Saba tentu tahu alasan mereka terkejut. Setelah melakukan akupunktur dan minum obat buatan Tirta, Saba merasa sekujur tubuhnya sangat segar. Langkahnya juga terasa ringan. Dia tidak terlihat seperti pria tua 100 tahun lagi. Dia dipenuhi energi seperti anak muda."Hehe. Kenapa? Aku nggak mirip dengan yang ada di foto?" Suasana hati Saba sedang baik sehingga dia bercanda seperti ini."Mirip .... Hanya saja, kamu terlihat sangat muda.""Ada perbedaan besar dengan yang ada di foto. Kami jadi nggak yakin ...."Saad dan Mauri bertatapan. Mereka tidak mengerti kenapa Saba menjadi terlihat lebih muda. Namun, reaksi Shinta membuat mereka paham apa yang terjadi.Setelah melihat kakeknya, Shinta mengamati dari atas hingga bawah dengan terkejut. "Kakek, kamu jadi sangat muda. Ilmu medis Kak Tirta memang luar biasa! Jangankan hidup 7 sampai 8 tahun, aku rasa kamu masih bisa hidup belasan tahun!""Tentu saja! Ilmu medis guruku tak ada tandingannya!" seru Bima dengan bangga. Setelah minum obat buatan
Sebenarnya Tirta tidak familier dengan lingkungan di kota. Pada akhirnya, Saad yang membawa mereka ke sebuah restoran yang cukup terkenal di kota. Dekorasi di sini termasuk megah.Mereka memesan sebuah ruang privat. Setelah hidangan disajikan, Mauri memulai topik pembicaraan. Mereka membahas tentang pengalaman Saba pada masa perang. Nabila, Naura, dan Tirta pun tampak penasaran."Hehe. Karena kalian ingin mendengarnya, aku bakal cerita. Tahun itu, negara sedang dalam krisis dan aku masih seorang penggembala sapi." Ekspresi Saba tampak emosional.Setelah mendengar cerita Saba, orang-orang pun membayangkan masa-masa yang dipenuhi perjuangan dan air mata itu. Dari seorang penggembala sapi menjadi pahlawan pendiri negara. Bisa dibilang, Saba adalah tokoh legendaris yang masih hidup. Hal ini membuat orang-orang makin menghormati Saba.Setelah mengobrol, Shinta menjadi memiliki kesan baik terhadap Saad dan Mauri. Dia tersenyum sambil berkata, "Kita termasuk berjodoh karena bisa makan bersama
Shinta merasa agak malu saat menanyakan hal ini kepada Tirta. Setiap wanita pasti memiliki kekhawatiran terhadap bentuk payudara mereka. Biasanya Shinta tidak keberatan, tetapi dia merasa tidak puas setelah melihat tubuh seksi Naura dan Nabila."Oh, nggak ada efek seperti itu. Kamu masih muda. Nanti juga tumbuh besar sendiri. Nggak usah dipikirkan," hibur Tirta. Ketika mendengar pertanyaan Shinta tadi, Tirta tanpa sadar melirik dada Shinta. Dia mendapati hanya ada tonjolan kecil di dada Shinta."Oh, ya sudah." Shinta menghela napas dengan agak enggan.Sebenarnya Tirta punya cara untuk membantu Shinta memperbesar payudaranya. Hanya saja, Shinta baru berusia 15 atau 16 tahun sehingga hal seperti itu tidak diperlukan. Mungkin saja, payudaranya akan tumbuh besar dengan sendirinya nanti.Setelah minum-minum dan makan-makan, langit berangsur gelap. Tirta bangkit dan berkata, "Kak Saba, sekarang sudah malam. Kamu tinggal di mana? Biar kuantar.""Ya. Gimana kalau kamu menginap di rumahku satu
