Setelah melepaskan sepatu, kaus kaki, dan pakaian luar, Arum naik ke ranjang dan bersiap untuk istirahat."Baiklah, kita langsung tidur saja. Ranjangnya nggak terlalu besar, kita berdua harus agak berdesakan. Maaf ya kalau ini merepotkanmu," ucap Yanti sambil mematikan lampu dan berbaring di samping Arum.....Sementara itu, Tirta sudah mengantar Nia kembali ke Desa Kosali dan kini sedang dalam perjalanan kembali ke kliniknya.Hanya dalam beberapa menit, Tirta sudah sampai di klinik. Saat turun dari mobil, dia membawa beberapa buku rahasia seni bela diri yang diberikan Lutfi dan berniat mempelajarinya saat ada waktu luang.Di klinik, Ayu dan Melati sedang mencoba menenangkan beberapa anak harimau yang terus saja menangis keras. Namun, kedua harimau besar tidak terlihat di sekitar.Meski Ayu dan Melati sudah mencoba berbagai cara, mereka tetap tidak bisa membuat anak-anak harimau itu tenang."Bibi, Kak Melati, kalian pergi mandi saja. Biarkan aku yang urus anak-anak harimau ini," ucap T
Mendengar suara Tirta yang tidak sabar, Ayu merasa kesal sekaligus lucu. Dia membalas, "Dasar bocah nakal, kenapa sih pikiranmu selalu tentang hal itu? Hari ini, Bibi lagi nggak enak badan. Jadi, jangan harap ya. Lain kali saja.""Lain kali kapan? Nggak bisa, harus malam ini. Aku sudah dua hari nggak sentuh Bibi, rasanya nggak tahan lagi!" seru Tirta. Dia segera mengaktifkan mata tembus pandangnya.Melihat dua tubuh indah yang bersinar putih bersih di balik pintu kamar mandi, Tirta hampir tidak bisa mengalihkan pandangannya. Bahkan, air liurnya hampir menetes."Hmph! Kalau gitu, kamu teruskan saja berandai-andai. Malam ini, Bibi benar-benar nggak tertarik!" ucap Ayu sambil tertawa. Dia sebenarnya sengaja meledek Tirta.Makin Ayu menolak, Tirta makin merasa tergoda. Dia pun beralih coba membujuk Melati, "Kak Melati, tolong buka pintu. Aku juga kangen sama kamu. Aku ingin memelukmu baik-baik!"Melati yang sedang di dalam kamar mandi mengikuti isyarat Ayu untuk terus meledek Tirta. Dia me
Ayu mengingatkan dengan suara lemah tapi tegas, "Satu jam saja ya. Setelah itu apa pun kondisimu, kamu nggak boleh ganggu kami lagi!"Tirta membalas, "Hehehe. Tenang saja, Bibi. Apa pun kondisiku, aku pasti akan bikin kalian puas kok!"Dengan sekali gerakan, Tirta memelesat masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu kayu itu rapat-rapat. Bagaimanapun, malam ini dia masih punya janji dengan Susanti. Namun sebelumnya, dia memutuskan untuk bersenang-senang bersama Ayu dan Melati dulu.....Tirta sedang asyik bersenang-senang di kamar mandi bersama Ayu dan Melati. Tubuh mereka makin erat dan begitu intens hingga sulit dipisahkan.Dalam kegelapan malam di luar, sesosok tubuh ramping terlihat mendekati klinik dengan bantuan cahaya redup dari layar ponsel. Namun saat melewati kamar mandi, suara-suara aneh terdengar dari dalam. Suara itu membuat langkahnya terhenti."Itu suara Ayu, Melati ... dan Tirta? Astaga ...." Orang itu ternyata adalah Farida. Dia baru saja lembur untuk mempercepat pro
