Beranda / Romansa / Dry Flower / Terkunci di Gudang

Share

Dry Flower
Dry Flower
Penulis: Hayanis Kalani

Terkunci di Gudang

Penulis: Hayanis Kalani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-26 15:13:22

Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.

***

"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.

Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.

Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.

Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup penuh gerbang sekolah tersebut, murid laki-laki itu berhasil menerobos yang membuat pak satpam marah-marah dan geleng-geleng kepala.

Bel masuk berbunyi bersamaan dengan murid laki-laki itu yang baru saja sampai di koridor lantai pertama. Mata murid laki-laki itu tidak sengaja melihat beberapa guru yang sedang berjalan menuju ke kelas sambil menenteng beberapa buku.

Murid laki-laki itu mendengus sebal karena kelasnya berada di lantai dua yang mengharuskan dirinya berjalan menaiki tangga yang sangat melelahkan. Kalau saja dirinya mempunyai kekuatan super, mungkin sedari berangkat sekolah dari rumah ia memilih untuk terbang saja, atau kalau bisa berteleportasi.

Jangan jauh-jauh berkhayal seperti di dunia fantasi, apa susahnya, sih, kelasnya dipindahkan di lantai bawah? Setahu murid laki-laki itu, di bawah masih ada ruangan yang kosong.

Brak!

Semua pasang mata yang berada di dalam kelas menatap pintu kelas yang kini terbuka lebar menampilkan murid laki-laki tadi yang baru saja datang dengan napas terengah-engah. Mereka tidak mempersoalkan kenapa murid tersebut datang terlambat, tetapi mereka sedikit agak risih ketika pintu yang tidak berdosa itu membentur dinding dengan kencangnya. Nanti kalau pintunya rusak bagaimana? Yang disalahkan bukan hanya si pelaku, tetapi semua murid di kelas juga yang kena imbasnya. Apalagi kalau mereka harus mengganti rugi, memangnya mereka rela patungan? Bayar yang kas saja susahnya minta ampun.

"Bu Aini belum datang?" tanya murid laki-laki itu sambil berjalan menuju tempat duduknya.

"Bu Aini gak bakal datang. Lagi ada kepentingan keluarga katanya. Tapi kita dikasih tugas bejibun dan harus dikumpulkan hari ini juga," ucap teman sebangku murid itu, Farid.

"Cape-cape gue lari, kalau tahu kayak gini gue mending bolos aja di lapangan sambil main bola."

Meskipun kelas ditinggalkan oleh Bu Aini, tetapi murid-murid tidak bisa berisik apalagi bermalas-malasan karena ternyata Bu Aini mengutus salah satu staf TU untuk mengawasi anak didiknya.

Brian, murid laki-laki yang datang terlambat tadi niatnya mau tidur sampai jam pelajaran selesai, tetapi ia urungkan karena hari ini ia sedang tidak mau mendengar ceramahan dari siapa pun.

***

Jam pelajaran kedua, pelajaran olahraga. Brian memilih untuk mengganti pakaian di toilet karena sekarang jadwal murid perempuan yang berganti pakaian di kelas. Kelasnya memang sengaja membuat jadwal tersebut supaya murid-murid perempuan merasa aman dari tatapan mata para buaya darat.

"Beres, udah gue kunci. Ini baju olahraganya udah gue ambil."

Brian tidak sengaja mendengar empat murid perempuan yang berbisik-bisik sambil tertawa pelan. Awalanya Brian tidak begitu mengindahkan, tapi ia kepikiran tentang perkataan kunci itu. Apa jangan-jangan ada orang yang sedang mereka kurung di suatu ruangan? Brian yakin kalau orang yang dikunci di ruangan itu adalah perempuan.

"Lha?" Brian buru-buru menuju toilet perempuan. Brian mengabaikan beberapa teman laki-lakinya yang meledek Brian yang masuk ke toilet perempuan dengan sembarangan.

Setiap bilik toilet tidak ada satu pun yang terkunci. Brian berjalan keluar kemudian menuju gudang yang tergembok rapat.

