Napas Arum sontak memburu. Dia terbata-bata, tidak bisa berbicara dengan baik. Wajahnya pun memerah.Pada akhirnya, Arum menggigit bibirnya karena menemukan alasan yang tepat. "Eee ... aku kurang enak badan. Aku sudah merasa lebih baik waktu kamu memijatku. Aku ingin suruh kamu pijat lagi. Boleh nggak?"Usai berbicara, Arum menunduk dan tidak berani menatap Tirta."Oh, cuma itu. Boleh saja. Pijatnya di klinik saja," sahut Tirta tanpa ragu sedikit pun."Ja ... jangan. Bukannya pijat harus buka baju?" Arum menggeleng. Wajahnya makin merah. Dia meneruskan, "Bibi Ayu dan Kak Melati di klinik. Aku malu kalau dilihat mereka. Sebaiknya di tempat yang nggak ada orang saja. Di mobil bisa kok.""Eh? Eee ...." Sebenarnya Tirta ingin menjelaskan bahwa tidak perlu melepaskan pakaian. Saat itu, Arum memang tidak mengenakan pakaian."Kenapa? Kamu nggak mau ya?" Arum mengepalkan tangannya dengan erat mengira Tirta tidak menyetujuinya."Bu ... bukan begitu. Aku tentu mau." Entah mengapa, tatapan Tirta
"Ini ... ini juga harus dilepas?" tanya Tirta yang napasnya menjadi berat. Dia hampir tidak bisa memercayai pendengarannya. Matanya sampai terbelalak."Tapi, yang kupijat adalah perutmu. Nggak dilepas juga nggak apa-apa." Apa mungkin spekulasinya benar? Arum menjadi berahi karena lingkungan di sekitarnya?"Kamu mau braku dilepas atau nggak? Kalau kamu nggak mau, ya sudah ...." Nada bicara Arum terdengar agak menyalahkan. Dia menggigit bibirnya dengan malu.Biasanya, Tirta selalu bersikap mesum. Kenapa malah tidak memahami isyaratnya ini dan hanya berpangku tangan? Apa Tirta ingin menggodanya?"Aku ... aku tentu mau. Aku mau kamu lepasin semuanya sampai nggak ada yang tersisa!" Kini, Tirta yakin 100% bahwa Arum memang sedang berahi. Makanya, dia tidak menutupi apa pun lagi.Ketika kemari, Tirta tidak sempat menyelesaikan permainannya dengan Ayu dan Melati. Dia pun memutuskan untuk melakukannya bersama Arum di hutan! Lagi pula, Arum menginginkannya. Tidak ada salahnya dia menerima semua
Pada saat yang sama, Arum juga memahami beberapa hal yang tak dipahami sebelumnya. Yang menancap dari belakang belum tentu pisau! Berlutut belum tentu memohon! Berteriak belum tentu kesakitan! Menangis belum tentu merasa sedih! Yang keluar dari mulut juga belum tentu air liur!Dua jam kemudian, Tirta dan Arum menyelesaikan ronde pertama mereka. Ketika melihat Arum kelelahan, Tirta pun memilih untuk berhenti.Kini, Arum yang dikalahkan akhirnya mengerti alasan Ayu, Melati, Susanti, Agatha, dan Nabila begitu terobsesi pada Tirta.Seperti yang dikatakan Susanti, ini adalah kunci untuk membuka dunia baru. Arum merasa dirinya seperti terbang ke langit dan ... tidak ingin berhenti! Rasanya sungguh nikmat! Pantas saja, Ayu yang begitu menjaga diri merindukan Tirta setiap hari!"Kak Arum, rupanya kamu ingin mencobanya karena mendengar penjelasan Susanti? Kukira kamu menyukaiku, makanya ingin bercinta denganku. Apa tindakanmu ini termasuk mempermainkan perasaanku?" keluh Tirta sambil mengenakan
