Share

Part 7

Penulis: Kafalma
last update Terakhir Diperbarui: 2020-09-25 11:58:52

Suasana makan malam terasa hening. Baik Indira, Rigel, maupun Binar kusyuk dengan makanan mereka. Ah tidak, rasa-rasanya ada aura dingin antara Rigel dan Binar.

"Apa kalian bertengkar?" tanya Indira seraya menatap anak dan menantunya.

"Tidak!" jawab Rigel dan Binar serempak.

"Lalu, kenapa dari tadi kalian saling diam? Kalian tidak sedang sariawan, 'kan?" selidik Indira.

Binar membisu, sementara Rigel salah tingkah. Tidak mungkin 'kan pria itu mengatakan pada ibunya kalau penyebab keterdiamannya dan Binar, karena adegan tadi?

"Kami baik-baik saja, Ma." Akhirnya Binar membuka suara seraya tersenyum teduh. Meski tidak yakin, Indira pun mengangguk.

"Dengar, Rigel, Mama tidak mau kau mengulangi kejadian memalukan itu lagi. Statusmu saat ini adalah suami Binar, maka jagalah perasaannya." Indira kemudian berdecih, lalu berkata dengan bibir yang menyeringai merendahkan, "Apa sih yang kau lihat dari wanita murahan itu? Sudah sejak awal Mama tidak setuju kau menjalin hubungan dengannya, tapi kau masih saja menjalin hubungan."

"Ma, dia punya nama dan namanya adalah Naresha, bukan wanita murahan," bela Rigel, membuat Binar hanya menunduk seraya memikirkan betapa besar rasa cinta suaminya kepada Naresha.

"Pakaiannya saja seperti wanita jalang yang ingin menjajakkan tubuhnya. Sudah tahu kau sudah menikah, dia tetap menempel padamu bagai lintah. Apa lagi sebutan yang pantas untuknya? Pelakor?" Indira kemudian mengelap bibir dengan serbet, kemudian beranjak. "Mama tidur duluan, Sayang," ucapnya lembut pada Binar, kemudian matanya memincing tajam ke arah anaknya. "Awas saja kalau kau menyakiti Binar lagi dan memilih si wanita murahan itu."

Mendengar ucapan ibunya, kedua tangan Rigel terkepal seraya menahan amarah. Ia tidak mungkin berdebat dengan ibunya, apalagi yang diucapkan ibunya tidak sepenuhnya salah. Naresha bahkan pernah menjadi salah satu angel Victoria's Secret.

Tak ingin berlama-lama dengan suasana yang tak kondusif, Binar pun membereskan piring dan gelas bekas makannya dan ibu mertuanya. Dengan tertatih ia meraih kruk, berdiri dengan satu kaki, kemudian menyelipkan di ketiaknya.

"Biar Mbok Jum saja yang bereskan. Lebih baik sekarang kau minum obat, lalu tidur," titah Rigel, membuat Binar memutar kedua bola mata dengan malas. Pria itu memerlakukannya bagai seorang anak kecil yang sedang sakit.

Menurut, Binar memilih berjalan menuju kamarnya. Namun sejurus kemudian, tangan Rigel memapahnya. Tentu saja, Binar meronta---tidak mau---tapi, Rigel justru semakin menggeratkan pegangannya.

"Kak Rigel, lepas. Aku jadi susah berjalan," keluh Binar, tapi tak diindahkan sama sekali oleh Rigel.

"Sudah, diamlah! Biarkan aku melaksanakam tanggung jawabku," sergah Rigel seraya terus memapah istrinya.

"Aku tidak hamil, Kakak tidak perlu bertanggung jawab," gurau Binar disertai desisan.

"Jadi, kau mau aku hamili dulu?" Secepat kilat, setelah mengatakan itu Rigel memekik karena tangan kiri Binar menyiku perutnya. "Kenapa kau senang sekali KDRT? Bukankah Binar yang kukenal terkenal lemah lembut?"

"Sayangnya, Binar yang Kakak kenal sudah mati," balas Binar dengan ketus. Tanpa memedulikan suaminya, dengan tertatih ia berjalan ke arah kamar.

Sesampainya di dalam kamar, Binar kemudian bersandar di kepala ranjang seraya meminum obat. Tak lama kemudian, terdengar derit pintu pertanda Rigel masuk.

"Binar, maaf jika tadi aku lancang menciummu," ujar Rigel seraya duduk di sisi ranjang.

