"Cih, buat apa, sih? Uangmu nggak akan habis untuk benerin tuh goresan," decih Irvan membuat Abi kesal.
"Aku nggak masalahin uang, hanya butuh permohonan maaf darinya." Irvan menyerah, sahabat satunya ini kalau sudah kekeh bilang A nggak bisa dibujuk suruh B. Keduanya lalu melanjutkan perjalanan kembali menuju tempat tujuannya. Rania berhenti tepat di halaman kos tetangga. Dia harus sedikit menuntun motor untuk masuk ke wilayah kosnya melalui gang sempit. Sesuai peraturan, mesin motor harus dimatikan supaya tidak mengganggu kenyamanan penghuninya. "Nia..., kamu bawa motor siapa?!" teriak histeris Cika di ambang pintu rumah berlantai satu yang menjadi tempat tinggalnya juga Rania. Rumah sederhana tetapi bersih dan asri memiliki taman kecil di bagian depan. Rumah khusus untuk kos putri berisi sepuluh kamar berukuran 3x3 sebanyak enam kamar dan sisanya berukuran lebih luas lagi. "Sstt, jangan teriak-teriak, Ci. Malu-maluin aja, dikira orang nanti aku bawa motor curian.""Sstt, jangan teriak-teriak, Ci. Malu-maluin aja, dikira orang nanti aku bawa motor curian.""Hush, kamu malah ngomong jelek gitu, sih."Rania memarkir motornya berjajar rapi dengan motor milik teman kos lainnya. Ada juga motor Cika tepat di sebelahnya."Gila, Nia! Motorku kalah bagus, nih.""Hmm, ini bukan motorku, Ci. Aku cuma dipinjami. Nanti malam juga sudah diambil balik," ungkap Rania santai sembari mengangkat cooler bag berisi susu murni."Sini aku bantuin! Kamu sudah bawa tas punggung pasti berat." Rania mengulas senyum. Tak lupa berterima kasih pada teman kosnya sekaligus sahabat di kampusnya itu. Suka duka sudah mereka alami bersama selama hampir mau empat semester. Sahabat yang selalu mengingatkan supaya Rania tidak terlalu lelah bekerja part time dan lebih fokus dengan belajar. Namun Rania tak mengindahkan, dengan dalih dia sangat butuh uang untuk membayar hutang, terutama hutangnya pada sosok yang ditakutinya di kampus."Sebentar lagi aku berangkat, Nia. Mau aku anterin s
"Selamat datang di kafe Ceria, kafe romantis untuk kawula muda."Rania memasang senyum semanis madu dengan suara dibuat semerdu seruling, tetapi apa daya sedikit malu masih dirasanya."Ehmm, sepertinya kita pernah bertemu Nona?""Eh." Rania gelagapan mendengarnya. Wajahnya tampak mengingat-ingat sesuatu tetapi tak juga ketemu siapa sosok di hadapannya sekarang. Dua laki-laki salah satu masih berpakaian olahraga lengkap dengan sepatu dan menenteng tas berisi raket. Sementara itu, satunya lagi memakai celana denim dan kemeja kasual serta sneakers hitam menghiasi kakinya.Tak bisa berbohong, Rania sempat takjub melihat paras laki-laki yang menyapanya duluan. Tampan iya, pesonanya tak kalah dengan Agha. Postur tubuh sedikit lebih tinggi Agha, karena tinggi Rania melebihi pundaknya. Mengenai parfum, fix pasti sama mahalnya dengan parfum milik Agha. Hanya saja aromanya mint lebih segar. Rania pun menyukainya. Dia bisa mengenal macam-macam parfum dari Cika. Sahabatnya itu suka membelikan par
"Ada apa, Ra? Kamu ada masalah dengannya?" Masih dalam posisi duduk, Agha bertanya pada Rania layaknya petugas sedang menginterogasi."Hmm, itu, Mas. Tadi aku nggak sengaja menyenggol motornya sampai lecet. Dia mau aku bertanggung jawab. Tapi beneran aku nggak tahu kejadiannya. Jadi, aku nggak berhenti," ucap Rania sembari tertunduk merasa bersalah."Mas minta ganti rugi?" Nada tegas reflek keluar dari mulut Agha."Nggak perlu. Dia sudah minta maaf, jadi impas," balas Abi penuh percaya diri."Itu motor saya. Kalau minta ganti rugi, Mas bisa hubungi saya!"Abi mengangguk dan tidak mempermasalahkan lagi goresan di motornya.Masing-masing pelanggan di dua meja berdekatan itu telah mendapatkan pesanan. Rania kembali ke counter minuman untuk menggantikan sementara temannya yang izin ke toilet.Abi terlihat menikmati pesanan yang baru saja disuguhkan. Ini kali pertama dia diajak Irvan mengunjungi kafe Ceria. Setelah studinya di Eropa selesai, Abi kembali mengabdi di tanah air hingga rezekin
Bab 10Detik berlalu makin cepat tergerus oleh menit hingga menit berlalu termakan oleh jam. Suasana ruang kuliah tampak riuh saat pelajaran Linguistik berlangsung. Pasalnya, mahasiswa mendapat tugas meneliti tentang cara berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus.Ya, Rania mengambil jurusan sastra Indonesia sejak dua tahun yang lalu. Dia memiliki hobi membaca dan menulis, meski baru sebatas menulis di buku harian. Itupun sesekali saja, saat kesedihan yang tak terbendung melandanya.Baginya meluapkan segala emosi dalam bentuk tulisan mampu menyembuhkan luka yang tanpa disadari sedikit banyak menyayat hati. Rania teringat pesan seseorang di masa lalunya. Laki-laki yang meninggalkan kenangan sebuah tali rambut keropi beserta buku harian itu untuknya. "Jangan biarkan kesedihan menggerogoti hatimu. Ungkapkan resahmu dalam buku ini!" ucapnya kala itu.Senyum mengembang di bibir Rania setiap mengingat masa itu. Bayangan wajah laki-laki itu sungguh tidak bisa diingatnya. Tidak ada foto