Kayaknya di sini, pikir Brian. Ia kemudian mencari sesuatu dari bawah pot bunga, setelah berhasil menemukannya ia segera membuka gembok tersebut dengan menggunakan jepitan rambut hasil curian dari teman sekelasnya beberapa bulan yang lalu.

"Lo kenapa bisa ada di sini?" tanya Brian.

Ternyata benar, ada seseorang yang dikunci di gudang. Untung saja Brian datang. Kalau tidak, sampai besok mungkin orang itu tidak bisa keluar karena gudang ini jarang sekali dibuka. Brian sempat heran kenapa murid-murid perempuan yang tadi bisa membuka gembok ini, atau jangan-jangan mereka sudah tahu trik ilegal membuka gembok tanpa kunci asli?

"Salah masuk ruangan," jawab orang itu pelan.

Brian melipat kedua tangannya. Memangnya ia sebodoh itu sampai orang itu menjawab secara tidak logis?

"Buruan ke luar. Emang lo gak mau ikut pelajaran?"

"Aku gak akan ikut pelajaran olahraga. Aku lupa bawa baju training."

Heran, Brian tidak mengerti kenapa orang itu sedari tadi berbohong kepadanya. Apakah karena orang itu takut pada Brian? Tapi takut karena apa? Padahal Brian tidak kenal dengan orang itu meskipun satu kelas, ia juga tidak pernah jahat padanya seperti yang dilakukan beberapa teman perempuannya.

"Nih, pake aja punya gue!" Brian melemparkan baju olahraganya ke orang itu. Belum juga orang itu menolak Brian sudah kembali bicara. "Buruan pake! Kata Pak Rumi hari ini ulangan praktek. Emang lo gak mau dapat nilai?"

"Tapi kamu gimana?"

"Gak usah peduliin gue, gue bawa baju olahraga yang lain kok." Brian menutup pintu untuk memberikan waktu pada orang itu berganti pakaian.

Tidak berapa lama, orang itu sudah selesai berganti pakaian. Orang itu merasa agak aneh mengenakan pakaian yang kebesaran.

"Ternyata lo kurus banget ya?"

Orang itu sedikit terperanjat karena Brian ternyata menunggu di depan pintu gudang.

"Kok kamu masih ada di sini?" tanya orang itu bingung.

Brian menatap orang itu dengan lekat. Tubuh orang itu memang benar-benar kurus dan sekarang ketika memakai pakaian yang kebesaran tubuhnya seperti seekor kupu-kupu. "Gue mau kunci pintu gudang biar gak ada orang yang curiga."

"Oh." Orang itu bergeser sedikit untuk memberikan ruang pada Brian.

"Makasih ya kamu udah nolongin aku."

"Jangan salah paham," Brian menyimpan kembali jepitan rambut tersebut ke bawah pot, "gue gak nolongin lo. Kan lo yang bilang kalau lo salah masuk ruangan yang satu orang pun gak pernah buka gudang itu. Jadi, lo bisa masuk dari mana?"

"Tadi pintunya kebuka, kok. Mungkin Pak Amat gak tahu kalau aku ada di dalam jadi dikunci, deh."

Brian ingin bertanya lagi kenapa orang itu masuk ke dalam gudang? Memangnya ada keperluan apa? Tapi Brian mengurungkan niatnya dan memilih untuk pergi karena murid-murid yang lain sudah berkumpul di lapangan.

Ah... omong-omong, nama orang itu siapa, ya?

Saat akan menanyakan nama orang itu, tiba-tiba salah satu teman Brian memanggilnya untuk membantu menggotong gawang futsal yang diambil dari ruang peralatan olahraga.

Mata Brian menatap tajam pada murid perempuan yang tadi mengunci orang di gudang. Brian harus memberi pelajaran pada mereka karena menjahili orang yang tidak bersalah. Tapi bagaimana caranya Brian untuk membalas dendam, ya?

