Masih sambil memegangi perutnya yang terasa nyeri, Thomas menjawab, "Ti-tidak ada, Tuan."Jack tertawa kecil sambil memandang lantai. Ketika itu, seorang teman Thomas diam-diam mengambil pecahan kaca dari vas bunga yang jatuh karena meja pelanggan yang terguling. Pria itu berniat untuk menusukkan pecahan kaca tersebut ke tengkuk Jack dengan sekuat tenaga.Mulut Victor terbuka lebar ketika mengetahui hal itu. Dia menepuk-nepuk pundak Catherine tanpa mengatakan apa-apa karena lidahnya mendadak terasa kaku."Ada apa, Victor?" Catherine merasa kesal karena tepukan itu membuatnya kaget."I-itu." Hanya itu yang Victor katakan. Dia menunjuk ke arah berandal yang sudah semakin dekat dengan Jack.Catherine menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ketika matanya melihat si berandal hendak menghujamkan kaca itu ke arah Jack, dia berteriak, "Jack, awas!"Dengan tangkas Jack berguling ke samping. Lalu dia melesatkan peluru lagi. BANG!Suara tembakan kemudian diikuti oleh bunyi pecahan kaca yang kini
Di sebuah ruangan yang tampak elegan, seorang pria sedang duduk bersantai di kursi premium yang empuk. Dia terlihat sangat bahagia dari senyum di wajahnya. Padahal, dia sedang memejamkan mata dan hanya sendirian di ruangan itu."Aku sudah tidak sabar," katanya tanpa membuka mata. Dia menggoyangkan kursinya ke kanan dan kiri.Pria itu menegakkan tubuhnya untuk menjangkau handphone. Dia menyalakan dan melihat layarnya."Kenapa tidak ada kabar juga? Apa mereka berhasil mengacaukan King Pizza dan menjadikan Jack sebagai orang yang bertanggung jawab untuk itu? Akan sangat bagus jika aku bisa melihat kedai itu sekarang. Tapi, tidak masalah. Aku bisa ke sana besok atau lusa untuk melihat sisa-sisa kekacauan hahaha."Tepat sekali, pria itu tidak lain adalah David Guillon, mantan pacar Sophie, yang menyimpan dendam kesumat pada Jack. Terdengar aneh karena semestinya Jack yang berhak dendam padanya, mengingat bagaimana pria itu telah menghancurkan pertunangan Jack dengan Sophie.Tapi, sampai de
"Apa kami bisa pergi sekarang, Tuan?" Thomas melihat Jack masih dengan ekspresi wajah mengiba. Dia sungguh tidak tahu apa rencana Jack sebenarnya. Tapi yang jelas, dia sangat yakin bahwa David akan menerima balasan yang jauh lebih berat.Apa pun yang akan dilakukan Jack pada David, Thomas tidak akan ikut campur. Semakin cepat dia pergi dari King Pizza akan semakin baik untuk kesehatan jantungnya. Sejak tadi detak jantungnya begitu cepat karena rasa takut yang tidak hilang juga.Thomas yakin, hal yang sama juga dialami teman-temannya. Mereka benar-benar merasa begitu terintimidasi!Selama karier Thomas menjadi preman bayaran, belum sekalipun dia merasa begitu ketakutan seperti saat berhadapan dengan Jack. Dia yakin kalau Jack bukan orang sembarangan.'Pemuda itu bahkan membiarkan pertanyaanku menggantung tidak terjawab. Tatapannya membuat napasku sesak.' Thomas menelan ludah entah sudah yang keberapa kalinya."Buka ponselmu!""U-untuk apa, Tuan?"Jack tidak menjawab lagi. Dia hanya te
