Kamu sesekali tanpa dia, tentu tak apa. Sesekali menakar sebesar apa ingatanmu tentangnya, tentu tak apa. --- Irham berusaha melakukan pekerjaan dengan baik. Dia disibukkan banyak hal dan pulang dalam keadaan kelelahan. Pria itu ingin menghubungi Raina, tetapi takut melakukan kesalahan dan berakhir diblokir. Irham tidak siap mendapatkan perlakuan tersebut. Malam ini, bernapas lega adalah hal pertama yang akan Irham lakukan. Dia bisa mengambil waktu beberapa hari untuk kembali ke Indonesia. Irham mengumpulkan keberaniannya yang tak ada sebesar genggaman tangan itu. Dia ingin melamar Raina setelah wisuda lusa. Ya, lusa adalah hari wisuda Raina. Irham ingin menunjukkan betapa spesial wanita itu baginya. Sebuah koper berwarna silver sudah siap di dekat sofa. Irham mengeluarkan kotak beludu dari lemari. Dia membukanya dan melihat sebuah cincin permata yang indah. Kalau diingat, sungguh mengenaskan perjalanan benda berkilau itu. Ditolak beberapa kali, disimpan, diempaskan Irham pun per
Setelah pertemuan, pilihannya hanya ada dua. Bersama untuk sementara waktu atau berpisah sesegera mungkin. Berapa lama 'sementara waktu' yang kita miliki? *** Raina benar-benar pergi. Dia bahkan tidak menoleh sedikit pun saat Anes memanggilnya. Ada hal yang lebih penting yang perlu diurus. Apakah hidup perlu dihabiskan untuk urusan cemburu saja? Terik matahari yang berada tepat di atas kepala Anes membuat keringat bercucuran. Dia kehilangan jejak Raina di antara banyaknya orang yang memenuhi tempat tersebut. Entah harus berjalan ke mana untuk mencari. Anes mengira Raina akan pergi menuju Maira dan Mama yang berdiri tak jauh dari mereka. Namun, ternyata Raina berjalan melewati orang-orang yang hilir mudik di depan gedung. Langkahnya sangat cepat. Anes membalikkan badan dan segera berjalan menuju keluarga Raina. Dia benar-benar kesulitan untuk mengejar sahabatnya itu. Bukankah tadi Raina pergi diantar Adli? Hal itu pula yang menjadikan dirinya berbuat tidak mengenakkan seperti tadi
Jika tidak ditakdirkan bersama, kenapa kita berjumpa? Apakah jumpa tercipta hanya sebagai jeda tanpa makna?***"Kamu bilang kamu bosnya! Kamu bilang kamu bos di tempat Ayah bekerja! Kamu bohongin aku?" Raina mendorong dada Aldian sekuat tenaga.Aldian kehabisan kata-kata bahkan sebelum berani mengangkat wajah. Dia memegang kedua tangan kecil Raina yang sedang memukuli dadanya. "Maaf, maaf, maafin aku, Raina."Pukulan Raina melemah. Napasnya tersengal. Dia bahkan masih memakai kebaya demi segera bertemu Ayah. Namun, kenyataan apa yang akan diterima?Lari adalah hal yang pertama kali ingin Raina lakukan. Dia benar-benar berjalan cepat keluar lobi utama rumah sakit dengan sisa tenaga. Rasanya, Raina ingin mengutuk rok span yang sedang dipakai. Dia sedikit mengangkat bawahan tersebut agar lebih mudah melangkah.Raina bahkan tidak sempat melanjutkan Isak tangis. Dia duduk dengan frustrasi di pinggir jalan dekat terminal. Mencerna hal buruk yang baru saja terjadi adalah hal yang sulit dila
Beberapa hal kembali dalam keadaan yang tidak sama. Namun, kenapa rindu kepadamu kembali dengan porsinya yang serupa?----"Ad, kenapa?" Raina terpaksa menelepon Adli."Lo di mana?""Males, ah. Gue mau sendiri, Ad." Raina menjawab pelan karena sedang berada di depan ruang ICU. Banyak pengunjung lain yang sedang lalu lalang di sana."Ini bukan saatnya buat introvert, Raina!""Ya, emang gue peduli?""Pak Irham dateng ke rumah gue tadi sama Anes. Dia nggak percaya kalau gue nggak tau lo di mana."Bicara tentang rumah. Raina bahkan belum mampir ke rumah baru Adli. Berakhir sudah penantian ngekos seorang Adli Winata selama empat tahun. Dia bisa banyak menabung untuk membeli rumah impian."Emang Anes nggak bisa WA lo aja?""Mana gue tau, Rai. Mereka panik banget.""Baru juga sehari belum pulang." Ucapan Raina terdengar seperti sebuah keluhan."Tapi seharinya lo ngilang itu nggak ada yang tau dan pas banget setelah lo marahin Anes. Emang Anes lo omelin kenapa, sih?""Hahaha Lo emang nggak ta
Keterkejutan paling dahsyat dalam hidup adalah mengetahui bahwa masih ada ruang di hatimu untuk dia yang pernah pergi. --- "Kalau Ayah jodohin kita untuk menikah, kamu mau, Na?" Pertanyaan Aldian membuat Raina tersedak. Apa tiga hari pertemuan mereka langsung membuat Aldian ingin segera menikahinya? Ini gawat! Dia terpikir tentang Aldian pun tidak pernah. Aldian lekas mengambil posisi duduk di sebelah Raina. Dia menepuk pelan punggung gadis itu. "Maaf, maaf. Kamu kaget sama pertanyaan saya?" "Kakak jangan sembarangan dong ngomongnya." Raina menekuk wajah. Aldian menarik tangan dan memiringkan badan agar berhadapan dengan Raina. "Kenapa?" "Menikah nggak kayak jalan ke taman bermain. Yang ayo, ayo, berangkat!" Aldian tertawa karena wajah Raina sangat serius saya menjelaskan pendapatnya. Apa Raina benar-benar takut untuk berumah tangga dengannya? "Boleh saya tebak? Kayaknya ada seseorang dalam hati kamu, Na." Raina tertawa. "Mau ke Ayah aja, ih. Horor ngobrol sama Kak Aldian ya
Dari semua tempat yang ada, kenapa Irham Nusahakam masih menetap di hati Raina Atqiyya?===="Semalam saya hanya ketemu Bunda karena Papa sudah tidur. Jadi, saya menunggu di kursi luar."Raina mengernyitkan dahi. Dia merinding mendengar penuturan Irham. Kenapa pria di sebelahnya tahu segala hal? Apa dia ke Amerika untuk belajar perdukunan?Irham yang merasa diperhatikan Raina pun menoleh dan tersenyum. "Kenapa? Papa kamu, kan, Papa saya juga.""Jangan didengerin, ya, Pa. Anggap aja angin lewat," kata Raina kesal.Papa dan Bunda hanya tersenyum. Otak keduanya pasti menyimpulkan suatu hal."Jadi, kamu ke sini untuk menjenguk saya atau bertemu Raina?" tanya Papa dengan nada tegasnya. Papa masih pada posisi bersandar di kepala ranjang."Saya mau minta restu sekalian, Pa." Irham tidak perlu berpikir panjang.Aldian yang sejak awal berdiri di sebelah kanan papa hanya bisa memantau interaksi kedua orang di hadapannya."Pa, daripada semakin ngawur, Raina keluar dulu, ya, sebentar." Raina ters
Aku ingin melakukan sebuah penelitian. Bagaimana bisa kamu menjalani hari-hari tanpa melihat wajahku? Apakah dirimu masih bisa berdiri tegar atau justru melupakanku dan berlalu?==="Buat apa?" tanya Raina heran."Buat saya. Mau, ya?" Suara Irham terdengar lembut.Hah? Setelah pipi Raina yang tak tahu situasi dan kondisi itu merona, dia berpikir keras."Pak Irham? Saya tanya buat apa, lho, bukan buat siapa! Kenapa jawabannya buat saya?" Pertanyaan ini hanya alasan untuk menghindar dari ajakan foto bersama."Kamu makin lama makin ngambekan, ya?" Irham masih tersenyum.Apa dia berharap senyumnya bisa membuat Raina terpesona?"Pak Irham makin lama makin ngeselin." Raina tidak ingin berhenti berdebat.Irham tidak peduli. Dia meraih handphone yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Pria itu mengeklik ikon kamera. Timer dinyalakan.Raina mendekatkan wajahnya di sebelah Irham dan tersenyum tanpa beban. Mereka mengambil beberapa foto. Sungguh, kali ini mereka terlihat sedikit akur dan mesra.
Dari semua orang di dunia ini, Irham Nusahakam adalah pria yang paling mau mengalah demi menyenangkan perasaan Raina.==="Menikah sama Aldian dan kita bisa tinggal sama-sama di Bandung, Raina."Raut wajah Raina seketika berubah. Dahinya mengerut. Apa-apaan itu? Dia menyerah untuk kembali menerima papanya, tetapi bukan berarti pria itu bebas mengatur.Apakah pria tua itu datang dalam hidupnya hanya untuk mengatur?Mengendalikan napas adalah hal yang pertama kali Raina lakukan.Aldian sadar atas perubahan emosi Raina. Dia menelan ludah. Apa yang harus dilakukan? Pertanyaan itu terus berkutat dalam otaknya."Kak, bisa tolong berhenti di sini?"Pertanyaan itu terpaksa harus Raina telan. Dia berniat untuk turun sekarang juga dan pergi. Namun, urung dilakukannya. Dia teringat pada tas dan kebaya kesayangannya yang tertinggal di kamar.Kadang, ada orang yang baru masuk sedikit saja dalam hidup seseorang, langsung sibuk ngatur-ngatur. Kalau mau ngatur-ngatur, mah, kenapa nggak jadi tukang pa