"Tidak usah meminta maaf, itu adalah hak Kakak, bahkan Kakak berhak melakukan lebih dari itu," sahut Binar seraya menyembunyikan rona merah yang kembali menjalar di pipinya.

Rigel mencondongkan wajahnya ke dekat wajah Binar, kemudian tersenyum aneh. "Jadi, aku boleh meminta hakku sebagai suami?"

"Tentu saja seorang suami boleh meminta haknya kepada sang istri. Tapi tunggu dulu, ucapanku tadi belum selesai. Hmm ... sayangnya, hal itu tidak berlaku bagi hubungan kita. Karena Kakak tidak menganggapku seorang istri, maka aku pun takkan menganggap Kakak sebagai seorang suami. Jadi, jangan pernah mencoba menciumku lagi, apalagi menyentuhku. Lagi pula, aku hanya akan melakukan hal itu pada pria yang berstatus sebagai suami sungguhan. Suami yang akan menemaniku hingga kami menua dan menutup mata, bukan pada Kakak yang sebatas suami satu tahun." Binar kemudian mendorong tubuh Rigel agar menjauh. Setelah itu, ia menepuk-nepuk dua buah guling yang berada di tengah. "Jangan lewati batas ini. Aku akan pegang omongan Kakak saat malam pertama kita dulu, Kakak tidak akan berbuat yang macam-macam kepadaku," peringatnya.

Rigel membisu. Ia sebenarnya tidak sungguh-sungguh meminta haknya. Hal itu ia lakukan untuk menggoda Binar saja. Bukannya tersipu apalagi menurut, istrinya malah mengeluarkan kata-kata penolakan. Sungguh, ia seperti melihat Binar baru yang lebih berani.

Tapi, bagaimana jika seandainya Rigel dan Binar benar-benar melakukan hubungan suami-istri? Seketika sekelebat bayangan di mana pria itu dan Binar sedang memadu kasih muncul. Namun, tak lama kemudian sebuah notifikasi pesan masuk mengalihkan antensi Rigel dari lamunannya. Beberapa detik selanjutnya, kedua netranya terbelalak setelah membaca pesan. Ia kemudian menarik langkah cepat ke arah balkon dengan pandangan mata yang tertuju pada layar ponsel yang digenggamnya.

Dari balik tembok kaca yang menjadi pembatas antara kamar dan balkon, dapat Binar lihat suaminya bergerak gelisah. Sesekali Rigel mengetikkan sesuatu. Sesekali pula pria itu menempelkan benda pipih itu di telinganya. Hingga akhirnya, suaminya terlihat mengerang seraya memukul tangan ke pagar balkon.

"Dasar bastard!" umpat Binar seraya meremas sprei. Ia dapat mengira siapa yang mengirim pesan itu. Setelah itu, ia memilih menyembunyikan tubuh di bawah selimut.

Sementara itu, di balkon sana Rigel masih mencoba menghubungi mantan kekasihnya yang beberapa menit yang lalu memberi kabar mengejutkan baginya.

Terima kasih atas tipu daya yang membuatku jatuh ke dalam pesonamu.

Satu tahun, ya?

Entah apa yang akan terjadi dalam satu tahun itu.

Entah kau yang berpaling kepadanya.

Entah aku yang menemukan cinta yang baru.

Entah kita yang kembali bersama.

Yang jelas, aku tidak mau menunggu yang tak pasti. Lebih baik aku kembali ke Italia, daripada harus menunggumu dengan penuh sakit hati.

Selamat tinggal,

Naresha.

"Ya Tuhan, kenapa jadi begini?" erang Rigel seraya mengacak-acak rambutnya.

Lama Rigel memilih menatap langit tak berbintang bersama semilir angin yang mulai menusuk tulang. Setelah puas, ia memutuskan kembali ke dalam kamar.

Perlahan, tak ingin mengganggu wanita yang sudah terlelap damai di atas ranjang, ia naik lalu duduk bersandar di kepala ranjang. Dilihatnya, Binar sedang tertidur membelakanginya dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuh wanita itu. Ia turunkan selimut itu hingga batas bahu agar wanita itu bisa bernapas, kemudian ia membelai rambut wanita itu dengan lembut. Perlahan pikirannya melayang. Apa ini akhir kisahnya dengan Naresha dan awal kisalnya dengan Binar? Sungguh, tak ada yang tahu kemana permainan takdir membawanya. Kepada sebuah suka atau justru duka lara?

