"Iya kak? ada apa?" ucap Alzena melalui media ponsel yang menghubungkannya dengan Adit.Istri dari Dosen sekaligus CEO tampan itu, menjawab panggilannya dengan aktifitas sibuknya didapur. Seperti biasa setiap pagi sebelum berangkat ke kampus Alzena selalu menyiap sarapan untuk sang suami."Zen, sepulang kampus, kamu langsung toko perhiasan ya kakak tunggu disana," ucap Adit yang membuat gerak Alzena terhenti."Toko perhiasan, memang ada apa kak?""Sabrina, selalu beralasan tiap kali ayah ajak pergi untuk mempersiapkan pernikahan mereka, makanya kakak putusin, biar kita aja yang siapin semuanya."Mendengar ucapan itu seketika membuat hati Alzena tak tenang, beralasan untuk mengulur waktu, padahal hanya tinggal tiga minggu lagi hari pernikahannya tiba."Sebenernya apa sih maunya perempuan itu kak? katanya mau nikah sama ayah, tapi setelah kita izinin malah banyak alasan, apa ini gara gara dia yang ketemu lagi sama mantannya? jadi ada keraguan untuk dia nikah sama ayah?""Zen, positif th
Sepulang dari kampus, seperti janji Alzena pada Adit, yang hendak menemuinya di toko perhiasan, untuk memulai menyiapkan satu persatu persiapan pernikahan antara sang ayah dengan Sabrina."Mas, setelah ini aku ngga langsung pulang ya, aku ada janji mau ketemu sama kak Adit," ucap Alzena pada Emil di ruangannya."Janji, ketemu dimana?""Di toko perhiasan," jawab Alzena yang membuat Emil mengangkat alis sebelah kirinya."Mau beli perhiasan? kalau gitu aku ikut.""Serius mau ikut?""Ya," jawabnya seraya menutup layar laptop yang sedari tadi menyala."Udah yuk, kita berangkat sekarang," ajak Emil yang dengan cepat meraih tangan Alzena, dan membawanya melangkah keluar ruangan.Kini tentang pernikahannya tak lagi mereka rahasiakan, bahkan genggaman tangan mereka pun yang kini menjadi pemandangan bagi semua mahasiswa/i yang melihat. Emil dan Alzena tak lagi memperdulikan berbagai ucapan yang akan terlontar dari yang melihat. Justru menjadi kebanggaan tersendiri bagi Alzena karena telah menj
Dreet dreet!Terdengar ponsel Emil berbunyi, di jam yang menunjukan pukul 21:00. Nama Aldo kembali menari nari dilayar ponselnya. Jika Aldo sudah menghubungi sudah pasti ada sesuatu yang cukup serius.Melihat ponsel yang terus berdering sementara sang pemilik tak mendengar, dengan cepat Alzena meraih ponsel itu, dan memperhatikan siapa seseorang dibalik ponsel tersebut."Kenapa nama ini sering banget telfon mas Emil?" gumam Alzena setelah ia melihat nama Aldo yang kembali terlihat."Aldo kan laki laki, tapi kenapa sering banget telfon ke nomor mas Emil? apa jangan jangan..." ucapannya terhenti setelah terlintas hal negatif dalam otaknya.Sementara ponsel yang masih terus berdering, hingga berulangkali, Emil yang kini mendengar pun segera beranjak untuk mendekati ponselnya, ia dapati Alzena yang sedang tertegun menatap layar ponsel itu."Siapa Zen?" tanya Emil yang membuat Alzena seketika menoleh."Mas, ini Alda telfon?"