"Tirta! Dasar cabul! Kamu mengintipku mandi! Benar-benar nggak tahu malu!"Cuaca di bulan Juli sangat panas. Tirta Hadiraja yang mendaki gunung untuk memetik bahan obat kepanasan sehingga langsung melepaskan pakaiannya dan menyelam di sungai. Begitu muncul ke permukaan, dia malah melihat pemandangan indah di depannya!Nabila Frenaldi, putri kepala desa, tampak memaki Tirta seraya menunjuknya. Dia baru berusia 18 tahun. Melalui air sungai yang bergoyang, samar-samar terlihat sepasang buah dada yang memikat dan ....Tirta yang tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sontak terperangah di tempatnya!"Berengsek! Kalau kamu masih menatapku, akan kucungkil bola mata!" maki Nabila dengan wajah memerah sambil menutupi bagian tubuhnya yang penting.Nabila juga kepanasan. Kebetulan, sekarang liburan musim panas. Dia merasa bosan sehingga diam-diam keluar untuk berendam. Tanpa diduga, dia malah diintip oleh Tirta!"A ... aku nggak mengintipmu. Aku juga datang untuk berendam. Apa aku perlu be
"Tirta, ada apa denganmu?" tanya Ayu dengan bingung. Dia tidak tahu apa yang membuat Tirta begitu gembira."Oh, bukan apa-apa, Bibi. Ayo, kita pulang dulu," balas Tirta sambil menahan kegembiraannya dan memapah Ayu. Dia akan mencari kesempatan untuk menguji kejantanannya nanti!Ayu mengangguk, lalu berpesan dengan sungguh-sungguh, "Lain kali, kamu harus lebih berhati-hati kalau keluar memetik bahan obat. Kalau nggak ada Nabila, kita mungkin sudah nggak bisa bertemu. Cari waktu ke supermarket besok. Kita beli barang, lalu bertamu ke rumah Nabila untuk berterima kasih. Aku akan menemanimu.""Aku sudah tahu, Bi. Tenang saja." Kemudian, Tirta membatin, 'Kalau bukan karena Nabila, aku juga nggak mungkin berniat bunuh diri.'Lantaran masih merasa enggan, Tirta menggaruk kepala sambil mengeluh dengan kesal, "Bibi, aku boleh nggak pergi nggak? Wanita itu terlalu sombong.""Jangan bicara omong kosong! Dia yang menolongmu lho! Kamu seharusnya bersikap lebih ramah! Pokoknya, besok kamu harus ikut
Melati baru berusia 27 atau 28 tahun sehingga tubuhnya masih seksi seperti wanita muda lainnya. Sentuhan hangat dari tubuhnya seketika membuat Tirta merasa makin panas."Kak Melati, jangan bercanda. Gi ... gimana aku bisa membantumu? Kalau mertuamu tahu, aku bisa dihajar sampai setengah mati!" Tirta tidak pernah mengalami hal seperti ini sehingga menggeleng dengan kuat."Tirta, tenang saja. Aku nggak bakal memberi tahu siapa pun tentang ini. Cuma sekali ini. Kalau kamu menolak, aku akan memberi tahu Kak Ayu semuanya," ancam Melati lagi saat melihat Tirta masih belum bisa diajak berkompromi."Jangan ... aku akan memberikannya kepadamu." Tirta yang kebingungan akhirnya mulai melepaskan celananya.Melati tentu senang melihatnya, tetapi dia tetap menghentikan. "Jangan buru-buru, ini pertama kali untukku. Kemaluanmu besar sekali. Aku pasti kesakitan kalau dimasukkan begitu saja. Nanti Kak Ayu mendengar suaraku.""Begini saja, mertuaku lagi pergi 2 hari ini. Malam ini, kamu datang ke rumahku
"A ... apa-apaan itu? Cepat singkirkan ...." Mata Nabila tiba-tiba berkaca-kaca. Di luar dugaannya, Tirta sudah sembuh. Nabila tentu panik."Kenapa kamu nggak bertingkah sombong lagi? Coba saja kamu mengejekku lagi. Cepat lepaskan rokmu. Kita lihat, aku bisa menidurimu atau nggak." Tirta menyeringai, mencoba untuk memasang ekspresi garang.Tirta tidak berniat untuk menodai Nabila. Dia sudah merasa puas jika wanita ini ketakutan sampai menangis. Tubuh Nabila benar-benar wangi, apalagi Tirta sedang memeluknya, rasanya benar-benar nyaman. Ketika melihat Nabila menangis, Tirta justru merasa senang."Aku ... huhu .... Tirta, kamu memang berengsek. Cepat lepaskan. Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan ...." Nabila hendak mengancam."Kamu bisa apa?" tanya Tirta seperti orang yang sedang mengancam. Sesudah itu, dia mengangkat tangan dan menepuk bokong Nabila.Plak! Suara yang sungguh nyaring. Nabila pun menangis sesenggukan sembari memukul dada Tirta. "Huhuhuhu ... aku sudah kotor ... aku ng