Bab terkait

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 8

    "Kakak mau apa?" tanya Binar kala Rigel memapahnya saat ia hendak ke kamar mandi."Membantumu. Memangnya apa lagi?" Rigel menjawab sekaligus bertanya."Aku mau mandi," ungkap Binar."Lalu?" Rigel bertanya dengan wajah datar, membuat Binar memutar bola mata dengan malas."Ya, Kakak pergi sana. Jangan ikut-ikut aku. Aku bisa sendiri. Sejak kemarin, aku bisa ke kamar mandi sendiri, 'kan? Aku tidak butuh bantuan Kakak," usir Binar jujur. Ia memang pergi ke kamar mandi sendiri untuk berwudhu dan buang air. Pada saat Rigel tidak ada di kamar atau saat Rigel masih terlelap, seperti Subuh tadi. Alih-alih pergi, Rigel malah menggendongnya ala bridal style, membuat ia memekik kaget.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 9

    Tak terasa tiga minggu berlalu setelah kejadian di mana Rigel mengecup Binar kembali. Dalam tiga minggu ini, bagai seekor bunglon sikap Binar berubah kembali 180 derajat. Wanita itu lebih banyak diam dan akan berbicara jika Rigel yang pertama bertanya. Bahkan, selepas di mana Binar tidak jadi mandi, wanita itu tak berbicara dengan mulutnya, melainkan dengan jemari lentik tangan kanannya yang menggores indah setiap untaian kata setiap kali Rigel mengajak berbicara. Pada awalnya Rigel berpikir kalau istrinya mendadak sakit gigi. Tapi di hari ketiga setelah itu, ia mendapat kenyataan kalau ternyata semua itu salah, karena nyatanya istrinya bisa dengan leluasa berbicara dengan Mbok Jum dengan mulutnya. Pantas saja wanita itu selalu tidak mau jika diajak ke dokter.Rigel merebut pulpen dan buku kecil yang biasa Binar pakai untuk berkomunikasi dengannya. "Berhenti melakukan hal bodoh ini. Kau tidak sakit gigi, apalagi bisu. Sekarang, aku ingin mendengar suara

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 10

    Degup jantung Rigel berdetak tidak karuan, hatinya tak sabar bertemu dengan sang pujaan hati yang dirindunya selama tiga minggu ini saat kaki panjangnya menyusuri lorong-lorong apartemen milik pujaan hatinya. Saat langkahnya terhenti tepat di depan pintu apartemen, ia menarik napas panjang, menutup mata selama beberapa detik, hingga kemudian mengembuskan napas perlahan seraya membuka mata. Ia hirup dalam-dalam aroma wangi yang menyeruak dari sebuket bunga mawar merah yang dibawanya. Bayang-bayang Naresha dengan senang hati menyambutnya, menyukai bunga yang dibawanya, dan mau memaafkan kesalahannya muncul dalam khayalannya.Tapi, apakah khayalannya yang terwujud? Ah, ia tidak tahu mengingat gurat luka dan kecewa, serta marah yang ditampakkan wanita itu sebelum memutuskan pergi meninggalkannya. Sekarang ia pesimis, meski begitu ia akan tetap berusaha memadamkan amarah dan mendapatkan maaf pujaan hatinya.Jari telunjuk Rigel menekan bel pi

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 11

    Raut lelah kentara di wajah Rigel setelah melakukan penerbangan Milan--Jakarta dengan Qatar Airways yang memakan waktu hampir 18 jam, belum lagi setelah itu ia harus kesal duduk di tengah kemacetan ibu kota Jakarta selama 1,5 jam."Biar saya bawakan tasnya, Tuan," tawar Mbok Jum. Rigel mengangguk dan menyerahkan ranselnya."Di mana Binar?" tanya Rigel saat matanya tak menangkap sosok yang sama sekali tidak pernah menghubunginya. Hell, seorang istri seharusnya selalu menanyakan kabar suaminya, 'kan? Tapi seharusnya Rigel ingat, kalau statusnya bukan suami sungguhan dan ia pun tak pernah menghubungi Binar. Jadi wajar jika istrinya tak menghubungi dirinya."Nona Binar sedang tidur di ruang tengah, Tuan," jawab Mbok Jum.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-28
  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 12

    Binar hanya ingin membersihkan tubuhnya yang berselimut keringat agar ia bisa tidur nyenyak. Namun, suasana hatinya yang merasa terpatahkan membuat otaknya mendadak buntu dengan lupa membawa pakaian ganti. Tadi ia sudah akan mengambil pakaian kalau saja Rigel tidak menghentikan langkahnya dengan kalimat yang membuatnya merasa dipermainkan. Rasa ingin pergi dari hadapan Rigel lebih kuat mendominasi, daripada pikiran jernihnya, membuat ia urung keluar dari kamar mandi untuk mengambil pakaian ganti. Dirinya tak siap untuk bertemu suaminya. Mungkin, dengan menyembunyikan diri selama beberapa waktu di dalam kamar mandi bisa sedikitnya mengalihkan apa yang dirasakannya saat ini.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-28
  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 13

    Derit pintu terdengar, diikuti derap langkah Rigel di tengah kegelapan yang menyelimuti kamarnya dan istrinya. Pelan-pelan ia melangkah mendekati saklar yang menempel di dinding dekat nakas, kemudian menekannya hingga lampu tidur yang temaram menyala. Manik matanya beredar ke arah jam dinding, ternyata waktu menunjukkan sudah pukul setengah satu malam.Pandangan Rigel beralih pada istrinya yang sudah menjelajah ke alam mimpi dalam posisi miring menghadap nakas. Dia duduk di lantai dekat sisi ranjang, sebelah tangan kanannya terulur mengusap lembut surai hitam istrinya, lalu turun dan berhenti di wajah istrinya. Hatinya bergetar saat melihat mata sembab dan jejak basah di pipi istrinya, mungkin wanita itu tertidur setelah lelah menangis. Refleks jari telunjuknya menyeka jejak basah yang mulai mengering, kemudian mengecup kedua mata istrinya. Dirasakannya Binar sedikit menggeliat tidak nyaman dengan mata yang masih terpejam. Syukurlah, wanita itu tidak terba

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-01
  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 14

    "Maaf Non, ada paket," ucap Mbok Jum pada Binar yang sedang membaca dalam kamar.Binar mengernyit selama beberapa detik. Ia tidak merasa memesan sesuatu. Ah, bisa saja itu pesanan suaminya. Akhirnya ia pun melangkah menuju pintu utama. Sesampainya di sana, ia melihat seorang pria tegap yang tingginya hampir sepantar suaminya sedang berdiri membelakanginya.Binar berdeham lalu berkata, "Maaf, ada apa, Pak?"Pria tegap itu tidak menjawab, tapi langsung membalikkan tubuhnya. Dapat Binar lihat dus berbentuk persegi panjang yang dibawa pria itu menutupi wajahnya. Ketika ia ingin protes, pria itu menurunkan dus hingga wajahnya tampannya terlihat. Ya, pria tegap itu begitu tampan dengan manik coklat keabuan dan kulit putih kemerahaan. 

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-01
  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 15

    "Kalau memang Kakak mencintaiku, kenapa tidak dari dulu? Kenapa harus menunggu Kak Naresha pergi? Apa itu namanya kalau bukan pelarian?!"Kalimat-kalimat itu terus terngiang di pikiran Rigel, membuatnya tidak sadar sudah berapa lama ia membeku, bahkan ia tak sadar kalau Binar sudah tak ada lagi di hadapannya. Otaknya terus mencoba menjawab segala pertanyaan yang begitu menohoknya. Binar benar, jika ia memang mencintai wanita itu, kenapa tidak dari dulu? Kenapa harus menunggu Naresha pergi? Seketika ia ragu atas perasaannya sendiri. Benarkah ia telah jatuh cinta kepada istrinya? Bagaimana bisa secepat itu? Bukankah hatinya adalah milik Naresha? Ia bahkan baru beberapa hari putus dari wanita pujaannya.Rigel menghela napas panjang. Bukannya mendapat jawaban, ia malah menambah rentetan pertanyaan yang membuat pikiran

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-01

Bab terbaru

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 34

    Kedua telapak tangan Rigel terkepal erat hingga menampilkan urat-urat yang membiru dan buku-buku jari yang memutih. Rahangnya tampak tegas. Aura dingin kentara menyelimuti paras pria yang baru saja resmi menjadi seorang ayah. Pun, iris coklat gelapnya seakan mematik api amarah pada wanita yang berhasil selamat dari maut beberapa waktu yang lalu.Binar, wanita yang menyandang status ibu baru itu kini hanya bisa terbaring pasrah di atas ranjang pesakitan dengan segala macam alat yang menempel pada tubuhnya. Wanita itu mengalami koma, yaitu situasi darurat di mana tubuh tidak sadar karena menurunnya aktivitas otak karena kondisi tertentu.Selepas dari ruang NICU Akhtar, Rigel bergegas pergi ke ruang dokter yang memanggilkan. Hanya satu yang di pikirannya, yaitu kondisi sang putra. Masih tampak jelas di ingatannya bagaimana tubuh Binar terguling melewati setiap undakan anak tangga, sehingga menyebabkan ceceran d

