hati Fera masih merasa bimbang antara harus memaafkan Brian atau tidak. Padahal selama ini Fera seorang yang pemaaf. Tetapi kenapa pada Brian ia sangat sulit berhadapan langsung dan mendengar semua penjelasan Brian?Apakah kali ini Fera harus memberikan kesempatan? Sebenarnya Fera juga tidak mau seperti ini, berlarut-larut marah dalam diam. Fera ingin mencurahkan isi hatinya yang selama ini dipendam sendiri. Fera ingin berbagi kesakitan yang selama ini dirasakannya.Tidak, Fera tidak jahat, tapi ia hanya ingin seseorang mengerti akan apa yang ia rasakan. Ia tidak tahan di-bully oleh orang-orang.Fera memang membutuhkan seseorang untuk menjadi tempat ia bercerita."Fera!" Brian memanggil Fera yang sedang menyimpan sapu dan sekop di bawah tangga.Fera melirik sekilas tanpa menjawab panggilan Brian."Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Brian lagi. "Gue mau minta maaf."Fera masih diam. Ia berlalu meninggalkan

    Last Updated : 2022-05-26
  • Dry Flower   Mencari Fera

    "Jadi, kita fix nih ke sananya nanti?" tanya Farid."Iya, tapi kita harus ngajak cewek, soalnya, kan, cewek bawel, pinter ngomong gitu," jawab Fajar."Ngajak siapa? Si Aliyah aja?" tanya Farid lagi."Jangan, mending kita ngajak yang pendiem aja, temannya si Ara tuh, siapa, sih, namanya? Oh ya Leha. Tu cewek mulutnya gak ember gak kayak cewek di kelas kita.... Gimana, Bri? Lo setuju gak?"Brian tidak menjawab. Ia masih memikirkan alamat rumah Fera. Rasa-rasanya alamat rumah Fera itu tidak asing. Brian seperti pernah mendengarnya."Bri, gimana?" tanya Fajar."Apanya?" ucap Brian saat tersadar dari lamunan."Ngeselin lu!"Brian keluar kelas untuk mencari Dio. Farid, Fajar, Bagas dan Doni mendumel karena Brian pergi begitu saja.Dio ternyata berada di ruang OSIS. Ia menghampiri kembarannya, Ara, yang sedang duduk di kursi panjang sambil memasukan beberapa lembar kertas berukuran A4 ke dalam map."Yo, lo yakin itu alamat rumah Fera?" tanya Brian setelah memasuki ruangan OSIS.Setelah waktu

    Last Updated : 2022-06-16
  • Dry Flower   Tertusuk

    Rutinitas Brian selama tiga hari ini yaitu membuntuti Fera (Brian melakukannya setelah ia, Fajar dan Leha mengunjungi rumah Fera. Brian sengaja melakukannya karena masih merasa penasaran tentang gadis tersebut).Dari jam empat subuh sampai jam setengah enam pagi, Brian mengawasi gerak-gerik Fera. Ia juga sudah hafal tempat mana saja yang Fera kunjungi, ya lebih tepatnya tempat Fera mencari uang alias tempat-tempat di mana Fera bekerja.Brian tidak tahu berapa upah yang diberikan tuan rumah. Yang jelas, upah buruh mencuci baju dan piring itu tidaklah banyak. Tetapi Brian heran, kenapa Fera mau bekerja seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di toko saja yang upahnya cukup lumayan?Selama pengintaian, Brian tidak menemukan hal-hal yang aneh, seperti yang pernah dikatakan oleh ibu-ibu penggosip. Brian tahu, Fera itu sungguh perempuan baik-baik hanya lingkungannya saja yang membuat Fera terlihat kotor.Tepat jam enam, Brian berhenti mengawasi Fera. Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap ber

    Last Updated : 2022-08-16
  • Dry Flower   Menyelamatkan

    Sepi, gang itu memang sepi. Sepertinya tidak akan ada yang melewati gang tersebut. Daripada menunggu yang tidak pasti, Fera berinisiatif untuk memapah Brylian sampai ke depan gang supaya ada orang yang menolongnya. "Tahan sebentar, Bry. Bentar lagi kita sampe di ujung gang.""Gue udah gak kuat lagi, Fer," ucap Brylian lirih. Dan satu detik kemudian, Brylian jatuh terkulai. "Bry!!!" Fera menjerit. Darah dari tubuh Brylian terus mengalir. Fera tidak tau harus berbuat apa. Otaknya saat panik seperti ini tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis dan menangis. Jarak lima belas meter lagi sampai ke ujung gang. Fera kembali berteriak sampai suaranya parau. Mobil dan motor berlalu lalang. Fera berlari ke ujung gang itu kemudian melambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang melaju. Tapi kendaraan itu tidak ada satupun yang mau berhenti. Fera mengusap air matanya. Ia menyetop sebuah motor bebek. Motor itu berhenti karena pengendaranya kaget melihat Fera y

