"Oke lanjutkan," ucap Abi saat ia sudah menolak panggilan yang masuk.Dimas hendak bicara. Namun lagi-lagi tertahan saat ponsel Abi kembali berdering."Angkat saja dulu, siapa tau itu penting," ucap Dimas.Abi menggelengkan kepalanya. "Gak penting, yang penting sekarang adalah penyebab Queenza seperti itu. Jadi teruskan ucapanmu tadi," ujar Abi."Oke ... tadi Queenza itu gak se—"Lagi dan lagi. Ucapan Dimas terjeda dengan deringan ponselnya Abi.Abi yang geram pun mengangkat telepon itu dan berniat ingin memarahi orang yang sudah mengganggunya itu. "Hallo, siapa sih dari tadi ganggu terus," ucap Abi saat ia sudah mengangkat telepon itu."Pak Abi, ini saya Mia," balas orang di sebrang telepon sana.Abi yang hendak menutup teleponnya urung saat mendengar jika Mialah yang sudah menghubunginya."Mia?" "Iya Mia," jawab Mia."Bukannya kamu gak bawa ponsel?" tanya Abi yang heran."Saya pake ponsel suster Pak," jawab Mia. Lalu ia pun melanjutkan ucapannya saat ingat tunuannya menelepon Abi.
Mia terkejut saat seseorang menarik tanganya dan menyeretnya."Hei, kamu siapa?" teriak Mia sambil memberontak dan mencoba melepaskan cengkraman tangan orang itu."Saya yang harusnya tanya sama kamu. Kamu itu siapa dan mau apa masuk ke dalam ruangan bos saya," ucap lelaki tampan yang tak lain adalah Alvin, asisten setianya Dimas."Bos?" tanya Mia dengan wajah yang kebingungan. "Siapa bos kamu? Perasaan mbak Queen gak punya karyawan seganteng kamu deh? Pak Abi juga seingat saya gak ada tuh yang ganteng, kecuali pak Riki asistennya pak Abi. Terus kamu karyawannya siapa? Jangan ngada-ngada ya, saya bisa laporin kamu ke polisi karena sudah berbuat kasar sama saya," ucapnya lagi panjang lebar.Alvin mengerutkan keningnya. 'Jadi dia kenal sama bu bos,' batinya sambil terus memandang Mia dari atas sampai bawah."Hei, kamu lihat apa? Jangan macam-macam ya! Maaf ya pak, mungkin kamu itu salah ruangan. Yang ada di dalam ruangan itu bos saya mbak Queen, bukan bos kamu," ucap Mia lagi, ia melepask
"Astaga Mbak, bikin kaget aja," ucap Mia saat melihat petugas penginapan yang hendak mengetuk pintu kamarnya."Maaf Bu, saya hanya ingin memastika apa Ibu baik-baik saja? Tadi saya ditugaskan untuk mengecek keadaan Ibu karena permintaan suami Ibu sebelum ia pergi," ucap petugas itu dengan ramah. "Apa Ibu butuh sesuatu?" tanyanya lagi dengan senyuman merekah di bibirnya."Suami?" ucap Mia dengan lantang. Ia terkejut saat mendengar ucapan petugas yang ada di depannya ini. Beberapa saat kemudian ia pun tersadar akan sosok Alvin. Mungkin petugas di sini menganggap jika Alvin adalah suaminya. Pikir Mia. Mia lalu tersenyum pada petugas itu."Ah, saya baik-baik saja Mbak, dan saya kebetulan belum butuh sesuatu," ucap Mia sambil tersenyum canggung."Baiklah Bu, kalau begitu saya permisi ya Bu." Lalu petugas itu pun pergi setelahnya.Mia menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia lalu melihat jam yang melingkar di tangannya."Udah malam banget ternyata. Ya sudah lah
"Mas, lepas ya. Kita kan mau makan, gimana coba kiya makannya kalau posisi kita kayak gini," bujuk Queenza. Ia menvoba bersanar dengan sikap Dimas yang seperti ini."Ya kamu kalau mau makan. Makan aja," balas Dimas."Terus kamu makannya gimana? Susah Mas," ucap Queenza lagi."Aku gak makan, kamu aja yang makan," jawab Dimas dengan santainya.Queenza yang mendengar itu sontak melepaskan dengan paksa tangan Dimas yang melingkar di perutnya."Sayang!" Queenza tak menghiraukan panggilan Dimas dan malah pergi ke sisi ranjangnya dan duduk di sana."Sayang, kamu marah?" tanya Dimas saat melihat Queenza hanya diam saja. Ia melihat makanan yang dibiarkan begitu saja oleh Queenza. "Sayang! Jawab dong,"Queenza tak menjawab dan masih diam."Sayang. Bicaralah. Aku minta maaf kalau salah," pinta Dimas.Queenza masih diam.Lama menunggu, Queenza pun tak kunjung berbocara dan mambuat Dimas frustasi, ia yang tak bisa didiamkan seperti ini pun perlahan me
