Jack keluar dari kediaman Berry dengan wajah santai seolah tidak pernah terjadi hal buruk padanya. Dia bahkan menghentikan laju sepedanya lagi ketika melihat satpam tergeletak tak sadarkan diri di dekat gerbang sambil memegang tengkuknya. Jack tersenyum sebelum membawa si satpam ke dalam pos jaganya. Dia membuat satpam itu duduk di kursi."Sayang sekali kamu bekerja pada orang yang keji."Jack meninggalkan satpam itu dan keluar dari halaman rumah Berry Ansley. "Claire akan menanyakan banyak hal karena aku tidak lekas kembali."Baru saja dia membicarakan Claire dengan dirinya sendiri, sebuah telepon dari teman sekaligus manajernya itu masuk."Dia pasti mau mengomeliku sekarang," kata Jack sebelum mengangkat panggilan dari Claire."Halo.""Halo Jack, di mana kamu?"Kening Jack berkerut mendengar suara Claire seperti orang yang sedang menangis. "Claire, apa terjadi sesuatu?""Ayahku, Jack. Paman Louis meneleponku, katanya, ayahku ditemukan tidak sadarkan diri di kamarnya." Claire semaki
Jack dan Claire saling menatap sesaat. Mereka terkejut mendengar ucapan penjaga. "Apa katamu tadi? Apa kamu tidak mendengar kami? Ayahku dalam keadaan gawat darurat. Daripada mencemaskan biaya pengobatan, semestinya kamu mencemaskan keselamatan ayahku!" Claire berusaha keras untuk tidak memukul penjaga itu. Suaranya yang lantang membuat orang-orang yang duduk mengantre di depan resepsionis menoleh padanya. "Jangan berteriak padaku! Ayahmu hanya akan menjadi masalah untuk rumah sakit ini, jika kalian tidak sanggup membayar biaya pengobatannya. Jadi, cepatlah pergi sekarang dan jangan membuat keributan. Sebenarnya kalian harus membayar juga karena telah menggunakan ranjang dorong itu. Tapi aku akan mengabaikannya sebagai bentuk simpatiku." Penjaga itu berbalik. Dia tersenyum ramah pada para pengunjung rumah sakit yang melihatnya. Lantas, dia berjalan menuju tempatnya semula. Claire yang sudah sangat marah berjalan menyusulnya untuk memberikan sebuah pukulan keras. "Argh!" Penjaga
Keringat mulai memenuhi kening si penjaga. Dia benar-benar tidak tahu jawaban yang benar untuk petanyaan Martha. Dia tidak merasa melakukan kesalahan. Orang-orang di lobi rumah sakit bahkan mendukung tindakan yang dia lakukan. Oleh sebab itu, si penjaga menggeleng.“Apa salah saya, Nona?” tanyanya lagi ragu-ragu.Untuk pertanyaan yang sama itu, Martha berteriak memakinya. “BODOH! Kamu benar-benar idiot! Kamu baru saja menahan pasien gawat darurat untuk mendapat penanganan dan masih tidak tahu apa kesalahanmu?!”Kedua mata Claire membesar. Kehadiran Martha yang mengejutkannya sampai membuatnya lupa jika sampai detik ini dia masih belum tahu di mana ayahnya dan Jack berada.“Nona, apa yang anda maksud adalah pria tua yang datang bersama kurir pizza dan wanita bar-bar ini?” Penjaga itu memberanikan diri untuk bertanya lagi. Tidak peduli meski Martha akan emmukulnya lagi, dia harus tahu pasti, apa kesalahannya dan siapa pasien yang dimaksud oleh Martha.“Apa katamu?! Berani sekali kamu m
Belum sampai Martha merespons pertanyaan mendalam Claire, sebuah teriakan terdengar."Nona Martha!" Seorang perawat wanita berjalan cepat menghampiri Martha. Ekspresi wajahnya tampak kesulitan."Ada apa?""Apa Nona sudah bertemu dengan Nona Claire?" Perawat itu menggeser pandangan ke arah wanita yang duduk di samping Martha. "Apa dia-""Ya, aku Claire. Apa terjadi sesuatu pada ayahku?" Claire mulai was-was lagi.Perawat mengangguk pelan. "Ayah anda perlu mendapat penanganan yang lebih serius. Dokter ingin bertemu anda untuk membicarakan hal itu."Martha mengangguk ketika Claire menoleh padanya. Mereka berdiri dan mengikuti sang perawat.Sepanjang perjalanan menegangkan itu, Claire berpikir keras, apa hal serius yang dimaksud sang perawat. Ketika itu, di depan ruang gawat darurat, dia melihat Jack berdiri sambil menutup mata dan memegangi kepalanya."Jack!" Claire berteriak. Dia berlari menghampiri Jack dan memeluknya erat.Jack masih mengatakan hal yang sama. "Tenang, semua akan baik-
