"Bu Yanti, jangan ...." Arum ingin menghentikan, tetapi sudah terlambat. Dia hanya bisa mengikuti Yanti masuk ke vila."Tirta ini kaya sekali ya. Dia bukan cuma mengontrak seluruh lahan di desa untuk menanam bibit pohon buah, tapi juga membangun vila semegah ini.""Dekorasi di dalamnya mewah banget, bahkan rumahku ... ehem, bahkan rumah di kota pun kalah," ucap Yanti yang mengelilingi vila sambil mengagumi isinya."Bu Yanti, sepertinya sudah cukup, 'kan? Aku agak ngantuk, ayo kita pulang." Arum terpaksa menemani Yanti mengelilingi lantai pertama. Dia menarik ujung baju Yanti dengan erat.Untungnya, di lantai pertama tidak terdengar suara aneh. Kalau tidak, Arum benar-benar bingung harus bagaimana menjelaskan kepada Yanti."Arum, ini pertama kalinya aku datang ke sini. Kasih aku keliling sebentar. Kita belum lihat lantai dua dan tiga. Setelah itu, kita langsung pulang." Yanti tampak sangat bersemangat dan sama sekali tidak terlihat ingin pulang."Lagi pula, aku lihat lampu di lantai tig
"Aku akan menghajar pria berengsek itu untukmu! Setelah berhubungan denganmu, dia malah bermain dengan wanita lain? Benar-benar sampah masyarakat!" Mendengar itu, Yanti langsung merasa tidak adil untuk Arum. Dia pun mengomel dengan marah."Bu Yanti, nggak usah. Semua ini kehendakku. Aku sudah tahu Tirta dikelilingi banyak wanita. Aku nggak menyalahkannya dan cuma merasa agak sedih. Setelah istirahat, aku akan baik-baik saja. Jangan marah pada Tirta ya?" Arum buru-buru menghalangi di depan Yanti."Eee ... Arum, apa bagusnya pemuda seperti Tirta? Apa dia pantas untuk kamu bela seperti ini?" Yanti mengernyit dan tampak bingung. "Jangan-jangan dia kasih kamu uang? Kamu simpanannya?""Bukan begitu, aku cuma merasa Tirta orang yang sangat baik. Aku tanpa sadar tertarik padanya," sahut Arum menghela napas."Apa? Kamu nggak diberi uang, tapi sudah berhubungan intim dengannya? Sebenarnya kamu menginginkan apa dari dia? Jangan-jangan cuma karena punya dia besar?" Saat teringat pada adegan Tirta
"Serius, Ayah? Kamu nggak bercanda, 'kan?" Mendengar itu, ekspresi Bella langsung berubah dari khawatir menjadi senang. Dia bertanya dengan tidak percaya.Selama berada di rumah sakit, Bella sangat merindukan Tirta. Sejak berpisah dengan Tirta, dia merasa seperti ada sesuatu yang penting hilang dalam hidupnya.Sayangnya, Darwan menyuruh orang untuk menyita ponsel Bella agar dia fokus dengan pemulihan. Jika tidak, Bella pasti sudah menelepon Tirta."Tentu saja. Kamu putriku, kapan Ayah pernah menipumu?" Darwan tersenyum tulus."Hore! Besok pagi, Ayah datang ya. Temani aku untuk urus prosedur keluar rumah sakit! Oh ya, jangan lupa bawa ponselku!" ucap Bella dengan ceria seperti gadis kecil."Haha. Oke, kamu istirahat dulu malam ini. Ayah akan kembali ke kantor untuk menyelesaikan beberapa urusan dulu. Besok pagi Ayah datang lagi.""Omong-omong, ada satu hal yang harus Ayah beri tahu lebih dulu. Nanti kamu harus minta Tirta bantu satu hal ...."....Tengah malam, bulan bersinar terang. Di
