"Astaga Mbak, bikin kaget aja," ucap Mia saat melihat petugas penginapan yang hendak mengetuk pintu kamarnya.
"Maaf Bu, saya hanya ingin memastika apa Ibu baik-baik saja? Tadi saya ditugaskan untuk mengecek keadaan Ibu karena permintaan suami Ibu sebelum ia pergi," ucap petugas itu dengan ramah. "Apa Ibu butuh sesuatu?" tanyanya lagi dengan senyuman merekah di bibirnya."Suami?" ucap Mia dengan lantang. Ia terkejut saat mendengar ucapan petugas yang ada di depannya ini. Beberapa saat kemudian ia pun tersadar akan sosok Alvin. Mungkin petugas di sini menganggap jika Alvin adalah suaminya. Pikir Mia.Mia lalu tersenyum pada petugas itu."Ah, saya baik-baik saja Mbak, dan saya kebetulan belum butuh sesuatu," ucap Mia sambil tersenyum canggung."Baiklah Bu, kalau begitu saya permisi ya Bu." Lalu petugas itu pun pergi setelahnya.Mia menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia lalu melihat jam yang melingkar di tangannya."Udah malam banget ternyata. Ya sudah lah"Mas, lepas ya. Kita kan mau makan, gimana coba kiya makannya kalau posisi kita kayak gini," bujuk Queenza. Ia menvoba bersanar dengan sikap Dimas yang seperti ini."Ya kamu kalau mau makan. Makan aja," balas Dimas."Terus kamu makannya gimana? Susah Mas," ucap Queenza lagi."Aku gak makan, kamu aja yang makan," jawab Dimas dengan santainya.Queenza yang mendengar itu sontak melepaskan dengan paksa tangan Dimas yang melingkar di perutnya."Sayang!" Queenza tak menghiraukan panggilan Dimas dan malah pergi ke sisi ranjangnya dan duduk di sana."Sayang, kamu marah?" tanya Dimas saat melihat Queenza hanya diam saja. Ia melihat makanan yang dibiarkan begitu saja oleh Queenza. "Sayang! Jawab dong,"Queenza tak menjawab dan masih diam."Sayang. Bicaralah. Aku minta maaf kalau salah," pinta Dimas.Queenza masih diam.Lama menunggu, Queenza pun tak kunjung berbocara dan mambuat Dimas frustasi, ia yang tak bisa didiamkan seperti ini pun perlahan me
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Dimas yang terheran saat melihat Queenza yang terdiam. "Sayang kamu lihat apa sih?" Dimas mengikuti arah pandang Queenza. Ia mengerutkan keningnya saat melihat seorang wanita tengah bercengkrama dengan seorang lelaki yang tengah menggendong bayi mungil di tangannya."Kamu kenal mereka sayang?" tanya Dimas yang tidak peka dengan perasaan Queenza.Queenza bukannya menjawab dia malah menangis.Dimas yang melihat Queenza menangis pun terkejut dan panik."Lho ... lho sayang, kok kamu malah nangis? Kenapa? Ada yang sakit? Atau aku salah bicara lagi?" tanyanya dengan wajah yang panik."Aku ingat anakku yang sudah pergi sebelum ia melihat dunia ini," ucap Queenza sambil terisak. "Kalau dia masih ada, mungkin akan seusia bayi itu."Dimas seketika terdiam seribu bahasa saat mendengar ucapan Queenza. Ia menatap Queenza dengan tatapan yang sendu."Maaf, aku minta maaf. Ini semua salahku yang tidak becus menjaga kalian. Aku yang bodoh
Dimas tersenyum saat melihat Queenza yang tertidur, ia lalu membenarkan posisi tidur Queenza agar menyandar ke bahunya."Mbak Queen tidur ya Pak, kecapean dia dari tadi ngoceh terus." Mia terkekeh, lalu melanjutkan ucapannya. "Senang rasanya melihat mbak Queen yang ceria seperti ini. Ternyata kehadirannya Pak Dimas membuat mbak Queen bahagia,"Mia menoleh sekilas ke arah belakang di mana Queenza dan Dimas berada lalu tersenyum."Memangnya Queen gimana selama ini?" tanya Dimas yang penasaran dengan kehidupan Queenza selama jauh darinya."Dia selama ini selalu ceria. Cuma ... keceriaannya itu hanya kedok belaka, saya tau dari tatapan mbak Queen yang tersirat akan kesedihan," ucap Mia dengan nada bicara yang lirih.Dimas tidak berbicara dan hanya diam. Ia melihat ke arah Queenza dan mengelus-elus kepala Queenza.Alvin sekilas melihat ke arah Mia, ia berpikir jika Mia punya kepribadian ganda. Buktinya, Mia selalu bisa tenang jika dihadapan yang lain. Tapi jika di hadapannya. Mia selalu mer
"Ya Tuhan. Mas ini ...." Queenza menatap Dimas yang ternyata ada di sebelahnya sejak tadi. "Ini rumah kita? Ya ampun Mas, ini itu rumah impian aku selama ini, aku selalu memimpikan punya rumah seperti ini," ucap Queenza tak percaya. "Makasih banyak ya Mas, kamu memang lelaki idaman." Queenza lalu memeluk Dimas.Dimas tak menjawab dan ia sama sekali tidak berbicara sepatah katapun, ia sengaja membiarkan Queenza menikmati dulu kesenangannya. Queenza lalu melapaskan pelukannya pada Dimas lalu melihat ke area sekitar. "Tapi Mas, apa kamu gak salah? Rumah kita di tengah hutan kayak gini? Emang sih, ini itu rumah idaman aku. Tapi, kamu serius Mas, kita akan tinggal di sini?" tanya Queenza sambil terus melihat sekeliling area itu yang memang hutan.Dimas lalu tersenyum dan menatap lembut Queenza."Siapa yang mau ajak kamu tinggal di sini. Aku bawa kamu ke sini itu untuk menjemput seseorang, dan aku yakin. Kamu pasti akan sangat senang," ucap Dimas.Queenza mengerutkan keningnya."Siapa?"