Sebuah taksi berhenti di halaman King Pizza. Jack keluar dari dalam taksi setelah memberikan sejumlah uang. "Simpan kembaliannya."Jack kembali ke King Pizza untuk melihat keadaan setelah memastikan operasi Paman Bob berhasil. Claire memintanya untuk memastikan semua baik-baik saja selama wanita itu berada di rumah sakit.Jack tersenyum lega melihat keadaan kedai yang aman terkendali. Petang hari seperti ini adalah saat-saat yang sangat sibuk di kedai. Banyak pelanggan datang sepulang dari bekerja."Bagaimana keadaan ayahnya Claire?" Victor si juru masak pizza bertanya saat Jack memasuki dapur."Paman Bob baru selesai menjalani operasi transplantasi ginjal." Jack menghela napas lega. Jika mengingat apa yang menimpa ayah dari temannya itu, dia merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Jack tidak bisa membayangkan bagaimana dengan Claire jika Paman Bob tidak bisa diselamatkan."Apa?! Itu penyakit yang sangat serius. Apa tidak ada cara lain untuk mengobatinya?" Catherine menimpali. Dialah
Prank!Jack baru saja sampai di dapur ketika terdengar suara bising dari arah depan. Dia segera kembali ke ruang pengunjung untuk melihat apa yang terjadi.Kedua mata Jack membesar melihat pecahan keramik tercecer di lantai. Dan tentu saja hal itu berhasil menyita perhatian semua orang.Terlebih, berikutnya pria kekar yang berdiri tak jauh dari serpihan keramik itu membentak, “Bodoh! Makanan apa ini? Bisa-bisanya sampah seperti ini disajikan di piring pelanggan! Apa kalian mau menipuku?!”Seorang pelayan pria yang berdiri tak jauh dari meja itu lantas mendekat. Meski sekarang jantungnya berdetak sangat cepat, dia tetap membungkuk hormat dan berusaha untuk tersenyum. “Ada apa, Tuan? Mengapa anda membanting piring?”PLAK!Pelayan itu mendapat sebuah tamparan keras sebagai jawabannya.“Apa kamu tuli?! Dasar idiot! Aku belum pernah menggigit makanan seburuk ini. Kenapa kalian menyajikan sampah di mejaku?!”Menahan rasa sakit di pipi, si pelayan tersenyum getir. “Tuan, jika ada hal yang ti
Jack menghantamkan kursi ke tubuh seorang berandal. Dia melakukannya dengan sekuat tenaga. Lalu, Jack mengayunkan dan menghantamkan kursi itu ke berandal lainnya."Argh!" Erangan demi erangan keluar dari mulut berandal-berandal itu.Jack berdiri dengan napas tersengal. Dia menatap tajam atau demi satu berandal yang mengacau di King Pizza."Apa itu Jack Marshall?" Victor tidak bisa menahan mulutnya untuk bertanya. Jika dia tidak melihat sendiri apa yang terjadi, pasti dia tidak akan percaya kalau Jack ternyata ahli bertarung."Aku kira pukulan lutut yang diberikan Jack pada pria yang tadi hanya kebetulan. Tapi, apa benar kebetulan bisa sebanyak ini?" Catherine menimpali.Seorang pelayan lainnya lalu memberi ide, "Ini sangat bagus. Sebaiknya kita duduk saja untuk menyaksikan pertunjukan ini."Para karyawan yang semula merasa khawatir, sekarang menjadi lega. Mereka sangat yakin, Jack bisa mengatasi para berandal itu."Kita harus meminta maaf dan berterima kasih pada Jack setelah semua in
"Jangan menghancurkan apa pun lagi!"Mata Jack memerah karena amarah. Suaranya terdengar serak ketika berteriak memperingatkan para pembuat onar itu."Hei, pecundang ini membuat tanganku bergetar!" Thomas mengolok-olok. Dia menjulurkan tangannya yang masih memegang pistol, jelas-jelas itu tidak bergetar sama sekali.Tidak mau kalah, teman Thomas turut menimpali, "Thomas, tidak hanya kamu, aku juga ketakutan. Rasanya, aku seperti akan pipis di celana." "Tidak, tidak, jangan biarkan celanamu basah, kawan. Lebih baik, kalian semua mengencingi dapur saja! Bagaimana rasanya pizza rasa air seni hah?" "Kedengarannya menarik," jawab teman Thomas.Thomas dan teman-temannya tertawa. Mereka membuat para karyawan merasakan kesulitan yang sangat besar. Di satu sisi mereka tentu ingin menjaga King Pizza, tetapi di sisi lain mereka juga ingin menjaga nyawa sendiri.Bagaimana mereka bisa menjaga King Pizza jika mati terbunuh?"Katakan, siapa di antara kalian yang bertugas membuat pizza?"Victor men