    Last Updated : 2022-08-22
  • Dry Flower   Terkunci di Gudang

    Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.***"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup

    Last Updated : 2022-05-26

Latest chapter

  • Dry Flower   Menyelamatkan

    Sepi, gang itu memang sepi. Sepertinya tidak akan ada yang melewati gang tersebut. Daripada menunggu yang tidak pasti, Fera berinisiatif untuk memapah Brylian sampai ke depan gang supaya ada orang yang menolongnya. "Tahan sebentar, Bry. Bentar lagi kita sampe di ujung gang.""Gue udah gak kuat lagi, Fer," ucap Brylian lirih. Dan satu detik kemudian, Brylian jatuh terkulai. "Bry!!!" Fera menjerit. Darah dari tubuh Brylian terus mengalir. Fera tidak tau harus berbuat apa. Otaknya saat panik seperti ini tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis dan menangis. Jarak lima belas meter lagi sampai ke ujung gang. Fera kembali berteriak sampai suaranya parau. Mobil dan motor berlalu lalang. Fera berlari ke ujung gang itu kemudian melambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang melaju. Tapi kendaraan itu tidak ada satupun yang mau berhenti. Fera mengusap air matanya. Ia menyetop sebuah motor bebek. Motor itu berhenti karena pengendaranya kaget melihat Fera y

  • Dry Flower   Tertusuk

    Rutinitas Brian selama tiga hari ini yaitu membuntuti Fera (Brian melakukannya setelah ia, Fajar dan Leha mengunjungi rumah Fera. Brian sengaja melakukannya karena masih merasa penasaran tentang gadis tersebut).Dari jam empat subuh sampai jam setengah enam pagi, Brian mengawasi gerak-gerik Fera. Ia juga sudah hafal tempat mana saja yang Fera kunjungi, ya lebih tepatnya tempat Fera mencari uang alias tempat-tempat di mana Fera bekerja.Brian tidak tahu berapa upah yang diberikan tuan rumah. Yang jelas, upah buruh mencuci baju dan piring itu tidaklah banyak. Tetapi Brian heran, kenapa Fera mau bekerja seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di toko saja yang upahnya cukup lumayan?Selama pengintaian, Brian tidak menemukan hal-hal yang aneh, seperti yang pernah dikatakan oleh ibu-ibu penggosip. Brian tahu, Fera itu sungguh perempuan baik-baik hanya lingkungannya saja yang membuat Fera terlihat kotor.Tepat jam enam, Brian berhenti mengawasi Fera. Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap ber

  • Dry Flower   Mencari Fera

    "Jadi, kita fix nih ke sananya nanti?" tanya Farid."Iya, tapi kita harus ngajak cewek, soalnya, kan, cewek bawel, pinter ngomong gitu," jawab Fajar."Ngajak siapa? Si Aliyah aja?" tanya Farid lagi."Jangan, mending kita ngajak yang pendiem aja, temannya si Ara tuh, siapa, sih, namanya? Oh ya Leha. Tu cewek mulutnya gak ember gak kayak cewek di kelas kita.... Gimana, Bri? Lo setuju gak?"Brian tidak menjawab. Ia masih memikirkan alamat rumah Fera. Rasa-rasanya alamat rumah Fera itu tidak asing. Brian seperti pernah mendengarnya."Bri, gimana?" tanya Fajar."Apanya?" ucap Brian saat tersadar dari lamunan."Ngeselin lu!"Brian keluar kelas untuk mencari Dio. Farid, Fajar, Bagas dan Doni mendumel karena Brian pergi begitu saja.Dio ternyata berada di ruang OSIS. Ia menghampiri kembarannya, Ara, yang sedang duduk di kursi panjang sambil memasukan beberapa lembar kertas berukuran A4 ke dalam map."Yo, lo yakin itu alamat rumah Fera?" tanya Brian setelah memasuki ruangan OSIS.Setelah waktu