Alvin terbatuk-batuk saat mendengar ucapan Mia yang cukup membuatnya terkejut."Ya ampun, gak perlu sekaget itu juga kali," ucap Mia sambil memberikan sebotol air minum pada Alvin.Alvin dengan cepat menerima botol itu dan meneguk air itu dengan rakus."Habisnya kamu kalau ngomong gak dipikir dulu," omel Alvin saat batuknya sudah reda.Mia tertawa cukup keras melihat ekspresi wajah Alvin yang terlihat ketakutan. "Aku cuma bercanda kali Vin, kamu pikir aku cewek apaan," ucap Mia di sela tawanya."Kamu kan cewek kebo, kamu itu bisa tidur di mana aja, bahkan saat kamu baru ketemu cowok asing pun kamu bisa tidur dengan pulasnya," sahut Alvin.Mia seketika menghentikan tawanya dan menatap sengit pada Alvin."Apa? Emang bener kan?" Alvin pun menelototkan matanya pada Mia.Mia yang tak bisa berkutik pun hanya diam saja."Ya udah, kirim aja aku ke mana pun, terserah kamu," ucap Mia dengan lesu."Kirim, kirim. Emangnya kamu barang yang mau dipeketin, anterin gitu, bukan kirim," ucap Alvin. "Y
"Ya Tuhan Mia, apa yang udah kamu lakukan sama dapurku? Apa kamu habis perang atau melawan perampok? Berantakan gini," teriak Alvin karena terkejut saat melihat dapurnya yang berandatak bak kapal pecah.Mia tak menjawab dan hanya cengengesan."Santai aja kali Vin, ini bisa dibersihkan. Kamu lihat dapur berantakan dikit kayak habis kehilangan uang miliaran," ledek Mia sambil terus menyiapkan makanan yang sudab jadi dari atas wajan ke piring. "Udah mending kita makan dulu, beresin ini mah gampang bisa nanti-nanti."Mia lantas pergi dari sana sambil membawa piring yang berisi makanan hasil makanannya."Eh ... eh ... eh, kamu mau ke mana bawa-bawa makanan itu?" Alvin menahan tangan Mia yang akan pergi dari sana."Mau ke ruang tengah lah, aku mau makan ini di sana," ucap Mia sambil memperlihatkan makanan yang ada di piring. "Kamu mau? Ya udah kita makan sama-sama di sana. Kamu ambil sendok gih. Gak mungkin kan kita makan satu piring sama satu sendok bergantian," ucap Mia dengan santainya.A
"Astaga ... woy, kamu ngapain masuk kamar orang tanpa permisi?" teriak Alvin yang terkejut saat melihat Mia yang kini tengah menatapnya dengan mata melotot.Mia tak menjawab dan hanya diam membatu sambil menatap Alvin tanpa berkedip."Heh Mia. Kamu liat apa?" tanya Alvin heran melihat Mia yang menatapnya seperti itu. Ia lalu mengikuti arah tatapan Mia dan ia baru menyadari jika ia ternyata tidak mengenakan handuk saat keluar dari kamar mandi. Dan kini Alvin tengah berdiri di hadapan seorang wanita dengan bertelanjang tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.Alvin berteriak histeris, ia lalu berbalik dan kembali masuk ke dalam kamar mandi.Mia tersadar dari rasa terkejutnya saat mendengar teriakan Alvin. Tubuhnya yang tadi sempat membeku kini sudah bisa digerakan dan kini tubuh Mia terasa lemas karena apa yang sudah ia saksikan barusan. Tanpa terasa tubuhnya terjatuh ke lantai. Ia tak bertenaga untuk berdiri saking syok dan terkejutnya."Ya Tuhan. Apa yang
"Syifa?" seru Dimas dengan wajah yang terkejut."Mas Dimas habis ngapain? Kenapa keluar dari kamar mbak Queen?" tanya Syifa."Ah ... itu. Mas habis ...." Dimas bingung harus menjawab apa. Ia lalu melihat Syifa. "Fa, nanti Alvin jemput kita, jadi sekarang lebih baik kamu siap-siap gih. Kita kan mau pulang ke kota," bujuk Dimas. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan karena tak inhin diinterogasi sama calon adik iparnya ini."Eh, kita pulang hari ini?" tanya Syifa dengan senyuman yang tersungging di bibirnya. "Hore, akhirnya bisa bebas juga dari sini," ucapnya dengan senang.Dimas mendekat lalu mengusap kepala Syifa dengan lembut."Maafin Mas ya Syifa, kamu jadi harus bersembunyi di sini," ucap Dimas dengan sedih. Ia sedih saat melihat Syifa yang biasanya aktif bermain keluar bersama teman-temannya kini harus terkurung di tempat terpencil seperti ini.Syifa tersenyum ke arah Dimas."Kenapa Mas minta maaf, ini semua bukan salah Mas Dimas atau siapapun. Yang sala
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan