"Aaa! Dasar jalang! Kamu sudah bosan hidup ya! Hari ini, aku pasti akan membuatmu kesakitan setengah mati!" Karena jarak di antara keduanya lumayan dekat, Billy tidak sempat menghindar. Salah satu matanya tertusuk dan berdarah. Saking murkanya, Billy pun menerkam ke arah Aiko.Bam! Sayangnya, Billy sangat kesakitan karena salah satu matanya terluka. Aiko pun menghindar dengan mudah. Pada akhirnya, Billy terjatuh dengan menyedihkan."Dasar jalang! Dasar murahan! Kamu tunggu saja pembalasan dariku! Aku bukan cuma akan menidurimu, tapi ibumu juga!""Kamu pasti akan menyesali perbuatanmu ini! Keluargamu harus lenyap dari ibu kota provinsi!" Billy bangkit dari lantai dengan susah payah. Sambil memegang dinding, dia mengeluarkan ponselnya untuk meminta bantuan."Ibu, Ayah ... cepat buka pintu! Cepat keluarkan aku! Billy ingin mencelakai kalian!" seru Aiko yang berdiri di samping pintu. Dia terus menggedor, berusaha menarik perhatian Hubert dan Sandra. Dia pun tidak berani melepaskan gunting
Sebelum ketiga keluarga besar datang, sekalipun mati, Hubert tidak akan percaya pada omongan Aiko. Sandra juga demikian.Namun, fakta membuktikan bahwa Tirta benar-benar bisa memerintahkan Keluarga Gumarang untuk mengantar uang. Bahkan, bukan hanya Keluarga Gumarang, tetapi juga dua keluarga besar lainnya. Semua datang untuk mengantar uang! Totalnya adalah 14 triliun!Di ibu kota provinsi, yang bisa melakukan hal semacam ini hanya Keluarga Purnomo yang berada di tingkatan teratas dan Chandra yang merupakan gubernur."Apa mungkin yang dibilang Aiko benar? Tirta benaran adalah saudara angkat Pak Saba? Selain ini, sepertinya nggak ada kemungkinan lain lagi!"Hubert dan Sandra bergegas membuka pintu untuk Aiko. Pada saat yang sama, mereka merasa sangat terkejut.Krek! Pintu dibuka."Ayah, Ibu, akhirnya kalian buka pintu. Billy mau balas dendam! Kita harus cari tempat untuk sembunyi! Cepat!" pekik Aiko dengan panik sambil berlari keluar. Tangannya masih memegang gunting."Aiko, maaf, Ayah s
"Sepertinya mereka membantu kita demi Tirta." Hubert tentu memiliki kesadaran diri. Dia tidak merasa kemampuannya bisa membuat tiga keluarga besar menyanjungnya."Aiko, jujur pada Ibu. Sebenarnya apa hubunganmu dengan Tirta? Apa kalian pacaran? Kalau nggak, mana mungkin tiga keluarga besar ini membantu kita." Sandra buru-buru menghampiri Aiko dan bertanya dengan suara rendah. Sejujurnya, dia merasa senang."Ibu, ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Tirta cuma teman biasa." Wajah Aiko memerah. Kemudian, dia menghela napas dengan emosional. "Aku memang ingin jadi pacarnya, tapi wanita cantik di sisinya sudah terlalu banyak. Dia belum tentu bakal menyukaiku.""Dasar bodoh. Kalau Tirta nggak menyukaimu, mana mungkin dia menyuruh tiga keluarga besar membantu kita?" Sebagai orang yang sudah berpengalaman, Sandra tentu tahu niat Aiko.Sandra menepuk tangan Aiko dan membujuk, "Wajar kalau pria hebat punya banyak wanita. Kamu harus berpikiran lebih terbuka. Kalau suka, kejar dia dengan
"Hehe, Sebenarnya ini belum ada apa-apanya. Kalau rekening perusahaan kalian nggak terblokir, kami bisa mentransfer lebih banyak," ujar Joshua yang menyombongkan diri saat melihat keterkejutan Aiko."Apa? Kamu bilang rekening perusahaan kami diblokir?" Hubert sangat tercengang. Tadi dia memang penasaran, kenapa Joshua, Toby, dan Hendrik membawa uang tunai sebanyak ini."Ya. Memangnya kalian nggak tahu?" tanya Joshua balik."Aku ... aku memang nggak tahu soal ini," timpal Hubert dengan ekspresi canggung."Kok bisa begini? Coba kamu tanyakan pada departemen keuangan," usul Sandra setelah merenung sejenak.Ketika Hubert hendak menelepon, Aiko menghentikan, "Ayah, Ibu, nggak usah repot-repot. Biar kuberi tahu kalian alasannya. Saat di kota kecil, aku melakukan sesuatu yang membuat Billy sangat membenciku. Billy pasti diam-diam memainkan tipu muslihat.""Kedatangannya kali ini juga bukan untuk meminjam kalian uang. Dia ingin membalas dendam!""Ternyata ada hal seperti itu ...." Hubert meras
