Beranda / Romansa / Dosenku Suamiku / Bab 5 Anak Perwira vs Penjual Susu

Share

Bab 5 Anak Perwira vs Penjual Susu

Penulis: D Lista
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-05 00:34:41

"Yuk, Mas!" Agha melihat Rania membawa cooler bag. Hatinya amat tersentuh saat melihat semangat gadis yang berselisih lebih dari lima tahun dengan usianya. 

"Ra, kamu nggak masalah kuliah sambil kerja?" 

"Memangnya kenapa, Mas?"

"Aku khawatir kamu nggak bisa atur waktu. Nanti kuliahmu justru terbengkalai." Rania duduk sebentar di samping Agha dengan memberi jarak cooler bag di tengahnya, karena kursi yang tersedia lumayan panjang.

"Nggak gitu juga, Mas. Aku malah bisa latihan wirausaha. Kan di kampus ada mata kuliah kewirausahaan sekarang." Rania menjelaskan dengan wajah sumringah.

"Ya sudah, yang penting fokus pada kuliahmu biar cepat lulus dan...." Agha menjeda kalimatnya. Dia tak yakin kalimat selanjutnya akan membuat Rania senang mendengarnya.

"Dan bisa kerja lalu dapat uang banyak," sambung Rania seraya tertawa renyah. Agha sedikit kecewa ternyata kalimat lanjutannya beda dengan yang dipikirkan Rania.

"Kenapa, Mas?"

"Haha, iya iya dapat uang banyak biar cepat kaya raya lalu lupa sama aku."

"Ishh, enggaklah. Pak polisi selalu di hati semua orang."

"Yang penting aku selalu di hatimu, Ra," ucap Agha tentunya hanya tertahan di dalam hati.

Ehm,hmm.

Suara deheman memaksa mereka menghentikan gelak tawa. Rania terkejut lantas berdiri dan membungkukkan badan. Ada Bu Sastro yang baru datang, sepertinya ingin membeli susu juga.

"Agha, kamu sudah pantas untuk menikah. Buruan menikah biar dicarikan calon sama bapakmu. Kalau sudah menikah nanti nggak akan ada perempuan yang mengusikmu." Ucapan sinis Bu Sastro bisa dipahami Rania kalau perempuan yang dimaksud mengusik adalah dirinya. Namun sebisa mungkin Rania tetap bersikap sopan. Kenyataannya memang dirinya sering merepotkan Agha untuk memboncengkannya saat sama-sama balik ke Yogya.

"Iya pasti, Budhe. Masak iya ponakan budhe yang ganteng ini disuruh jomblo seumur hidup. Nantilah aku minta Bapak melamar gadis."

"Jangan lupa gadis yang sesuai bebet, bobot, dan bibitnya. Cantik saja nggak ada jaminan untuk memenuhi ketiganya. Bapakmu banyak relasinya, anak perwira masak menikah dengan gadis kampung jualan susu," seloroh Bu Sastro terang-terangan sembari melirik sinis Rania.

"Jangan begitu, Budhe!"

 

"Ah, sudahlah! Sana buruan berangkat biar nggak kena sanksi terlambat!"

 

Rania hanya meneguk ludahnya. Sudah seringkali ucapan menyakitkan masuk ke telinganya hingga menyayat relung hati. Mengekori Agha yang menuju motor, Rania mengelus dadanya. Benar saja apa yang dibilang Bu Sastro. Mana pantas dia bersanding dengan anak perwira yang juga seorang anggota kepolisian. Biasanya polisi dapat pasangan tak jauh dari profesinya. 

 

"Ah, sudahlah Rania kuburlah mimpimu dalam-dalam agar kamu tidak merasa menjadi orang yang menyedihkan."

 

"Ra, jangan terlalu diambil hati omongan budhe! Beliau memang suka ceplas ceplos begitu," ujar Agha membuat Rania tersenyum kecut. 

 

"Andai kamu tahu sikap Bu Sastro yang memaki ibuku dua tahun yang lalu, Mas. Pasti kamu nggak akan terima budhemu menindas keluargaku. Bahkan sampai saat ini hati Bu Sastro masih sehitam arang. Gunung kapur pun tak sanggup mengubah warnanya."