"Tirta, lain hari saja. Besok aku harus kuliah. Jangan sampai aku nggak bisa jalan besok. Lagian, aku masih sakit karena kamu terlalu kasar semalam." Nabila tentu tahu apa yang dipikirkan Tirta. Seketika, nyalinya menciut."Kalau begitu, kita main beberapa jam saja. Soalnya kita bakal jarang ketemu setelah kamu mulai kuliah. Aku harus tunggu lagi kalau ingin tidur denganmu." Tirta merangkul Nabila dan membawanya masuk ke mobil."Ya sudah." Nabila sependapat dengan Tirta. Kemudian, dia tiba-tiba teringat pada sesuatu sehingga wajahnya memerah. "Sebenarnya ... kalau kamu nggak tahan lagi, kamu boleh diam-diam mencariku waktu aku pulang kuliah. Yang penting aku pulang ke asrama sebelum jam 12 malam.""Oke." Tirta menyetujui dengan senang hati. "Sekarang kita pulang dulu!"Saat berikutnya, Tirta menginjak pedal gas. Mobil pun melaju dengan kencang.Dalam waktu kurang dari 30 menit, Tirta dan Nabila pulang ke rumah baru mereka. Saat ini, Betari dan Agus belum pulang. Nabila pun merasa cemas
"Oh, aku juga rindu, Bibi. Besok malam aku pulang. Aku janji nggak bakal ke mana-mana lagi dan bakal menemanimu." Tirta merasa senang mendengar perkataan Ayu. Kemudian, Tirta masuk ke kamar karena takut Nabila mendengar obrolan mereka."Eee ... kamu sudah jelasin soal Melati kepada Nabila?" tanya Ayu yang wajahnya makin memerah."Aku beli rumah di kota. Keluarga Kak Nabila tinggal di sini. Mereka nggak bakal kembali ke desa. Anggap saja nggak ada masalah yang terjadi ...." Tirta menceritakan semuanya kepada Ayu."Dasar kamu ini, pintar juga kamu. Ya sudah. Kamu istirahat lebih awal. Besok malam, aku punya kejutan untukmu." Ujar Ayu dengan agak misterius."Kejutan? Kejutan apa?" tanya Tirta dengan penuh semangat."Kamu bakal tahu setelah pulang nanti. Sudah dulu ya. Aku mau mandi." Usai berbicara, Ayu mengakhiri panggilan. Dia tidak memberi Tirta kesempatan untuk bertanya lagi."Jangan-jangan Bibi Ayu mau menyerahkan diri kepadaku?" Tirta tak kuasa menerka-nerka. Dia sungguh tidak bisa
Tengah malam, pertarungan sengit akhirnya berakhir. Tirta menggendong Nabila yang sekujur tubuhnya lemas ke kamar mandi. Dia membantu Nabila membersihkan tubuhnya dari segala jejak yang ditinggalkan olehnya tadi.Setelah digendong kembali ke kamar tidur, Nabila mengantuk hingga tidak bisa membuka matanya lagi. Tirta pun tidak mengganggunya lagi.Tirta memeluk tubuh lembut itu dan bersiap-siap untuk tidur. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang ringan di luar."Cepat buka pintu. Yang pelan sedikit. Jangan sampai Tirta dan Nabila dengar." Ternyata Betari khawatir Tirta dan Nabila mencurigai mereka, jadi diam-diam keluar dari rumah sakit. Padahal, Agus masih sangat lemas."Sayang, aku benaran sakit," ucap Agus yang bercucuran keringat sambil memegang pinggangnya yang sakit. "Kamu suruh Tirta obati aku dong. Kumohon ....""Nggak boleh. Jangan sampai Tirta tahu tentang ini," tolak Betari tanpa ragu sedikit pun. "Bertahan sedikitlah. Setelah Nabila ke kampus besok, Tirta bakal pulang k
Agus merasa sangat terharu melihat Tirta memahami penderitaannya. Dia buru-buru menarik Tirta ke kamar dan mengunci pintu."Jangan-jangan si tua bangka ini ingin menyuruh Tirta mengobatinya?" gumam Betari yang ekspresinya menjadi malu. Namun, dia tidak masuk dan hanya menguping di depan pintu."Tirta, apa aku masih tertolong? Dokter bilang aku nggak boleh berhubungan intim selama satu tahun setengah. Kalau nggak, aku nggak bakal sembuh. Sekarang mau pipis saja susah," jelas Agus dengan ekspresi sedih."Nggak apa-apa Paman. Aku bantu kamu akupunktur dulu. Kemudian, kamu makan resep dariku. Kujamin kamu sembuh dalam seminggu," sahut Tirta yang tak kuasa tertawa."Syukurlah! Kamu memang penyelamatku, Ayo, cepat!" Agus benar-benar bersemangat. Dia sampai mendesak Tirta.Kemudian, dia tiba-tiba bertanya, "Omong-omong, ada resep untuk memperbesar penis nggak? Yang bisa buat aku tahan lama juga! Sekarang aku sudah tua. Aku jadi nggak seimbang dengan istriku di ranjang."Usia berbicara, Agus m