Bab terkait

  • Dry Flower   Namanya Fera

    Brian menguap lebar sambil mengubah posisi tidurnya di sebuah sofa butut yang disimpan di loteng sekolah. Hari ini di jam pelajaran keempat Brian memilih membolos untuk tidur siang karena mengantuk gara-gara semalam ia begadang menonton bola sehabis itu bermain game online sampai dini hari.Tangan Brian merogoh saku celananya lalu menatap ponsel yang bergetar, ternyata ada telepon dari Farid. Teman Brian itu mengatakan kalau pelajaran baru saja selesai dan sekarang waktunya jam pulang meskipun bel belum berbunyi.Brian tidak langsung bangun, ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya sampai lima belas menit kemudian ia bangun dalam keadaan yang lumayan segar meskipun kepalanya sedikit pusing.Tas ransel milik Brian masih tertinggal di kelas karena tadi ia berpesan pada Farid untuk membawanya sendiri supaya nanti kalau tidak sengaja berpapasan dengan guru ia pulang tidak membawa tas bisa-bisa ia diinterogasi, apalagi oleh pak satpam yang selalu ingin mengurusi urusan para murid saja

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-26
  • Dry Flower   Tangis

    Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat menyesakkan dada. Entah karena situasinya yang membuat kepala tidak bisa berpikir jernih dan tubuh bergetar ketakutan."Apa betul yang difoto ini kalian berdua?" tanya Pak Anwar setelah beberapa saat terdiam sebentar ketika dua menit yang lalu Brian dan Fera baru saja datang."Betul, Pak," jawab Brian."Kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas seperti itu di sekolah?" Brian dan Fera tidak menjawab."Bapak tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan tindakan yang tidak senonoh? Kalian tidak merasa malu apa?""Maafkan kami, Pak," jawab Brian lagi.Kepala Fera makin menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik helaian rambutnya yang selalu tergerai bebas.Sesuai kesepakatan sepihak dari Brian, ia melarang Fera membuka suara. Jadi, setiap kali Pak Anwar bertanya, maka yang menjawab dan menjelaskan semuanya adalah Brian. Cowok jangkung yang sering berpenampilan acak-acakan itu menganggap kalau ini bukan salah Fera, semua ini adalah salah diriny

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-26
  • Dry Flower   Perantara

    "Lo punya otak gak sih, Bri? Lo bukannya nolong Fera tapi malah menjatuhkan Fera. Lo tau, setelah kejadian ini Fera bakal makin di-bully habis-habisan."Kata-kata Ara terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sudah dua hari sejak kejadian itu, Brian tidak bisa melupakannya. Apalagi mengingat pandangan orang-orang pada Fera tadi, Brian miris melihatnya.Brian juga mendengar kabar kalau Fera dicap sebagai perempuan murahan, rumor yang beredar kalau Fera sebagai wanita penghibur itu makin meyakinkan orang-orang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Setiap orang yang melihat Fera, mereka langsung mencibir Fera dengan kata-kata yang tidak pantas. Fera seharusnya tidak mendapatkan cibiran itu. Harusnya Brian lah yang dikata-katai, karena sebenarnya Brian di sini yang salah. Sekali lagi, Fera hanya korban. Korban!"Gue kasian liat Fera, dia makin dikucilkan."Brian menatap Fera yang sedang menunduk membaca buku sambil bersandar pada dinding. "Terus gue harus gimana, Don?""Lo minta maaf lagi g

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-26
  • Dry Flower   Tidak Ada Kabar

    Sepanjang hari ini Fera terus melamun memikirkan ucapan Bianca hari kemarin. Hati Fera masih merasa bimbang antara harus memaafkan Brian atau tidak. Padahal selama ini Fera seorang yang pemaaf. Tetapi kenapa pada Brian ia sangat sulit berhadapan langsung dan mendengar semua penjelasan Brian?Apakah kali ini Fera harus memberikan kesempatan? Sebenarnya Fera juga tidak mau seperti ini, berlarut-larut marah dalam diam. Fera ingin mencurahkan isi hatinya yang selama ini dipendam sendiri. Fera ingin berbagi kesakitan yang selama ini dirasakannya.Tidak, Fera tidak jahat, tapi ia hanya ingin seseorang mengerti akan apa yang ia rasakan. Ia tidak tahan di-bully oleh orang-orang.Fera memang membutuhkan seseorang untuk menjadi tempat ia bercerita."Fera!" Brian memanggil Fera yang sedang menyimpan sapu dan sekop di bawah tangga.Fera melirik sekilas tanpa menjawab panggilan Brian."Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Brian lagi. "Gue mau minta maaf."Fera masih diam. Ia berlalu meninggalkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-26
  • Dry Flower   Mencari Fera

