Tidak seperti biasanya. Hari ini aku sedang ada pengarahan dari wali kelas tentang banyak hal termasuk nilai. Semenjak kemarin beberapa orang ketahuan menyontek pada saat ulangan harian pelajaran Fisika. Serta betapa gaduhnya kelas kita hingga ditegur berkali-kali.
Aku duduk dibarisan kedua dekat jendela. Kebetulan pintu kelas pun dibuka lebar. Aku melihat bayangan seseorang disana. Semakin memanjang dan mulailah raganya terlihat. Raga yang ingin sekali aku miliki. Takdir Abdala Jihad tanpa kedua temannya.
“Assalamualaikum, Bu” ucap Kak Takdir sambil melangkahkan kaki menuju Bu guru.
“Ada apa, Takdir?”
“Bu, saya mau ijin berbicara sebentar dengan Kiblat.”
Tentu saja. Ibu Guru dan semua teman-teman melihat ke arahku dengan tatapan aneh. Meski aku tak tahu betul apa yang ada dalam pikiran mereka.
“Untuk apa?” tanya Bu Guru.
“Ada hal serius yang harus saya sampaikan, Bu. Ini menyangkut konflik batin kalau tidak segera diutarakan.”
Sontak semua yang berada didalam kelas bersorak-sorai.
“Yasudah, silahkan.”
Aku dan Kak Takdir berjalan keluar kelas. Ku kira akan berbicara di depan kelas. Nyatanya, Kak Takdir tidak juga berhenti. Kita melewati koridor kelas yang lumayan panjang. Sepanjang jembatan shirathal mustaqim. Hingga bingung sendiri mau dibawa kemana aku ini.
“Kak Takdir, kita mau kemana?” tanya ku.
“Ikut aja kenapa sih pake berisik segala.” Jawabnya begitu terdengar galak.
Aku terus mengikuti Kak Takdir di belakang. Tidak terasa sudah sampai gerbang sekolah. Kita berdua sangat mudah melewati pos satpam tanpa digertak, ditanyai, atau diberhentikan oleh Pak Satpam.
“Kak kita mau kemana sih?” tanya ku lagi.
Tanpa bicara sepatah kata pun. Kak Takdir mengisi lagi ruas jariku dengan jari-jarinya. Kami berjalan beriringan sampai ke tempat yang dimaksud Kak Takdir. Lagi-lagi, tempat mangkal si Amang Rotbaq.
Aku duduk disamping Kak Takdir.
“Aku baru pertama kali menyukai perempuan asli asal kota ini. Dan entah kenapa harus dimulai sama kamu.” Ucap Kak Takdir serius.
“Emang kenapa? Kakak keberatan?”
“Ish, bukan keberatan. Cuman heran aja, aku gak pernah suka dengan perempuan disini. Aku selalu memaksakan pacaran dengan orang asli tanah kelahiranku meskipun harus LDR”
“Lalu kenapa putus?”
“Gak tahu, aku kalau bosan dengan orang ya begitu. Tidak ku kabari, tidak ku kasih waktu untuk menemui kalaupun aku sedang ada disana, ya pokoknya aku suka menghindar deh. Tapi gak pernah bilang putus, jadi selalu pihak perempuannya aja yang mutusin aku.” Jelas Kak Takdir.
Aku hanya merespon dengan anggukan kepala. Bingung juga harus bagaimana.
Kemudian, Kak Takdir berdiri dan bilang kepadaku untuk menunggu disini. Aku tidak tahu apa yang direncanakan Kak Takdir. Sembari menunggu Kak Takdir yang entah kemana, aku memesan Roti Bakar Mang Asep.
Sedang enak-enaknya makan roti bakar, sebuah mobil berhenti didepan gerobak Mang Asep yang glowing. Aku sudah tahu sebenarnya dari kejauhan kalau itu adalah mobil Kak Takdir.