Tirta menggendong Agatha dan membawanya kembali ke klinik. Saat ini, Arum sudah kembali dari rumah Yanti dan sedang menyiapkan sarapan."Tirta, Agatha, kalian pulang tepat waktu. Cepat cuci tangan, kita makan bersama." Arum membawa sarapan dari dapur dan tersenyum kepada mereka berdua."Agatha nggak enak badan, biarkan dia istirahat sebentar. Kita makan dulu. Omong-omong, Bibi Ayu dan Kak Nia di mana?" tanya Tirta setelah melihat ke dalam klinik."Mereka pergi ke waduk untuk memeriksa bibit pohon buah, mungkin sebentar lagi kembali. Atau kalau kamu mau, aku bisa panggil Bibi Ayu pulang?" sahut Arum."Oh, nggak perlu. Kita tunggu sebentar sampai mereka kembali," ujar Tirta sambil mengangguk.Saat berikutnya, terdengar suara mesin mobil dari luar klinik. Itu adalah beberapa pemegang saham dari Farmasi Santika. Sesuai dengan instruksi Agatha, mereka mengantarkan uang 20 miliar serta bibit tanaman obat yang dibutuhkan Tirta.Tirta meminta orang untuk menurunkan bibit tanaman obat di depan
Mendengar suara ceria itu, Tirta langsung bisa menebak siapa wanita itu. Mereka sudah lama tidak bertemu. Sebenarnya Tirta juga merindukan Bella. Namun, ucapan Bella membuatnya merasa agak cemas."Bu Bella, aku agak sibuk belakangan ini. Aku baru mengontrak 2000 hektar tanah di desa untuk menanam pohon buah dan tanaman obat.""Apa kamu bisa tunggu sampai kerjaanku selesai? Setelah itu, aku dan bibiku akan pergi ke ibu kota provinsi." sahut Tirta."Pohon buah dan tanaman obat? Tirta, bukannya ayahku kasih kamu cek senilai 40 triliun waktu itu? Kamu nggak perlu repot-repot bekerja lagi, 'kan?""Lagi pula, dengan kemampuanmu, kamu bisa melakukan sesuatu yang lebih baik daripada menanam pohon buah dan tanaman obat.""Kita sudah lama nggak ketemu. Kamu bahkan nggak pernah meneleponku. Jangan-jangan ini cuma alasanmu untuk menghindar dariku?" tanya Bella dengan agak kesal."Bu Bella, mana mungkin aku nggak mau bertemu denganmu. Aku memimpikanmu setiap malam. Aku ganti ponsel setelah pulang,
Ayu tentu tidak berharap Tirta pergi. Namun, Tirta telah berhubungan intim dengan Bella. Dia tidak mungkin menyuruh Tirta mencampakkan Bella begitu saja."Besok saja. Aku akan membantu kalian mengurus bibit pohon buah dan tanaman obat hari ini. Tenang saja, kita nggak akan lama-lama di sana. Kita akan pulang secepatnya," sahut Tirta setelah merenung sejenak."Tirta, gimana aku harus menasihatimu? Sebenarnya kamu butuh berapa banyak wanita baru bisa puas?" Ayu menghela napas dengan tidak berdaya."Bibi, aku ... aku janji nggak akan sembarangan mendekati wanita lagi. Jangan marah ya. Sekalipun ada banyak wanita di sekitarku, aku paling peduli padamu," sahut Tirta sambil menepuk tangan Ayu yang lembut."Ya sudah, bukannya kamu mau mencari Kak Farida? Pergi sana. Setelah selesai, aku temani kamu beli bahan makanan." Ayu mengelus kepala Tirta dengan lembut."Bibi, bukannya kamu bilang akan tunggu sampai Agatha dan Susanti pergi?" tanya Tirta dengan kaget."Dasar kamu ini, isi otakmu cuma it
"Oke, aku cicipi. Rasanya memang enak," ucap Tirta. Tentu saja dia menghargai pemberian Farida.Farida mengambil kotak makanan berwarna merah muda dengan ekspresi senang, lalu menimpali, "Baguslah kalau kamu suka. Setelah kamu kembali dari ibu kota provinsi, aku bawakan makanan untukmu setiap hari.""Mungkin agak panas. Aku bantu kamu tiup dulu. Nanti kamu baru makan setelah agak dingin," lanjut Farida.Awalnya Farida ingin langsung memberikan kotak makanannya kepada Tirta. Namun, dia melihat makanannya masih panas begitu membuka kotaknya. Jadi, dia meniup makanannya terlebih dahulu.Tirta berkomentar, "Bau mulut Kak Farida wangi sekali.""Jangan bicara sembarangan. Ini aroma makanan," balas Farida dengan wajah memerah. Kemudian, dia memberikan kotak makanan kepada Tirta dan menambahkan, "Sekarang nggak panas lagi. Cepat makan."Tirta mengambil kotak makanan, lalu makan dengan lahap sambil berujar, "Terima kasih, Kak Farida. Apa kamu nggak makan?"Melihat Tirta makan dengan lahap, Fari