"Kalau begitu ... kamu bantu aku pijat. Yang penting Bibi Ayu dan lainnya nggak curiga waktu melihatku. Kalau nggak, aku yang malu ...." Arum menyetujui usul Tirta. Kemudian, dia pelan-pelan bergeser dari pelukan Tirta dan bersandar di jok.Setelah satu ronde yang sengit berakhir, Arum bercucuran keringat dan sangat lelah. Dia hanya bergerak sedikit, tetapi kakinya sudah bergetar. Ini membuatnya terlihat makin menggoda! Kalau bukan karena Arum tak sanggup lagi, Tirta pasti melanjutkan pertarungannya!"Kak Arum, rileks saja, nggak usah gugup." Tirta menahan hasrat dalam dirinya dan menjulurkan tangan dengan perlahan. Kedua tangannya mulai memijat Arum dengan lembut ....Sekitar 10 menit kemudian, Tirta selesai memijat Arum. Arum menarik napas dalam-dalam, merasa jauh lebih nyaman. Hanya saja, kulitnya menjadi merah kembali karena pijatan Tirta."Gimana, Kak? Sudah mendingan? Masih ada yang sakit?" tanya Tirta sambil mengambil tisu dan membantu Arum menyeka tubuhnya."Nggak terlalu sakit
Sambil digoda oleh Tirta, Arum akhirnya selesai memakai pakaiannya dalam waktu lima hingga enam menit. Kemudian, Tirta berkemudi ke Desa Persik.....Pada saat yang sama, di kota, di sebuah vila kalangan atas. Aiko yang duduk di ruang tamu tampak menopang dagunya. Dia memandang ke luar jendela dengan tatapan hampa, seolah-olah jiwanya meninggalkan tubuhnya."Kak Aiko, sejak Tirta pergi, kamu nggak bisa makan dan tidur. Apa kamu sudah tersihir olehnya?" Naura duduk di sampingnya sambil menghela napas. Dia baru selesai mandi dan hanya membalut tubuh seksinya dengan handuk. Begitu keluar, dia langsung melihat Aiko yang seperti tidak punya semangat hidup."Naura, kamu bicara apa? Aku nggak mikirin Tirta. Aku lagi mencemaskan perusahaan orang tuaku. Entah kondisi perusahaan sudah membaik atau belum." Aiko tersadar dari lamunannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan memaksakan senyuman."Kita bukan baru kenal. Kamu nggak bakal bisa menutupi apa pun dariku. Tirta mengumpulkan uang sebanyak 14
"Benar begitu?" tanya Aiko dengan tidak percaya."Tentu saja. Tirta sekarang sangat kaya dan hebat. Apa kamu pernah melihat dia mencampakkan pacarnya? Satu pun nggak pernah, 'kan? Jadi, kamu berpikir terlalu jauh.""Mungkin Tirta terlalu sibuk belakangan ini, makanya nggak sempat menghubungimu. Setelah dia punya waktu, dia pasti datang mencarimu," hibur Naura sambil menepuk tangan Aiko."Ya, kamu benar. Tirta pasti mencariku kalau punya waktu." Aiko akhirnya tersenyum. Kemudian, dia bertanya dengan cemas, "Kalau begitu ... Naura, kamu bisa bantu aku telepon Tirta nggak? Tanya dia kapan punya waktu.""Ya, ya. Terserah kamu saja. Kembalikan ponselku. Aku mau meneleponnya." Naura meminta ponselnya dengan tidak berdaya. Namun, sebelum dia sempat menelepon Tirta, Saad tiba-tiba meneleponnya."Ayah, ada urusan apa? Kalau nggak ada urusan penting, aku tutup ya. Kak Aiko lagi nungguin aku telepon Tirta. Dia mau tanya Tirta kapan punya waktu kemari."Begitu ucapan ini dilontarkan, Aiko langsung
"Kak! Ka ... kamu ini ya! Karena kamu yang mulai duluan, aku nggak bakal sungkan-sungkan lagi! Waktu Tirta mengantarmu pulang hari itu, aku melihat bulu keriting di mulutmu! Cepat jujur, apa itu .... Ah!"Naura sungguh kewalahan karena ditindas Aiko. Tanpa sempat berpikir lagi, dia langsung mengungkapkan apa yang dilihatnya hari itu.Begitu mendengarnya, wajah Aiko sontak memerah. Dia buru-buru menutup mulutnya dan berteriak nyaring, "Ah! Nggak mungkin! Kamu pasti salah lihat! Kalau kamu berani bicara sembarangan, aku bakal menyiksamu mati-matian!"....Mobil akhirnya berhenti di depan klinik. Setelah turun dari mobil, Tirta membuka bagasi dan menurunkan barang belanjaan mereka. Kemudian, dia dan Arum sama-sama memasuki klinik.Sebelum Tirta meletakkan barang-barangnya, Ayu menghampiri dan berkata dengan cemas, "Tirta, Arum, akhirnya kalian pulang! Dua ekor harimau besar kabur saat Melati membuka pintu untuk mengambil barang!""Melati sedang mencari mereka! Taruh saja barang-barang kal