“Makannya didalem aja!” teriak Kak Takdir dari dalam mobil yang kacanya sudah dibuka.
Aku berjalan dan pamit pada si Amang Rotbaq, lalu segera membuka pintu mobil dan duduk manis. Kak Takdir menyalakan musik, kebetulan lagu ini lagu yang tidak asing aku dengar.
Penfold– I'll Take You Everywhere.
“Kita mau kemana, Kak?” tanya ku.
“Ke pantai yuk?”
“Tapi kan jauh. Emang Kak Takdir gak akan dicariin gak masuk kelas padahal udah mau Ujian, kalau bolos emangnya gak masalah?”
“Apa sih kamu tuh ya bawel banget” Goda Kak Takdir sembari mencubit hidungku.
Kita senyum-senyum.
Aku rasa lagu yang diputar oleh Kak Takdir tidak cocok untuk kita yang sedang senang-senang. Ya sudah, aku coba memindahkannya pada lagu lain yang lebih berenergi.
“Jangan diganti!”
Kemudian, Kak Takdir putar ulang lagunya.
“Memangnya kenapa?” tanyaku penasaran.
“Dulu aku diberi lagu ini sama mantanku. Jadi, sampai sekarang masih ingat” jelasnya.
Aku diam saja melihat jalanan. Ingin marah sih, tapi siapa aku ini. Tahan, tahan, tahan.
Diperjalanan yang menurutku sangat jauh itu, aku banyaknya melamun kencang. Sesekali berpikir, apa sebaiknya aku menghindar saja dari Kak Takdir, karena untuk apa bertahan pada seseorang yang hati dan pikirannya masih utuh untuk seseorang dimasalalu? Tapi bagaimana, ini hatiku sudah baper.
“Kiblat.” Suara Kak Takdir membuatku terkejut.
“Kenapa, Kak?”
“Kamu senang ke pantai atau ke gunung?”
Aku mikir dulu lumayan lama, “Ada pilihan ketiga gak sih? Pertanyaannya susah.”
“Ya ampun! Tinggal jawab aja, heran. Cepet atau aku turunin disini.”
“Yaudah iya” Jawabku kesal.
Mobil Kak Takdir berhenti mendadak seperti kematian. Astaghfirullah! Aku kaget bukan main, kemudian melihat Kak Takdir yang sedang memandangku dengan pose paling menjijikan.
“Kok?” tanyaku singkat.
“Ada kucing, Kak?”
“Kucing garong” Jawabnya.
“Idih, gak lucu.”
“Katanya mau turun” ucap Kak Takdir.
“Hah? Siapa? Aku? Enggak, maksudnya aku mau jawab lebih suka pantai. Suudzon aja ini ponakan Abu Lahab.”
“Hahaha, oke. Jawaban yang tepat. Kamu laper gak?”
Pertanyaannya aneh banget menurutku. Masa perjalanan jauh gini tidak merasa lapar?
“Iyalah! Gila aja lu, ngajak gua main jauh tapi gak dikasih makan. Emangnya gua ini apa? Celengan babi?” Itu kataku, dalam hati dong. Kalau yang keluar dari mulut pasti manis banget dan lembut, “Laper, Kak. Kakak mau makan apa?”
“Aku? Mau makan nasi Padang. Tuh disana aja”
Kak Takdir menepikan kendaraan yang melaju gak cepet-cepet banget itu. Kami keluar dari mobil, seperti selebritis. Disambut angin laut yang sudah terasa, karena memang sebentar lagi kami akan sampai.
Memasuki rumah makan Padang yang sederhana ini, aku langsung saja memesan makanan kesukaanku. Rendang. Aku suka banget sama rendang. Kak Takdir pun memesan, kemudian kami duduk.
“Kak, kalau lulus sekolah mau lanjut kuliah kemana?”
“Emangnya kenapa? Mau ikut?”