Namun, Tirta segera menggeleng dan tersenyum mengejek diri sendiri. Nabila baru saja berkata, jangan mencarinya kalau tidak ada urusan penting. Wanita ini hanya membantunya karena merasa kasihan, bukan karena menyukainya.Malam hari, Melati masih menunggu Tirta, tetapi Tirta sudah kehilangan minatnya. Prioritas utama untuk sekarang adalah mendapatkan sertifikat medis dan mempertahankan kliniknya.Masalahnya, banyak tulisan yang tidak Tirta pahami di buku medis. Meskipun Nabila membantunya membujuk Agus, apakah Tirta bisa mendapatkan sertifikat medis dengan ilmunya itu?Tirta yang merasa gusar akhirnya kembali ke klinik. Ayu yang mendengar suara pun berjalan ke luar dan bertanya, "Tirta, kamu sudah kembali?""Ya, Bi. Ayo, kita pulang untuk makan," sahut Tirta.Tiba-tiba, seorang pria paruh baya berjanggut dan bergigi kuning menghampiri Tirta dan berucap, "Tirta, jangan buru-buru. Aku ingin mengobrol denganmu."Pria ini bernama Raden, dia sangat terkenal di Desa Persik. Lima tahun lalu,
Ayu mengingatkan dengan suara lemah tapi tegas, "Satu jam saja ya. Setelah itu apa pun kondisimu, kamu nggak boleh ganggu kami lagi!"Tirta membalas, "Hehehe. Tenang saja, Bibi. Apa pun kondisiku, aku pasti akan bikin kalian puas kok!"Dengan sekali gerakan, Tirta memelesat masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu kayu itu rapat-rapat. Bagaimanapun, malam ini dia masih punya janji dengan Susanti. Namun sebelumnya, dia memutuskan untuk bersenang-senang bersama Ayu dan Melati dulu.....Tirta sedang asyik bersenang-senang di kamar mandi bersama Ayu dan Melati. Tubuh mereka makin erat dan begitu intens hingga sulit dipisahkan.Dalam kegelapan malam di luar, sesosok tubuh ramping terlihat mendekati klinik dengan bantuan cahaya redup dari layar ponsel. Namun saat melewati kamar mandi, suara-suara aneh terdengar dari dalam. Suara itu membuat langkahnya terhenti."Itu suara Ayu, Melati ... dan Tirta? Astaga ...." Orang itu ternyata adalah Farida. Dia baru saja lembur untuk mempercepat pro
Mendengar suara Tirta yang tidak sabar, Ayu merasa kesal sekaligus lucu. Dia membalas, "Dasar bocah nakal, kenapa sih pikiranmu selalu tentang hal itu? Hari ini, Bibi lagi nggak enak badan. Jadi, jangan harap ya. Lain kali saja.""Lain kali kapan? Nggak bisa, harus malam ini. Aku sudah dua hari nggak sentuh Bibi, rasanya nggak tahan lagi!" seru Tirta. Dia segera mengaktifkan mata tembus pandangnya.Melihat dua tubuh indah yang bersinar putih bersih di balik pintu kamar mandi, Tirta hampir tidak bisa mengalihkan pandangannya. Bahkan, air liurnya hampir menetes."Hmph! Kalau gitu, kamu teruskan saja berandai-andai. Malam ini, Bibi benar-benar nggak tertarik!" ucap Ayu sambil tertawa. Dia sebenarnya sengaja meledek Tirta.Makin Ayu menolak, Tirta makin merasa tergoda. Dia pun beralih coba membujuk Melati, "Kak Melati, tolong buka pintu. Aku juga kangen sama kamu. Aku ingin memelukmu baik-baik!"Melati yang sedang di dalam kamar mandi mengikuti isyarat Ayu untuk terus meledek Tirta. Dia me
Setelah melepaskan sepatu, kaus kaki, dan pakaian luar, Arum naik ke ranjang dan bersiap untuk istirahat."Baiklah, kita langsung tidur saja. Ranjangnya nggak terlalu besar, kita berdua harus agak berdesakan. Maaf ya kalau ini merepotkanmu," ucap Yanti sambil mematikan lampu dan berbaring di samping Arum.....Sementara itu, Tirta sudah mengantar Nia kembali ke Desa Kosali dan kini sedang dalam perjalanan kembali ke kliniknya.Hanya dalam beberapa menit, Tirta sudah sampai di klinik. Saat turun dari mobil, dia membawa beberapa buku rahasia seni bela diri yang diberikan Lutfi dan berniat mempelajarinya saat ada waktu luang.Di klinik, Ayu dan Melati sedang mencoba menenangkan beberapa anak harimau yang terus saja menangis keras. Namun, kedua harimau besar tidak terlihat di sekitar.Meski Ayu dan Melati sudah mencoba berbagai cara, mereka tetap tidak bisa membuat anak-anak harimau itu tenang."Bibi, Kak Melati, kalian pergi mandi saja. Biarkan aku yang urus anak-anak harimau ini," ucap T
Arum merasa sangat canggung. Dia berucap, "Aduh ... Bu Yanti, mana mungkin aku bisa membantumu memeriksa hal seperti ini ...."Arum baru saja hendak menyarankan bahwa jika memang ada sesuatu yang aneh, biasanya akan terasa atau terlihat jelas. Namun, Yanti tidak memberinya kesempatan untuk melanjutkan bicara. Segera, Yanti melepas semua pakaiannya.Pemandangan itu membuat wajah Arum memerah. Dia segera memalingkan pandangannya karena merasa tidak nyaman.Yanti memberi tahu, "Arum, kita ini sama-sama wanita. Jadi, kamu nggak perlu merasa canggung. Kalau kamu nggak membantuku periksa, aku benar-benar nggak tahu harus minta tolong pada siapa lagi.""Kalau nggak bisa memastikan apa yang terjadi, malam ini aku nggak akan bisa tidur dengan tenang," ucap Yanti sambil memegang tangan Arum dengan penuh harap.Mendengar kata-kata tersebut, Arum tidak punya alasan lagi untuk menolak. Selain itu, dia juga ingin memastikan apakah Tirta benar-benar melakukan sesuatu yang tidak pantas kepada Yanti. K
Tirta menyalakan mobil dan mengantar Nia meninggalkan klinik."Wah, ini mobil Mercedes Maybach ya? Aku dengar harganya bisa sampai beberapa miliar. Tirta, aku benar-benar nggak sangka, ternyata kamu ini orang kaya yang diam-diam menyembunyikan kekayaanmu!" seru Nia dengan kagum sambil duduk di kursi belakang.Tirta membalas sambil tersenyum, "Aku bukan orang kaya seperti yang kamu bayangkan. Tapi kalau kamu bekerja dengan baik dan nanti kebun buah kita berkembang besar, kamu juga bisa beli mobil seperti ini."Nia menjulurkan lidahnya sambil membalas, "Benarkah? Kamu ini benar-benar jago bercanda. Bisa duduk di mobil seperti ini saja, aku sudah merasa cukup puas. Sepertinya, seumur hidupku aku nggak akan mampu membeli mobil seperti ini.""Jangan terlalu pesimis. Apa pun bisa terjadi kalau kita berusaha," jawab Tirta santai, lalu tidak melanjutkan pembicaraan.....Sementara itu, Arum baru saja tiba di rumah Yanti. Sebelum sempat mengucapkan apa pun, Yanti langsung menariknya ke kamar da
"Tentu. Kalau punya waktu luang, aku juga bisa bantu kalian mengelola kebun buah. Mungkin aku bisa cari beberapa pekerja. Kalian cukup mengawasi mereka saja," ucap Tirta sambil tersenyum.Nia menambahkan dengan nada santai, "Benar. Lagian, kalian semua wanita-wanita cantik dan anggun. Pekerjaan berat seperti itu nggak perlu kalian lakukan sendiri."Komentarnya membuat Ayu dan Melati tertawa. Salah satu dari mereka berujar, "Aduh, dia benar-benar pintar omong!""Aku rasa, nggak perlu cari pekerja," tanggap Arum yang baru saja datang sambil membawa dua piring lauk terakhir. Dia melanjutkan, "Kami bertiga terlalu sering menganggur, sampai hampir sakit karena bosan. Melakukan sedikit pekerjaan fisik juga bagus untuk melatih tubuh.""Tapi, ada syaratnya ya. Kami harus jadi orang pertama yang mencicipi buah-buahan yang matang nanti!" tambah Arum sambil bercanda."Tentu saja itu bukan masalah!" balas Nia sambil tertawa lepas. Dia memang memiliki kepribadian yang ceria dan mudah akrab. Dalam w