    "Jadi, kita fix nih ke sananya nanti?" tanya Farid."Iya, tapi kita harus ngajak cewek, soalnya, kan, cewek bawel, pinter ngomong gitu," jawab Fajar."Ngajak siapa? Si Aliyah aja?" tanya Farid lagi."Jangan, mending kita ngajak yang pendiem aja, temannya si Ara tuh, siapa, sih, namanya? Oh ya Leha. Tu cewek mulutnya gak ember gak kayak cewek di kelas kita.... Gimana, Bri? Lo setuju gak?"Brian tidak menjawab. Ia masih memikirkan alamat rumah Fera. Rasa-rasanya alamat rumah Fera itu tidak asing. Brian seperti pernah mendengarnya."Bri, gimana?" tanya Fajar."Apanya?" ucap Brian saat tersadar dari lamunan."Ngeselin lu!"Brian keluar kelas untuk mencari Dio. Farid, Fajar, Bagas dan Doni mendumel karena Brian pergi begitu saja.Dio ternyata berada di ruang OSIS. Ia menghampiri kembarannya, Ara, yang sedang duduk di kursi panjang sambil memasukan beberapa lembar kertas berukuran A4 ke dalam map."Yo, lo yakin itu alamat rumah Fera?" tanya Brian setelah memasuki ruangan OSIS.Setelah waktu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-16
  • Dry Flower   Tertusuk

    Rutinitas Brian selama tiga hari ini yaitu membuntuti Fera (Brian melakukannya setelah ia, Fajar dan Leha mengunjungi rumah Fera. Brian sengaja melakukannya karena masih merasa penasaran tentang gadis tersebut).Dari jam empat subuh sampai jam setengah enam pagi, Brian mengawasi gerak-gerik Fera. Ia juga sudah hafal tempat mana saja yang Fera kunjungi, ya lebih tepatnya tempat Fera mencari uang alias tempat-tempat di mana Fera bekerja.Brian tidak tahu berapa upah yang diberikan tuan rumah. Yang jelas, upah buruh mencuci baju dan piring itu tidaklah banyak. Tetapi Brian heran, kenapa Fera mau bekerja seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di toko saja yang upahnya cukup lumayan?Selama pengintaian, Brian tidak menemukan hal-hal yang aneh, seperti yang pernah dikatakan oleh ibu-ibu penggosip. Brian tahu, Fera itu sungguh perempuan baik-baik hanya lingkungannya saja yang membuat Fera terlihat kotor.Tepat jam enam, Brian berhenti mengawasi Fera. Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-16
  • Dry Flower   Menyelamatkan

    Sepi, gang itu memang sepi. Sepertinya tidak akan ada yang melewati gang tersebut. Daripada menunggu yang tidak pasti, Fera berinisiatif untuk memapah Brylian sampai ke depan gang supaya ada orang yang menolongnya. "Tahan sebentar, Bry. Bentar lagi kita sampe di ujung gang.""Gue udah gak kuat lagi, Fer," ucap Brylian lirih. Dan satu detik kemudian, Brylian jatuh terkulai. "Bry!!!" Fera menjerit. Darah dari tubuh Brylian terus mengalir. Fera tidak tau harus berbuat apa. Otaknya saat panik seperti ini tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis dan menangis. Jarak lima belas meter lagi sampai ke ujung gang. Fera kembali berteriak sampai suaranya parau. Mobil dan motor berlalu lalang. Fera berlari ke ujung gang itu kemudian melambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang melaju. Tapi kendaraan itu tidak ada satupun yang mau berhenti. Fera mengusap air matanya. Ia menyetop sebuah motor bebek. Motor itu berhenti karena pengendaranya kaget melihat Fera y

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-22

Bab terbaru

  • Dry Flower   Menyelamatkan

    Sepi, gang itu memang sepi. Sepertinya tidak akan ada yang melewati gang tersebut. Daripada menunggu yang tidak pasti, Fera berinisiatif untuk memapah Brylian sampai ke depan gang supaya ada orang yang menolongnya. "Tahan sebentar, Bry. Bentar lagi kita sampe di ujung gang.""Gue udah gak kuat lagi, Fer," ucap Brylian lirih. Dan satu detik kemudian, Brylian jatuh terkulai. "Bry!!!" Fera menjerit. Darah dari tubuh Brylian terus mengalir. Fera tidak tau harus berbuat apa. Otaknya saat panik seperti ini tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis dan menangis. Jarak lima belas meter lagi sampai ke ujung gang. Fera kembali berteriak sampai suaranya parau. Mobil dan motor berlalu lalang. Fera berlari ke ujung gang itu kemudian melambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang melaju. Tapi kendaraan itu tidak ada satupun yang mau berhenti. Fera mengusap air matanya. Ia menyetop sebuah motor bebek. Motor itu berhenti karena pengendaranya kaget melihat Fera y

  • Dry Flower   Tertusuk

    Rutinitas Brian selama tiga hari ini yaitu membuntuti Fera (Brian melakukannya setelah ia, Fajar dan Leha mengunjungi rumah Fera. Brian sengaja melakukannya karena masih merasa penasaran tentang gadis tersebut).Dari jam empat subuh sampai jam setengah enam pagi, Brian mengawasi gerak-gerik Fera. Ia juga sudah hafal tempat mana saja yang Fera kunjungi, ya lebih tepatnya tempat Fera mencari uang alias tempat-tempat di mana Fera bekerja.Brian tidak tahu berapa upah yang diberikan tuan rumah. Yang jelas, upah buruh mencuci baju dan piring itu tidaklah banyak. Tetapi Brian heran, kenapa Fera mau bekerja seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di toko saja yang upahnya cukup lumayan?Selama pengintaian, Brian tidak menemukan hal-hal yang aneh, seperti yang pernah dikatakan oleh ibu-ibu penggosip. Brian tahu, Fera itu sungguh perempuan baik-baik hanya lingkungannya saja yang membuat Fera terlihat kotor.Tepat jam enam, Brian berhenti mengawasi Fera. Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap ber

  • Dry Flower   Mencari Fera

    "Jadi, kita fix nih ke sananya nanti?" tanya Farid."Iya, tapi kita harus ngajak cewek, soalnya, kan, cewek bawel, pinter ngomong gitu," jawab Fajar."Ngajak siapa? Si Aliyah aja?" tanya Farid lagi."Jangan, mending kita ngajak yang pendiem aja, temannya si Ara tuh, siapa, sih, namanya? Oh ya Leha. Tu cewek mulutnya gak ember gak kayak cewek di kelas kita.... Gimana, Bri? Lo setuju gak?"Brian tidak menjawab. Ia masih memikirkan alamat rumah Fera. Rasa-rasanya alamat rumah Fera itu tidak asing. Brian seperti pernah mendengarnya."Bri, gimana?" tanya Fajar."Apanya?" ucap Brian saat tersadar dari lamunan."Ngeselin lu!"Brian keluar kelas untuk mencari Dio. Farid, Fajar, Bagas dan Doni mendumel karena Brian pergi begitu saja.Dio ternyata berada di ruang OSIS. Ia menghampiri kembarannya, Ara, yang sedang duduk di kursi panjang sambil memasukan beberapa lembar kertas berukuran A4 ke dalam map."Yo, lo yakin itu alamat rumah Fera?" tanya Brian setelah memasuki ruangan OSIS.Setelah waktu

