Tirta dan Irene kembali berkeliling di sekitar pusat perbelanjaan. Mereka memilih beberapa hadiah untuk Naura. Tirta juga memilihkan beberapa aksesori indah untuk Irene.Setelah menerima hadiah, Irene baru merasa puas. Dia tidak lagi mengomel karena Tirta yang "tidak setia"."Kak Irene, temani aku ke Farmasi Santika sebentar. Setelah itu, kita baru berangkat ke tempat Naura," ucap Tirta.Tirta baru mengingat janjinya pada Shinta kemarin. Dia harus memberikan beberapa Pil Kecantikan untuknya hari ini. Tirta lantas membawa Irene ke Farmasi Santika."Oke, tapi tolong kasih tahu aku. Apa kamu ingin menggunakan Pil Kecantikan untuk merayu gadis cantik itu?" tanya Irene.Irene duduk di kursi penumpang dan mengencangkan sabuk pengaman. Dia mengamati reaksi Tirta dengan mata menyipit."Kak Irene ada-ada saja. Mana mungkin begitu? Dia teman yang baru kukenal, masih anak kecil. Kamu akan tahu waktu melihatnya sendiri," ucap Tirta.Tirta diam-diam menghela napas. Sepertinya sudah kodrat wanita un
"Bukan begitu, Kak Irene. Jangan rendah diri begitu," ucap Tirta dengan iba."Aku sayang banget sama Kak Irene, tapi ... aku sudah lama nggak menemani bibiku. Gimana kalau nanti aku ke rumahmu dulu, baru pulang?" tambah Tirta."Serius? Oke, boleh banget! Ikut kamu ke desa dan menginap semalam juga boleh," ucap Irene dengan mata berbinar.Irene melanjutkan, "Kebetulan aku juga bisa bertemu bibimu. Kita sudah lama saling kenal, tapi aku belum pernah bertemu bibimu.""Jangan sekarang, Kak Irene. Setelah vilanya jadi, aku baru bawa kamu ke sana. Sekarang belum ada tempat layak buat ditinggali," jelas Tirta. Sebenarnya, alasan utamanya adalah dia takut Ayu marah waktu melihatnya membawa pulang wanita baru."Oke, deh. Malam ini kamu singgah ke rumahku dulu, baru pulang ke desa," ujar Irene. Dia juga tidak mau memaksa.Tirta berucap dengan perasaan lega, "Siap, Kak Irene. Aku mau tambah kecepatan, Kak Irene pegangan, ya." Dia menginjak pedal gas, melajukan mobil lebih kencang di jalan raya..
Irene dan Agatha yang duduk di kursi belakang tentu saja tidak mengetahui pikiran mesum Tirta saat ini. Kalau tidak, mereka pasti sudah bersatu untuk memberinya pelajaran."Naura, aku ke sana sekarang," ucap Tirta. Setelah menelepon Naura untuk menanyakan lokasi pesta, dia langsung melajukan mobil ke sana.Acara pesta diselenggarakan di sebuah hotel besar yang hanya berjarak tiga jalan dari Farmasi Santika. Tidak lama kemudian, Tirta dan yang lainnya sudah tiba.Sebelum turun dari mobil, mereka sudah bisa melihat pintu masuk hotel dari jauh. Ada Saad dan Naura, serta Mauri yang berpakaian kasual berdiri menunggu di sana.Ada seorang lagi yang berdiri di samping Naura. Wanita itu mengenakan pakaian tradisional yang menonjolkan sosok anggunnya. Usianya kemungkinan tidak berbeda jauh dari Naura. Hanya saja, raut wajahnya lebih dingin.Wanita itu adalah dokter muda dengan masa depan cerah dari ibu kota provinsi. Namanya Aiko, sepupu Naura."Tirta, kamu terlalu segan. Kamu cukup datang, ngg