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Dimas yang terheran saat melihat Queenza yang terdiam. "Sayang kamu lihat apa sih?" Dimas mengikuti arah pandang Queenza. Ia mengerutkan keningnya saat melihat seorang wanita tengah bercengkrama dengan seorang lelaki yang tengah menggendong bayi mungil di tangannya."Kamu kenal mereka sayang?" tanya Dimas yang tidak peka dengan perasaan Queenza.Queenza bukannya menjawab dia malah menangis.Dimas yang melihat Queenza menangis pun terkejut dan panik."Lho ... lho sayang, kok kamu malah nangis? Kenapa? Ada yang sakit? Atau aku salah bicara lagi?" tanyanya dengan wajah yang panik."Aku ingat anakku yang sudah pergi sebelum ia melihat dunia ini," ucap Queenza sambil terisak. "Kalau dia masih ada, mungkin akan seusia bayi itu."Dimas seketika terdiam seribu bahasa saat mendengar ucapan Queenza. Ia menatap Queenza dengan tatapan yang sendu."Maaf, aku minta maaf. Ini semua salahku yang tidak becus menjaga kalian. Aku yang bodoh
Dimas tersenyum saat melihat Queenza yang tertidur, ia lalu membenarkan posisi tidur Queenza agar menyandar ke bahunya."Mbak Queen tidur ya Pak, kecapean dia dari tadi ngoceh terus." Mia terkekeh, lalu melanjutkan ucapannya. "Senang rasanya melihat mbak Queen yang ceria seperti ini. Ternyata kehadirannya Pak Dimas membuat mbak Queen bahagia,"Mia menoleh sekilas ke arah belakang di mana Queenza dan Dimas berada lalu tersenyum."Memangnya Queen gimana selama ini?" tanya Dimas yang penasaran dengan kehidupan Queenza selama jauh darinya."Dia selama ini selalu ceria. Cuma ... keceriaannya itu hanya kedok belaka, saya tau dari tatapan mbak Queen yang tersirat akan kesedihan," ucap Mia dengan nada bicara yang lirih.Dimas tidak berbicara dan hanya diam. Ia melihat ke arah Queenza dan mengelus-elus kepala Queenza.Alvin sekilas melihat ke arah Mia, ia berpikir jika Mia punya kepribadian ganda. Buktinya, Mia selalu bisa tenang jika dihadapan yang lain. Tapi jika di hadapannya. Mia selalu mer
"Ya Tuhan. Mas ini ...." Queenza menatap Dimas yang ternyata ada di sebelahnya sejak tadi. "Ini rumah kita? Ya ampun Mas, ini itu rumah impian aku selama ini, aku selalu memimpikan punya rumah seperti ini," ucap Queenza tak percaya. "Makasih banyak ya Mas, kamu memang lelaki idaman." Queenza lalu memeluk Dimas.Dimas tak menjawab dan ia sama sekali tidak berbicara sepatah katapun, ia sengaja membiarkan Queenza menikmati dulu kesenangannya. Queenza lalu melapaskan pelukannya pada Dimas lalu melihat ke area sekitar. "Tapi Mas, apa kamu gak salah? Rumah kita di tengah hutan kayak gini? Emang sih, ini itu rumah idaman aku. Tapi, kamu serius Mas, kita akan tinggal di sini?" tanya Queenza sambil terus melihat sekeliling area itu yang memang hutan.Dimas lalu tersenyum dan menatap lembut Queenza."Siapa yang mau ajak kamu tinggal di sini. Aku bawa kamu ke sini itu untuk menjemput seseorang, dan aku yakin. Kamu pasti akan sangat senang," ucap Dimas.Queenza mengerutkan keningnya."Siapa?"
Alvin terbatuk-batuk saat mendengar ucapan Mia yang cukup membuatnya terkejut."Ya ampun, gak perlu sekaget itu juga kali," ucap Mia sambil memberikan sebotol air minum pada Alvin.Alvin dengan cepat menerima botol itu dan meneguk air itu dengan rakus."Habisnya kamu kalau ngomong gak dipikir dulu," omel Alvin saat batuknya sudah reda.Mia tertawa cukup keras melihat ekspresi wajah Alvin yang terlihat ketakutan. "Aku cuma bercanda kali Vin, kamu pikir aku cewek apaan," ucap Mia di sela tawanya."Kamu kan cewek kebo, kamu itu bisa tidur di mana aja, bahkan saat kamu baru ketemu cowok asing pun kamu bisa tidur dengan pulasnya," sahut Alvin.Mia seketika menghentikan tawanya dan menatap sengit pada Alvin."Apa? Emang bener kan?" Alvin pun menelototkan matanya pada Mia.Mia yang tak bisa berkutik pun hanya diam saja."Ya udah, kirim aja aku ke mana pun, terserah kamu," ucap Mia dengan lesu."Kirim, kirim. Emangnya kamu barang yang mau dipeketin, anterin gitu, bukan kirim," ucap Alvin. "Y