Ayu membalas, "Oke. Melati dan Arum juga mau ikut. Kita bawa Nia. Kita pergi berlima."Tirta menimpali dengan ekspresi terkejut, "Ha? Bibi, kita cuma beli sayur. Untuk apa semuanya pergi? Kalau kita semua pergi, Kak Agatha istirahat sendirian di klinik."Tirta menambahkan, "Selain itu, ada banyak uang tunai di klinik. Nggak aman kalau nggak ada yang menjaga klinik."Tirta berniat memanfaatkan kesempatan ini untuk bermesraan dengan Ayu. Kemudian, Ayu menanggapi, "Benar juga. Kalau begitu, kamu bawa Arum beli sayur saja. Biar aku dan Melati yang menjaga bibit bahan obat dan Agatha."Mendengar ucapan Ayu, Arum melirik Tirta dengan ekspresi antusias. Tentu saja Tirta memahami maksud Arum. Dia pasti berharap Tirta menyetujuinya."Kak Arum, kamu ikut aku saja," kata Tirta seraya memandang Arum. Dia merasa Ayu seperti menolak untuk berduaan dengannya.Tirta memutuskan untuk menanyakan Ayu alasannya saat dalam perjalanan ke ibu kota provinsi besok.....Dalam perjalanan, Arum yang duduk di kur
"Waktu luangmu benar-benar banyak ya ...." Nabila melirik jam yang tergantung di dinding, lalu tiba-tiba menghela napas."Ada apa, Kak Nabila?" tanya Tirta."Nggak ada apa-apa, aku cuma tiba-tiba merasa ... kamu sudah banyak berubah. Dulu, kamu cuma anak muda yang ceroboh dan polos.""Melihatku dari kejauhan saja kamu nggak berani, apalagi menatapku lebih lama. Bicara pun selalu terbata-bata.""Tapi ... setelah kamu diam-diam mengintipku mandi di sungai, kamu langsung berubah menjadi pria sejati.""Aku awalnya nggak berniat menjadi pacarmu, tapi karena kamu nekat dan pantang menyerah ... aku akhirnya malah tidur denganmu.""Setelah beberapa waktu, tiba-tiba kamu menjadi miliarder. Temanmu ada yang kepala kepolisian, wali kota, gubernur, bahkan kamu sampai bersumpah saudara dengan Pak Saba.""Sedangkan aku? Aku masih tetap gadis desa yang sama seperti dulu. Dibandingkan denganmu, aku sama sekali nggak berkembang. Aku merasa ... aku nggak pantas untukmu.""Tirta, kamu sudah sehebat ini.
"Ah ... jangan, Tirta, cepat lepaskan aku! Kita baru saja bertemu, aku masih punya banyak pertanyaan untukmu!"Nabila berkata tidak, tetapi sebenarnya sejak melihat Tirta ... tubuhnya sudah panas dan tak tertahankan!"Nggak masalah, sama sekali nggak mengganggu. Tanyakan saja, aku akan dengar. Aku janji nggak akan menyela!"Tirta sama sekali tidak peduli dengan permohonan Nabila. Dia menendang pintu kamar tidur hingga terbuka, lalu meletakkan Nabila di atas ranjang yang empuk."Uh ... dasar menyebalkan, kamu selalu saja menindasku! Tunggu saja, jangan kira hanya karena kamu masih muda dan kuat, kamu bisa semena-mena padaku!""Nanti kalau kamu sudah 30 atau 40 tahun, aku akan membuatmu nggak bisa turun dari tempat tidur!" Nabila yang merasa malu dan kesal pun menggigit Tirta."Hehe, urusan nanti kita bicarakan nanti! Sekarang aku bisa membuatmu nggak bisa turun dari tempat tidur!"....Tirta bertarung habis-habisan dengan Nabila di ranjang selama 3 jam. Sudah lama Nabila tidak merasakan