Mata Irene juga menatap Tirta dengan kilat penasaran."Anu ... aku belum sempat menceritakan apa yang terjadi kemarin pada kalian," ucap Tirta. Ketika dia hendak menjelaskan, ponsel Aiko tiba-tiba berdering.Entah apa yang dilihat Aiko di ponselnya, dia tiba-tiba berdiri dan menyela, "Tirta, aku ingin meminta bantuanmu.""Bantuan apa?" tanya Tirta."Ikut aku keluar, aku ingin bicara empat mata denganmu. Tenang saja, ini nggak akan memakan waktu lama. Kita akan segera kembali," ucap Aiko dengan gelisah. Setelah itu, dia mendahului Tirta keluar."Naura, sepupumu mau minta bantuan apa padaku? Sepertinya dia gelisah banget," tanya Tirta pada Naura."Aku juga nggak tahu. Karena Kak Aiko mau bicara berdua denganmu, kamu tanya saja langsung padanya. Kami tunggu di sini," sahut Naura dengan jujur."Oke, kalian tunggu sebentar, ya. Aku keluar sebentar," ucap Tirta sambil berdiri dan berjalan keluar.Aiko menunggu di luar pintu. Melihat Tirta keluar, dia langsung memimpin jalan tanpa mengatakan
Tirta tidak mengetahui apa yang tengah dipikirkan Aiko. Di depan semua orang di sini, Agatha adalah pacar resminya. Jadi, tentu saja dia harus mendiskusikan hal ini terlebih dahulu dengan wanita itu.Tirta segera menelepon Agatha dan menjelaskan permintaan Aiko secara singkat."Oh, kalau hanya pura-pura, nggak apa-apa," ujar Agatha.Agatha sangat terkejut mendengar hal ini. Namun, jika Aiko memiliki pilihan lain, dia tidak mungkin memikirkan cara ini. Jadi, Agatha akhirnya setuju.Tirta menghela napas dan berkata, "Kak Agatha nggak tahu saja. Tadi, Aiko bilang kami harus pelukan dan pura-pura mesra di depan pasangan kencan butanya. Kalau begitu, gimana nasib kepolosanku?"Aiko hanya bisa mengentakkan kakinya dengan kesal. Mengapa bisa ada orang yang tidak tahu malu seperti Tirta? Jelas-jelas kepolosannya yang hilang, tahu!"A ... apa?" Agatha jadi sedikit ragu-ragu begitu mendengar hal itu. Meski merasa cemburu, pada akhirnya dia tetap berkata, "Tirta, kamu setujui saja. Aiko juga kasi
Naura bertanya begitu supaya Aiko memberikan penjelasan pada Agatha yang terlihat cemas sejak tadi. Sesuai dugaan, raut wajah Agatha terlihat lebih rileks usai mendengar kata-kata Aiko.Irene yang duduk di sampingnya terlihat tenang. Namun, sebenarnya dia juga diam-diam menghela napas lega."Gadis nakal! Nyalimu makin besar saja. Bahkan aku pun berani kamu goda. Kubalas kamu!" omel Aiko.Aiko yang malu dan kesal sontak berdiri dan menyerbu Naura, lalu tangannya mulai bergerak nakal. Dia bahkan mengabaikan keberadaan Agatha dan Irene di sana."Kak Aiko, aku minta ampun. Aku nggak berani lagi!" seru Naura dengan wajah memerah. Saat area sensitifnya disentuh, dia langsung meminta ampun."Percuma saja minta ampun. Kalau aku nggak kasih kamu pelajaran hari ini, ke depannya kamu akan makin lancang padaku!" ucap Aiko. Serangannya kian sengit. Tangannya menyentuh, menarik, dan sebagainya.Saat bermain-main, tiba-tiba terdengar suara koyak. Aiko tidak sengaja merobek kerah gaun Naura! Dua gunun
Suara Tirta yang keras didengar para wanita di dalam ruangan. Masalahnya, televisi di dalam ruangan sama sekali tidak dinyalakan.Meski Tirta berkata begitu untuk menenangkan Naura, efeknya justru bertolak belakang. Seolah-olah dia sedang mengumumkan pada mereka bahwa dia sudah melihat tubuh Naura.Naura yang sudah bersusah payah menetralkan ekspresinya kini kembali tersipu. Dia langsung menutupi wajahnya yang sudah semerah tomat karena malu. Setelah kejadian ini, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana menghadapi Tirta."Tirta bodoh! Lebih baik kamu diam saja! Makin banyak yang kamu katakan, makin buruk hasilnya!" seru Agatha ke arah pintu dengan kesal."Galak banget. Toh aku bukannya sengaja mau melihatnya," balas Tirta dengan suara rendah dari balik pintu.Meski merasa jengkel, Tirta akhirnya memilih untuk tutup mulut. Setelah dipikir-pikir, memang Naura-lah yang paling dirugikan dalam masalah ini, sementara dirinya senang-senang saja.Di dalam ruangan, Naura masih merasa sang
