"Ibu, jangan! Aku nggak mau tidur sama si bajingan itu! Aku benaran nggak bohong sama kalian. Tirta sudah janji. Dia belum transfer uangnya mungkin karena ada sedikit kendala. Kalian tunggu satu malam lagi ya? Kumohon!"Mendengar ucapan Hubert dan Sandra, Aiko merasa tertekan. Dia menarik lengan Sandra dengan erat dan memohon padanya."Nggak bisa, Ayah sudah kasih kamu waktu dua hari. Ayah nggak bisa tunggu lagi. Perusahaan juga nggak bisa tunggu lagi! Sandra, kurung dia di kamar."Hubert tidak berhasil menghubungi Billy melalui telepon. Perasaan kesalnya semakin memuncak, wajahnya terlihat muram, dan dia berbicara dengan nada tidak sabar."Nak, ikut Ibu saja. Sebenarnya Billy lumayan suka sama kamu. Kalau nggak, nggak mungkin dia minta nikah sama kamu. Lagian, Billy kaya. Kamu nggak akan menderita kalau sama dia.""Ini adalah peluang langka yang didamba-dambakan semua wanita. Kamu menyerah saja." Sandra menarik lengan Aiko dengan paksa dan mengurungnya di kamar."Bukan begitu, Ibu. Bi
"Ini ... Pak Billy, putriku memang bersalah karena menolakmu. Tapi kamu tenang saja, aku sudah kasih dia pelajaran!"Hubert tidak mengetahui insiden yang terjadi di acara ulang tahun Naura. Dia hanya mengira Billy enggan membantu mereka karena kesal Aiko berulang kali menolak perjodohannya.Oleh sebab itu, dia berkata sambil tersenyum, "Selain itu, kalau Pak Billy datang, aku bakal suruh dia nunggu Pak Billy di kamar. Asalkan Pak Billy mau datang, malam ini Pak Billy bisa tidur sama putriku! Mohon bantuannya untuk kali ini!""Oh ya?" Mendengar itu, mata Billy berkilat penuh rencana licik. Dia segera menyadari bahwa Hubert kemungkinan besar tidak mengetahui konflik antara dirinya dan Aiko. Kalau tidak, Hubert tidak mungkin menawarkan hal seperti itu."Kalau begitu, Pak Hubert tunggu sebentar. Mungkin setengah jam lagi aku sampai di sana," jawab Billy dengan nada lembut.Dia telah memutuskan untuk meniduri dan mempermalukan Aiko. Kemudian, dia tidak akan memberikan sepeser pun pada merek
Hubert dan Sandra mengira, asalkan Billy dan Aiko tidur bersama, perusahaan mereka bisa diselamatkan.Namun, suasana hati Aiko sedang tidak stabil. Mereka khawatir hal ini akan merusak suasana hati Billy.Hubert dan Sandra datang ke kamar tempat Aiko dikurung. Mereka mencoba mencuci otak Aiko supaya Aiko menerima nasibnya.Jika Aiko mengusik Billy di situasi seperti ini, Billy pasti akan pergi dan perusahaan mereka akan bangkrut."Ayah, Ibu, aku memang putri kalian. Tapi, kalian nggak seharusnya memaksaku seperti ini. Aku nggak setuju. Kalau Billy datang, aku bakal mengusirnya. Jangan harap dia bisa menyentuhku.""Aku bakal telepon Tirta sekarang juga. Dia bisa membantu kita. Kalian suruh Billy nggak usah datang lagi." Aiko menangis sejak tadi. Orang tuanya tidak percaya padanya. Karena tidak berdaya, dia hanya bisa menghubungi Tirta dan memberi tahu semuanya."Tirta, bukannya kamu bilang mau membantuku? Besok perusahaan orang tuaku bakal bangkrut. Mereka mengurungku di kamar supaya ak
Joshua bersikap sangat patuh tanpa berani menunjukkan kekesalan sedikit pun. Setelah mengakhiri panggilan, dia buru-buru pergi ke rumah Toby dan Hendrik untuk mengajak mereka ke rumah Aiko....."Tirta, siapa yang meneleponmu tadi? Kenapa kamu kelihatan marah sekali?" tanya Ayu dengan heran setelah Tirta mengakhiri panggilan.Sebelum Tirta menjawab, Melati sudah menimpali, "Nggak usah ditanya lagi. Pasti pacarnya yang lain sedang dalam masalah. Bi Ayu, kamu nggak dengar tangisan wanita tadi? Hati Tirta pasti hancur sekali mendengarnya menangis!""Tirta, apa yang dibilang Melati benar?" tanya Ayu dengan agak cemburu."Kalian berpikir terlalu jauh. Dia cuma teman biasa." Tirta mengembuskan napas dan tersenyum getir. "Dia bertemu sedikit masalah, jadi aku membantunya. Kalian tidur dulu. Aku harus pergi lihat situasi. Besok pagi aku pulang."Tirta merasa cemas terhadap Aiko. Dia memutuskan untuk pergi ke rumah Aiko sekarang juga. Setelah mengganti pakaian, Tirta langsung berangkat."Dasar
"Terima kasih banyak, Tirta. Aku akan kirim alamatku sekarang juga. Aku tunggu kamu ya .... Hati-hati di jalan!"Setelah mendengar ucapan Tirta, Aiko merasa sangat terharu. Baginya, situasi sekarang sangat kritis. Sementara itu, yang membantunya malah adalah Tirta yang hanya ditemuinya beberapa kali.Tindakan Tirta yang menolongnya tanpa pamrih ini membuat kesan Aiko terhadap Tirta menjadi sangat baik. Dia merasa sangat berterima kasih kepada Tirta."Ya, kamu tenang saja. Aku akan segera sampai." Tirta mengiakan, lalu langsung mengakhiri panggilan dan mengemudikan mobilnya ke lokasi yang dikirim Aiko."Aku tahu Tirta nggak mungkin menipuku ...," gumam Aiko sambil menggenggam ponselnya dengan erat. Ucapan Tirta terus terngiang di benaknya, membuatnya merasa sangat tenang."Aiko, tadi kamu bicara dengan siapa? Siapa yang mau kemari?" Di luar pintu, terdengar suara Hubert yang heran."Aiko, sebentar lagi Billy akan sampai. Masa kamu menyuruh temanmu kemari di saat seperti ini? Nggak dewas
Ketika melihat penampilan Aiko yang seperti ini, Hubert makin murka. Dia hendak mengangkat tangannya lagi untuk menampar Aiko."Sudahlah, anak ini memang keras kepala. Nggak ada gunanya kamu memukulnya. Kamu keluar saja. Biar aku yang membujuknya," bujuk Sandra yang tidak tahan lagi. Dia buru-buru menarik Hubert keluar."Aiko, aku tahu kamu marah karena kami memaksakan kehendak kami. Makanya, kamu mengarang kebohongan seperti itu untuk mengelabui kami.""Tapi, kami adalah orang tua kandungmu. Kami nggak mungkin mencelakaimu. Terima saja takdirmu ini. Kelak, aku dan ayahmu pasti akan menebus semuanya," nasihat Sandra.Sayangnya, Aiko tidak akan mendengarkan nasihat ini. Dia hanya termangu di tempatnya, seolah-olah seluruh energinya telah terkuras habis."Hais, pikirkan baik-baik ucapanku tadi. Setelah Billy sampai, jangan buat dia marah. Kamu harus menurutinya. Sekarang perusahaan bergantung padamu."Ketika melihat Aiko tidak menanggapinya, Sandra pun tidak berbicara lagi. Dia berbalik