"Nggak boleh sampai batal datang ya. Kalau nggak, aku nggak akan merindukanmu lagi lain kali." Usai bicara, Nabila langsung mematikan teleponnya."Huf ...." Tirta menghela napas, matanya bersinar penuh tekad, lalu diam-diam membuat keputusan dalam hatinya. "Malam ini aku mau cari Kak Nabila, Kak Arum, dan Kak Melati untuk kultivasi ganda. Aku nggak mau pulang lagi!"Saat Tirta keluar dari kamar mandi, Bella masih belum bangun. Setelah mengambil ponselnya, Tirta pun keluar dari kamar. Kemudian, dia mengetuk pintu kamar Ayu."Tirta, kamu nggak temani Bella di kamarnya? Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Ayu dengan wajah tersipu sambil meremas ujung bajunya ketika melihat Tirta."Bibi, tadi Pak Mauri bilang ada masalah penting yang membutuhkan bantuanku. Aku harus segera ke sana. Didengar dari nada bicara Pak Mauri, sepertinya aku bakal sibuk semalaman di sana. Bella lagi tidur. Bibi tolong bantu aku kabarin dia setelah dia bangun nanti."Tirta sudah menyiapkan alasan yang tepat sebelumny
Batu spiritual yang diperoleh Tirta dari Yusril pada siang hari juga entah sejak kapan sudah diserap oleh Genta. Tirta bahkan tidak sempat untuk melihatnya lebih lama.Karena merasa bosan, Tirta naik ke ranjang dan duduk bersila di samping Bella, lalu mulai melakukan latihan kultivasi diam-diam. Tirta telah melakukan kultivasi ganda dengan Bella selama dua jam tadi, sehingga energi dalam tubuhnya kini bertambah kuat secara signifikan.Tirta ingin mencoba, apakah dia bisa mencapai tingkat pembentukan energi tahap kedua dengan menyerap energi alam secara mandiri.Setengah jam kemudian.Tirta akhirnya menyerah. Dia pun melompat turun dari ranjang dan mengeluh, "Sialan, energi spiritual yang didapatkan dari latihan mandiri selama setengah jam malah lebih sedikit dari kultivasi ganda selama lima menit.""Lain kali aku nggak mau latihan sendiri lagi. Lebih baik kultivasi ganda saja. Selain nyaman, juga bisa menambah kekuatan."Melihat Bella yang terlelap di sampingnya, Tirta langsung mendapa
Kotak hitam kecil itu memiliki tekstur yang tidak sepenuhnya seperti kayu maupun batu. Beratnya terasa cukup padat, seolah-olah terbuat dari sepotong logam murni.Pada kedua sisinya, terdapat ukiran dua ekor ikan, satu hitam dan satu putih, yang melingkar membentuk simbol yin dan yang. Selain ukiran itu, tidak ada lagi tanda khusus pada permukaannya."Kotak sekecil ini, sepertinya nggak bisa menyimpan sesuatu yang terlalu besar. Tapi, didengar dari cara bicara Kakek Omran, isinya pasti sesuatu yang berharga. Jangan-jangan ini batu spiritual?"Dengan rasa penasaran, Tirta perlahan membuka kotak itu.Klik!Begitu kotak hitam terbuka, cahaya emas yang menyilaukan langsung terpancar keluar."Benda apa ini? Bisa memancarkan cahaya sendiri?" Bella yang berada di samping Tirta sontak terkejut. Cahaya yang menyilaukan itu membuatnya tidak bisa membuka matanya.Namun, sebelum dia sempat bereaksi lebih jauh, rasa pusing yang luar biasa menyerangnya. Kepalanya terasa berputar dan dalam sekejap, d
"Bu Bella juga mau ngasih aku hadiah? Bukannya tadi kamu bilang mau masak untukku sebagai tanda terima kasih?" tanya Tirta yang merasa tertarik."Jangan banyak tanya, nanti juga kamu tahu," jawab Bella sambil tersenyum misterius. "Terus, jangan panggil aku Bu Bella lagi. Kedengarannya nggak akrab sama sekali." Bella menatap Tirta dengan tatapan sedikit kesal, tapi masih penuh kelembutan."Kalau begitu ... gimana kalau aku manggil kamu Bel?" Tirta menggaruk kepalanya."Kenapa nggak? Bel kedengarannya lebih dekat dan akrab. Aku suka kalau kamu manggil aku seperti itu."Mata Bella melengkung dengan indah saat dia tersenyum. Lalu, seolah mengingat sesuatu, dia berkata, "Oh ya, Tirta, beberapa hari lagi adalah ulang tahun ke-80 kakekku. Aku ingin kamu temani aku ke sana. Aku sudah lama nggak menjenguknya.""Tentu saja, nggak masalah. Kita sudah tunangan, jadi kakekmu juga bisa dianggap sebagai kakekku," jawab Tirta dengan anggukan ringan."Tapi, Pak Saba juga minta kita untuk datang ke ibu
"Para peserta turnamen bela diri ini umumnya berasal dari sekte dan klan kecil hingga menengah. Terkadang, ada juga beberapa sekte menengah ke atas yang mengirimkan perwakilan mereka untuk ikut serta."Setelah berkata demikian, Yusril membungkuk sedikit dengan penuh hormat kepada Tirta. "Tentu saja, kalau dibandingkan dengan Sekte Mujarab yang merupakan sebuah kekuatan raksasa di dunia misterius ....""Sekte sebesar itu jelas nggak perlu mengikuti turnamen seperti ini yang sebenarnya nggak terlalu penting. Kalaupun Sekte Mujarab nggak meminta apa pun, pasti akan ada banyak sekte yang bersaing mengirimkan sumber daya kepada mereka."Karena alasan ini, Yusril dan Chiko tidak terlalu terkejut bahwa Tirta yang mereka anggap sebagai "orang dari dunia misterius", tidak tahu tentang turnamen ini.Mendengar penjelasan itu, Tirta mengangkat alisnya dengan ekspresi kecewa. "Hah ... ternyata sesederhana itu?"Tirta mengira ada alasan yang mengejutkan mengapa para pesilat dari dunia misterius data
"Bryan, gimana kondisi pemulihanmu sekarang?" Kurnia melangkah masuk dengan tangan bersedekap di belakang punggungnya dan bertanya dengan nada santai.Kurnia dan Naushad adalah teman seangkatan, sehingga Bryan, sebagai murid Naushad, dianggap sebagai generasi junior baginya."Terima kasih atas perhatianmu, Paman Kurnia. Setelah beristirahat beberapa waktu, lukaku sudah jauh membaik. Cuma masih terasa agak sakit kalau digerakkan. Aku belum bisa bangun untuk menyambut Paman. Mohon maaf."Saat Bryan berbicara, sorot mata penuh dendam terlihat jelas di matanya. "Bagus kalau begitu. Aku sudah utus Fasahat dan Lior untuk beli obat penyembuh untuk luka-lukamu. Setelah mereka kembali dan kamu minum obat itu, pemulihanmu pasti akan lebih cepat."Kurnia mengubah nada bicaranya, lalu duduk di tepi tempat tidur dan bertanya dengan serius, "Bryan, sebelumnya kamu bilang, orang yang bunuh Naushad dalam satu serangan itu cuma seorang anak muda berusia 19 tahun? Itu benar?""Paman, aku nggak berani bo
Di perbatasan ibu kota provinsi, terdapat sebuah pegunungan yang luas dengan hutan lebat membentang sejauh ratusan kilometer. Di antara jajaran pegunungan ini, ada sembilan puncak yang menjulang tinggi.Dari kejauhan, pemandangannya begitu menakjubkan, seolah-olah memiliki aura yang mampu menaklukkan energi alam semesta! Gunung ini dikenal sebagai Gunung Tisatun, salah satu gunung paling terkenal di provinsi tersebut.Selain menjadi pusat perhatian para pesilat, tempat ini juga merupakan destinasi wisata yang populer sepanjang tahun. Baik musim dingin maupun musim panas, selalu ada wisatawan yang datang untuk menikmati keindahannya.Di kaki Gunung Tisatun, berdiri sebuah hotel mewah dengan desain arsitektur yang megah.Saat ini, di dalam salah satu kamar yang luas dan elegan di lantai enam hotel tersebut, duduk seorang pria paruh baya berambut putih.Meski terlihat seperti pria berusia 50-an, kenyataannya, dia sudah berumur lebih dari 90 tahun. Sebagai seorang pesilat kuno dengan kekua