Tidak ada siapa pun selain Tirta di sana. Meski merasa bersalah, dia tetap menggunakan mata tembus pandangnya untuk mengintip situasi di dalam."Wah! Tubuh Naura bagus juga," gumam Tirta.Para wanita di dalam ruangan sedang sibuk membantu Naura berganti pakaian. Mereka tidak tahu bahwa Tirta sedang diam-diam mengamati mereka.Tirta sendiri juga merasa bahwa perbuatannya benar-benar rendah. Jadi, sambil mengintip, Tirta juga memaki dirinya sendiri dalam hati. Setelah itu, dia terus menikmati pemandangan di dalam dengan lebih tenang.Sepuluh menit kemudian, Naura selesai berganti pakaian. Dengan bantuan para wanita lainnya, penampilannya sudah kembali rapi dan sopan.Teringat bahwa Tirta masih menunggu di luar, Naura pun berbisik pada Agatha dengan wajah memerah, "Agatha, suruh Tirta masuk dulu. Nggak baik kalau membiarkannya terus berdiri di luar.""Apa yang nggak baik? Aku masih kesal saat mengingat kata-katanya tadi. Lebih baik biarkan dia tetap di luar!" tolak Agatha sambil bersedeka
Tirta menambahkan, "Lain kali kalau ada waktu, aku bantu bikin ukurannya lebih besar dari apel, tapi tetap lebih kecil dari melon. Prosesnya bertahap, jadi nggak bikin orang curiga.""Benar! Untuk sekarang, dibuat sebesar apel juga nggak masalah. Lain kali masih banyak kesempatan untuk bikin jadi sebesar melon!" balas Shinta.Shinta terlihat sangat antusias. Dia terus mengangguk dan mendesak Tirta agar bergegas, "Kak Tirta, ayo kita jalan cepat sedikit. Aku sudah nggak sabar untuk merasakan sensasi ukuran sebesar apel!"....Setelah berjalan selama lebih dari setengah jam, Shinta sudah kehabisan tenaga. Sebagai anak orang kaya yang terbiasa bepergian dengan mobil, dia benar-benar tidak terbiasa dengan jalan tanah berlubang di desa seperti ini.Beberapa kali, Shinta hampir saja keseleo. Akhirnya, Tirta tak punya pilihan selain memindahkan keranjang ke lengannya. Kemudian, dia menggendong Shinta dan melanjutkan perjalanan naik gunung.Saat digendong, tubuh Shinta yang kecil dan mungil me
"Eh, benar juga. Aku nggak kepikiran." Tirta menepuk dahinya. "Biasanya Kak Lutfi selalu ikut ke mana-mana, makanya aku tanya begitu.""Ya sudah, nggak usah dipikirin lagi." Shinta tidak peduli pada masalah ini. Dia menarik Tirta untuk membawanya ke dalam desa."Klinikmu di mana? Cepat bawa aku ke sana. Aku mau perbesar payudaraku! Tapi, jangan sampai kebesaran seperti semangka ya. Nanti aku bocorkan perselingkuhanmu!"Sejak Tirta bilang bisa memperbesar payudaranya, Shinta terus memikirkannya. Kini, dia akhirnya punya kesempatan sehingga tidak akan melewatkannya."Ehem, ehem. Di klinik ada bibiku. Aku nggak bisa membantu memperbesar payudaramu di sana. Semua bahan obat sudah kusiapkan. Aku bawa kamu ke gunung saja. Kita lakukan di tempat yang terpencil," ujar Tirta dengan canggung."Ya sudah, terserah kamu saja. Aku bisa di mana saja. Aku nggak peduli pada prosesnya. Pokoknya hasilnya sesuai keinginanku!" Shinta melepaskan tangan Tirta, lalu menyuruh Tirta membawa jalan. Dia terus men