Sandra sontak memaki, "Dasar bajingan! Kamu nggak ada bedanya dengan binatang buas! Jangan kira kamu bisa bertindak semena-mena karena Keluarga Sutejo berkuasa! Kalau kamu berani menyentuh Aiko, Pak Tirta nggak bakal mengampunimu!""Pak Tirta? Siapa itu? Suruh dia keluar! Aku bisa saja membunuhnya dengan mudah! Kalian ingin menakutiku? Jangan mimpi deh!" pekik Billy dengan ekspresi ganas.Di ibu kota provinsi, selain Keluarga Purnomo, Keluarga Chandra, dan Keluarga Sutejo, tidak ada lagi keluarga di atas mereka. Billy pun tidak pernah mendengar tentang pria bernama Tirta.Joshua dan lainnya yang berusaha untuk bersabar sejak tadi, sontak maju untuk membentak."Lancang sekali! Kamu bukan siapa-siapa! Kamu berani berebutan wanita dengan Pak Tirta?""Kamu bahkan berani menghina Pak Tirta! Aku rasa kamu ingin Keluarga Sutejo lenyap dari ibu kota provinsi?""Ya! Kamu ini tahunya cuma bersenang-senang! Kalau kamu membuat Pak Tirta marah, tamatlah riwayatmu!""Kalau Keluarga Sutejo ingin memb
"Eh, aku sampai lupa soal ini. Semuanya, ayo masuk. Aku mau suruh pelayan masak dulu. Kita adakan pesta penyambutan untuk Tirta!" tutur Hubert. Aiko dan Tirta punya hubungan istimewa. Dengan bantuan Tirta, mereka tidak perlu takut pada Keluarga Sutejo."Ya, ya. Biar aku saja yang suruh mereka siapkan makanan," ujar Sandra yang baru tersadarkan."Pak Tirta mau kemari? Oke, oke. Kita sama-sama menyambutnya nanti." Joshua dan lainnya bertatapan, lalu mengikuti Hubert memasuki ruang tamu.Jika Tirta melihat mereka menjalankan tugas dengan baik dan berhasil melindungi Keluarga Mahari, kesan Tirta terhadap mereka pasti akan makin baik. Mungkin saja, hubungan mereka akan makin dekat dan Tirta akan menjadi penyokong mereka.....Di bawah langit malam, sebuah mobil Rolls-Royce melaju di jalan dengan tidak stabil. Tiba-tiba, ada sebuah mobil melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi.Karena matanya terluka, Billy tidak bisa melihat dengan jelas. Sudah terlambat saat dia hendak menginjak rem. Mob
"Ayah, aku nggak bisa terima perlakuan ini. Kamu harus membalaskan dendamku!" pekik Billy sambil memukul mobilnya dengan gusar. Alhasil, tangannya tidak sengaja mengenai pecahan kaca, membuatnya berteriak kesakitan."Sekarang kamu di mana? Aku bawa orang ke sana untuk membantumu. Kalaupun tiga keluarga itu ingin menghalangi, aku tetap bakal menuntut keadilan untukmu. Jangan sampai martabat Keluarga Sutejo tercoreng!"Setelah mendengar semua penjelasan Billy, Harwin mengepalkan tangannya dengan erat sambil memelotot. Kemudian, dia mengakhiri panggilan setelah mengetahui lokasi Billy.Harwin memberi hormat kepada Budi dan berujar, "Pak Budi, putraku dalam masalah. Bukan cuma diselingkuhi, tapi matanya ditusuk sampai buta. Aku butuh bantuanmu. Aku bisa memberimu keuntungan sebesar 8% sebagai gantinya."Harwin tidak bodoh. Dia tahu Keluarga Sutejo sulit untuk melawan tiga keluarga besar. Namun, jika meminta bantuan Budi, ketiga orang itu hanya akan mundur. Bagaimanapun, Budi adalah orang k
'Pak Tirta masih muda, tapi begitu lugas dalam bertindak. Luar biasa!' puji Hubert dalam hati.Kemudian, Hubert segera menjelaskan, "Tadi putriku menusuk mata Billy. Billy ingin balas dendam, tapi Pak Joshua, Pak Toby, dan Pak Hendrik mengusirnya. Putriku bilang kita akan membahas solusi untuk masalah ini setelah kamu datang.""Oh, rupanya begitu. Terima kasih banyak, Pak Joshua, Pak Toby, Pak Hendrik. Kalau menungguku sampai, mungkin Billy sudah melakukan sesuatu terhadap Keluarga Mahira," ucap Tirta sambil mengangguk."Sama-sama, Pak Tirta.""Ya, ini sudah kewajiban kami.""Justru kami yang merasa terhormat karena bisa membantumu."Joshua dan lainnya merasa tersanjung. Mereka buru-buru melambaikan tangan.Setelah melirik uang tunai yang berada di truk, Tirta berkata dengan murah hati, "Uang kalian ini seharusnya lebih dari 6 triliun, 'kan? Kalau begitu, aku nggak bakal minta 20 triliun lagi. Anggap saja kalian sudah membayarnya dengan uang ini."Saat itu, Tirta hanya ingin memberi me
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka