"Emilio Cullen, ada apakah gerangan hingga sang tuan muda sudi menginjakan kakinya kemari?" ucap seorang laki laki yang usianya tak jauh berbeda dengan Emil.Disebuah ruangan megah, di salah satu perusahaan terbesar di London. Emilio menemui CEO Aland Rosewood."Aland Rosewood, ada sesuatu yang harus kita selesaikan saat ini.""I know, ini pasti karena batalnya kerja sama kita kan? rasanya aku tak perlu memberitahumu apa alasannya, I'm sure you already know that, Emilio," ucap Aland yang membuat Emil mengerutkan dahi.Sudah tau? apa nya yang sudah tau? ia tak mengetahui sama sekali apa alasannya? sebagai pemimpin perusahaan yang baik tak seharusnya membatalkan perjanjian begitu saja, apa lagi dengan alasan yang tidak jelas."Aku tak mengerti apa pun Aland, sekarang tolong beri penjelasan padaku, apa alasanmu memutuskan perjanjian ini begitu saja?""So, you really don't know why I canceled the collaboration?""I don't know"Kini langkah Aland pun mendekat, memandang tajam kearah Emil y
"Benar benar gila, apa maksudnya? lalu apa tujuannya ingin menikah dengan ayah Surya?" gumam Emil kala kini berada didalam mobil, dari bandara menuju kembali ke perusahaannya.Tak menunggu lama lagi pergi dari hadapan Aland Rosewood, ia tak sudi mendengar permintaan permintaan aneh yang dilontarkan kakak dari mantan kekasihnya tersebut.Tujuh tahun yang lalu."Mulai hari ini, kalian putuskan hubungan kalian, karena Sabrina akan segera menikah dengan pengusaha kaya. Dan kamu, kamu bukan tandingannya, menyingkir lah," ucap Aland dihadapan Emil.Ucapan itu membuat Emil terbelalak, tak ada petir tak ada hujan, Aland yang tiba tiba ingin memisahkan dua insan yang saling mencintai ini, hanya karena seorang laki laki yang lebih kaya dari keluarga Emil. Sementara Emil hanya mahasiswi S2 yang belum lulus."So, what can my sister expect from a man like you, Emilio? lebih baik ia menikah dengan pengusaha kaya, dan harta milik pribadinya.""Bukankah aku juga mempunyai keluarga yang kaya? dan aku
"Iya kak? ada apa?" ucap Alzena melalui media ponsel yang menghubungkannya dengan Adit.Istri dari Dosen sekaligus CEO tampan itu, menjawab panggilannya dengan aktifitas sibuknya didapur. Seperti biasa setiap pagi sebelum berangkat ke kampus Alzena selalu menyiap sarapan untuk sang suami."Zen, sepulang kampus, kamu langsung toko perhiasan ya kakak tunggu disana," ucap Adit yang membuat gerak Alzena terhenti."Toko perhiasan, memang ada apa kak?""Sabrina, selalu beralasan tiap kali ayah ajak pergi untuk mempersiapkan pernikahan mereka, makanya kakak putusin, biar kita aja yang siapin semuanya."Mendengar ucapan itu seketika membuat hati Alzena tak tenang, beralasan untuk mengulur waktu, padahal hanya tinggal tiga minggu lagi hari pernikahannya tiba."Sebenernya apa sih maunya perempuan itu kak? katanya mau nikah sama ayah, tapi setelah kita izinin malah banyak alasan, apa ini gara gara dia yang ketemu lagi sama mantannya? jadi ada keraguan untuk dia nikah sama ayah?""Zen, positif th
Sepulang dari kampus, seperti janji Alzena pada Adit, yang hendak menemuinya di toko perhiasan, untuk memulai menyiapkan satu persatu persiapan pernikahan antara sang ayah dengan Sabrina."Mas, setelah ini aku ngga langsung pulang ya, aku ada janji mau ketemu sama kak Adit," ucap Alzena pada Emil di ruangannya."Janji, ketemu dimana?""Di toko perhiasan," jawab Alzena yang membuat Emil mengangkat alis sebelah kirinya."Mau beli perhiasan? kalau gitu aku ikut.""Serius mau ikut?""Ya," jawabnya seraya menutup layar laptop yang sedari tadi menyala."Udah yuk, kita berangkat sekarang," ajak Emil yang dengan cepat meraih tangan Alzena, dan membawanya melangkah keluar ruangan.Kini tentang pernikahannya tak lagi mereka rahasiakan, bahkan genggaman tangan mereka pun yang kini menjadi pemandangan bagi semua mahasiswa/i yang melihat. Emil dan Alzena tak lagi memperdulikan berbagai ucapan yang akan terlontar dari yang melihat. Justru menjadi kebanggaan tersendiri bagi Alzena karena telah menj
Dreet dreet!Terdengar ponsel Emil berbunyi, di jam yang menunjukan pukul 21:00. Nama Aldo kembali menari nari dilayar ponselnya. Jika Aldo sudah menghubungi sudah pasti ada sesuatu yang cukup serius.Melihat ponsel yang terus berdering sementara sang pemilik tak mendengar, dengan cepat Alzena meraih ponsel itu, dan memperhatikan siapa seseorang dibalik ponsel tersebut."Kenapa nama ini sering banget telfon mas Emil?" gumam Alzena setelah ia melihat nama Aldo yang kembali terlihat."Aldo kan laki laki, tapi kenapa sering banget telfon ke nomor mas Emil? apa jangan jangan..." ucapannya terhenti setelah terlintas hal negatif dalam otaknya.Sementara ponsel yang masih terus berdering, hingga berulangkali, Emil yang kini mendengar pun segera beranjak untuk mendekati ponselnya, ia dapati Alzena yang sedang tertegun menatap layar ponsel itu."Siapa Zen?" tanya Emil yang membuat Alzena seketika menoleh."Mas, ini Alda telfon?"