"Kalau Tirta setuju, kita melakukannya bertiga. Atau nggak kamu pakai saja dulu? Setelah kamu selesai, baru giliranku ....""Jangan sembarangan bicara lagi. Cepat hapus videonya. Memalukan sekali. Aku nggak mau video itu ada di ponselmu."...."Achoo!" Tirta yang sedang berkemudi ke Desa Persik bersin beberapa kali. Dia mengambil tisu dan menyeka hidungnya sambil bergumam, "Aneh, kenapa terus bersin? Apa ada yang gosipin aku?"Tirta tidak akan menyangka setelah dirinya meninggalkan vila, dirinya malah menjadi perebutan dua wanita cantik.Tirta melihat jam. Sepertinya Mauri sudah sampai di ibu kota provinsi. Dia lantas menelepon untuk menanyakan kabar.Setelah mendengar Mauri sudah tiba dengan selamat dan mengobrol sesaat, Tirta pun mengakhiri panggilan. Sekitar sejam kemudian, dia tiba di klinik.Tirta turun dan masuk, tetapi tidak melihat Shinta. Dia pun menebak Shinta masih dalam perjalanan kemari. Jadi, dia mencari obat untuk memperbesar payudara di lemari.Saat ini, Arum dan Yanti
"Ya, memang Tirta orangnya." Saat melihat reaksi Aiko, Naura tidak berani bertatapan dengannya. Dia menunduk dan mengepalkan tangannya dengan gugup."Aku juga nggak tahu kapan aku menyukai Tirta. Tapi, sejak tahu kamu punya hubungan istimewa dengannya, aku cemburu. Rasanya seperti barang kesayanganku direbut orang lain.""Pagi ini waktu dengar kamu akan tidur dengan Tirta, aku merasa sangat sesak. Aku pun baru sadar. Mungkin, aku jatuh cinta pada Tirta ...."Begitu ucapan ini dilontarkan, Aiko tidak bisa mencernanya untuk waktu yang lama. Dia tertegun di tempatnya tanpa bereaksi sedikit pun."Kak, maaf. Aku juga nggak ingin begini, tapi aku nggak bisa mengontrol diriku. Waktu melihatmu bersama Tirta, aku cemburu ....""Terutama hari ini. Aku merasa cemburu sekaligus sedih melihatmu tidur dengan Tirta. Aku sangat berharap wanita itu adalah aku ...."Naura mengeluarkan ponselnya dan memutar rekaman CCTV yang disimpannya. Matanya memerah. Dia terlihat sangat emosional.Beberapa saat kemud
"Naura, terima kasih. Kalau nggak ada kamu, aku nggak mungkin kenal Tirta. Kamu pasti bisa menemukan tambatan hatimu juga suatu hari nanti! Aku janji bakal membantumu nanti!" Aiko menggenggam tangan Naura. Dia tidak merasa Naura sedang berbohong."Aiko, Bu Naura, mienya sudah matang. Ayo dicoba." Tidak lama setelah kedua wanita itu mengobrol, Tirta menyajikan dua mangkuk mie dari dapur.Mie diletakkan di depan keduanya. Kuahnya bening. Di atasnya terdapat taburan daun bawang dan beberapa tetes minyak wijen. Kelihatannya tidak terlalu menggugah selera, tetapi aromanya sangat harum.Jangankan Naura yang suka makan mie, Aiko yang selalu makan makanan lezat juga menjadi lapar melihatnya."Wah, wangi sekali! Tirta, kamu memang jago masak mie! Gimana cara masak mie ini?" Naura pun mengambil sumpit, lalu mengambil mangkuknya dan mencicipinya. Begitu menyeruputnya, ekspresi Naura langsung terlihat puas."Ya, sepertinya ini mie terenak yang pernah kumakan! Cepat kasih tahu kami gimana cara masa
"Oh, aku rasa Kak Aiko jadi berbeda. Dia sepertinya menjadi makin dewasa dan memesona," jelas Naura saat memperhatikan tatapan Tirta kepadanya."Ehem, ehem .... Ya, sepertinya begitu. Penilaianmu sangat tajam." Tirta bisa menebak bahwa Naura penasaran dengan hal itu, makanya tidak berbicara banyak."Kalian bicara apa sih? Bukannya aku dari dulu memang begini? Dasar aneh." Ekspresi Aiko terlihat tersipu. Kemudian, dia bertanya, "Naura, kamu pasti capek jalan-jalan seharian, 'kan?""Ayo duduk. Aku pergi masak untuk kalian. Setelah makan, kita antar Tirta pulang." Usai berbicara, Aiko bangkit dan pergi ke dapur."Oke, aku memang capek. Terima kasih." Naura duduk di tempat Aiko duduk sebelumnya. Jaraknya dengan Tirta tidak sampai setengah meter. Kemudian, dia melirik Tirta."Aiko, kalau kamu capek, biar aku saja. Kamu dan Bu Naura istirahat saja." Tirta tidak memperhatikan Naura karena mencemaskan Aiko. Dia maju dan meraih tangan Aiko."Hais ...." Naura diam-diam menghela napas."Kamu bisa