"Istri? maaf nona saya tidak tahu, emm kalau begitu mari ikut saya nona," ucap Aldo yang lalu melangkah memasuki lif, dan menuju sebuah ruangan, yang terus diikuti oleh Alzena."Maaf nona, sepertinya anda harus menunggu disini, kurang lebih satu jam, karena tuan Emil sedang berada diruang meeting, ada klien penting yang menemuinya, dan nanti setelah meeting selesai, saya akan sampaikan kedatangan nona," imbuh Aldo setelah membawa Alzena memasuki sebuah ruangan megah, berAC dengan interior mewah."Ya, trimakasih pak."Kini Aldo pun meninggalkan tempat, meninggalkan Alzena seorang diri ditempat yang belum pernah sama sekali ia datangi."Ada apa ini? siapa mas Emil sebenarnya? meeting sama klien penting, aku fikir mas Emil mau ketemuan sama Alda," gumam Alzena bingung.Diruangan ini, Alzena memperhatikan tiap sudutnya dengan seksama. Banyak sekali piagam penghargaan yang tertempel didinding, barang mewah dan beberapa lukisan mahal diujung sa
Dua minggu kemudian, dimana hari pernikahan Surya dan Sabrina dilaksanakan. Disebuah gedung yang sudah disulap menjadi sebuah pesta megah, yang terjadi antara CEO dan wanita berdarah Inggris tersebut. Dengan banyaknya tamu, dari kolega kolega yang sengaja diundang untuk ikut menyaksikan hari bahagianya, ada juga beberapa laki laki berwajah bule yang diduga keluarga dari Sabrina."Saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Catherine dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."Dengan lantang Surya mengucap kalimat ijab, kalimat dimana yang akan membawanya resmi menjadi seorang suami. Tak kuasa mendengar sepenggal kalimat itu, Alzena yang terus menunduk dengan air mata yang sesekali terjatuh.Sesekali teringat akan sang ibu yang dulu selalu ada dimasa kecilnya."Bagaimana para saksi, sah?""Sah.""Sah."Akhirnya penikahan yang dinanti, berjalan mulus. Sesuai rencana Surya dan kedua anaknya, juga sesuai dengan
Disebuah cafe, Alzena lebih memilih sebuah cafe yang sering ia kunjungi, dari pada menerima tawaran Emil untuk makan di restoran mewah nan mahal."Ini dulu cafe yang sering banget aku dan Riska datangi, terkadang aku rindu masa itu," ucap Alzena seraya menunggu pesanannya datang.Mendengar ucapan sang istri Emil pun tertegun memperhatikan wanita yang pandangan tampak memikirkan masa lalu itu."Sama Riska? atau sama... Jody?" ucap Emil ragu yang seketika membuat Alzena memalingkan pandangannya pada wajah Emil."Dua duanya, tapi lebih sering sama Riska, kan mas tau sendiri ayah ngga pernah izinin aku pergi sama Jody, kalau pun bisa pergi sama dia, itu karena aku curi curi waktu dari ayah," jawab Alzena yang membuat Emil kini mengangguk.Belum selesai percakapan antara Alzena dan Emil, kini makanan pun tiba."Silahkan pak bu," ucap sang pelayan seraya meletakan beberapa piring berisi menu yang dipesan dan dua gelas jus jeruk dihadap
"Oh my god, he's taking me on his honeymoon, what should I do?""What else can we do? he's your husband.""But, I'm not ready to go on a honeymoon with him.""Sabrina, don't make my plans fail, just do whatever you want.""But...""Never mind, I ask you never to make him angry, just do whatever he wants because he is your husband now"Tut tut tut!Seketika panggilan pun terputus.Sementara Sabrina yang kini berwajah masam kala mendengar sang kakak tak membelanya.Selalu saja bisnis yang menjadi prioritas hidupnya. Bahkan saat ini Sabrina benar benar bingung, apa ia harus rela melepas sesuatu berharganya untuk laki laki yang tak ia suka?Meski sudah beberapa hari menikah, namun Sabrina selalu menolak saat Surya menggodanya, selalu beralasan agar malam pertama itu tak terjadi."Ini adalah keputusan yang salah, aku harus memilih jalan hidupku sendiri, Emilio aku akan mendapatkan mu kembali," b
Ditempat yang sangat indah, pulau Bali, pulau dewata yang terkenal berbagai keindahan alamnya, tempat yang membuat semua pengunjung terpesona.Pulau yang terkenal dengan seribu pura itu, menjadi tempat pilihan Alzena untuk berbulan madu dengan sang suami.Udara cerah dan sepoi sepoi angin yang membelai tubuh mungil Alzena, kala ia sedang memperhatikan betapa indahnya pemandangan dihadapannya saat ini.Disebuah resort yang terpampang langsung dengan pantai, menjadi tempat beristirahat untuk Alzena dan Emil.Wajah ayu itu tampak tersenyum, bahagia memperhatikan pemandangan luar biasa, yang membuat matanya enggan berkedip.Sementara Emil, yang perlahan berjalan mendekat, pada sang istri yang berdiri melipat tangannya di dada, pandangannya terus tertuju pada ombak bergulung dan beberapa wisatawan bermain skateboard disana.Tanpa bersuara, Emil yang perlahan meraih tubuh itu dan mendekapnya dari belakang, hingga membuat Alzena terkeju
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m