“Ish, kebiasaan. Kalau ditanya, ya jawab. Bukan tanya balik.” Gerutuku kepada Kak Takdir sembari mendekatkan mukaku ke wajahnya.
Melihat wajahnya tepat satu jengkal didepanku malah bikin jantung gak kekontrol lagi detakannya. Tetap tampan meskipun dari dekat begini. Kami diam cukup lama.
Hingga Kak Takdir mulai mendekatkan lagi wajahnya. Aku bingung harus bagaimana. Yaudah biar kaya di film-film, aku tutup mataku sembari meremas rok seragamku.
Kemudian, GLEK! GLEK! GLEK!
Aku langsung membuka mata, melihat Kak Takdir sedang meneguk air putih yang ternyata baru saja diberikan oleh uni-uni Padang. Sialan, aku di prank. Aku jadi salah tingkah sendiri. Tidak lama, makanan kami datang. Senang sekali bisa mengganjal perutku yang kosong sedaritadi.
Sebelum makan tak lupa untuk mengambil ponsel dan membuka memo.
Siang ini, makan bersama kak Takdir untuk pertama kalinya dekat pantai.
Lalu berdoa dan menikmati makanannya. Ku lihat kak Takdir makan dengan lahap. Mungkin lapar kali ya. Bukan mungkin sih, emang lapar orang perjalanannya lama kaya 5 detik diiklan youtube yang ditungguin buat diskip. Lama banget.
Selesai makan. Kami berjalan menuju kasir. Aku mau jalan duluan ke mobil, tetapi tanganku tiba-tiba ditarik.
“Bayar. Kan kamu yang nanya tadi aku mau makan apa, hehe” ucapnya sembari cengengesan.
Kemudian aku segera membayar dan menyusul kak Takdir yang sudah menunggu di dekat mobil. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Lalu mengucap syukur didalam hati atas nikmat hari ini, “Alhamdulillah kenyang, karena makan bersama lelaki idamanku. Dengan perasaan lega dan rasa syukur yang tiada tara kalau ternyata gak sia-sia aku jadi bendahara. Uangnya bisa dipinjem dulu.”
Kami melanjutkan perjalanan menuju ke pantai.
Di pantai hari itu sepi. Gak banyak orang, karena hari kerja. Begitu sampai, kami langsung berlari mendekati air. Aku sebenarnya takut air laut, tapi sadar aja ini momen langka jadi aku gak boleh melewatkannya.Yok bisa yok! Aku bukan kucing.
“Kiblat!” Teriak Kak Takdir.
Aku menolehnya. Melihat dia sedang berlari ke arahku. Tampan sekali. Emang beda ya lelaki tampan mau bagaimanapun tetap saja tampan.
“Ayok! Foto bareng.”
Kami foto-foto layaknya dua orang yang sedang libur sekolah dan memanjakan diri merasakan angin laut, air laut, dan langit yang begitu indah. Betah disini, tapi bingung kalau mau ke Indomart lumayan jauh.
Kami bersenang-senang sampai lupa kalau sekarang sudah pukul 5 sore. Karena lelah lari-larian, main pasir, bikin istana, nguras laut, akhirnya kami duduk melihat sunset. Gak sambil minum air kelapa. Kami cuma liatin aja langit jingga yang sangat memukau.
Dan sekali lagi berfoto, kemudian pulang.