Di sebuah area pertokoan, terdapat bangunan tiga lantai yang terlihat megah di antara deretan bangunan-bangunan lainnya. Banyaknya lampu yang menerangi bangunan tersebut membuatnya tampak paling bercahaya.Itu adalah optik milik ayah David, yakni Guillon Glasses. Saat ini optik itu sudah terlihat sepi karena tidak lebih dari lima menit lagi akan tutup. Hanya terdapat satu atau dua pengunjung saja yang terlihat masih berbicara dengan karyawan.Optik Guillon Glasses sendiri menjadi toko yang tutup paling akhir. Pada wilayah pertokoan itu, nyaris semuanya telah tutup. Itu sebabnya wilayah tersebut terlihat gelap.Namun, di balik kegelapan itu, ada banyak pasang mata yang mengintai optik Guillon Glasses. Mereka semua mengenakan pakaian serba hitam. Karena itulah, keberadaan mereka tidak disadari karena tersamarkan oleh keadaan."Bersiaplah, ketika mereka mulai mematikan lampu, kita serbu," bisik salah seorang dari pengintai itu sebelum memakai penutup kepala.Komandonya itu lekas diikuti
"Apa kamu sudah lupa, BOS?" Thomas sengaja memberi penekanan pada kata 'bos'. Dia lantas melanjutkan, "Hei, aku bahkan baru saja meneleponmu tadi.""Ka-kamu?" David seperti tersambar petir di siang hari. Ucapan pria yang membawa pistol itu membuatnya tidak ragu lagi pada dugaannya.Kawanan perampok itu memang preman-preman yang dia bayar untuk membuat kekacauan di King Pizza!'Lalu, untuk apa mereka datang ke mari?' batin David semakin tidak mengerti."Jika melihat raut wajahmu sekarang, sepertinya kamu sudah ingat, siapa kami. Jadi, apa yang harus aku lakukan padanya, kawan-kawan?"Seorang preman menyahut sambil menghantamkan tinju ke telapak tangannya sendiri. "Hajar saja dia!""Ah, tidak, tidak, itu terlalu lama. Lebih baik, cepat tarik pelatuk pistolmu sekarang juga! Aku sudah tidak sabar untuk membuang mayatnya ke sungai!" Seorang preman lainnya menimpali.Usulan keji itu langsung mendapat persetujuan dari preman-preman lain. Mereka begitu riyuh, meminta Thomas untuk merealisasik
Para preman berhamburan ke semua sisi di lantai satu optik Guillon Glasses. Dengan cepat mereka membuat kacamata-kacamata yang tertata rapi, baik di etalase maupun yang terpajang di gantungan bersusun, menjadi berantakan. Suara kaca yang pecah segera mendominasi di ruangan itu. "Tidak! Jangan! Aku mohon, jangan lakukan ini!" David sampai gemetar melihat barang dagangan sang ayah hancur. Sedangkan para karyawan terlihat saling merapat karena merasa semakin terintimidasi. Detik itu mereka sadar bahwa kawanan pria misterius itu bukanlah perampok. Jika mereka perampok, tentu akan langsung meminta David untuk menunjukkan di mana uang hasil transaksi hari ini disimpan. Di sisi lain, para karyawan juga ingin menghentikan aksi bar-bar para preman. Akan tetapi, mereka tentu khawatir jika tindakan mereka malah berbuah tembakan di kepala. Walau terkadang hidup ini terasa sulit, mereka belum ingin mati. Baru saja para karyawan mengambil sikap untuk diam, tidak mau terlibat dalam kekacauan, Da
Di sebuah sudut kawasan FleetLand yang gelap, terdapat dua orang pria duduk di bangku panjang. Seorang pria di antaranya membungkuk sangat rendah."Kami sudah membereskan semuanya, Tuan. Semua terjadi seperti yang Tuan inginkan. Bukti CCTV telah dihapus dan tempat itu menjadi sangat berantakan. Lebih pastinya, tidak ada satu barang dagangan pun yang tersisa.""Bagus!""Apa sekarang aku boleh pergi, Tuan?" Pria itu mengulangi pertanyaannya di King Pizza tadi.Benar, itu adalah Thomas. Dia sedang melaporkan hasil kerja dirinya dan teman-temannya dalam mengacaukan Guillon Glasses. Sebagaimana saat ada di King Pizza tadi, entah mengapa Thomas merasakan kengerian yang luar biasa saat berhadapan dengan Jack. Pemuda itu benar-benar memiliki aura membunuh yang pekat."Tidak." Jack menoleh pada Thomas. Dia memberikan tatapan tajam. Tentu saja hal tersebut membuat Thomas menunduk semakin rendah lagi. Dia mengepalkan tangannya untuk menyembunyikan rasa takut. "A-apa aku melakukan kesalahan, Tua