"Istri? maaf nona saya tidak tahu, emm kalau begitu mari ikut saya nona," ucap Aldo yang lalu melangkah memasuki lif, dan menuju sebuah ruangan, yang terus diikuti oleh Alzena."Maaf nona, sepertinya anda harus menunggu disini, kurang lebih satu jam, karena tuan Emil sedang berada diruang meeting, ada klien penting yang menemuinya, dan nanti setelah meeting selesai, saya akan sampaikan kedatangan nona," imbuh Aldo setelah membawa Alzena memasuki sebuah ruangan megah, berAC dengan interior mewah."Ya, trimakasih pak."Kini Aldo pun meninggalkan tempat, meninggalkan Alzena seorang diri ditempat yang belum pernah sama sekali ia datangi."Ada apa ini? siapa mas Emil sebenarnya? meeting sama klien penting, aku fikir mas Emil mau ketemuan sama Alda," gumam Alzena bingung.Diruangan ini, Alzena memperhatikan tiap sudutnya dengan seksama. Banyak sekali piagam penghargaan yang tertempel didinding, barang mewah dan beberapa lukisan mahal diujung sa
Dua minggu kemudian, dimana hari pernikahan Surya dan Sabrina dilaksanakan. Disebuah gedung yang sudah disulap menjadi sebuah pesta megah, yang terjadi antara CEO dan wanita berdarah Inggris tersebut. Dengan banyaknya tamu, dari kolega kolega yang sengaja diundang untuk ikut menyaksikan hari bahagianya, ada juga beberapa laki laki berwajah bule yang diduga keluarga dari Sabrina."Saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Catherine dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."Dengan lantang Surya mengucap kalimat ijab, kalimat dimana yang akan membawanya resmi menjadi seorang suami. Tak kuasa mendengar sepenggal kalimat itu, Alzena yang terus menunduk dengan air mata yang sesekali terjatuh.Sesekali teringat akan sang ibu yang dulu selalu ada dimasa kecilnya."Bagaimana para saksi, sah?""Sah.""Sah."Akhirnya penikahan yang dinanti, berjalan mulus. Sesuai rencana Surya dan kedua anaknya, juga sesuai dengan
Disebuah cafe, Alzena lebih memilih sebuah cafe yang sering ia kunjungi, dari pada menerima tawaran Emil untuk makan di restoran mewah nan mahal."Ini dulu cafe yang sering banget aku dan Riska datangi, terkadang aku rindu masa itu," ucap Alzena seraya menunggu pesanannya datang.Mendengar ucapan sang istri Emil pun tertegun memperhatikan wanita yang pandangan tampak memikirkan masa lalu itu."Sama Riska? atau sama... Jody?" ucap Emil ragu yang seketika membuat Alzena memalingkan pandangannya pada wajah Emil."Dua duanya, tapi lebih sering sama Riska, kan mas tau sendiri ayah ngga pernah izinin aku pergi sama Jody, kalau pun bisa pergi sama dia, itu karena aku curi curi waktu dari ayah," jawab Alzena yang membuat Emil kini mengangguk.Belum selesai percakapan antara Alzena dan Emil, kini makanan pun tiba."Silahkan pak bu," ucap sang pelayan seraya meletakan beberapa piring berisi menu yang dipesan dan dua gelas jus jeruk dihadap