Pada akhirnya, Nia hanya bisa tersenyum pahit tanpa daya. Setelah berpikir sejenak, Tirta berucap, "Masalahnya cuma ini? Ayahmu terlalu pilih kasih pada anak laki-laki.""Kak Nia, kalau kamu benaran yakin bisa mengelola kebun buah dengan baik, aku bisa keluarkan uangnya untuk modal. Kita kerja sama saja. Di Desa Persik, masih banyak tanah kosong. Untuk menyewanya juga nggak terlalu mahal," lanjut Tirta.Sebenarnya, Tirta punya pemikiran praktis. Jika ada kebun buah di dekat Desa Persik, nanti Ayu dan yang lainnya tidak perlu repot-repot pergi ke kota kecil untuk membeli buah. Ini bisa sangat memudahkan.Nia ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Ide itu sih bagus. Masalahnya kalau untung nanti, gimana kita bagi hasilnya?""Aku cuma mau jadi investor yang lepas tangan. Kalau ada untung, kamu ambil bagian terbesar. Aku cuma minta sedikit saja. Selain itu kalau nggak ada kesibukan, aku mau bawa bibiku dan yang lainnya ke kebun untuk makan buah segar. Itu saja sudah cukup," jawab Tirta d
Tirta bertanya dengan nada terkejut, "Waktu kecil aku menepuk pantatmu? Serius? Kok aku nggak ingat sama sekali?"Nia membalas, "Tentu saja kamu nggak ingat. Waktu itu, kamu baru 3 atau 4 tahun. Kamu masih pakai celana berlubang pula. Aku lebih tua sedikit darimu, jadi masih ingat kejadian itu.""Kalau dipikir-pikir, kita ini sebenarnya sudah kenal dari lama, 'kan?" jelas Nia yang menutup mulutnya sambil tertawa geli. Dada putihnya sedikit bergetar."Uhuk, uhuk ...." Tirta berdeham, lalu menggaruk kepalanya dengan sedikit canggung.Tirta melanjutkan, "Sepertinya memang ada kejadian seperti itu. Waktu kecil, aku suka nggak tahu aturan. Hampir semua anak perempuan yang datang ke klinik untuk suntik, pasti pernah aku tepuk pantatnya. Gara-gara kebiasaan buruk itu, aku sering kena marah dan dipukul orang tuaku.""Wajar saja kamu kena pukul. Oh ya, orang tuamu di mana sekarang? Kok aku nggak melihat mereka?" tanya Nia. Dia menghentikan tawanya dan terlihat sedikit serius."Orang tuaku menin
Tirta tetap menunjukkan ekspresi tenang dan santai ketika berucap, "Lagian kalau kamu tetap di luar, aku juga nggak bisa mengobatimu. Lebih baik kita masuk bareng.""Itu memang harimau, aku nggak mungkin salah lihat ...." Nia bersikeras dengan pendapatnya. Namun, dia tahu bahwa menerima perawatan Tirta di luar bukanlah pilihan. Jadi meskipun dengan hati berat, dia mengikuti Tirta dan Melati masuk ke dalam klinik.Ketika mereka masuk, Ayu keluar dari dapur karena mendengar suara mereka. Dia bertanya, "Tirta, mana bajumu? Wanita ini sudah aku suruh masuk dari tadi, tapi dia tetap nggak mau. Dia datang untuk mengobati penyakit apa sih? Apa Bibi perlu membantumu nanti?"Mendengar ucapan Ayu, wajah Nia langsung memerah. Jelas sekali dia tidak ingin orang lain tahu bahwa dia mencari Tirta untuk mengobati dadanya."Bajunya kotor, jadi aku buang. Nia cuma ada masalah kecil kok. Nggak perlu bantuan, Bibi. Aku bisa menyelesaikannya sendiri," jawab Tirta sambil menggeleng. Pria itu bisa memahami