Jack tersenyum lebar di depan kos mungilnya. Dia mendongakkan kepala sebelum menghirup udara dalam-dalam sambil memejamkan mata. "Aku harap Paman Bob sudah lebih baik sekarang." Jack mengambil sepeda yang terparkir tak jauh darinya. Pagi ini, dia berencana untuk menjenguk ayah Claire di Sunshine Hospital. "Aku tidak bisa datang dengan tangan kosong. Claire pasti akan senang jika aku membawa makanan kesukaannya." Sambil terus mengayuh sepedanya, Jack mengingat-ingat nama restoran yang terkenal dengan hidangan steaknya yang lezat. "Oh, aku ingat. Steakhouse Prime! Aku akan ke sana!" Jack menghentikan laju sepedanya untuk melihat lokasi restoran itu di ponselnya. Dia tersenyum lebar ketika telah mengetahuinya. Sebetulnya restoran itu berada di jalan yang tidak asing untuk Jack. Hanya saja, karena tidak pernah pergi ke sana dan mungkin hanya melewatinya saja, membuat Jack tidak terlalu memperhatikannya. Jack mengayuh kembali sepedanya setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam t
Bulan bundar sempurna. Dari loteng Greenroad Villa, angin membuat pucuk pohon cemara seperti sedang menggesek-gesekkan tubuhnya pada purnama. Ada kopi yang mengepul di dalam dua cangkir putih di atas meja kayu. Tangan yang kekar tampak mengambil satu di antara cangkir itu. “Ini sangat indah,” kata Claire setelah sang suami menyesap kopi. Dia mengagumi pemandangan malam hari di tempat itu. Jack menggeleng. “Ada yang lebih indah dari ini.” Dengan wajah berseri Claire menyahut. “Benarkah?” “Hm.” Jack kembali menyeruput kopi buatannya sendiri. “Cepat katakan padaku. Aku ingin melihatnya besok.” Claire semakin bersemangat. “Kenapa harus menunggu besok?” “Jadi, aku bisa melihatnya sekarang?” “Tentu saja.” Claire bertepuk tangan kegirangan. “Di mana aku bisa melihatnya?” Dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Jack. “Pergilah ke kamar.” Claire yang mendengarkan suaminya dengan sungguh-sungguh mengernyetkan keningnya. Namun, dia tetap berkata, “Lalu?” “Saat kamu berdiri di de
Orang-orang terkejut dengan reaksi Jack atas apa yang dilakukan Claire, tanpa terkecuali Claire itu sendiri. Sejak mengenal Jack hingga mereka memutuskan untuk menikah, Jack tidak pernah membentaknya, kecuali hanya jika dia bersalah.‘Lalu, apa salahku?’ batin Claire sambil menatap suaminya.Beberapa wanita yang berada di kursi tamu juga tidak menyangka bahwa sang tuan muda akan membentak istrinya. Mereka sampai memegangi dada karena terkejut. Menurut pandangan mereka, apa yang dilakukan Claire sudah benar.Orang-orang yang kurang ajar itu pantas mendapat dua sampai tiga tamparan lagi. Beberapa di antara tamu malah ingin menjambak mereka juga.Jika Claire syok, tidak demikian dengan Lady. Meski tamparan Claire membuat pipinya terasa sakit, dia senang mengetahui sang tuan muda dengan cepat membentak istrinya karena sudah bersikap kasar. Itu artinya, dia masih memiliki kesempatan. Entah kesempatan apa yang dimaksud oleh Lady.“Tuan Muda,” ucap Matthew merasa perlu untuk membela Claire.