Bismilah, ucapku dalam hati. Dengan rasa percaya diri yang masuk kategori tinggi, aku berjalan menuju tempat yang diberitahu Kak Takdir melalui pesan singkat semalam. Sesampai dilokasi aku tercengang, karena tempatnya gak rapi dan kotor. Aku masih berdiri mematung melihat Kak Takdir dan teman-temannya yang sedang bersendagurau, terlihat nyaman sekali dengan tempat ini. Aku segera mengambil sapu yang berada disisi meja. Maksudnya mau membersihkan buat duduk ku saja, ya kali aku mau bersih-bersih tempat ini. Emangnya aku seksi kebersihan. Aku memperhatikan mereka. Ada yang sedang bermain ponsel, curiga sih lagi main domba hago. Ada yang pusing karena dapet kartu jelek alias lagi main remi pake duit dua ribuan. Ada yang sambil merokok, makan mie, makan cilok. Ada juga yang sambil tadarus dipojokan, kayaknya bertugas menjaga tongkrongan ini agar tidak banyak mahkluk astralnya. Kalau setan, jangan ditanya, ini lagi pada ngumpul. “Aku mau tunjukin sesuatu.” Ucap Kak Takdir. Belum dijawab
Namanya juga orang kaya kadang gak punya etika, tapi gak semuanya gitu. Bisa jadi orang yang saling mengasihi sesama manusia, cuma sayangnya aku belum nemu yang demikian. Semisal ada pun sudah yakin itu karena orang tersebut mencintai aku. Suatu saat nanti, mungkin, kak Takdir akan menjadi orang kaya pertama yang aku temuin dengan perilaku yang sangat baik.Di kamar ku yang tidak luas ini, aku mondar-mandir kebingungan. Harus bawa apa aja kalau berlibur 2 hari. Maklum, aku belum pernah diajak berpergian jauh sama teman. Sewaktu disekolah lama ku itu, sepertinya semua orang disana tidak menyukai aku. Mereka tak ada yang mau menemaniku bahkan untuk sekedar duduk sebangku saat jam pelajaran.Sepi menjadi temanku yang paling lengket, tapi aku gak ngerasa kesepian. Aku punya selalu punya pacar, meskipun sebentar atau baru saja putus. Gosip-gosip disekolah lama ku rasanya sudah kelewatan. Entah siapa yang memulai kalau yang ingin menjadi pacarku adalah mereka yang haus
Kemudian, Kak Takdir menginjak gas untuk menambah kecepatan laju mobil. Terlihat dari samping raut wajahnya tampak kesal atas kejadian tadi yang hampir saja mencelakai kami semua. Aku baru mendengarnya mengucapkan kata binatang saat sedang marah. Pikiranku malah kesana kemari, karena ketakutanku kalau-kalau suatu hari nanti dibentak dan dimaki pakai bahasa kasar oleh kak Takdir.Kak Takdir berusaha mengejar mobil avanza tadi, mengakibatkan tubuh kami terombang-ambing seperti dalam kapal yang diterjang badai. Perasaan takut kian memeluk lebih kencang. Untung saja, dari bangku belakang kak Thawaf bisa memperingatkan kak Takdir yang sedang diselimuti kekesalan."Dir, pelan-pelan saja. Biarin mobil tadi mungkin sedang buru-buru!""Lihat Kiblat! Dia pasti ketakutan" lanjutnya.Kak Takdir melirik ke arah ku, lalu menghembuskan nafas dan selang beberapa detik akhirnya mengurangi kecepatan. Namun kami semua terdiam. Tidak ada yang berbicara sepatah kata pun
Setelah sekian jam melanjutkan perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan, kami semua kelelahan diperjalanan, karena asik bersenda gurau dan bernyanyi. Halaman yang cukup luas bisa untuk parkir mobil, motor, bahkan kalau ada tukang parkir bisa ikut sekalian bangun pos parkir. Semua turun dari mobil. Aku sibuk mengeluarkan semua barang-barang, kak Thawaf pun sama. Berbeda dengan kak Tiara yang langsung duduk selonjoran diteras rumah, pasti sangat capek. Sebab aku juga merasakannya, kalau boleh aku ingin segera menuju kamar mandi. Lengket banget badan ku, seperti habis olahraga lari maraton. "Capek ya?" tanya ku kepada kak Tiara. "Sama aku juga" lanjutku. "Belum dijawab padahal kan?" tanya kak Tiara. "Ya, gak apa-apa. Pasti capek kok, aku udah tahu, hehe" Aku duduk disamping kak Tiara, setelah memasukkan semua barang-barang ke ruang tamu. Di teras rumah yang dingin, aku, kak Tiara, dan kak Thawaf duduk bersama tanpa alas menunggu tuan rumah yang entah kemana setelah kami sam
BRAKKKK!!!Suara pintu yang dibanting dari kamar sebelah. Aku yakin dari kamar Kak Thawaf dan Kak Tiara. Hampir aku keluar kamar saking penasarannya, tapi kuurungkan hanya untuk meratapi perasaan sakit dan kecewa atas apa yang sudah telingaku dengar. Pernyataan yang tidak pernah kuharapkan, terlebih dilontarkan oleh orang yang aku cinta dengan sangat.Aku sedang tidak ingin peduli dengan orang lain. Ada perasaan yang harus kutenangkan sendirian. Perasaan yang tidak pernah bisa kujelaskan, karena semuanya terasa seperti mimpi. Tapi aku harus tetap waras dengan keadaan yang saat ini sedang ku alami. Meski sebenarnya, semua orang akan menjadi gila ketika jatuh cinta.Dalam kamar yang cukup luas bagiku ini, masih terasa pengap karena dipenuhi udara cemburu. Hawa panas yang tidak biasanya menyelimuti setiap sudut ruangan. Aku yang terkapar lemas tak berdaya, mau tidak mau harus menutup hari dengan rasa paling bajingan yang pernah ada. Namun satu sisi, aku harus mafhum bahwa aku hanya orang
GRUKGUK! GRUKGUK!Aku mengelus perutku sembari melihat tukang roti bakar di seberang sana. Ciri khas gerobaknya yang berwarna putih, body mulus, dan glowing membuatku terpana ingin segera menepuk pundak si penjual roti dan bilang, “Mang, keju ya dua!”Lalu si Amang menyahut, “Siap, Neng!”Melihat tangan si Amang yang sudah berkeriput sedang memarut keju hingga gravitasi bumi membuat butir-butir parutan keju tadi tertabut diatas roti yang telah diolesi mentega, jatuh begitu tak beraturan, namun sangat estetis, tiba-tiba ada suara lembut terdengar dekat sekali dengan telingaku.“Punten, Neng!”Aku langsung menoleh ke arahnya. Lelaki yang berseragam sama dengan ku begitu terlihat keren, ku tebak tingginya sekitar 170 cm. Kita saling tatap beberapa detik sebelum akhirnya sadar kalau pesanan roti bakar ku hanya khayalan semata.“Iya maaf.” ucapku sambil bergeser dua langkah.“K
Hari ke-2 aku belajar disekolah ini. Rasanya senang, karena sekarang ada teman baru. Namanya Tarekha Alanam, orangnya cantik, baik, pintar, dan disekolah ini yang suka sama dia bukan hanya angkatan kita, tetapi kakak kelas juga. Aku saja yang perempuan tidak bosan-bosan melihat wajahnya, apalagi lelaki.“Kha, kantin yuk?” ajak Uca.Uca ini teman ku juga. Nama aslinya Kautsar. Udah, itu saja. Singkat, padat, dan jelas. Panggil saja, Uca. Selain jago dibidang matematika, Uca juga jago dibidang pergibahan. Dia akan membongkar semua gossip-gossip yang beredar disekolah ini. Bahkan, gossip yang lagi hangat-hangatnya dibicarakan, dia tahu detailnya seperti apa. Uca sudah punya pacar, teman sekelas kita. Namanya Satrio Wira. Biasa dipanggil Iyo.“Yuk!” jawab Tarekha yang langsung menggandeng aku dan Uca.Di koridor sekolah udah banyak siswa-siswi yang keluar kelas untuk memenuhi egonya, yaitu makan sepuasnya di kantin. Sepuasnya sampai me
Sukabumi, hari ini.Aku memalukan. Baru saja berkenalan, sudah berani menitipkan harapan. Memang, susah sekali mengadaptasikan hati. Tidak mau mengerti. Berkali-kali diberitahu, tolong jangan kelewatan! Tetap saja keras kepala dan malah mengabaikan. Di lain waktu sudah diperingati, jangan berandai-andai! Tapi tetap tak mau mendengarkan. Seolah sedang berada dalam keadaan paling aman. Padahal disisi lain ada yang berusaha memberantakkan angan.Lemah sekali. Semoga tidak ku ulangi.“Kamu kenapa sih?” tanya Uca.Sebagai teman yang merasa telah begitu dekat. Aku menatap Uca dalam-dalam. Bibirku sudah manyun-manyun kedepan. Mataku sudah berkaca-kaca. Langsung saja ku peluk Uca, kemudian berteriak menangis tujuannya untuk membuat diri sendiri lega meskipun aku tahu teriakan ini tidak sehat bagi telinga orang lain.“Udah, Lat. Ada apaan sih?” tanya Tarekha.Aku tetap berteriak mena
BRAKKKK!!!Suara pintu yang dibanting dari kamar sebelah. Aku yakin dari kamar Kak Thawaf dan Kak Tiara. Hampir aku keluar kamar saking penasarannya, tapi kuurungkan hanya untuk meratapi perasaan sakit dan kecewa atas apa yang sudah telingaku dengar. Pernyataan yang tidak pernah kuharapkan, terlebih dilontarkan oleh orang yang aku cinta dengan sangat.Aku sedang tidak ingin peduli dengan orang lain. Ada perasaan yang harus kutenangkan sendirian. Perasaan yang tidak pernah bisa kujelaskan, karena semuanya terasa seperti mimpi. Tapi aku harus tetap waras dengan keadaan yang saat ini sedang ku alami. Meski sebenarnya, semua orang akan menjadi gila ketika jatuh cinta.Dalam kamar yang cukup luas bagiku ini, masih terasa pengap karena dipenuhi udara cemburu. Hawa panas yang tidak biasanya menyelimuti setiap sudut ruangan. Aku yang terkapar lemas tak berdaya, mau tidak mau harus menutup hari dengan rasa paling bajingan yang pernah ada. Namun satu sisi, aku harus mafhum bahwa aku hanya orang
Setelah sekian jam melanjutkan perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan, kami semua kelelahan diperjalanan, karena asik bersenda gurau dan bernyanyi. Halaman yang cukup luas bisa untuk parkir mobil, motor, bahkan kalau ada tukang parkir bisa ikut sekalian bangun pos parkir. Semua turun dari mobil. Aku sibuk mengeluarkan semua barang-barang, kak Thawaf pun sama. Berbeda dengan kak Tiara yang langsung duduk selonjoran diteras rumah, pasti sangat capek. Sebab aku juga merasakannya, kalau boleh aku ingin segera menuju kamar mandi. Lengket banget badan ku, seperti habis olahraga lari maraton. "Capek ya?" tanya ku kepada kak Tiara. "Sama aku juga" lanjutku. "Belum dijawab padahal kan?" tanya kak Tiara. "Ya, gak apa-apa. Pasti capek kok, aku udah tahu, hehe" Aku duduk disamping kak Tiara, setelah memasukkan semua barang-barang ke ruang tamu. Di teras rumah yang dingin, aku, kak Tiara, dan kak Thawaf duduk bersama tanpa alas menunggu tuan rumah yang entah kemana setelah kami sam
Kemudian, Kak Takdir menginjak gas untuk menambah kecepatan laju mobil. Terlihat dari samping raut wajahnya tampak kesal atas kejadian tadi yang hampir saja mencelakai kami semua. Aku baru mendengarnya mengucapkan kata binatang saat sedang marah. Pikiranku malah kesana kemari, karena ketakutanku kalau-kalau suatu hari nanti dibentak dan dimaki pakai bahasa kasar oleh kak Takdir.Kak Takdir berusaha mengejar mobil avanza tadi, mengakibatkan tubuh kami terombang-ambing seperti dalam kapal yang diterjang badai. Perasaan takut kian memeluk lebih kencang. Untung saja, dari bangku belakang kak Thawaf bisa memperingatkan kak Takdir yang sedang diselimuti kekesalan."Dir, pelan-pelan saja. Biarin mobil tadi mungkin sedang buru-buru!""Lihat Kiblat! Dia pasti ketakutan" lanjutnya.Kak Takdir melirik ke arah ku, lalu menghembuskan nafas dan selang beberapa detik akhirnya mengurangi kecepatan. Namun kami semua terdiam. Tidak ada yang berbicara sepatah kata pun
Namanya juga orang kaya kadang gak punya etika, tapi gak semuanya gitu. Bisa jadi orang yang saling mengasihi sesama manusia, cuma sayangnya aku belum nemu yang demikian. Semisal ada pun sudah yakin itu karena orang tersebut mencintai aku. Suatu saat nanti, mungkin, kak Takdir akan menjadi orang kaya pertama yang aku temuin dengan perilaku yang sangat baik.Di kamar ku yang tidak luas ini, aku mondar-mandir kebingungan. Harus bawa apa aja kalau berlibur 2 hari. Maklum, aku belum pernah diajak berpergian jauh sama teman. Sewaktu disekolah lama ku itu, sepertinya semua orang disana tidak menyukai aku. Mereka tak ada yang mau menemaniku bahkan untuk sekedar duduk sebangku saat jam pelajaran.Sepi menjadi temanku yang paling lengket, tapi aku gak ngerasa kesepian. Aku punya selalu punya pacar, meskipun sebentar atau baru saja putus. Gosip-gosip disekolah lama ku rasanya sudah kelewatan. Entah siapa yang memulai kalau yang ingin menjadi pacarku adalah mereka yang haus
Bismilah, ucapku dalam hati. Dengan rasa percaya diri yang masuk kategori tinggi, aku berjalan menuju tempat yang diberitahu Kak Takdir melalui pesan singkat semalam. Sesampai dilokasi aku tercengang, karena tempatnya gak rapi dan kotor. Aku masih berdiri mematung melihat Kak Takdir dan teman-temannya yang sedang bersendagurau, terlihat nyaman sekali dengan tempat ini. Aku segera mengambil sapu yang berada disisi meja. Maksudnya mau membersihkan buat duduk ku saja, ya kali aku mau bersih-bersih tempat ini. Emangnya aku seksi kebersihan. Aku memperhatikan mereka. Ada yang sedang bermain ponsel, curiga sih lagi main domba hago. Ada yang pusing karena dapet kartu jelek alias lagi main remi pake duit dua ribuan. Ada yang sambil merokok, makan mie, makan cilok. Ada juga yang sambil tadarus dipojokan, kayaknya bertugas menjaga tongkrongan ini agar tidak banyak mahkluk astralnya. Kalau setan, jangan ditanya, ini lagi pada ngumpul. “Aku mau tunjukin sesuatu.” Ucap Kak Takdir. Belum dijawab
Tidak seperti biasanya. Hari ini aku sedang ada pengarahan dari wali kelas tentang banyak hal termasuk nilai. Semenjak kemarin beberapa orang ketahuan menyontek pada saat ulangan harian pelajaran Fisika. Serta betapa gaduhnya kelas kita hingga ditegur berkali-kali.Aku duduk dibarisan kedua dekat jendela. Kebetulan pintu kelas pun dibuka lebar. Aku melihat bayangan seseorang disana. Semakin memanjang dan mulailah raganya terlihat. Raga yang ingin sekali aku miliki. Takdir Abdala Jihad tanpa kedua temannya.“Assalamualaikum, Bu” ucap Kak Takdir sambil melangkahkan kaki menuju Bu guru.“Ada apa, Takdir?”“Bu, saya mau ijin berbicara sebentar dengan Kiblat.”Tentu saja. Ibu Guru dan semua teman-teman melihat ke arahku dengan tatapan aneh. Meski aku tak tahu betul apa yang ada dalam pikiran mereka.“Untuk apa?” tanya Bu Guru.“Ada hal serius yang harus saya sampaikan, Bu. Ini menyangku
Sukabumi, hari ini.Aku memalukan. Baru saja berkenalan, sudah berani menitipkan harapan. Memang, susah sekali mengadaptasikan hati. Tidak mau mengerti. Berkali-kali diberitahu, tolong jangan kelewatan! Tetap saja keras kepala dan malah mengabaikan. Di lain waktu sudah diperingati, jangan berandai-andai! Tapi tetap tak mau mendengarkan. Seolah sedang berada dalam keadaan paling aman. Padahal disisi lain ada yang berusaha memberantakkan angan.Lemah sekali. Semoga tidak ku ulangi.“Kamu kenapa sih?” tanya Uca.Sebagai teman yang merasa telah begitu dekat. Aku menatap Uca dalam-dalam. Bibirku sudah manyun-manyun kedepan. Mataku sudah berkaca-kaca. Langsung saja ku peluk Uca, kemudian berteriak menangis tujuannya untuk membuat diri sendiri lega meskipun aku tahu teriakan ini tidak sehat bagi telinga orang lain.“Udah, Lat. Ada apaan sih?” tanya Tarekha.Aku tetap berteriak mena
Hari ke-2 aku belajar disekolah ini. Rasanya senang, karena sekarang ada teman baru. Namanya Tarekha Alanam, orangnya cantik, baik, pintar, dan disekolah ini yang suka sama dia bukan hanya angkatan kita, tetapi kakak kelas juga. Aku saja yang perempuan tidak bosan-bosan melihat wajahnya, apalagi lelaki.“Kha, kantin yuk?” ajak Uca.Uca ini teman ku juga. Nama aslinya Kautsar. Udah, itu saja. Singkat, padat, dan jelas. Panggil saja, Uca. Selain jago dibidang matematika, Uca juga jago dibidang pergibahan. Dia akan membongkar semua gossip-gossip yang beredar disekolah ini. Bahkan, gossip yang lagi hangat-hangatnya dibicarakan, dia tahu detailnya seperti apa. Uca sudah punya pacar, teman sekelas kita. Namanya Satrio Wira. Biasa dipanggil Iyo.“Yuk!” jawab Tarekha yang langsung menggandeng aku dan Uca.Di koridor sekolah udah banyak siswa-siswi yang keluar kelas untuk memenuhi egonya, yaitu makan sepuasnya di kantin. Sepuasnya sampai me
GRUKGUK! GRUKGUK!Aku mengelus perutku sembari melihat tukang roti bakar di seberang sana. Ciri khas gerobaknya yang berwarna putih, body mulus, dan glowing membuatku terpana ingin segera menepuk pundak si penjual roti dan bilang, “Mang, keju ya dua!”Lalu si Amang menyahut, “Siap, Neng!”Melihat tangan si Amang yang sudah berkeriput sedang memarut keju hingga gravitasi bumi membuat butir-butir parutan keju tadi tertabut diatas roti yang telah diolesi mentega, jatuh begitu tak beraturan, namun sangat estetis, tiba-tiba ada suara lembut terdengar dekat sekali dengan telingaku.“Punten, Neng!”Aku langsung menoleh ke arahnya. Lelaki yang berseragam sama dengan ku begitu terlihat keren, ku tebak tingginya sekitar 170 cm. Kita saling tatap beberapa detik sebelum akhirnya sadar kalau pesanan roti bakar ku hanya khayalan semata.“Iya maaf.” ucapku sambil bergeser dua langkah.“K