"Oh, aku juga rindu, Bibi. Besok malam aku pulang. Aku janji nggak bakal ke mana-mana lagi dan bakal menemanimu." Tirta merasa senang mendengar perkataan Ayu. Kemudian, Tirta masuk ke kamar karena takut Nabila mendengar obrolan mereka."Eee ... kamu sudah jelasin soal Melati kepada Nabila?" tanya Ayu yang wajahnya makin memerah."Aku beli rumah di kota. Keluarga Kak Nabila tinggal di sini. Mereka nggak bakal kembali ke desa. Anggap saja nggak ada masalah yang terjadi ...." Tirta menceritakan semuanya kepada Ayu."Dasar kamu ini, pintar juga kamu. Ya sudah. Kamu istirahat lebih awal. Besok malam, aku punya kejutan untukmu." Ujar Ayu dengan agak misterius."Kejutan? Kejutan apa?" tanya Tirta dengan penuh semangat."Kamu bakal tahu setelah pulang nanti. Sudah dulu ya. Aku mau mandi." Usai berbicara, Ayu mengakhiri panggilan. Dia tidak memberi Tirta kesempatan untuk bertanya lagi."Jangan-jangan Bibi Ayu mau menyerahkan diri kepadaku?" Tirta tak kuasa menerka-nerka. Dia sungguh tidak bisa
Tengah malam, pertarungan sengit akhirnya berakhir. Tirta menggendong Nabila yang sekujur tubuhnya lemas ke kamar mandi. Dia membantu Nabila membersihkan tubuhnya dari segala jejak yang ditinggalkan olehnya tadi.Setelah digendong kembali ke kamar tidur, Nabila mengantuk hingga tidak bisa membuka matanya lagi. Tirta pun tidak mengganggunya lagi.Tirta memeluk tubuh lembut itu dan bersiap-siap untuk tidur. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang ringan di luar."Cepat buka pintu. Yang pelan sedikit. Jangan sampai Tirta dan Nabila dengar." Ternyata Betari khawatir Tirta dan Nabila mencurigai mereka, jadi diam-diam keluar dari rumah sakit. Padahal, Agus masih sangat lemas."Sayang, aku benaran sakit," ucap Agus yang bercucuran keringat sambil memegang pinggangnya yang sakit. "Kamu suruh Tirta obati aku dong. Kumohon ....""Nggak boleh. Jangan sampai Tirta tahu tentang ini," tolak Betari tanpa ragu sedikit pun. "Bertahan sedikitlah. Setelah Nabila ke kampus besok, Tirta bakal pulang k
Agus merasa sangat terharu melihat Tirta memahami penderitaannya. Dia buru-buru menarik Tirta ke kamar dan mengunci pintu."Jangan-jangan si tua bangka ini ingin menyuruh Tirta mengobatinya?" gumam Betari yang ekspresinya menjadi malu. Namun, dia tidak masuk dan hanya menguping di depan pintu."Tirta, apa aku masih tertolong? Dokter bilang aku nggak boleh berhubungan intim selama satu tahun setengah. Kalau nggak, aku nggak bakal sembuh. Sekarang mau pipis saja susah," jelas Agus dengan ekspresi sedih."Nggak apa-apa Paman. Aku bantu kamu akupunktur dulu. Kemudian, kamu makan resep dariku. Kujamin kamu sembuh dalam seminggu," sahut Tirta yang tak kuasa tertawa."Syukurlah! Kamu memang penyelamatku, Ayo, cepat!" Agus benar-benar bersemangat. Dia sampai mendesak Tirta.Kemudian, dia tiba-tiba bertanya, "Omong-omong, ada resep untuk memperbesar penis nggak? Yang bisa buat aku tahan lama juga! Sekarang aku sudah tua. Aku jadi nggak seimbang dengan istriku di ranjang."Usia berbicara, Agus m
Belasan menit kemudian, Tirta melakukan akupunktur untuk Agus."Tirta, kamu hebat sekali! Semua dokter di rumah sakit nggak bisa dibandingkan denganmu!" Agus seketika tidak merasakan sakit lagi. Dia menggerakkan tubuhnya. Tubuhnya dipenuhi energi seperti biasa."Hehe. Hasilnya nggak secepat itu. Kamu harus minum obat dan istirahat selama seminggu. Setelah itu, kamu baru boleh minum resep yang lain. Kamu juga harus memperhatikan waktu olahraga. Harus di pagi hari, sekitar jam 5 atau 6. Kamu juga nggak boleh bergadang supaya hasilnya maksimal," sahut Tirta.Tirta menuliskan resep obat untuk pemulihan badan Agus serta resep obat yang dibutuhkan Agus. Setelah menulis semuanya di kertas, Tirta pun menyerahkannya kepada Agus."Hahaha! Oke, oke! Kamu tenang saja. Aku pasti bakal menuruti instruksimu. Maaf sudah merepotkanmu malam-malam begini. Gimana kalau aku pergi beli bir untuk mentraktirmu?" Agus tertawa seperti anak kecil."Nggak usah, Paman. Aku lupa bilang. Kalau kamu ingin kuat di ran
"Ya, entah dia sudah punya pacar nggak? Aku ingin sekali minta nomor teleponnya."Ketika mendengar omongan para mahasiswi serta tatapan mereka yang dipenuhi antusiasme, Nabila yang baru turun dari mobil seketika merasa terancam. Tirta yang sekarang sangat tampan, bahkan punya mobil mewah. Ini adalah godaan yang sangat mematikan bagi para mahasiswi."Tirta, bukannya kamu mau pergi ke pesta ulang tahun Bu Naura? Nanti orang tuaku yang menemaniku melakukan registrasi ulang saja. Kamu sudah boleh pergi." Nabila khawatir para mahasiswi meminta nomor telepon Tirta. Itu sebabnya, dia mengusir Tirta."Oke. Aku pergi dulu ya. Kalau ada masalah, telepon saja aku." Tirta tentu memahami maksud Nabila. Kebetulan, dia juga tidak ingin berlama-lama di sini karena terlalu ramai dan bising. Tirta pun masuk ke dalam mobil dan meninggalkan kampus."Ayah, Ibu, Ayo!" Setelah melihat Tirta pergi, Nabila memanggil Agus dan Betari. Mereka sama-sama masuk untuk melakukan registrasi ulang. Setelah Nabila mendek
Yang berbicara adalah seorang pemuda berusia 27 atau 28 tahun. Pemuda ini bertubuh kekar dan tampak gagah. Dia bukan muncul secara mendadak, melainkan terus mengikuti Irene sejak tadi. Ketika melihat Irene memeluk Tirta, tatapannya pun menjadi tajam. Dia ingin sekali mematahkan tangan kotor Tirta. Bagaimanapun, dia punya status yang cukup hebat.Pemuda ini bernama Darian. Dia adalah anak angkat yang diadopsi oleh paman Irene. Pada usia 18 tahun, dia telah bergabung dengan kemiliteran. Kini, dia adalah seorang jenderal muda.Di usia semuda ini, Darian punya prestasi yang gemilang. Itu sebabnya, bisa dibilang dia pantas merendahkan orang-orang yang sebaya dengannya.Sejak kecil, Irene memiliki paras yang cantik. Darian hanya pernah melihatnya sekali, tetapi tidak pernah melupakannya sampai sekarang. Kali ini, setelah mendapat promosi, dia pulang dengan membawa kehormatan.Darian baru tiba di kota hari ini. Dia langsung mencari kesempatan untuk mengajak Irene jalan-jalan. Tujuannya yaitu
Sambil berkata demikian, Darian mengeluarkan kartu identitas dari saku dan menyerahkannya ke Tirta."Jenderal Area Militer Barat Daya. Wah ...," baca Tirta."Heh! Sekarang kamu takut, 'kan? Kalau takut, cepat pergi sana!" ucap Darian dengan angkuh. Dia merasa telah menyelamatkan kembali harga dirinya."Kenapa aku harus takut? Toh aku nggak melanggar hukum. Sebagai seorang jenderal, kurasa kamu terlalu lemah. Otakmu juga sepertinya nggak bekerja dengan benar. Kamu nggak naik pangkat lewat jalur belakang, 'kan?" tanya Tirta."Cari mati! Penghinaan ini sudah cukup menjadi alasan bagiku untuk mengutus orang menangkapmu dan memberimu pelajaran!" geram Darian. Dia tidak menyangka bahwa Tirta berani menghinanya.Ketika Darian hendak menelepon orang-orangnya, Irene tiba-tiba maju dan membentak, "Cukup! Tirta nggak mengusikmu. Apa hakmu buat menangkapnya?""Irene, dia sudah menghinaku. Bukankah itu sudah termasuk mengusikku? Apa yang bagus dari dirinya hingga kamu terus membelanya begini?" tany
Tirta dan Irene kembali berkeliling di sekitar pusat perbelanjaan. Mereka memilih beberapa hadiah untuk Naura. Tirta juga memilihkan beberapa aksesori indah untuk Irene.Setelah menerima hadiah, Irene baru merasa puas. Dia tidak lagi mengomel karena Tirta yang "tidak setia"."Kak Irene, temani aku ke Farmasi Santika sebentar. Setelah itu, kita baru berangkat ke tempat Naura," ucap Tirta.Tirta baru mengingat janjinya pada Shinta kemarin. Dia harus memberikan beberapa Pil Kecantikan untuknya hari ini. Tirta lantas membawa Irene ke Farmasi Santika."Oke, tapi tolong kasih tahu aku. Apa kamu ingin menggunakan Pil Kecantikan untuk merayu gadis cantik itu?" tanya Irene.Irene duduk di kursi penumpang dan mengencangkan sabuk pengaman. Dia mengamati reaksi Tirta dengan mata menyipit."Kak Irene ada-ada saja. Mana mungkin begitu? Dia teman yang baru kukenal, masih anak kecil. Kamu akan tahu waktu melihatnya sendiri," ucap Tirta.Tirta diam-diam menghela napas. Sepertinya sudah kodrat wanita un
"Naura, terima kasih. Kalau nggak ada kamu, aku nggak mungkin kenal Tirta. Kamu pasti bisa menemukan tambatan hatimu juga suatu hari nanti! Aku janji bakal membantumu nanti!" Aiko menggenggam tangan Naura. Dia tidak merasa Naura sedang berbohong."Aiko, Bu Naura, mienya sudah matang. Ayo dicoba." Tidak lama setelah kedua wanita itu mengobrol, Tirta menyajikan dua mangkuk mie dari dapur.Mie diletakkan di depan keduanya. Kuahnya bening. Di atasnya terdapat taburan daun bawang dan beberapa tetes minyak wijen. Kelihatannya tidak terlalu menggugah selera, tetapi aromanya sangat harum.Jangankan Naura yang suka makan mie, Aiko yang selalu makan makanan lezat juga menjadi lapar melihatnya."Wah, wangi sekali! Tirta, kamu memang jago masak mie! Gimana cara masak mie ini?" Naura pun mengambil sumpit, lalu mengambil mangkuknya dan mencicipinya. Begitu menyeruputnya, ekspresi Naura langsung terlihat puas."Ya, sepertinya ini mie terenak yang pernah kumakan! Cepat kasih tahu kami gimana cara masa
"Oh, aku rasa Kak Aiko jadi berbeda. Dia sepertinya menjadi makin dewasa dan memesona," jelas Naura saat memperhatikan tatapan Tirta kepadanya."Ehem, ehem .... Ya, sepertinya begitu. Penilaianmu sangat tajam." Tirta bisa menebak bahwa Naura penasaran dengan hal itu, makanya tidak berbicara banyak."Kalian bicara apa sih? Bukannya aku dari dulu memang begini? Dasar aneh." Ekspresi Aiko terlihat tersipu. Kemudian, dia bertanya, "Naura, kamu pasti capek jalan-jalan seharian, 'kan?""Ayo duduk. Aku pergi masak untuk kalian. Setelah makan, kita antar Tirta pulang." Usai berbicara, Aiko bangkit dan pergi ke dapur."Oke, aku memang capek. Terima kasih." Naura duduk di tempat Aiko duduk sebelumnya. Jaraknya dengan Tirta tidak sampai setengah meter. Kemudian, dia melirik Tirta."Aiko, kalau kamu capek, biar aku saja. Kamu dan Bu Naura istirahat saja." Tirta tidak memperhatikan Naura karena mencemaskan Aiko. Dia maju dan meraih tangan Aiko."Hais ...." Naura diam-diam menghela napas."Kamu bisa
Beberapa saat kemudian, Naura diam-diam kembali dengan berjalan kaki. Akan tetapi, dia tidak kembali ke vila, melainkan menuju ke belakang vila dan bersembunyi di bawah pohon rindang. Aiko dan Tirta tidak akan memperhatikan tempat ini."Hm ... mereka seharusnya sudah melakukannya, 'kan?" Naura seperti pencuri yang diam-diam mengeluarkan remot dan ponsel dari sakunya. Kemudian, dia membuka sebuah aplikasi CCTV dan mengatur CCTV agar menghadap ke kamar tempat Tirta dan Aiko berada, lalu mengaktifkannya.Benar, Naura memang memasang CCTV di kamarnya. Hanya saja, dia tidak pernah menyalakannya. Namun, kali ini dia punya tujuan lain.Tidak berselang lama, terlihat seluruh adegan di dalam kamar dengan jelas. Naura juga mendengar suara-suara di dalam sana. Dia sontak terbelalak. Wajah dan telinganya memerah."Kak Aiko sampai nangis ....""Gimana bisa Tirta begitu ....""Astaga ... Tirta benaran ....""Aku harus menyimpan rekaman ini supaya bisa negosiasi sama Kak Aiko!"Napas Naura memburu. D
Tubuh Tirta tidak terlihat kekar. Namun, setelah dia menindih tubuh Aiko, Aiko bisa langsung merasakan keperkasaannya. Seketika, jantung Aiko berdetak kencang. Dia panik, malu, tetapi juga dipenuhi penantian.Dengan suara manja, Aiko berkata, "Hm ... Tirta, santai sedikit. Aku buka baju dulu. Aku belum siap. Kamu kasih aku waktu buat persiapan dulu ya? Aku sempat baca di internet. Kalau wanita nggak terangsang, rasanya nggak seru ....""Oh? Kamu sampai cari tahu di internet? Kalau begitu, apa kamu tahu gimana caranya agar wanita cepat terangsang?" Tirta mengangkat alis dengan penuh minat. Kedua matanya penuh antusiasme seperti serigala kelaparan. Dia mengamati tubuh Aiko dengan serakah.Yang dikatakan Aiko benar. Jika wanita tidak terangsang, pria juga tidak akan bisa menikmatinya."Sudah .... Katanya dengan sentuhan dan ciuman, tapi aku kurang paham ...." Setelah melihat sorot mata Tirta, Aiko tidak berani menatapnya dan memalingkan wajah dengan malu. Dia sampai terbata-bata saking gu
"Kasih aku kunci vilamu. Kamu sudah boleh pergi jalan-jalan. Setelah Tirta pergi, kamu baru balik," ucap Aiko dengan gembira melihat Tirta keluar dari kantor polisi."Oh, ya sudah. Ini kuncinya ...." Entah mengapa, Naura merasa tidak nyaman melihat Aiko gembira seperti ini. Jelas-jelas dia mengenal Tirta duluan, tetapi malah Aiko yang punya hubungan istimewa dengan Tirta.Ketika hendak menyerahkan kunci kepada Aiko, Naura tiba-tiba membulatkan tekadnya. Dia lantas menyimpan kuncinya kembali ke saku, lalu berkata tanpa berani menatap Aiko, "Eh, aku baru ingat, ada barang penting yang ketinggalan di vila. Aku antar kamu saja dulu. Setelah ambil barangku, aku baru pergi.""Ya sudah, kita sama-sama saja. Aku kasih tahu Tirta dulu. Aku suruh dia ikut mobilmu dari belakang." Aiko langsung mengangguk menyetujui.Setelah turun dari mobil, Aiko menjelaskan kepada Tirta, lalu kembali ke mobil Naura. Dengan wajah memerah, dia berkata kepada Naura, "Ayo, sudah boleh jalan."....Tidak sampai sejam
Setelah mengantar Mauri dan lainnya, Saad mengajak Tirta untuk makan bersama di kota. Akan tetapi, Tirta menolak dengan lembut karena masih punya urusan lain. Kemudian, dia langsung pergi."Tirta, kami pergi dulu. Sampai jumpa lagi!" ujar Naura. Aiko masih ingin bersama Tirta, tetapi Naura malah menariknya ke mobil."Naura, aku dan Tirta mau ke vilamu nanti. Kenapa kamu malah menarikku?" keluh Aiko dengan jengkel setelah masuk ke mobil."Kakak sepupuku yang bodoh, Tirta saja menolak ajakan ayahku. Pasti karena ada Susanti. Dia pasti bakal ke vila karena sudah janji. Kalau kamu menunggu dia dengan riasan secantik ini, Susanti pasti bakal curiga," jelas Naura dengan ekspresi cemas."Benar juga. Kenapa aku nggak kepikiran ya? Ya sudah, terima kasih," ujar Aiko dengan penuh rasa syukur setelah memahaminya."Hais, aku sudah bosan dengar kamu bilang terima kasih. Aku cuma mau kamu kembali seperti dulu. Jangan buat aku cemas terus." Naura mengernyit sambil mengembuskan napas panjang.....Di
Setelah mengobrol beberapa saat lagi, terlihat dua orang polisi membawa seorang wanita berambut pirang dari koridor. Wajahnya cantik, kulitnya putih, bokongnya sintal, pinggangnya ramping.Meskipun kedua tangannya diborgol yang menunjukkan dia adalah tahanan, aura yang terpancar dari sosoknya terlihat jauh berbeda dari orang biasa. Dia tidak lain adalah Alicia, anggota inti Black Gloves yang dipenjarakan oleh Tirta dan Susanti.Meskipun sudah lama tidak bertemu, wanita berambut pirang dari Negara Martim ini langsung mengenali Tirta. Tatapannya dipenuhi kebencian dan kenakalan. "Bocah, akhirnya kita ketemu lagi!""Ya, kita ketemu lagi. Dasar wanita tua, dilihat dari matamu, sepertinya kamu ingin melahapku?" sapa Tirta sambil maju dan tersenyum ramah. Jika tidak ada orang di sini, dia pasti sudah menendang bokong Alicia."Melahapmu? Benar juga, soalnya darahmu lezat sekali. Aku nggak bakal pernah lupa rasanya. Aku memang ingin melahapmu!" sahut Alicia dengan ekspresi rakus sambil menjila
"Apa itu, Pak? Katakan saja. Kalau ada masalah, bilang saja. Kami bisa membantumu mengatasinya," tanya Tirta yang merasa agak penasaran."Ya. Apa kamu butuh bantuan kami untuk menjaga keluargamu? Kalau benar begitu, serahkan saja kepadaku. Aku pasti akan mengatur semuanya dengan baik," ujar Saad sambil tersenyum.Ketika melihat Mauri akan pergi ke ibu kota provinsi karena dipromosikan, Saad merasa agak iri. Namun, dia tahu dirinya cepat atau lambat juga akan mendapat promosi, asalkan berhubungan baik dengan Tirta. Kalaupun tidak, tetap tidak akan ada yang menyentuhnya karena hubungannya dengan Tirta."Bukan, keluargaku sudah kuatur dengan baik. Masalah ini berhubungan dengan Susanti," sahut Mauri sambil menggeleng."Berhubungan denganku? Apa aku membuat kesalahan?" tanya Susanti dengan heran."Kamu berpikir terlalu jauh." Mauri menggeleng dan menjelaskan, "Menurut rencana awal yang disepakati, setelah aku pergi, Byakta akan mengambil alih jabatanku. Tapi, kemarin Byakta membuat kesalah
Aiko mendongak sambil menatap Tirta dengan penuh cinta. Ketika melihat bibir ranum yang menggoda itu, hati Tirta pun bergetar.Tirta sontak merangkul Aiko dan hendak menciumnya. Namun, Naura yang berdiri di samping buru-buru menghentikan, "Hei, kalian jangan keterlaluan! Kalau mau mesra-mesraan, tunggu setelah Pak Mauri pergi. Aku nggak mau jadi nyamuk di sini!"Entah mengapa, ketika mengatakan ini, hati Naura terasa agak getir.Aiko tidak seperti Tirta yang begitu tidak tahu malu. Dia melirik para polisi wanita itu, lalu mendorong Tirta dengan agak kecewa sekaligus manja. "Sudahlah, ada banyak orang di sini. Kalau kamu punya waktu, kita ke vila Naura saja nanti."Untungnya, ada mobil yang menghalangi mereka. Para polisi wanita itu pun tidak bisa melihat apa yang dilakukan Tirta dan Aiko."Tentu saja aku punya waktu," timpal Tirta setelah berpikir sesaat. "Setelah mengantar Pak Mauri, kita sama-sama ke sana. Tapi, sore nanti cucu Pak Saba punya urusan denganku. Aku harus pulang sore na