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 33

    Derai kekhawatiran itu kentara di wajah wanita paruh baya yang sedang mengikuti brankar yang membawa majikannya. Segala doa ia rapalkan dalam hati. Batinnya tidak sanggup melihat wajah yang biasanya berseri kini pucat pasi dengan mata terpejam erat dan darah terus-terusan mengalir dari bagian selatan tubuh majikan yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri."Ya Allah, Nona Binar ... hiks ... kenapa ini bisa terjadi?" lirih Bi Jum, wanita paruh baya itu saat pegangan tangannya pada brankar terlepas, karena perawat membawanya ke sebuah ruangan. Sungguh ia tidak rela meninggalkan Binar sendiri di dalam sana, tetapi perawat itu menahannya dan pria di sampingnya agar tidak ikut masuk. Pria itu, siapa lagi kalau bukan Rigel?"Argh ...," erang Rigel sambil meninju tembok tak bersalah.Bi Jum terperanjat. "Yang sabar, Tuan. Sebaiknya kita berdoa agar Allah menyelamatkan Nona Binar dan anak kalian." Sebelah tangannya terulur, tetapi segera ditepis Rigel. Hal itu tak membuat wanita paruh baya

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 32

    Pelan, Rigel---pengusaha muda nan tampan itu---membuka pintu kamarnya yang berada di rumah orangtuanya dengan perasaan takut membangunkan sang istri yang sudah terlelap dengan damai. Ya, sejak kematian sang ayah, ia dan Binar memutuskan untuk menemani sang mama sementara waktu.Lelah tampak kentara di wajah Rigel. Ia menarik dasi yang terasa mencekiknya seharian ini sambil menarik kaki ke arah sang istri. Setelah sampai, ia duduk si sisi ranjang, tersenyum kecil sambil mengusap lembut surai kecoklaatan istrinya yang sedang tertidur dalam posisi miring membelakanginya. Menghentikan usapan, sejenak kepalanya berpaling sambil menutup mata dan mengembuskan napas berat. Perkataan dokter sungguh menghantui pikirannya, belum lagi fakta-fakta yang harus ia selidiki. Membuka mata, ia lantas kembali memberi usapan di kepala sang istri. Setelah itu, lama sekali ia mendaratkan bibir di surai kecoklat

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 31

    Suara ketukan pintu terdengar. Setelah dipersilakan masuk, maka Rigel---si pengetuk---pun membuka pintu, masuk, kemudian duduk di tempat yang dipersilakan. Ada semburat tanda tanya di wajahnya, bahkan semalaman ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sungguh, ia sudah tidak sabar mendapat jawaban dari sang dokter yang kini duduk di seberangnya. Rigel berdeham dengan wajah dinginnya. "Bisa kita langsung saja?"Dokter Fatih mengangguk. "Dari gejala-gejala yang terlihat, saya menduga kalau ayah Anda terkena racun risin yang terpapar melalui jalur udara. Entah itu yang di-extract menjadi bubuk, maupun semprot."Dahi Rigel tampak mengerut. "Diduga? Jadi, maksud Dokter itu belum pasti?"Dokter Fatih

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 30

    Di saat matahari berada di antara waktu Dzuhur dan Maghrib---Ashar---di mana panjang bayang-bayang melebihi panjang benda itu sendiri, lantunan ayat suci Al-Quran yang keluar dari bibir Binar sayup-sayup terdengar. Tak seperti biasanya, kali ini wanita berbadan dua itu tak ber-tilawah, pun tidak tartil. Getar dan isak menyusup dalam setiap bacaannya. Sesekali wanita itu berhenti sambil menajamkan indra penglihatannya. Kabur. Kabut itu seakan menebal hingga mengikis jarak pandangnya, membuat rintik hujan air mata tak sengaja jatuh mengenai kitab suci yang dipegangnya."Hal jazā'ul-iḥsāni illal-iḥsān ...." Bersama berakhirnya Ar-Rahman ayat 60 yang artinya, "Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)." rintik hujan air mata Binar semakin deras. Kepala wanita itu semakin menunduk dan bahu ringkihnya bergetar hebat mendapat serangan hebat yang menikam jantungnya. Rasanya, kenapa begitu perih?Tanpa wanit

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 29

    Waktu terus bergulir, tak terasa kini usia kandungan Binar sudah memasuki minggu ke-25. Banyak hal yang dialami wanita hamil itu. Bukan hanya berat badannya yang bertambah, seiring perutnya yang membuncit, tetapi semakin ke sini ia merasa kondisi tubuhnya menjadi lemah. Meski ngidamnya telah lenyap akhir trimester pertama, mual dan muntah yang dialaminya hingga kini masih melanda. Belum lagi sesekali ia merasa sakit di bagian atas perutnya, bahkan beberapa minggu ini pandangannya seringkali mengabur.Bunyi antara gelas jatuh dan lantai yang beradu memekik ruangan. Rigel yang berniat ingin menghampiri sang istri untuk meminta dipasangkan dasi terlonjak kaget dan bergegas menuju dapur."Berhenti!" titah Rigel kala matanya menangkap sang istri yang hendak berjongkok untuk membersihkan serpihan kaca yang berserakan.

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 28

    Setelah pertemuannya dengan Mr. Lee, di sinilah Rigel, di S.E.A Aquarium Singapore. Beberapa tempat sudah ia kunjungi dan beberapa spesies ikan dari sekitar seratus ribu biota laut sudah ia lihat. Sekarang, matanya sedang dimanjakan oleh ikan-ikan yang sedang asyik bermain di kapal karam yang terdapat dalam ruang akuarium yang ia sewa agar tak ada pengunjung yang bisa masuk."Aku tahu kau juga merindukanku," ucap seorang wanita tiba-tiba.Degup jantung Rigel seketika tak berdetak, pun dengan aliran darah yang seketika terhenti saat seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Sejenak ia menutup mata, merasakan kerinduan yang dengan tidak sopannya memasuki relung jiwa. Suara itu ... suara pujaan hatinya, wanita yang telah mewarnai hidupnya. Ingin sekali ia berbalik, lalu membalas dekapan hangat itu. Namun, dengan cepat ia tepis. Bagaimanapun semuanya hanya masa lalu. Statusnya sudah tak sama lagi. Wanita itu bukan lagi miliknya.

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 27

    Seperti malam-malam sebelumnya, malam ini Binar terbangun karena menginginkan sesuatu. Jadi, ini yang dinamakan ngidam. Dulu, ia tidak percaya atas hal itu. Menurutnya, itu hanya keinginan sang ibu hamil, tetapi mengingat apa yang tengah dirasakannya, kini ia yakin kalau itu bawaan sang janin.Seulas senyum terbit di wajah Binar. Dengan pandangan yang menatap perutnya yang belum membuncit, dengan hati-hati ia mengelus perutnya. Di sana, ada buah cintanya yang sedang berjuang untuk tumbuh hingga bisa terlahir ke dunia."Jadi, kau pelaku yang membuat Ibu bangun tengah malam, hmm? Baiklah, tidak apa-apa. Dengan begitu sehabis memenuhi permintaanmu, Ibu bisa sholat malam," monolog Binar pada janinnya. Sejenak ia melihat sang suami yang tertidur dengan lengan kiri yang menutup matanya, kentara sekali lelah di wajah tampan suaminya itu.Oh Tuhan ... Binar tak bisa mendeskripsikan betapa buncahan bahagia dirasakan saat ia menyebu

  • Don't Kill My Baby (Indonesia)   Part 26

    Tak terasa waktu bergulir begitu cepat, terhitung satu bulan sudah setelah malam di mana Rigel dan Binar memutuskan untuk menjadi suami-istri sungguhan. Kini tak ada lagi benteng es yang menjulang kokoh membatasi keduanya. Musim salju telah berganti menjadi musim semi yang menebarkan kehangatan. Selama sebulan ini pula, Rigel benar-benar berubah. Perhatian, kasih sayang, dan tatapan memuja terlihat dari sikapnya. Pria itu juga senantiasa memanjakan sang istri dan memperlakukan bagai seorang ratu. Namun, jangan lupakan sikap posesif pria itu. Tingkat keposesifannya kini naik berkali-kali lipat. Terkadang hal itu membuat Binar muak. Untunglah, Xavier tak terlihat batang hidungnya. Pria itu benar-benar menjaga jarak. Ah ... ralat, menjaga hati juga.Dalam keheningan malam Binar menggulirkan tubuhnya ke sana-sini, mencoba mencari posisi nyaman, tetapi tak kunjung juga berhasil. Seperti malam-malam sebelumnya, tengah malam begini perutnya selalu memanggil dan meminta diisi. Demi Tuhan, ia t

DMCA.com Protection Status