 

Keduanya bersiap melanjutkan perjalanan. Dengan diawali doa, Agha mulai menstater motornya. Sempat terjadi perdebatan awal karena Agha menginginkan cooler bag di depan, sedangkan Rania sebaliknya. Lantas Rania meletakkan tas punggungnya di dada untuk pembatas antara dirinya dan punggung tegap Agha.

 

"Pegangan yang benar, kalau mengantuk bilang. Kalau takut juga jangan diam saja!"

 

"Iya-iya, tumben cerewet sih, Mas."

 

Agha tidak menjawab, hanya seulas senyum mengembang di bibirnya saat melihat wajah kesal Rania dari kaca spion.

 

Agha mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi tepat setelah masuk jalan raya. Dia tidak mengindahkan peringatan Rania untuk berhati-hati. Alhasil, Rania pasrah membonceng motor dengan mendekap erat tas punggungnya sembari berpegangan kuat pada jaket yang dikenakan pengemudinya. Sesekali Rania memejamkan mata, merapalkan doa keselamatan untuk keduanya.

 

"Astaghfirullah, jadi begini kalau polisi mengejar pengemudi motor yang suka lari dari kejaran polisi. Pantas saja mereka sering tertangkap. Polisinya naik motor sat set, nikung sana sini pandai melewati celah bahkan lalu lintas sepadat apapun. Motor meliuk ke kanan kiri mencari jalan hingga awalnya di baris belakang sekarang bisa di baris paling depan saat lampu merah menyala.

 

Rania menarik napas berkali-kali masih diiringi dengan istighfarnya. Jantungnya pun tak kalah berdetak hebat saat di tengah perjalanan motor yang ditumpanginya tadi menyalip bus besar. 

 

"Yakinlah aku membawamu sampai tempat tujuan dengan selamat! Jangan pernah membiarkan hatimu meragu!"

 

"Hmm. Ya." Dengan suara bergetar, Rania membenarkan sedikit posisinya biar nyaman karena sempat terdorong maju setelah Agha mengerem mendadak.

 

"Selamat di jalan iya, tapi jantungku nggak aman, Mas," sesalnya dalam hati meski senang bisa berangkat bersama untuk pertama kali sampai Yogya. Biasanya Rania minta diturunkan di jalan raya lalu naik bus. Kali ini Agha tidak membiarkannya naik bus, alasannya khawatir kualitas susu yang dibawa menjadi tidak bagus. Hanya sebuah alasan klasik, sesungguhnya ada bunga-bunga yang mekar di dalam hatinya.

 

Tidak sampai dua jam Rania sudah sampai di markas Agha. Semacam asrama untuk tempat tinggal para anggota kepolisian. Rania merasa seperti wanita di sarang penyamun. Malu jelas iya, disana banyak pasang mata melihat kedatangannya. Semua kaum adam tengah bersiap dengan pakaian seragamnya. Hanya dia sendiri dari golongan kaum hawa yang berada disana.

 

Membungkukkan sedikit badannya, Rania memberi tanda menyapa mereka.

 

"Nggak usah terlalu hormat, mereka bisa ngelunjak!" larang Agha.

 

"Selamat datang, Kapten! Waktu upacara sebentar lagi dimulai." Rania terkesiap melihat dengan sigapnya beberapa orang di depannya berbaris rapi dan memberi hormat pada laki-laki di sampingnya. Dia mengernyitkan dahi seraya menatap Agha dari ujung kepala hingga ujung kaki.

 

"Kapten? Apa posisi Mas Agha atasan mereka?" Rania tertunduk malu, semakin minder dibuatnya. Dia tidak tahu menahu pangkat di anggota kepolisian.

 

Bab terkait

  • Dosenku Suamiku   Bab 6 Gara-Gara Motor

    "Kapten? Apa posisi Mas Agha atasan mereka?" Rania tertunduk malu, semakin minder dibuatnya. Dia tidak tahu menahu pangkat di anggota kepolisian. Dia bisa melihat berbagai badge terpasang di seragam orang-orang yang berdiri tegap di depan Agha. Ada tanda balok berwarna emas tersemat di sana. Namun Rania jelas tidak bisa menemukan tanda itu di pakaian Agha, karena belum memakai seragam. Mencoba mengingat-ingat saat bertemu di Polda, Rania menyayangkan dirinya saat itu tidak fokus melihat badge pada seragam yang dipakai Agha."Mas, Mas Agha jabatannya apa sih?" bisiknya sembari mendekat. Agha sedikit merendahkan badannya, karena tinggi Rania hanya sebatas pundaknya."Nggak usah tahu, Ra, kalau itu hanya akan membuatmu menjauh dariku," balasnya dengan tak kalah berbisik.Deg,"Perasaan macam apa ini? Kenapa aku jadi segugup ini.""Ckk, menyebalkan. Kita juga nggak sedekat itu kali," gerutu Rania yang disambut gelak tawa Agha."Yang pasti kita tetangga dekat," bisiknya lagi ditelinga Rani