"Bu Yanti, kedua harimau itu nggak melukai siapa pun. Untuk apa kamu lapor polisi?"Begitu mendengarnya, Tirta menghentikan mobilnya. Kemudian, dia turun, tetapi tidak berniat membawa Yanti mencari harimau.Sepertinya, Yanti melihat kedua harimau itu waktu mereka kabur. Makanya, dia mengejar kedua harimau itu bersama Melati."Harimau sangat ganas. Mereka bisa memangsa orang. Aku melihat mereka di desa tadi! Mereka pasti mencari mangsa di bawah gunung karena nggak ada yang bisa dimakan di pegunungan!""Aku tentu harus lapor polisi supaya mereka menangkap kedua harimau itu. Kemudian, mereka akan dibawa ke pusat perlindungan satwa! Kalau ditunda, takutnya akan ada yang terluka!" jelas Yanti dengan ekspresi cemas dan napas terengah-engah.Bisa dilihat bahwa kepala desa ini sangat baik hati. Namun, dia tidak tahu bahwa kedua harimau itu adalah milik Tirta. Mereka ditugaskan untuk menjaga rumah."Kamu berpikir terlalu jauh. Mungkin mereka cuma mau jalan-jalan. Kalau tujuan mereka adalah mema
"Malam ini Elisa akan tidur satu kamar denganku. Tolong kabari Bu Bella, sekalian tanyakan kapan dia akan pulang.""Kita sudah sepakat akan pergi jalan-jalan malam ini. Kebetulan, aku bisa memperkenalkan Elisa pada Bu Bella." Mendengar perkataan Tirta, Ayu tidak bisa menahan senyumannya."Bibi Elisa akan tidur sekamar denganmu malam ini? Ya sudah, aku akan telepon Bella sekarang dan memberitahunya." Mendengar ini, Tirta merasa agak kecewa.Elisa bukan Yasmin yang tidurnya sangat lelap. Sebagai seorang pesilat kuno, sedikit gangguan saja pasti akan membuatnya langsung terbangun. Sepertinya, malam ini dia tidak akan bisa sekamar dengan Ayu."Kak, siapa Bu Bella? Apa dia juga kerabatmu di dunia fana?" Saat Tirta sedang menelepon, Elisa bertanya kepada Ayu dengan penasaran."Bu Bella baru saja tunangan dengan Tirta. Jadi, bisa dibilang dia juga kerabatku. Dia sangat cantik dan berasal dari keluarga yang sangat kaya.""Vila yang kita tempati sekarang, termasuk puluhan vila di sekitar, semua
"Bocah, lepaskan aku!" Elisa sudah pernah melihat kemaluan Tirta sebelumnya, jadi dia langsung bisa menebak apa yang sedang menempel padanya.Karena malu dan panik, Elisa refleks membalikkan tangannya dan memberi Tirta satu tamparan keras hingga dia terpental!"Aduh ...! Ka ... kamu bukan Bi Ayu? Maaf, aku salah orang." Tirta tentu saja tidak merasa sakit, tetapi tetap berpura-pura terjatuh. Dia memegang pipinya dengan ekspresi kesakitan dan kebingungan.Meskipun dia hanya memeluk Elisa sesaat, sensasi pinggangnya yang ramping dan kulitnya yang lembut membuatnya diam-diam menikmati momen itu dalam hati."Tirta! Kamu baik-baik saja?" Saat Tirta memeluk Elisa, Ayu sebenarnya merasa kesal dan cemburu. Bagaimanapun, yang dipeluk Tirta adalah adiknya, bukan dirinya.Namun, begitu melihat Tirta ditampar hingga jatuh, rasa kesal dan cemburu langsung menghilang. Dia buru-buru memeluk Tirta dan bertanya dengan cemas."Bi, aku nggak apa-apa, sebentar lagi juga baikan. Tapi, kamu dan wanita ini b