Tidak dipungkiri, aura yang keluar dari Jack membuat empat wanita itu tertekan. Mereka tampak mencengkeram pakaian sendiri untuk menyembunyikan tangan mereka yang bergetar karena takut. “Lady,” panggil Jack karena empat wanita itu membisu tanpa kata. Lady memaksakan diri untuk tersenyum. “Sa-saya, Tuan Muda.” Jack tertawa mendengar Lady yang dahulu mengoloknya sebagai pecundang, kini memanggilnya dengan sebutan demikian, dan itu dikatakan dengan nada bicara yang lembut. “Kamu bersikeras ingin menemuiku. Katakan, sesudah ini, apa yang kamu inginkan?” Jack memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Sejujurnya, reaksi Jack yang berubah-ubah, terkadang tampak murka, terkadang begitu ramah, malah membuat Lady bingung. Dia sadar benar jika Jack berhak murka. Dan dia akan menerima apa saja yang akan Jack lakukan. Lady sempat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat ekspresi wajah teman-temannya. Dia yakin, ekspresi wajahnya sekarang juga tidak jauh berbeda dari mereka; takut, cemas, be
Para pengawal menunda untuk menyeret Sophie dan kawan-kawannya keluar karena mendengar ucapan berwibawa dari seorang pria. Itu adalah ucapan yang tidak mungkin mereka abaikan.Benar, Jack sendiri yang menahan para pengawalnya meringkus para wanita pembuat onar. Kini, tempat itu seperti membeku. Semua orang bergeming melihat wajah tenang Jack selagi bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya."Apa yang akan Tu-tuan Muda lakukan?" tanya Gary menyaksikan Jack berjalan ke tepi panggung usai berpamitan dengan istrinya. Meskipun Gary hanya melihat dari layar kaca televisi, napasnya ikut tertahan juga.Sebagai orang yang memiliki banyak kesalahan pada Jack, Gary tentu mencemaskan kehidupannya. Dia menjadi paham tentang hal buruk yang terus menimpanya, walau itu tidak seburuk apa yang menimpa David, Gary sempat frustrasi atas grafik hidupnya yang merosot. Melihat keadaannya sekarang, sudah mampu menjelaskan segala kesialan yang menimpanya.Lalu, bagaimana jika ternyata kesialannya masih
Satu teriakan itu berhasil memprovokasi tamu undangan lainnya. Kini tempat itu dipenuhi oleh seruan yang meminta Tuan Muda Roodenburg untuk mencium istrinya. Kedua pipi Claire memerah mendengarnya. Dia bahkan melepas rangkulannya dari leher Jack, sedikit tertunduk menghadap para hadirin. Jack mengambil napas melihat istrinya demikian. Dia mendekatkan wajahnya pada Claire, membuat para hadirin menghentikan seruan mereka. Semua tegang menunggu apa yang akan Tuan Muda lakukan. “Jangan cemas. Aku tidak akan melakukannya di depan umum,” bisik Jack sangat rendah, hingga hanya Claire yang bisa mendengarnya. Wanita itu menoleh pada suaminya dengan wajah cerah. Sementara para hadirin masih menanti sang tuan muda melakukan apa yang mereka harapkan. Dalam saat-saat sunyi itu, mendadak terdengar panggilan dari deret kursi belakang. “TUAN MUDA!!” Orang-orang terkejut. Mereka menoleh ke belakang, ke sumber suara, demi melihat kenampakan wanita yang begitu lancang memanggil Tuan Muda Roodenbu