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Dosenku Suamiku   Bab 7 Pernah Bertemu

    "Sstt, jangan teriak-teriak, Ci. Malu-maluin aja, dikira orang nanti aku bawa motor curian.""Hush, kamu malah ngomong jelek gitu, sih."Rania memarkir motornya berjajar rapi dengan motor milik teman kos lainnya. Ada juga motor Cika tepat di sebelahnya."Gila, Nia! Motorku kalah bagus, nih.""Hmm, ini bukan motorku, Ci. Aku cuma dipinjami. Nanti malam juga sudah diambil balik," ungkap Rania santai sembari mengangkat cooler bag berisi susu murni."Sini aku bantuin! Kamu sudah bawa tas punggung pasti berat." Rania mengulas senyum. Tak lupa berterima kasih pada teman kosnya sekaligus sahabat di kampusnya itu. Suka duka sudah mereka alami bersama selama hampir mau empat semester. Sahabat yang selalu mengingatkan supaya Rania tidak terlalu lelah bekerja part time dan lebih fokus dengan belajar. Namun Rania tak mengindahkan, dengan dalih dia sangat butuh uang untuk membayar hutang, terutama hutangnya pada sosok yang ditakutinya di kampus."Sebentar lagi aku berangkat, Nia. Mau aku anterin s

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Dosenku Suamiku   Bab 8 Kafe

    "Selamat datang di kafe Ceria, kafe romantis untuk kawula muda."Rania memasang senyum semanis madu dengan suara dibuat semerdu seruling, tetapi apa daya sedikit malu masih dirasanya."Ehmm, sepertinya kita pernah bertemu Nona?""Eh." Rania gelagapan mendengarnya. Wajahnya tampak mengingat-ingat sesuatu tetapi tak juga ketemu siapa sosok di hadapannya sekarang. Dua laki-laki salah satu masih berpakaian olahraga lengkap dengan sepatu dan menenteng tas berisi raket. Sementara itu, satunya lagi memakai celana denim dan kemeja kasual serta sneakers hitam menghiasi kakinya.Tak bisa berbohong, Rania sempat takjub melihat paras laki-laki yang menyapanya duluan. Tampan iya, pesonanya tak kalah dengan Agha. Postur tubuh sedikit lebih tinggi Agha, karena tinggi Rania melebihi pundaknya. Mengenai parfum, fix pasti sama mahalnya dengan parfum milik Agha. Hanya saja aromanya mint lebih segar. Rania pun menyukainya. Dia bisa mengenal macam-macam parfum dari Cika. Sahabatnya itu suka membelikan par

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Dosenku Suamiku   Bab 9 Ganti Rugi

    "Ada apa, Ra? Kamu ada masalah dengannya?" Masih dalam posisi duduk, Agha bertanya pada Rania layaknya petugas sedang menginterogasi."Hmm, itu, Mas. Tadi aku nggak sengaja menyenggol motornya sampai lecet. Dia mau aku bertanggung jawab. Tapi beneran aku nggak tahu kejadiannya. Jadi, aku nggak berhenti," ucap Rania sembari tertunduk merasa bersalah."Mas minta ganti rugi?" Nada tegas reflek keluar dari mulut Agha."Nggak perlu. Dia sudah minta maaf, jadi impas," balas Abi penuh percaya diri."Itu motor saya. Kalau minta ganti rugi, Mas bisa hubungi saya!"Abi mengangguk dan tidak mempermasalahkan lagi goresan di motornya.Masing-masing pelanggan di dua meja berdekatan itu telah mendapatkan pesanan. Rania kembali ke counter minuman untuk menggantikan sementara temannya yang izin ke toilet.Abi terlihat menikmati pesanan yang baru saja disuguhkan. Ini kali pertama dia diajak Irvan mengunjungi kafe Ceria. Setelah studinya di Eropa selesai, Abi kembali mengabdi di tanah air hingga rezekin