Beberapa saat kemudian, Naura diam-diam kembali dengan berjalan kaki. Akan tetapi, dia tidak kembali ke vila, melainkan menuju ke belakang vila dan bersembunyi di bawah pohon rindang. Aiko dan Tirta tidak akan memperhatikan tempat ini."Hm ... mereka seharusnya sudah melakukannya, 'kan?" Naura seperti pencuri yang diam-diam mengeluarkan remot dan ponsel dari sakunya. Kemudian, dia membuka sebuah aplikasi CCTV dan mengatur CCTV agar menghadap ke kamar tempat Tirta dan Aiko berada, lalu mengaktifkannya.Benar, Naura memang memasang CCTV di kamarnya. Hanya saja, dia tidak pernah menyalakannya. Namun, kali ini dia punya tujuan lain.Tidak berselang lama, terlihat seluruh adegan di dalam kamar dengan jelas. Naura juga mendengar suara-suara di dalam sana. Dia sontak terbelalak. Wajah dan telinganya memerah."Kak Aiko sampai nangis ....""Gimana bisa Tirta begitu ....""Astaga ... Tirta benaran ....""Aku harus menyimpan rekaman ini supaya bisa negosiasi sama Kak Aiko!"Napas Naura memburu. D
Tubuh Tirta tidak terlihat kekar. Namun, setelah dia menindih tubuh Aiko, Aiko bisa langsung merasakan keperkasaannya. Seketika, jantung Aiko berdetak kencang. Dia panik, malu, tetapi juga dipenuhi penantian.Dengan suara manja, Aiko berkata, "Hm ... Tirta, santai sedikit. Aku buka baju dulu. Aku belum siap. Kamu kasih aku waktu buat persiapan dulu ya? Aku sempat baca di internet. Kalau wanita nggak terangsang, rasanya nggak seru ....""Oh? Kamu sampai cari tahu di internet? Kalau begitu, apa kamu tahu gimana caranya agar wanita cepat terangsang?" Tirta mengangkat alis dengan penuh minat. Kedua matanya penuh antusiasme seperti serigala kelaparan. Dia mengamati tubuh Aiko dengan serakah.Yang dikatakan Aiko benar. Jika wanita tidak terangsang, pria juga tidak akan bisa menikmatinya."Sudah .... Katanya dengan sentuhan dan ciuman, tapi aku kurang paham ...." Setelah melihat sorot mata Tirta, Aiko tidak berani menatapnya dan memalingkan wajah dengan malu. Dia sampai terbata-bata saking gu
"Kasih aku kunci vilamu. Kamu sudah boleh pergi jalan-jalan. Setelah Tirta pergi, kamu baru balik," ucap Aiko dengan gembira melihat Tirta keluar dari kantor polisi."Oh, ya sudah. Ini kuncinya ...." Entah mengapa, Naura merasa tidak nyaman melihat Aiko gembira seperti ini. Jelas-jelas dia mengenal Tirta duluan, tetapi malah Aiko yang punya hubungan istimewa dengan Tirta.Ketika hendak menyerahkan kunci kepada Aiko, Naura tiba-tiba membulatkan tekadnya. Dia lantas menyimpan kuncinya kembali ke saku, lalu berkata tanpa berani menatap Aiko, "Eh, aku baru ingat, ada barang penting yang ketinggalan di vila. Aku antar kamu saja dulu. Setelah ambil barangku, aku baru pergi.""Ya sudah, kita sama-sama saja. Aku kasih tahu Tirta dulu. Aku suruh dia ikut mobilmu dari belakang." Aiko langsung mengangguk menyetujui.Setelah turun dari mobil, Aiko menjelaskan kepada Tirta, lalu kembali ke mobil Naura. Dengan wajah memerah, dia berkata kepada Naura, "Ayo, sudah boleh jalan."....Tidak sampai sejam