"Aiko! Kamu sudah gila ya! Gimana bisa kamu melawan Billy seperti ini! Cepat minta maaf!"Saat melihat perubahan situasi yang mendadak ini, ekspresi Hubert dan Sandra sontak berubah. Kalau sampai Billy pergi, perusahaan mereka akan bangkrut. Itu sebabnya, Hubert langsung membentak putrinya."Yang kupukul adalah bajingan! Jangan harap aku minta maaf padanya! Dia nggak pantas! Kalian semua keluar!" pekik Aiko dengan histeris.Kini, Tirta dan Keluarga Gumarang belum tiba. Dia sungguh tidak berdaya."Kurang ajar! Kamu ini makin lancang saja! Aku akan memberimu pelajaran nanti!" Hubert memelototi putrinya dengan galak.Kemudian, Hubert datang ke hadapan Billy untuk meminta maaf, "Billy, suasana hati putriku lagi kurang stabil. Makanya, dia berbuat bodoh seperti ini. Tolong jangan bersikap perhitungan dengannya ya.""Gimana kalau kamu keluar dulu? Biarkan aku bicara sebentar dengannya. Aku janji hal seperti tadi nggak bakal terulang lagi."Billy memegang wajahnya. Meskipun dia sudah tidak sa
"Aaa! Dasar jalang! Kamu sudah bosan hidup ya! Hari ini, aku pasti akan membuatmu kesakitan setengah mati!" Karena jarak di antara keduanya lumayan dekat, Billy tidak sempat menghindar. Salah satu matanya tertusuk dan berdarah. Saking murkanya, Billy pun menerkam ke arah Aiko.Bam! Sayangnya, Billy sangat kesakitan karena salah satu matanya terluka. Aiko pun menghindar dengan mudah. Pada akhirnya, Billy terjatuh dengan menyedihkan."Dasar jalang! Dasar murahan! Kamu tunggu saja pembalasan dariku! Aku bukan cuma akan menidurimu, tapi ibumu juga!""Kamu pasti akan menyesali perbuatanmu ini! Keluargamu harus lenyap dari ibu kota provinsi!" Billy bangkit dari lantai dengan susah payah. Sambil memegang dinding, dia mengeluarkan ponselnya untuk meminta bantuan."Ibu, Ayah ... cepat buka pintu! Cepat keluarkan aku! Billy ingin mencelakai kalian!" seru Aiko yang berdiri di samping pintu. Dia terus menggedor, berusaha menarik perhatian Hubert dan Sandra. Dia pun tidak berani melepaskan gunting
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b
Farida menebak Tirta pasti menyembunyikan sesuatu. Dia mengambil nasi kotak dari mobil, lalu memberikannya kepada Tirta. Farida berkata, "Nggak ada nasi kotak yang tersisa lagi. Kalau kamu nggak keberatan, ini nasi kotakku."Farida yang membawa nasi kotak. Di atasnya terdapat gambar kartun kucing berwarna merah muda. Gambar itu juga terdapat di pakaian dalam yang sering dikenakannya. Siapa sangka, Farida yang lebih tua daripada Ayu menyukai barang lucu seperti ini."Kak Farida, kalau kamu berikan nasi kotakmu padaku, kamu makan apa?" tanya Tirta. Dia merasa malu. Apalagi setelah melihat gambar kucing di nasi kotak itu.Farida melihat tatapan Tirta tertuju pada gambar kucing itu. Dia takut Tirta mentertawakannya. Farida menyahut dengan gugup, " Aku nggak lapar, anggap saja aku lagi diet. Kamu makan saja.""Oke. Terima kasih, Kak Farida. Oh, iya. Bagaimana perkembangan renovasi vila? Apa malam ini aku bisa tinggal di vila?" timpal Tirta.Tirta tidak sungkan lagi. Dia membuka nasi kotak,
Tiba-tiba, terdengar suara batuk Agatha. Dia bertanya, "Tirta, apa maksudmu?"Tirta terkejut. Dia segera menyimpan mata tembus pandang, lalu membuka pintu dan berkata seraya tersenyum, "Kak Agatha, maksudku Kak Nia sangat kompeten. Ke depannya pria yang bersamanya pasti bahagia."Agatha yang curiga bertanya, "Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu? Bukannya kamu lagi melakukan akupunktur pada Kak Nia? Apa yang dia lakukan?"Tirta menjawab dengan tenang, "Maksudku untuk urusan kebun buah. Tadi kami membahas masalah kebun buah waktu melakukan terapi akupunktur. Kak Nia bisa mengurus semuanya tanpa bantuanku. Dia sangat kompeten."Agatha mengangguk sambil menanggapi, "Kak Nia memang kompeten. Aku pun nggak bisa melakukannya sendiri. Aku pasti kewalahan."Agatha bertanya lagi, "Mana Kak Nia? Apa terapi akupunktur sudah selesai?"Tirta menyahut, "Sudah. Dia lagi ganti baju."Agatha berusaha menahan tawanya dan menimpali, "Makanannya sudah siap. Kamu cuci tangan dulu sebelum makan. Kak Aru
Tirta berkata sebelum memulai akupunktur, "Kak Nia, terapi akupunktur kali ini mungkin berbeda dengan sebelumnya. Aku akan menambahkan pijatan agar efeknya lebih bagus."Tirta melanjutkan, "Sebaiknya kamu persiapkan mentalmu. Tentu saja, aku nggak berniat mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kalau kamu keberatan, aku hanya melakukan akupunktur.""Pijatan?" ujar Nia. Dia menghela napas, lalu mengangguk dan menambahkan, "Itu ... nggak masalah. Lagi pula, semua itu untuk mengobati penyakitku. Aku bisa terima, yang penting bisa menyembuhkanku.""Oke, Kak Nia. Mungkin nanti akan sedikit gatal. Tahan sebentar, ya," timpal Tirta. Selesai bicara, dia langsung menusukkan jarum ke bagian dada Nia.Kali ini, Tirta melakukan terapi akupunktur pada Nia untuk menyembuhkan sesak napas yang dideritanya. Setelah Tirta mencabut jarum, Nia belum merasakan gatal.Kemudian, Tirta melakukan terapi akupunktur sesi kedua. Begitu Tirta menusukkan jarum, Nia merasa gatal hingga mengeluarkan desahan. Dia bergu
Kemudian, Ayu kembali sibuk di dapur. Agatha keluar dari klinik, lalu bertanya kepada Tirta, "Tirta, Bibi Ayu bilang apa denganmu? Kenapa kalian kelihatan misterius?"Tirta menjawab dengan tenang, "Nggak apa-apa. Bibi Ayu tanya kenapa Kak Nia tiba-tiba tinggal di klinik.""Oh. Kamu cepat lihat dulu, nanti malam Kak Nia tidur di mana?" timpal Agatha. Dia menarik Tirta masuk ke klinik, lalu melanjutkan dengan ekspresi khawatir, "Selain itu, kita bertiga ... kita tidur di mana? Nggak ada tempat lagi."Nia yang berdiri di depan pintu klinik berujar dengan canggung, "Tirta, apa aku merepotkan kalian? Kalau nggak, aku tinggal di hotel saja."Tirta menepuk dadanya sambil menjamin, "Nggak usah, Kak Nia. Aku sudah atur semuanya. Klinik ini cukup untuk ditempati kita semua.""Kalau begitu, kamu lakukan akupunktur pada Kak Nia. Aku lihat Bibi Ayu butuh bantuan atau nggak," ucap Agatha. Selesai bicara, dia masuk ke dapur.Tirta menutup pintu klinik, lalu mengambil jarum dan berkata kepada Nia, "Ka
Tirta memang kuat. Kalau tidak, dia juga tidak bisa mengancam Agatha. Melihat Agatha sudah setuju, Tirta langsung mengangguk dan berujar, "Kak Agatha, kamu tenang saja. Aku pasti akan membereskan Susanti dan nggak akan membuatmu merasa nggak nyaman."Agatha mendengus, lalu membalas sembari memelototi Tirta, "Cuma kali ini, ya. Ke depannya aku nggak mau melakukannya bersama Susanti."Agatha melepaskan dirinya dari pelukan Tirta, lalu berjalan ke mobil terlebih dahulu. Tirta yang merasa puas segera mengikuti Agatha kembali ke mobil.Nia bertanya, "Agatha, apa perutmu masih sakit?"Agatha berusaha tenang saat menjawab, "Nggak, Kak Nia. Setelah kita kembali, suruh Tirta lakukan akupunktur padamu untuk menyembuhkan sesak napasmu."Nia menyahut seraya mengangguk, "Oke."....Setengah jam kemudian, mereka kembali ke klinik. Kala ini, Ayu, Melati, dan Arum sedang sibuk di dapur. Ayu penasaran ketika melihat Nia juga turun dari mobil dan membawa banyak keperluan sehari-hari.Ayu menarik Tirta k
Tirta langsung berbicara terus terang. Sebelum dia melanjutkan perkataannya, Agatha mencebik dan berujar, "Tirta, kamu memang berengsek! Kamu nggak pernah tiduri aku di klinik. Kamu lebih suka tiduri Susanti atau aku?"Tirta menyahut, "Tentu saja aku lebih suka tiduri kamu. Dadamu lebih besar, bokongmu lebih montok, kakimu ramping, kulitmu mulus, sifatmu juga baik ...."Dalam situasi seperti ini, tentu saja Tirta tahu siapa yang lebih baik. Dia terus memuji Agatha.Agatha memutar bola matanya, tetapi dia tidak terlalu marah lagi. Agatha menyela, "Cukup, kamu itu munafik. Jelas-jelas punya Susanti hampir sama denganku, kamu terlalu berlebihan."Agatha bertanya, "Jadi, apa semua ini ada hubungannya dengan keinginanmu?"Tirta mengusap tangannya seraya menjawab, "Tentu saja ada. Bukannya malam ini Kak Agatha mau tinggal di klinik? Susanti juga pulang ke klinik, kalian ....""Tunggu!" sergah Agatha. Dia merasa ada yang tidak beres. Agatha menegaskan, "Malam ini aku nggak mau tinggal di klin
Tirta menegaskan, "Bu, sudah kubilang kamu nggak usah sungkan. Kebetulan aku ada di sini, jadi aku bisa menyelamatkan anakmu. Untuk urusan bisnis, semuanya tetap harus diperhitungkan dengan jelas. Kalau aku kurang bayar 1 miliar, takutnya kamu nggak dapat keuntungan. Kalau kamu nggak mau terima, aku nggak beli lagi."Bos toko bersikeras berkata, "Jangan begitu. Aku juga nggak marah biarpun kamu nggak beli. Aku cuma punya 1 anak, dia lebih berharga dari nyawaku. Kamu menyelamatkan anakku dan memesan begitu banyak bibit pohon buah dariku. Aku sangat berterima kasih padamu, mana mungkin aku membiarkan kamu menghabiskan begitu banyak uang?"Bos toko menambahkan, "Lagi pula, setelah kamu bayar 3 miliar, aku sudah bisa dapatkan keuntungan 1 miliar lebih. Aku nggak rugi."Tirta terpaksa menanyakan pendapat Agatha dan Nia, "Kak Agatha, Kak Nia, bagaimana menurut kalian?"Agatha bertatapan dengan Nia, lalu menyahut sembari tersenyum, "Tirta, bos mau berterima kasih padamu dan kita memang kekura
Tirta berpikir sejenak, lalu tersenyum licik dan berucap, "Kalau kamu benar-benar merasa bersalah, kamu kabulkan satu keinginanku saja. Anggap sebagai kompensasi."Agatha segera mengangguk seraya menyahut, "Apa keinginanmu? Kamu bilang saja. Asalkan aku bisa melakukannya, aku pasti kabulkan keinginanmu."Tirta mengedipkan matanya, lalu menimpali, "Nanti kita baru bicarakan di mobil. Sekarang kita bicarakan masalah bibit pohon buah dengan bos toko dulu.""Oh. Kalau begitu, nanti kita baru bicarakan di mobil," balas Agatha. Dia merasa Tirta berniat jahat, tetapi dia tidak keberatan.Anak bos toko sudah tertidur setelah minum susu. Bos toko keluar dari kamar. Dia membawa sepiring buah yang sudah dicuci.Bos toko berujar, "Kalian sudah menunggu lama. Istirahat dulu dan makan buah.""Terima kasih, Bu," sahut Tirta. Dia tidak sungkan lagi dan langsung duduk di bangku. Tirta mengambil buah pir dan memakannya.Agatha dan Nia juga mengambil buah, lalu duduk di samping Tirta sambil memakan buahn