Prosesi pernikahan Tuan Muda Roodenburg dengan Nona Claire Boutcher telah selesai. Kini, persahabatan mereka sudah resmi menjadi hubungan suami istri dengan ikatan cinta yang suci. Kebahagiaan itu tergambar jelas di wajah kedua mempelai, keluarga, dan para tamu undangan, kecuali empat sekawan yang duduk di kursi belakang. Sophie yang sejak tadi menitikan air mata, kini memeluk Lady untuk menyembunyikan isakannya setelah melihat Jack mencium kening Claire. Masih hangat dalam ingatan Sophie, selama dia dan Jack dahulu berpacaran, Jack tidak pernah meminta ciuman darinya. Sedangkan saat menjadi kekasih David, pria itu meminta segalanya darinya, bahkan di hari pertama mereka berpacaran. Sungguh, dahulu Sophie menilai Jack sebagai pecundang meski dalam hal percintaan. Sementara dia memberikan penilaian sangat tinggi untuk David, dan menganggapnya sebagai pria sejati yang bergairah. ‘Tapi lihat sekarang. Jack menikahi Claire di depan seluruh warga Rhineland dengan gagah dan penuh kharisma
“Dari suaranya saja, jelas sekali jika Tuan Muda adalah orang yang ramah dan rendah hati. Daripada dirinya, jelas kita semua yang mendapat kesempatan untuk hadir di acara ini begitu bahagia dan merasa terhormat. Kita benar-benar beruntung. Bahkan jika seseorang membeli undangan pernikahan dari Tuan Muda dengan harga fantastis, aku akan dengan yakin menolaknya. Ini benar-benar momen patah hati yang paling berharga.” Grace tersenyum lebar dengan pandangan mata tertuju pada layar besar yang ada di sisi kanan panggung. Dalam layar itu menampilkan sosok pria bertopeng yang menyita perhatian seluruh manusia di Rhineland.Dua layar besar memang sengaja disediakan di samping panggung demi membantu para hadirin yang duduk di kursi belakang, supaya tetap bisa melihat dengan jelas jalannya acara. Apa yang ditampilkan dalam layar itu adalah apa yang terlihat di layar televisi juga. Sebenarnya Grace dan rombongan sedikit kecewa karena mereka mendapat kursi di deret paling belakang, tetapi mereka
"Jika yang berbicara ini adalah David yang dahulu, aku pasti percaya. Tapi David, sekarang kamu bahkan hanya tinggal di kos sempit ini. Tidak mungkin kamu bertemu dengan wanita dari kelas atas." Gary mengambil kripik kentang dan mengunyahnya dengan santai. Tidak ada lagi rasa segan atau was-was akan membuat David tersinggung. "Mungkin saja David melihatnya saat masih menjadi manajer keuangan di Big Roodgroup." Gary menimpali.Namun, David masih bergeming. Dia tidak menggeser sedikit pun pandangannya dari kaca televisi. Kerutan di keningnya semakin banyak."David." Bahkan panggilan pelan dari Gary membuat David terkejut.Sambil menggelengkan kepala, David berkata, "Tidak salah lagi, dia memang wanita itu."Ryan bertanya, "Apa yang kamu bicarakan?" "Aku sangat yakin, dia, mempelai wanita Tuan Muda Roodenburg adalah wanita kasar yang bekerja di King Pizza. Dia berteriak-teriak memakiku dan Sophie. Dia melarang kami masuk ke kedai itu."Gary dan Ryan sempat melihat satu sama lain sebelu
Greenroad Villa hari ini terlihat sangat ramai. Para pelayan begitu sibuk ke sana ke mari mengurus segala keperluan, apalagi sejak tadi para tamu sudah mulai datang.Banyak tamu istimewa yang datang ke acara pernikahan paling mewah dan fenomenal ini, misalnya para pejabat, artis, konglomerat, dan lain sebagainya. Mereka sangat antusias mengingat ini adalah pernikahan pewaris tunggal keluarga Roodenburg, keluarga dengan kekayaan, popularitas, dan pengaruh paling besar.Memangnya siapa yang mau melewatkan undangan pernikahan pewaris tunggal dari keluarga nomor satu dari orang-orang kelas atas?"Sebenarnya, aku masih trauma dengan kejadian di malam amal itu." Lady menggandeng lengan Sophie. "Aku tidak menyangka jika undangan pernikahan itu asli. Rasanya ini terlalu ... mendadak, super mendadak. Untung saja kalian memaksaku ikut, jika tidak, aku akan lebih menyesal lagi karena tidak hadir di acara berbahagia idolaku, meski mungkin tidak lama lagi aku akan menangisinya." Lady melanjutkan.