"Nanti saat bertemu Tirta, kita diam saja, biarkan dia menebak sendiri. Aku ingin tahu, apakah Tirta bisa mengenaliku." Ayu tersenyum manis saat berkata demikian, sudut matanya dipenuhi kegembiraan."Kak, tadi kamu bilang ingin aku membantumu menghukumnya. Sekarang kamu malah ingin aku membantumu menggodanya. Aku benar-benar nggak bisa menebak isi pikiranmu."Melihat Ayu begitu senang, Elisa akhirnya mengangguk setuju. Namun, dalam hatinya, dia berpikir, 'Sepertinya kakakku sangat peduli pada si Bocah.''Si Bocah sepertinya juga sangat peduli pada kakakku. Kami cuma mirip, tapi dia tetap membiarkanku memukulnya. Dia sama sekali nggak membalas, malah tersenyum dan menyelamatkanku.''Jangan-jangan, kakakku dan Bocah .... Nggak mungkin! Elisa, apa yang kamu pikirkan? Dia kakakmu lho! Masa kamu berpikir begitu?''Kamu benar-benar nggak tahu malu! Mereka cuma saling bergantung dan memiliki hubungan yang dalam, itu saja!'Elisa buru-buru mengusir pikiran aneh itu dari benaknya. Kemudian, dia
'Kak, jangan bercanda seperti ini. Dia adalah adik dari bibiku. Di dunia ini, selain aku, dia adalah satu-satunya keluarga Bibi. Aku nggak bisa melakukan hal yang berlebihan padanya.'Dalam hati, Tirta mengakui bahwa Genta memang berprinsip. Hanya saja .... Matanya sama sekali tidak berpaling dari Ayu dan Elisa, bahkan tidak berkedip."Munafik! Kalau kamu menolak, kenapa sikapmu malah menunjukkan hal yang sebaliknya?" Suara mengejek Genta terdengar di benaknya.Tirta langsung merasa canggung. Sikapnya yang polos dan tanpa kendali telah mengungkapkan isi pikirannya yang terdalam. Tidak mungkin dia bisa menipu Genta.'Ehem .... Kak, ini cuma naluri seorang pria. Bibi dan adiknya secantik ini. Kalau aku nggak bereaksi sedikit pun, justru itu yang aneh, 'kan?'Tirta tetap mencari alasan yang masuk akal untuk membela diri. 'Lagian, kenapa kamu malah ingin mengendalikan tubuhku untuk melakukan hal semacam itu? Jangan-jangan, kamu ingin merasakan gimana rasanya menjadi pria?''Kalau kamu bena
Kemudian, dia berpura-pura menutup pintu. Padahal sebenarnya, dia menggunakan teknik menghilangkan diri dan berdiri di depan pintu kamar mandi untuk menyaksikan mereka. Jika saja ruang di dalam kamar mandi tidak terlalu sempit dan mudah ketahuan, Tirta bahkan ingin menggunakan teknik menembus dinding untuk masuk ke dalam dan melihat lebih jelas."Huh ... si berengsek akhirnya pergi juga. Dik, yuk kita lanjutkan mandinya. Coba kamu ceritakan padaku tentang dunia misterius. Aku belum pernah pergi ke sana. Setelah mendengar Tirta "keluar" dari kamar, Ayu akhirnya menghela napas lega dan mengalihkan pembicaraan terhadap Elisa yang berada di sampingnya."Dunia misterius sebenarnya adalah sebuah dunia kecil yang terpisah. Guru yang bilang padaku, dunia itu terasingkan dari dunia fana. Pintu masuknya berada di antara ribuan pegunungan yang menjulang. Saat ini, diketahui ada tiga pintu masuk ke dunia misterius, di antaranya ada di bagian Negara Darsia ...."Elisa yang juga mengira Tirta telah
"Astaga ... astaga ... astaga!!! Dua bibi lagi mandi! Ada apa ini? Jangan-jangan mataku bermasalah?"Di dalam kamar mandi, dua sosok tubuh yang indah dan putih bersih saling berdampingan, membuat darah Tirta mendidih seketika! Tenggorokannya kering dan matanya terbelalak lebar!Di saat yang bersamaan, "senjata rahasia" yang Yasmin bicarakan sebelumnya, juga ikut bereaksi ....Tirta tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Dia mengucek matanya berkali-kali, tetapi setiap kali dia melihat kembali, dua sosok yang sempurna itu tetap ada di sana. Bahkan semakin lama dia melihat, pemandangan itu terasa semakin nyata!"Ini sungguhan .... Jangan-jangan ini wanita misterius yang kutemui di puncak Gunung Tisatun?""Benar! Itu dia! Tapi bukankah dia sudah turun gunung? Kenapa tiba-tiba muncul di rumah Keluarga Purnomo dan malah mandi bersama Bi Ayu?"Tirta akhirnya bisa mengenali wanita misterius itu, tetapi tidak bisa memahami alasannya berada di sini. Ditambah lagi, tanpa pakaian yang menutupi
Mengapa orang tua mereka meninggalkan anak kandung mereka di dua tempat yang berbeda?"Nggak apa-apa. Meskipun cuma aku dan Tirta yang hidup saling bergantung satu sama lain, dia anak yang kuat. Sekarang kami hidup dengan baik, jadi kamu nggak perlu khawatir ....""Ngomong-ngomong, siapa namamu? Setelah kamu diadopsi, apakah hidupmu baik-baik saja?"Ayu tidak tahu apa yang dipikirkan Elisa saat ini. Namun, saat melihat ekspresi haru di wajah gadis itu, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggenggam tangan Elisa dengan hangat dan bertanya padanya dengan perhatian."Namaku Elisa. Aku juga hidup dengan baik, Kak. Kamu nggak perlu khawatir."Entah mengapa, Elisa memanggilnya Kakak tanpa sadar. Mungkin karena Ayu terlihat lebih matang dan keibuan dibanding dirinya. Meskipun dia belum berhasil menemukan jawaban tentang orang tua mereka, Elisa sudah yakin sepenuhnya bahwa Ayu adalah saudara kembarnya!Ayu juga merasakan hal yang sama. Melihat Elisa yang berdebu dan kusam, Ayu langsung me
Saat ini, suasana hati Ayu sudah pasti sangat panik. Dia sedang mandi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun, tetapi tiba-tiba ada seorang wanita asing menerobos masuk. Jika saja wanita itu tidak langsung menutup mulutnya, atau jika tenaganya tidak lebih kuat dari Ayu, pasti Ayu sudah melawan dan berteriak minta tolong!"Mmm! Mmm!" Melihat ekspresi Ayu yang ketakutan, Elisa menyadari bahwa dia memang telah mengejutkan Ayu. Kalau dia tidak bisa menenangkan gadis ini, mustahil dia bisa menanyakan apa pun."Aku benar-benar nggak berniat menyakitimu. Kalau nggak percaya, lihat saja. Wajah kita berdua sama persis. Aku cuma ingin bertanya tentang asal-usulmu ...."Setelah agak ragu, Elisa akhirnya melepas cadarnya dan menunjukkan wajahnya yang telah lama tersembunyi. Dia berusaha melembutkan nada bicaranya. Untuk membuktikan bahwa dia tidak berniat jahat, Elisa juga melepaskan tangannya dari mulut Ayu.Namun, saat Elisa melihat kulit putih mulus Ayu yang sama persis dengan dirinya, dia semak
"Bibi, aku benaran nggak ganggu wanita mana pun!" Tirta buru-buru menangkap tangan Ayu dan meyakinkannya dengan serius."Kalaupun kamu nggak bohong sama aku, cepat pergi mandi dulu. Hilangkan dulu wangi wanita lain di tubuhmu, baru datang temui aku lagi. Aku tunggu di kamar ...."Saat tangan mereka bersentuhan, Ayu langsung panik dan melirik ke dua ujung lorong. Dia takut akan ada orang yang melihat mereka.Setelah itu, dia buru-buru melepaskan diri dan mendorong Tirta pelan, lalu kembali masuk ke kamarnya."Bibi mau tidur sama aku?""Hehe, asyik! Aku akan mandi sekarang!"Tirta tiba-tiba menyadari maksud Ayu dan bergegas berlari ke kamar Bella. Kemudian, dia melepas semua pakaiannya dan mandi.....Pada saat bersamaan, di kamar Ayu.Ayu menatap sepatu Yasmin yang tadi tertinggal di kamar, lalu pelan-pelan meletakkannya di rak sepatu dekat pintu.Dia menghela napas pelan, lalu bergumam pada dirinya sendiri."Dasar anak nakal .... Wanita-wanita itu pasti pacar barunya. Dia masih berani