  • Dry Flower   Tidak Ada Kabar

    Sepanjang hari ini Fera terus melamun memikirkan ucapan Bianca hari kemarin. Hati Fera masih merasa bimbang antara harus memaafkan Brian atau tidak. Padahal selama ini Fera seorang yang pemaaf. Tetapi kenapa pada Brian ia sangat sulit berhadapan langsung dan mendengar semua penjelasan Brian?Apakah kali ini Fera harus memberikan kesempatan? Sebenarnya Fera juga tidak mau seperti ini, berlarut-larut marah dalam diam. Fera ingin mencurahkan isi hatinya yang selama ini dipendam sendiri. Fera ingin berbagi kesakitan yang selama ini dirasakannya.Tidak, Fera tidak jahat, tapi ia hanya ingin seseorang mengerti akan apa yang ia rasakan. Ia tidak tahan di-bully oleh orang-orang.Fera memang membutuhkan seseorang untuk menjadi tempat ia bercerita."Fera!" Brian memanggil Fera yang sedang menyimpan sapu dan sekop di bawah tangga.Fera melirik sekilas tanpa menjawab panggilan Brian."Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Brian lagi. "Gue mau minta maaf."Fera masih diam. Ia berlalu meninggalkan

  • Dry Flower   Perantara

    "Lo punya otak gak sih, Bri? Lo bukannya nolong Fera tapi malah menjatuhkan Fera. Lo tau, setelah kejadian ini Fera bakal makin di-bully habis-habisan."Kata-kata Ara terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sudah dua hari sejak kejadian itu, Brian tidak bisa melupakannya. Apalagi mengingat pandangan orang-orang pada Fera tadi, Brian miris melihatnya.Brian juga mendengar kabar kalau Fera dicap sebagai perempuan murahan, rumor yang beredar kalau Fera sebagai wanita penghibur itu makin meyakinkan orang-orang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Setiap orang yang melihat Fera, mereka langsung mencibir Fera dengan kata-kata yang tidak pantas. Fera seharusnya tidak mendapatkan cibiran itu. Harusnya Brian lah yang dikata-katai, karena sebenarnya Brian di sini yang salah. Sekali lagi, Fera hanya korban. Korban!"Gue kasian liat Fera, dia makin dikucilkan."Brian menatap Fera yang sedang menunduk membaca buku sambil bersandar pada dinding. "Terus gue harus gimana, Don?""Lo minta maaf lagi g

  • Dry Flower   Tangis

    Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat menyesakkan dada. Entah karena situasinya yang membuat kepala tidak bisa berpikir jernih dan tubuh bergetar ketakutan."Apa betul yang difoto ini kalian berdua?" tanya Pak Anwar setelah beberapa saat terdiam sebentar ketika dua menit yang lalu Brian dan Fera baru saja datang."Betul, Pak," jawab Brian."Kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas seperti itu di sekolah?" Brian dan Fera tidak menjawab."Bapak tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan tindakan yang tidak senonoh? Kalian tidak merasa malu apa?""Maafkan kami, Pak," jawab Brian lagi.Kepala Fera makin menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik helaian rambutnya yang selalu tergerai bebas.Sesuai kesepakatan sepihak dari Brian, ia melarang Fera membuka suara. Jadi, setiap kali Pak Anwar bertanya, maka yang menjawab dan menjelaskan semuanya adalah Brian. Cowok jangkung yang sering berpenampilan acak-acakan itu menganggap kalau ini bukan salah Fera, semua ini adalah salah diriny

  • Dry Flower   Namanya Fera

    Brian menguap lebar sambil mengubah posisi tidurnya di sebuah sofa butut yang disimpan di loteng sekolah. Hari ini di jam pelajaran keempat Brian memilih membolos untuk tidur siang karena mengantuk gara-gara semalam ia begadang menonton bola sehabis itu bermain game online sampai dini hari.Tangan Brian merogoh saku celananya lalu menatap ponsel yang bergetar, ternyata ada telepon dari Farid. Teman Brian itu mengatakan kalau pelajaran baru saja selesai dan sekarang waktunya jam pulang meskipun bel belum berbunyi.Brian tidak langsung bangun, ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya sampai lima belas menit kemudian ia bangun dalam keadaan yang lumayan segar meskipun kepalanya sedikit pusing.Tas ransel milik Brian masih tertinggal di kelas karena tadi ia berpesan pada Farid untuk membawanya sendiri supaya nanti kalau tidak sengaja berpapasan dengan guru ia pulang tidak membawa tas bisa-bisa ia diinterogasi, apalagi oleh pak satpam yang selalu ingin mengurusi urusan para murid saja

  • Dry Flower   Terkunci di Gudang

    Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.***"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup

DMCA.com Protection Status