Belasan menit kemudian, Tirta melakukan akupunktur untuk Agus."Tirta, kamu hebat sekali! Semua dokter di rumah sakit nggak bisa dibandingkan denganmu!" Agus seketika tidak merasakan sakit lagi. Dia menggerakkan tubuhnya. Tubuhnya dipenuhi energi seperti biasa."Hehe. Hasilnya nggak secepat itu. Kamu harus minum obat dan istirahat selama seminggu. Setelah itu, kamu baru boleh minum resep yang lain. Kamu juga harus memperhatikan waktu olahraga. Harus di pagi hari, sekitar jam 5 atau 6. Kamu juga nggak boleh bergadang supaya hasilnya maksimal," sahut Tirta.Tirta menuliskan resep obat untuk pemulihan badan Agus serta resep obat yang dibutuhkan Agus. Setelah menulis semuanya di kertas, Tirta pun menyerahkannya kepada Agus."Hahaha! Oke, oke! Kamu tenang saja. Aku pasti bakal menuruti instruksimu. Maaf sudah merepotkanmu malam-malam begini. Gimana kalau aku pergi beli bir untuk mentraktirmu?" Agus tertawa seperti anak kecil."Nggak usah, Paman. Aku lupa bilang. Kalau kamu ingin kuat di ran
Memori ini terlalu besar, kompleks, misterius, dan sulit dipahami. Isinya mencakup metode kultivasi pemurni energi yang belum pernah didengar oleh Tirta, serta beberapa teknik mistis yang luar biasa. Akibatnya, kepala Tirta terasa penuh dan pusing, membuatnya sulit untuk menerima dan mencerna semuanya dalam waktu singkat."Perlu diingat, kekuatanmu saat ini terlalu lemah. Teknik-teknik yang aku ajarkan ini nggak boleh ditunjukkan di depan umum, atau kamu akan menghadapi bencana besar yang bisa mengancam nyawamu, bahkan aku pun akan terlibat." Genta memperingatkan."Kalau ada hal yang nggak kamu pahami saat berlatih, kamu bisa bertanya padaku saat nggak ada orang di sekitar. Aku akan menjelaskannya satu per satu untukmu."Di tengah kesadarannya yang setengah mengambang, suara terakhir Genta terdengar. Setelah itu, Tirta yang merasa kepalanya berat, kehilangan kesadaran dan terjatuh di atas ranjang empuknya.Entah berapa lama kemudian, Tirta akhirnya terbangun dalam kondisi linglung. Ket
"Dia pasti belum lari jauh, cepat atau lambat polisi akan menangkapnya." Bella hanya bisa menghibur mereka."Sudahlah, jangan dibahas lagi. Putriku, gimana keadaan Tirta sekarang? Saat kami naik tadi, sepertinya kami mendengar suara Tirta," tanya Darwan dengan nada cemas."Ayah, Tirta sepertinya sudah normal, tapi keadaannya tampaknya belum stabil. Sebaiknya kita jangan ganggu dia dulu," timpal Bella setelah ragu sejenak."Semuanya, mari kita turun ke aula untuk istirahat. Setelah Tirta pulih, kita baru kembali ke sini." Mendengar itu, Darwan merenung sebentar, lalu membawa semua orang kembali ke aula di lantai satu.....Sementara itu, di dalam kamar, Tirta berbaring di atas tempat tidur dengan niat mencoba sambil berbicara pelan pada dirinya sendiri, "Kakak, Kakak Cantik, Dewi, Dewi Naga, Belut Busuk, Sampah Sialan ....""Diam! Kalau ada masalah, katakan saja. Kalau nggak, tutup mulutmu." Akhirnya, berkat kegigihan Tirta, suara wanita naga itu kembali terdengar di dalam benaknya. Sua
Setelah itu, Genta tidak bersuara lagi. Sementara itu, Tirta merasa bersalah saat melihat Ayu dan Bella yang ketakutan.Tirta berkata, "Bibi, Bu Bella, tadi aku bukan sengaja mau sakiti kalian. Tadi aku ...."Meskipun Tirta tidak bermaksud menyakiti Bella dan Ayu, dia hampir saja terlambat menghentikan Genta. Tirta ingin memotong kedua tangannya.Ayu menggeleng. Dia tidak menyalahkan Tirta, malah berujar dengan gembira, "Tirta, kamu nggak usah jelaskan. Bu Bella sudah beri tahu aku kondisimu, aku yakin tadi kamu pasti nggak sengaja. Tirta, apa sekarang kamu sudah kembali normal?"Bella mengembuskan napas lega, lalu merangkul bahu Ayu dan menimpali, "Bibi Ayu, sekarang Tirta bisa mengenali kita. Dia pasti sudah kembali normal."Bella melanjutkan, "Tirta, aku dan Bibi Ayu sangat mengkhawatirkanmu. Kondisimu tadi sangat mengerikan. Kamu tahu kenapa kamu bisa berubah menjadi begini?""Aku juga nggak tahu, Bu Bella. Kamu bawa Bibi Ayu keluar dulu, takutnya aku menyakiti kalian lagi seperti
"Mana mungkin manusia lemah sepertiku bisa dibandingkan dengan makhluk hebat sepertimu? Kalau kamu nggak suka aku, cepat bunuh aku saja! Aku nggak mau tubuhku lagi, anggap saja aku berikan padamu!" lanjut Tirta.Tirta merasa dirinya sudah membuat Genta marah besar. Seharusnya dia tidak bisa merebut hak kendali tubuhnya dari Genta lagi. Jadi, dia langsung meluapkan kekesalannya."Manusia lemah ...," ucap "Tirta". Dia benar-benar berniat membunuh. Genta tidak pernah diperlakukan secara tidak hormat seperti ini.Namun, sekarang Genta tidak berdaya menghadapi Tirta. Jika dia membunuh jiwa Tirta, dia juga akan ditolak oleh tubuh ini. Akhirnya, Genta akan lenyap. Hal ini karena sekarang Genta terlalu lemah.Tirta menyadari sesuatu. Dia berujar, "Bukannya kamu bisa bunuh aku? Cepat bertindak! Aku nggak mau hidup lagi, kamu bunuh aku saja!"Tirta meneruskan, "Kalau kamu nggak bunuh aku, aku pasti remehkan kamu! Leluhur siluman apanya? Kamu bahkan nggak berani bunuh orang! Cih, sampah!""Tirta"
Tirta bisa merasakan keterpurukan Genta. Dia berujar, "Bukan, ini nggak termasuk karma. Kudengar, sebelumnya ada banyak siluman yang berkultivasi hingga tingkat sempurna. Mereka bahkan ingin menjadi manusia. Sekarang kamu bisa merasakan jadi manusia, sebenarnya kamu beruntung."Demi mencari kesempatan untuk merebut kembali tubuhnya, Tirta terpaksa berusaha menghibur Genta."Tirta" membalas, "Ha? Kamu malah membandingkanku dengan siluman rendahan itu? Apa kamu tahu identitasku dulu? Aku ini lelulur dari semua siluman di planet ini!""Tirta" sangat marah. Dia tidak melakukan apa pun, tetapi ledakan energi yang keluar dari tubuhnya langsung membuat kaca pecah dan pintu kayu bergetar."Kak, kalau kamu nggak suka jadi manusia, kembalikan tubuhku!" timpal Tirta. Dia tidak ingin menahan amarahnya lagi saat melihat "Tirta" marah. Apa pun konsekuensinya, Tirta tidak peduli lagi.Tirta langsung mengomel, "Aku baru jadi manusia selama belasan tahun, aku belum puas! Aku masih harus jaga banyak wan
Sesudah memeriksanya dengan saksama, "Tirta" memakai celananya kembali dan bergumam, "Sayangnya ini tubuh pria, ini beban bagiku. Alangkah baiknya kalau ini tubuh wanita, jadi aku bisa terus menggunakannya. Ke depannya kalau ada kesempatan, aku cari tubuh wanita yang cocok saja."Sementara itu, Tirta yang asli juga sudah bangun. Hanya saja, dia sedang mengeksplorasi. Tirta belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.Tirta bisa melihat tubuhnya sendiri dan mendengar suara di sekitar. Dia bisa merasakan dirinya dikendalikan oleh Genta.Namun, Tirta tidak bisa melakukan apa pun. Dia hanya bisa berteriak dalam hati. Hanya saja, tidak ada yang bisa mendengarnya. Tirta tidak tahu bagaimana caranya merebut kembali hak kendali atas tubuhnya.Tirta merasa marah dan juga tidak berdaya. Dia juga tidak bisa menangis. Tirta ingin melompat keluar dan bertanya alasan Genta merebut tubuhnya.Tiba-tiba, "Tirta" mengernyit dan menegur, "Jangan teriak lagi. Kamu berisik sekali."Tirta berteriak, "Apa kamu
Mendengar perkataan Ayu, Bella makin bingung. Dia menanggapi, "Jadi ... Bibi Ayu, kalau Tirta belum mencapai tingkat abadi, mana mungkin dia bisa mengalahkan Naushad yang sudah mencapai tingkat semi abadi?"Ayu menimpali, "Aku nggak tahu. Setelah Tirta keluar, kita sama-sama tanya dia."Bella berbisik, "Oke. Aku mau tanya Tirta kalau dia itu benar-benar monster yang nggak bisa tua, bukannya aku rugi besar hidup bersamanya?"....Di aula utama vila. Sesudah mendengar cerita Darwan, Chandra merasa takjub. Dia berkomentar, "Ternyata Bryan itu pesilat kuno yang langka. Pantas saja dia bertindak semena-mena, bahkan dia meremehkan cucu sesepuh dalam dunia pemerintahan."Chandra meneruskan, "Itu karena dia mampu mengendalikan nasib orang lain. Tapi, Pak Tirta lebih hebat dari Naushad. Sepertinya Pak Tirta cuma berpura-pura polos. Orang memang nggak bisa dinilai dari penampilannya."Sebelumnya, Chandra hanya mengincar kekuasaan. Dia mengira dirinya yang sudah menjadi gubernur sangat hebat. Ked
Chandra yang penasaran berkata, "Pak Darwan, aku paham maksudmu. Aku akan menyuruh orang untuk mengurusnya. Tapi, apa kamu bisa beri tahu aku mengenai asal-usul Naushad dan Bryan? Kenapa kekuatan mereka begitu mengerikan?"Chandra menambahkan, "Selain itu, kenapa tadi kamu bilang Pak Tirta juga pesilat kuno? Dunia misterius yang disebutkan Bryan itu tempat apa?"Darwan merenung sejenak, lalu mendesah dan menyahut, "Pak Chandra, aku bisa beri tahu kamu sebagian informasi tentang mereka. Tapi, kamu nggak boleh memberi tahu orang lain. Takutnya kita bisa celaka."Darwan berbisik kepada Chandra, "Dunia misterius itu tempat yang terpisah dari dunia kita. Orang yang bukan pesilat kuno nggak boleh masuk, sedangkan pesilat kuno dibagi menjadi ...."Darwan melanjutkan, "Setahuku, setiap keluarga besar yang bertahan lama disokong oleh pesilat kuno ....".....Pada saat yang sama, Bella sudah membawa Ayu ke dekat kamar Tirta. Bella menghentikan langkahnya, lalu menunjuk pintu kamar berwarna merah
Mendengar ucapan Bella, Ayu makin mengkhawatirkan Tirta. Dia menanggapi, "Skizofrenia? Nggak mungkin, Tirta nggak pernah menunjukkan gejala seperti yang dibilang Bu Bella. Apa ... Tirta menjadi begini karena dipukul pria tua itu?"Ayu memohon, "Bu Bella, Tirta istirahat di mana? Apa kamu bisa bawa aku untuk menemuinya?"Bella mendesah, lalu melihat ke arah kamar Tirta dan menyahut, "Bibi Ayu, aku bukan nggak mau bawa kamu temui Tirta. Hanya saja ... sebelum masuk ke kamar, dia sudah berpesan siapa pun nggak boleh ganggu dia. Selain itu, sekarang Tirta sangat misterius. Aku nggak berani bawa kamu temui dia.""Tapi Bu Bella, mana mungkin aku bisa tenang setelah tahu kondisi Tirta seperti itu?" tanya Ayu. Matanya berkaca-kaca.Saat Ayu hendak bicara lagi, Chandra berkata, "Bu Ayu, kami paham perasaanmu. Kami juga mengkhawatirkan keselamatan Pak Tirta. Tapi ...."Chandra melanjutkan, "Sebenarnya tadi Bu Bella nggak menyatakannya secara langsung. Sekarang Pak Tirta memang seperti berubah me