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-31
  • Dosenku Suamiku   Bab 10 Pelayan

    Bab 10Detik berlalu makin cepat tergerus oleh menit hingga menit berlalu termakan oleh jam. Suasana ruang kuliah tampak riuh saat pelajaran Linguistik berlangsung. Pasalnya, mahasiswa mendapat tugas meneliti tentang cara berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus.Ya, Rania mengambil jurusan sastra Indonesia sejak dua tahun yang lalu. Dia memiliki hobi membaca dan menulis, meski baru sebatas menulis di buku harian. Itupun sesekali saja, saat kesedihan yang tak terbendung melandanya.Baginya meluapkan segala emosi dalam bentuk tulisan mampu menyembuhkan luka yang tanpa disadari sedikit banyak menyayat hati. Rania teringat pesan seseorang di masa lalunya. Laki-laki yang meninggalkan kenangan sebuah tali rambut keropi beserta buku harian itu untuknya. "Jangan biarkan kesedihan menggerogoti hatimu. Ungkapkan resahmu dalam buku ini!" ucapnya kala itu.Senyum mengembang di bibir Rania setiap mengingat masa itu. Bayangan wajah laki-laki itu sungguh tidak bisa diingatnya. Tidak ada foto

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-16
  • Dosenku Suamiku   Bab 11 Menyebalkan

    Bab 11 MenyebalkanMasih dengan perasaan dongkol, Rania menarik napas panjang. Netranya memicing ke arah meja di sudut ruangan, ada papan nama, Dr. Abimanyu Nareswara. Namanya seperti tidak asing di benaknya. Setelah kepergian laki-laki yang dipanggil Abi itu, Rania fix menaruh dendam padanya. Bisa-bisanya laki-laki itu tidak bisa membaca bahasa tubuhnya.Benar adanya, bagi laki-laki, perempuan seringkali dipandang tidak jelas atau suka berputar-putar daripada langsung mengarah ke apa yang dimaksud. Kadang-kadang seorang laki-laki merasa seakan-akan dia disuruh menebak-nebak apa yang diinginkan si perempuan, atau dia diminta menjadi seorang pembaca pikiran.Ya, sepertinya Rania sia-sia saja mengandalkan kontak matanya untuk meminta pertolongan laki-laki yang baru pertama kali ditemuinya semalam di kafe. Pertemuan pertama yang buruk, karena terjadi adu pandang dan adu mulut dengan Agha.Satu-satunya harapan kini hanyalah membela diri sekuat tenaga jika monster di hadapannya kini mengaun

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-16
  • Dosenku Suamiku   Bab 12 Memuaskan

    Bab 12 Memuaskan"Aku dengar kamu ada job baru sekarang?" cibir Almira."Apa maksudmu?" Rania bertanya balik dengan sorot mata mengharap jawaban."Apa sepupuku juga salah satu korbanmu, huh?" Rania tercengang mendengarnya. Dia menoleh ke kanan kiri berharap tidak ada orang lain yang menangkap pembicaraan mereka."Jaga bicaramu, Al! Kalian tidak punya bukti apa-apa hingga menuduhku seperti itu.""Haha, bukti?! Jelas-jelas Sherly dan Manda lihat malam akhir pekan lalu kamu diantar Pak Herman. Benar begitu, bukan? Tidak usah mengelak, kalian sama-sama menjalin hubungan mutualisme. Ada yang butuh uang dan ada yang butuh kesenangan."Memilih pergi, Rania tidak ingin meladeni mereka yang berujung ricuh. Merasa Rania tak acuh, Almira kesal setengah mati. Dia tidak rela kalau sepupunya memberi perhatian lebih pada gadis yang dianggapnya pesaing dalam hal prestasi sejak.di bangku sekolah hingga di kampus."Lihat saja, Nia. Aku akan membuktikan kalau kamu wanita yang tidak pantas untuk sepupuku.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-16
  • Dosenku Suamiku   Bab 13 Gunjingan

    Bab 13"Kamu bekerja melayani saya!" "Hah?" Mata Rania membola, kenapa tidak di kampus atau di luar kampus tawaran macam ini yang didapatnya. "Saya bisa memberi berapa yang kamu butuhkan, bahkan saya bisa memberi bonus tambahan jika pelayanannya memuaskan." Rania tercengang mendengarnya."Tapi, Pak. Saya....""Saya yakin kamu tidak akan menolaknya kalau sudah memulainya." Rania heran kenapa bosnya begitu yakin dirinya mau menerima pekerjaan ekstra itu. Apa boleh buat, Rania sedang dalam keadaan sulit dan tertekan. Memilih merenungkan dalam sehari, dia berharap keputusannya tidak buruk. Bekerja dengan bos yang sudah dikenalnya tidak lebih buruk dibanding memuaskan Pak Herman yang belum dikenalnya."Beri saya waktu sehari untuk memutuskannya, Pak!""Ya, saya tunggu jawabannya besok. Jika kamu siap, maka kita mulai besok malam."Rania tertegun, secepat itukah dia akan bekerja dan mendapatkan uang yang diinginkan. Namun, pikiran warasnya masih bekerja. Bagaimana dengan orang tuanya jika

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-17

Bab terbaru

  • Dosenku Suamiku   Bab 42 Surprise (TAMAT)

    Bab 42 Surprise (Tamat) "Mas Agha, kenapa beliau yang datang?""Hah, aku juga nggak tahu, Ra.""Ishh, bohong kamu, Mas."Agha berusaha lari ke dapur untuk menghindar sebelum kena timpuk Rania.Di sinilah saat ini, dua keluarga yang saling bersua untuk satu tujuan baik yakni menyatukan dua insan yang awalnya bersepakat dengan sebuah perjanjian. Ruang tamu berisi keluarga Abi dan juga Pak Joko sebagai tuan rumah. Sementara itu, Rania duduk dengan kursi terpisah, karena kursi kayu yang mengisi ruang tamu terbatas.Setelah basa-basi perkenalan, papa Abi mengutarakan maksud kedatangan keluarganya untuk melamar Rania.Seketika Rania tersentak, sekilas beradu pandang dengan Abi, lalu memutus kontak dengan mengalihkan netra kearah sang bapak. "Maaf, izinkan saya berbicara berdua dengan Pak Abi," mohon Rania dengan menangkupkan kedua tangannya.Mama Abi yang semula berbinar wajahnya sedikit meredup. Ada sorot khawatir jika Rania akan menolak. Namun, Rania memberikan senyuman sekilas membuat h

  • Dosenku Suamiku   Bab 41 Mengejutkan

    Bab 41 Mengejutkan Netranya menangkap sosok laki-laki berperawakan tinggi memakai topi dan kaca mata hitam sedang melambaikan tangan ke arahnya. "Mas Ares. Benarkah itu Mas Ares?" lirihnya.Jantung Rania berdegup kencang. Namun, sedetik kemudian dia menyadari bahwa laki-laki itu bukan Ares, melainkan Agha.Ya, Agha memang berjanji menjemputnya bersamaan dengan Ares yang mengirimkan pesan akan menjemput juga. Alhasil, Rania tidak menolak keinginan satupun dari mereka."Mas Agha?" sapa Rania dengan memasang wajah ceria, meskipun sedikit kaku. Dia tak mau ketahuan sedang memikirkan seseorang yang ditunggunya. Agha menjawab salam dari Rania lalu mengulas senyum yang mengembang."Apa kabar? Kamu tambah cantik, Ra.""Ishh, nggak usah nggombal." Agha pun tergelak."Lama nggak ketemu. Mas apa kabar?""Baik. Ayo, masuk mobil dulu! Nanti ceritanya dilanjutkan lagi sambil jalan.""Ya, Mas." Rania tidak fokus dengan obrolan Agha selanjutnya, justru pandangannya berkeliaran sibuk mencari Ares. Pe

  • Dosenku Suamiku   Bab 40 Aku Pulang, Pak, Bu

    Bab 40 Aku Pulang, Pak, Bu.Waktu tak terasa bergulir begitu cepat, hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Terhitung sudah hampir 11 bulan Rania dan teman-temannya mengabdi di Austria. Rania hanya sekali berkirim pesan pada Ares dan mendapat balasan panjang lebar enam bulan lalu. Dia urung mengirim kembali, setelah melihat ares berganti profil WA dengan foto gadis kecil. Rania mengira pasti itu foto anaknya. Setitik nyeri itu hadir, dia harus menelan pil pahit. Seseorang yang diharapkan merengkuhnya kembali untuk bangkit ternyata sudah punya keluarga kecil. "Ah, payahnya diriku. Kenapa harus berharap pada manusia. Pada akhirnya kecewa yang kurasa." Hari ini, dia harus menghadiri acara perpisahan dengan pihak kampus yang mengadakan progam mengajar untuk anak WNI di Klagenfurt dan Vienna. Dalam acara nanti, panitia akan memberikan penghargaan pada mahasiswa yang telah sukarela melaksanakan tugasnya.Malam tiba, sambutan dari ketua panitia membuka acara pelepasan tim sukarela

  • Dosenku Suamiku   Bab 39 Kontak

    Bab 39 Kontak"Ya, Mas. Sini nomernya kasih catatan di sini ya!""Kenapa nggak langsung diketik di ponsel?""Hmm, saya nggak bawa ponsel," kilahnya.Menggenggam secarik kertas, Rania sedikit gemetar membukanya sesaat setelah sampai di dorm. Dia memastikan teman satu kamarnya tidak melihat karena memang belum pulang dari bertugas mengajar. Gegas Rania menyalin nomer itu di buku catatan kecilnya.Kata hatinya menyuruh demikian, karena bisa jadi mahasiswa yang tadi menemuinya tidak akan mengulang hal yang sama. Rania berniat membeli ponsel akhir pekan ini. Dia perlu menghubungi dosen dikampusnya terkait mata kuliah yang dikerjakannya secara daring. Merebahkan badan di ranjang, Rania menatap langit-langit kamar. Pendingin ruangan segera dinyalakannya untuk mengurangi udara yang semakin terasa panas."Bapak, Ibu, Sari. Kalian apa kabar di sana? Semoga sehat-sehat semua. Kenapa beberapa hari ini mimpiku selalu tentang bapak. Mas Agha juga lagi bertugas, aku nggak bisa mendapat informasi lag

  • Dosenku Suamiku   Bab 38 Kenangan Itu

    Bab 38 Kenangan ituSejak mengetahui berita skandal yang dialami Rania, Abi diserang sakit kepala yang amat sering. Sepertinya, sakit itu terkait dengan ingatannya yang sempat hilang pasca kecelakaan. Dia memutuskan cuti untuk melakukan pengobatan terapi atas saran dari Irvan sahabatnya. Kedua orang tuanya pun mendukung untuk melakukan terapi di Semarang agar keluarga bisa memantau.Selain itu, mamanya juga tidak lagi memaksa Abi segera menikah mengingat kondisi kesehatannya kurang stabil. Selama empat minggu, Abi baru selesai menjalani terapi dengan Irvan dan didampingi psikiater di RS kota Semarang, kini sedikit demi sedikit ingatannya mulai pulih. Tentang sosok gadis kecil di masa lalu, dia mulai bisa mengingatnya bahwa dulu pernah menolong seorang gadis dan mendampingi pemulihan psikisnya selama sebulan. Kini dia baru mengaktifkan kembali ponselnya setelah terapi selesai. Begitu ponsel diaktifkan, tak terhingga pesan masuk membuatnya menggelengkan kepala. Namun, ada satu pesan yan

  • Dosenku Suamiku   Bab 37 di Wörthersee

    Bab 37 di WörtherseeDisinilah Rania mengerucutkan bibir, duduk bersama Agha ditemani dua cangkir coklat panas di Lounge bandara. Aroma coklat yang menguar menggoyangkan lidah untuk dicicipi. Namun, ego Rania melarang menyentuh minuman lezat itu.Secangkir coklat menemani dalam keheningan. Asap mengepul, aroma menguar, mengundang kerinduan. "Aku rindu menyantapnya bersamamu, seperti saat di kafe dulu. Kurasa sebentar lagi coklat ini akan dingin, sedingin hatimu padaku akhir-akhir ini. Sudahi main petak umpetnya, kamu nggak bakat bersembunyi dariku, Ra.""Mas!" Agha tergelak, melihat ekspresi kesal Rania sungguh terlihat lucu."Baiklah, aku yang salah. Jangan menyalahkan Cika! Aku yang memaksanya. Aku hanya ingin...."Suara Agha terjeda saat melihat perubahan ekspresi Rania mulai memudar kesalnya."Aku ingin minta maaf, untukku, juga keluargaku. Kamu tidak seharusnya melakukan ini, Ra. Kamu nggak harus pergi jauh," bujuk Agha."Nggak, Mas. Aku tahu masalahnya sudah usai, tapi aku berja

  • Dosenku Suamiku   Bab 36 Tak Terduga

    Bab 36 Tak Terduga"Arif! Gimana, sudah beres tugasnya?""Ckk, bentar lagi ya. Aku lagi nyari teman, nih?" Arif menoleh karena panggilan seorang temannya dari belakang. Hingga Rania melintas, dia tidak mengetahuinya."Sayang banget kamu sama sahabat pacarmu, Rif.""Iyalah. Rania itu sahabat baik Cika."Beberapa menit berlalu, Arif menunggu Cika datang. Akhirnya yang ditunggu menampakkan batang hidungnya bersama laki-laki gagah, siapa lagi kalau bukan Agha."Gimana, Rif?" Cika masih berusaha menetralkan napasnya setelah berlari dari parkiran menuju tempat duduk si bawah pohon rindang. Semilir angin yang berhembus hampir saja menenggelamkan Arif ke alam mimpi. Tangannya mengucek kedua mata memaksa terbuka."Ketemu Nia, nggak?" Cika bisa melihat wajah kekasihnya lesu, pertanda kurang baik."Apa kamu ketemu, Rania?" timpal Agha memastikan."Udah menghilang, kata teman-teman belum ada sejam dia di sini. Pada ngasih selamat, tuh lihat aja. Namanya masuk koran lokal hari ini." Arif mengarahka

  • Dosenku Suamiku   Bab 35 Petak Umpet

    Bab 35 Petak UmpetBerjalan menyusuri koridor kampus, Rania menatap was-was suasana sekitarnya. Seakan takut beberapa pasang mata akan mengulitinya, mengingat kejadian heboh beberapa waktu yang lalu. Kejadian yang membuatnya terpapar gosip skandal dengan dosen senior, pun dengan laki-laki kaya tak lain bosnya.Raga berjalan, tetapi jiwa melayang entah kemana. Jari tiba-tiba gemetar saat melihat dari kejauhan ada rombongan teman-temannya sekelas. Namun, tidak ada Cika diantaranya. Sherly dan Manda masih sama, menatap sinis padanya. Dada terasa bergemuruh, niat hati ingin berlari menghindar sekencangnya. Apa daya, mereka sudah melihat keberadaannya. Mau tak mau Rania harus siap menerima cacian."Hai, Nia."Deg,Deru napas semakin memburu, jantung pun bertalu. Dia menoleh lemah."Selamat ya! Kamu memang mahasiswi yang patut dibanggakan.""Hah." Wajah Rania tercengang, mulut terasa kaku mendengar ucapan selamat bak mimpi di siang hari."Nia, Nia! Terima kasih ya. Kelompok kita dapat pengha

  • Dosenku Suamiku   Bab 34 Berkumpul

    Bab 34 Berkumpul"Aargh!" pekik Rania saat tak sengaja seseorang menyenggolnya karena bus dalam keadaan penuh penumpang."Maaf, Mbak nggak papa?""Nggak apa-apa, Mas." Rania segera turun sebelum bus melaju kembali.Saat ingin menyeberang ke halte bus kota, tangan kanannya masuk ke saku jaket. "Ponselku?! Dimana ponselku?"Deg,"Aargh!"Seketika rasa pening menghantam kepalanya.Tubuh kecil nan rapuh itu terasa limbung menyadari ponselnya entah terjatuh atau diambil orang dengan sengaja. Seingat Rania, di dalam bus saat mau turun ada seseorang menyenggolnya. Bisa jadi laki-laki itu pencopet karena sedikit berdesakan sewaktu dia mau turun dari bus.Memilih bersandar sebentar di sebuah tiang dekat lampu merah, Rania menarik napas dalam berulang. Menepuk-nepuk dadanya beberapa kali, hingga sesaknya sedikit berkurang. Setelah dirasa tubuhnya nyaman, dia mula melangkahkan kaki kembali untuk menyeberang sampai halte bus kota. Tertunduk di pinggir jalan, Rania tergugu. Hari-harinya terasa

DMCA.com Protection Status