Bab 11 MenyebalkanMasih dengan perasaan dongkol, Rania menarik napas panjang. Netranya memicing ke arah meja di sudut ruangan, ada papan nama, Dr. Abimanyu Nareswara. Namanya seperti tidak asing di benaknya. Setelah kepergian laki-laki yang dipanggil Abi itu, Rania fix menaruh dendam padanya. Bisa-bisanya laki-laki itu tidak bisa membaca bahasa tubuhnya.Benar adanya, bagi laki-laki, perempuan seringkali dipandang tidak jelas atau suka berputar-putar daripada langsung mengarah ke apa yang dimaksud. Kadang-kadang seorang laki-laki merasa seakan-akan dia disuruh menebak-nebak apa yang diinginkan si perempuan, atau dia diminta menjadi seorang pembaca pikiran.Ya, sepertinya Rania sia-sia saja mengandalkan kontak matanya untuk meminta pertolongan laki-laki yang baru pertama kali ditemuinya semalam di kafe. Pertemuan pertama yang buruk, karena terjadi adu pandang dan adu mulut dengan Agha.Satu-satunya harapan kini hanyalah membela diri sekuat tenaga jika monster di hadapannya kini mengaun
Bab 12 Memuaskan"Aku dengar kamu ada job baru sekarang?" cibir Almira."Apa maksudmu?" Rania bertanya balik dengan sorot mata mengharap jawaban."Apa sepupuku juga salah satu korbanmu, huh?" Rania tercengang mendengarnya. Dia menoleh ke kanan kiri berharap tidak ada orang lain yang menangkap pembicaraan mereka."Jaga bicaramu, Al! Kalian tidak punya bukti apa-apa hingga menuduhku seperti itu.""Haha, bukti?! Jelas-jelas Sherly dan Manda lihat malam akhir pekan lalu kamu diantar Pak Herman. Benar begitu, bukan? Tidak usah mengelak, kalian sama-sama menjalin hubungan mutualisme. Ada yang butuh uang dan ada yang butuh kesenangan."Memilih pergi, Rania tidak ingin meladeni mereka yang berujung ricuh. Merasa Rania tak acuh, Almira kesal setengah mati. Dia tidak rela kalau sepupunya memberi perhatian lebih pada gadis yang dianggapnya pesaing dalam hal prestasi sejak.di bangku sekolah hingga di kampus."Lihat saja, Nia. Aku akan membuktikan kalau kamu wanita yang tidak pantas untuk sepupuku.
Bab 13"Kamu bekerja melayani saya!" "Hah?" Mata Rania membola, kenapa tidak di kampus atau di luar kampus tawaran macam ini yang didapatnya. "Saya bisa memberi berapa yang kamu butuhkan, bahkan saya bisa memberi bonus tambahan jika pelayanannya memuaskan." Rania tercengang mendengarnya."Tapi, Pak. Saya....""Saya yakin kamu tidak akan menolaknya kalau sudah memulainya." Rania heran kenapa bosnya begitu yakin dirinya mau menerima pekerjaan ekstra itu. Apa boleh buat, Rania sedang dalam keadaan sulit dan tertekan. Memilih merenungkan dalam sehari, dia berharap keputusannya tidak buruk. Bekerja dengan bos yang sudah dikenalnya tidak lebih buruk dibanding memuaskan Pak Herman yang belum dikenalnya."Beri saya waktu sehari untuk memutuskannya, Pak!""Ya, saya tunggu jawabannya besok. Jika kamu siap, maka kita mulai besok malam."Rania tertegun, secepat itukah dia akan bekerja dan mendapatkan uang yang diinginkan. Namun, pikiran warasnya masih bekerja. Bagaimana dengan orang tuanya jika
Bab 14Mentari bersinar menyambut pagi yang cerah. Secerah hati Rania hari ini yang sejenak melupakan panggilan dari Sari semalam. Gegas dia mematut diri di cermin dengan stelan andalan ke kampusnya, apalagi kalau bukan tunik floral. Sampai detik ini, Rania bernapas lega sudah menjadi mahasiswi menginjak semester 4. Sudah setengah perjalanan meraih impiannya.Rania menjadi salah satu mahasiswi yang aktif di kelas dan juga sering ikut event lomba seperti lomba menulis. Belum banyak memang predikat juara yang diperolehnya. Namun, dia tetap semangat dengan impiannya menjadi pengajar sekaligus penulis. Sederhana saja, alasan Rania masih sama yakni termotivasi oleh seseorang di masa lalunya. Ares seorang mahasiswa yang dulu KKN di kampungnya, kini tidak diketahui di mana keberadaannya.Meskipun sekarang sedang dekat dengan Agha, Rania tetap menyimpan nama Ares di lubuk hati terdalamnya. Laki-laki sederhana yang mampu mengubah hidupnya. Semangat yang diberikannya membuat kepercayaan diri Ran