  • Dry Flower   Tidak Ada Kabar

    Sepanjang hari ini Fera terus melamun memikirkan ucapan Bianca hari kemarin. Hati Fera masih merasa bimbang antara harus memaafkan Brian atau tidak. Padahal selama ini Fera seorang yang pemaaf. Tetapi kenapa pada Brian ia sangat sulit berhadapan langsung dan mendengar semua penjelasan Brian?Apakah kali ini Fera harus memberikan kesempatan? Sebenarnya Fera juga tidak mau seperti ini, berlarut-larut marah dalam diam. Fera ingin mencurahkan isi hatinya yang selama ini dipendam sendiri. Fera ingin berbagi kesakitan yang selama ini dirasakannya.Tidak, Fera tidak jahat, tapi ia hanya ingin seseorang mengerti akan apa yang ia rasakan. Ia tidak tahan di-bully oleh orang-orang.Fera memang membutuhkan seseorang untuk menjadi tempat ia bercerita."Fera!" Brian memanggil Fera yang sedang menyimpan sapu dan sekop di bawah tangga.Fera melirik sekilas tanpa menjawab panggilan Brian."Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Brian lagi. "Gue mau minta maaf."Fera masih diam. Ia berlalu meninggalkan

  • Dry Flower   Perantara

    "Lo punya otak gak sih, Bri? Lo bukannya nolong Fera tapi malah menjatuhkan Fera. Lo tau, setelah kejadian ini Fera bakal makin di-bully habis-habisan."Kata-kata Ara terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sudah dua hari sejak kejadian itu, Brian tidak bisa melupakannya. Apalagi mengingat pandangan orang-orang pada Fera tadi, Brian miris melihatnya.Brian juga mendengar kabar kalau Fera dicap sebagai perempuan murahan, rumor yang beredar kalau Fera sebagai wanita penghibur itu makin meyakinkan orang-orang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Setiap orang yang melihat Fera, mereka langsung mencibir Fera dengan kata-kata yang tidak pantas. Fera seharusnya tidak mendapatkan cibiran itu. Harusnya Brian lah yang dikata-katai, karena sebenarnya Brian di sini yang salah. Sekali lagi, Fera hanya korban. Korban!"Gue kasian liat Fera, dia makin dikucilkan."Brian menatap Fera yang sedang menunduk membaca buku sambil bersandar pada dinding. "Terus gue harus gimana, Don?""Lo minta maaf lagi g

  • Dry Flower   Tangis

    Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat menyesakkan dada. Entah karena situasinya yang membuat kepala tidak bisa berpikir jernih dan tubuh bergetar ketakutan."Apa betul yang difoto ini kalian berdua?" tanya Pak Anwar setelah beberapa saat terdiam sebentar ketika dua menit yang lalu Brian dan Fera baru saja datang."Betul, Pak," jawab Brian."Kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas seperti itu di sekolah?" Brian dan Fera tidak menjawab."Bapak tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan tindakan yang tidak senonoh? Kalian tidak merasa malu apa?""Maafkan kami, Pak," jawab Brian lagi.Kepala Fera makin menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik helaian rambutnya yang selalu tergerai bebas.Sesuai kesepakatan sepihak dari Brian, ia melarang Fera membuka suara. Jadi, setiap kali Pak Anwar bertanya, maka yang menjawab dan menjelaskan semuanya adalah Brian. Cowok jangkung yang sering berpenampilan acak-acakan itu menganggap kalau ini bukan salah Fera, semua ini adalah salah diriny

  • Dry Flower   Namanya Fera

    Brian menguap lebar sambil mengubah posisi tidurnya di sebuah sofa butut yang disimpan di loteng sekolah. Hari ini di jam pelajaran keempat Brian memilih membolos untuk tidur siang karena mengantuk gara-gara semalam ia begadang menonton bola sehabis itu bermain game online sampai dini hari.Tangan Brian merogoh saku celananya lalu menatap ponsel yang bergetar, ternyata ada telepon dari Farid. Teman Brian itu mengatakan kalau pelajaran baru saja selesai dan sekarang waktunya jam pulang meskipun bel belum berbunyi.Brian tidak langsung bangun, ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya sampai lima belas menit kemudian ia bangun dalam keadaan yang lumayan segar meskipun kepalanya sedikit pusing.Tas ransel milik Brian masih tertinggal di kelas karena tadi ia berpesan pada Farid untuk membawanya sendiri supaya nanti kalau tidak sengaja berpapasan dengan guru ia pulang tidak membawa tas bisa-bisa ia diinterogasi, apalagi oleh pak satpam yang selalu ingin mengurusi urusan para murid saja

  • Dry Flower   Terkunci di Gudang

    Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.***"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup

DMCA.com Protection Status